Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 21 Juni 2013

22 juni

"Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya"

(2Kor 12:1-10; Mat 6: 24-34)

"Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian,
ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan
setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak
dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." "Karena itu Aku berkata
kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu
makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa
yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada
makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah
burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang
di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di
antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja
pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian?
Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan
tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala
kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini
ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi
mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah
kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan
kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari
bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di
sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu
Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari
besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk
sehari."(Mat 6:24-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

·   Hidup beriman berarti membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah,
maka kapan pun dan dimana pun diharapkan senantiasa 'mencari Kerajaan
Allah' alias mendahulukan atau mengutamakan kehendak dan perintah
Allah. Memang agar kita dapat hidup layak perlu makanan, minuman,
pakaian dan tempat tinggal yang layak, namun hendaknya tidak
berfoya-foya atau boros, melainkan secukupnya saja, sehingga dari diri
kita tidak terkesan materialistis. "Janganlah kamu kuatir akan hari
esok", demikian pesan Yesus, maka hendaknya kita tidak perlu menyimpan
makanan, minuman atau uang dan harta benda yang berlebihan, sehingga
semua orang berkecukupan, tak ada yang berkekurangan sedikitpun di
antara kita. Ketika kita semua tidak ada yang berkekurangan untuk
hidup layak dan tak ada yang berkelebihan, maka hemat saya kita
memiliki kemudahan untuk senantiasa mendahulukan atau mengutamakan
kehendak dan perintah Allah. Allah telah menyediakan makanan dan
minuman bagi kita semua, dan ketika tidak ada seorangpun yang serakah,
maka kita semua akan hidup sehat dan sejahtera. Dengan kata lain
kepada mereka yang berkelebihan dalam harta benda, uang, makanan,
minuman dan pakaian, kami harapkan dengan jiwa besar dan hati rela
berkorban membagikan sebagian miliknya kepada mereka yang
berkekurangan.

·    "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam
kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku
bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan,
di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena
Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2Kor 12:9-10). Sebagai
orang beriman kita semua dipanggil untuk menghayati kelemahan dan
kerapuhan kita serentak kasih karunia Allah yang menyertai kita.
Dengan kata lain marilah kita hayati diri kita yang lemah, rapuh dan
berdosa tetapi dikasihi oleh Allah, sehingga ketika kita sehat,
terampil, cerdas, kaya dst. ..kita semakin hidup dan bertindak dengan
penuh syukur dan terima kasih. Kepada anda sekalian yang dianugerahi
kecantikan atau ketampanan kami harapkan hidup dan bertindak dengan
syukur dan terima kasih, demikian pula bagi yang kaya, terampil dan
sehat wal'afiat. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan
rendah hati. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka
menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan
orang lain. Meskipun pada kenyataanya lebih dari orang lain, ia dapat
menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi
Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai
Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kerendahan hati merupakan keutamaan
yang paling dasar atau utama, dan dari kerendahan hati akan lahir
keutamaan-keutamaan lainnya.

"Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan
Dia, lalu meluputkan mereka. Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya
TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! Takutlah akan
TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang
yang takut akan Dia! Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi
orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatu pun yang
baik." (Mzm 34:8-11)

Ign 22 Juni 2013

21 Juni

"Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah."

(Rm 12:1-2.9-17.21: Mrk 10:23b-30)

"Yesus  berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang
masuk ke dalam Kerajaan Allah." Murid-murid-Nya tercengang mendengar
perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak-anak-Ku,
alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor
unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam
Kerajaan Allah." Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang
lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus
memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin,
tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin
bagi Allah." Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah
meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Jawab Yesus: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena
Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya
perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu
sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat:
rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang,
sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan
datang ia akan menerima hidup yang kekal" (Mrk 10:23b-30), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Aloysius Gonzaga, biarawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

·   "Kemiskinan, sebagai benteng kuat hidup religious, harus dicintai
dan dipelihara dalam kemurniannya sejauh itu mungkin, dengan dorongan
rahmat Allah" (St Ignatius Loyola, Konstitusi Serikat Yesus, Bag VI,
bab II, no 553). Dalam panggilan hidup religious atau membiara ada
tiga kaul, yaitu keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Hemat saya
ketika orang tidak setia pada kaul kemiskinan pada umumnya dua kaul
yang lain telah keropos juga atau dilanggar. Harta benda atau uang
memang dapat menjadi jalan ke sorga atau ke neraka, hidup baik,
bermoral dan berbudi pekerti luhur atau amoral alias penuh dengan
dosa. Maka Ignatius Loyola memandang dan menyikapi kaul kemiskinan
bagaikan benteng hidup membiara atau sikap mental 'miskin' menjadi
benteng hidup beriman. Mengingat dan memperhatikan sikap mental
materialistis atau duniawi begitu menjiwai cara hidup dan cara
bertindak banyak orang masa kini, kiranya benarlah apa yang disabdakan
oleh Yesus bahwa "Alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya
masuk ke dalam Kerajaan Allah.". Dalam kenyataan orang kaya yang
bersikap mental materialistis pada umumnya 'membetengi diri' melalui
aneka cara dan bentuk, sehingga yang benar semakin mengurung diri atau
mengasingkan diri, kurang bergaul dengan orang lain; yang bersangkutan
lebih dirajai atau dikuasai oleh harta benda atau uangnya dan dengan
demikian kurang atau tidak percaya pada Penyelenggaraan Ilahi, Allah
yang merajai dan menguasai ciptaan-ciptaanNya. Sabda hari ini mengajak
dan mengingatkan kita semua, umat beriman, untuk tidak bersikap mental
materialistis. Semoga mereka yang kaya akan harta benda atau uang
semakin memiliki banyak saudara, sahabat dan teman karena cara hidup
dan cara bertindaknya sungguh social, memfungsikan harta benda atau
kekayaaan sebagai wahana atau sarana untuk semakin beriman, semakin
membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah.

·   "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan
lakukanlah yang baik.Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara
dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya
kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan
bertekunlah dalam doa! Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan
usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!" (Rm 12:9-13).
Kutipan di atas ini merupakan peringatan atau ajakan bagi kita semua
untuk tumbuh berkembang sebagai pribadi yang memiliki kepekasaan
social yang tinggi atau mendalam. Masing-masing dari kita diciptakan
dan dibesarkan dalam dan oleh cintakasih, dan tanpa cintakasih kita
tak mungkin tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya saat ini. Tentu
saja selanjutnya kita diharapkan hidup dan bertindak  saling
mengasihi, dan cintakasih harus menjadi nyata dalam tindakan atau
perilaku, tidak berhenti dalam omongan atau wacana saja. Wujud konkret
dari cintakasih yang diharapkan antara lain: "saling mendahului dalam
memberi hormat dan selalu memberi tumpangan kepada mereka yang
membutuhkan". Maka marilah kita berlomba dalam mendahului memberi
hormat kepada orang lain dan hendaknya kita senantiasa memiliki
keterbukaan untuk menerima orang-orang yang membutuhkan tumpangan,
sehingga kita semakin dikasihi oleh Allah maupun saudara-saudari kita.

"TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku
tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu
ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan
jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti
anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai
Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!" (Mzm 131)

Ign 21 Juni 2013

20 Juni

"Bapa kami yang di sorga"

(2Kor 11:1-11; Mat 6:7-15)

" Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti
kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa
karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu
seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan,
sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa
kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu,
jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada
hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan
kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah
kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi
lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya
Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]Karena
jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang,
Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Mat 6:7-15), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

·   Secara khusus hari ini kita diajak untuk mawas diri perihal 'doa'.
Isi doa yang kita sampaikan kepada Allah pada umumnya
permohonan-permohonan, selain syukur dan terima kasih. Pertama-tama
marilah kita bersyukur dan berterima kasih kepada Allah karena kita
telah dianugerahi 'makanan yang secukupnya' sehingga kita tetap hidup
sehat, segar-bugar dan sejahtera sampai kini. Kita juga bersyukur dan
berterima kasih karena telah menerima pendidikan atau pembinaan dari
sekian banyak orang sebagai kepanjangan 'tangan Allah', yang
memelihara atau mendampingi kita terus-menerus. Dalam permohonan
pertama-tama dan terutama hendaknya kita mohon agar senantiasa dirajai
atau dikuasai oleh Allah sehingga mau tak mau kita harus melaksanakan
kehendak dan perintahNya, antara lain senantiasa hidup dan bertindak
saling mengasihi tanpa syarat. Wujud cintakasih kita kepada orang lain
antara lain senantiasa mengampuni mereka 'yang bersalah kepada kami'
alias yang menyakiti atau melukai kita dengan aneka cara dan bentuk.
Bagi kita yang beriman kepada Yesus Kristus kiranya hafal doa Bapa
Kami, maka semoga isi doa ini juga kita hayati dalam dan melalui cara
hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Dalam doa ini kita menyebut
Allah sebagai Bapa kita, dengan kata lain kita semua adalah saudara
atau sahabat. Maka menghayati doa Bapa Kami berarti senantiasa hidup
dalam persahabatan atau persaudaraan sejati dengan siapapun, serta
menyebarluaskan persaudaraan atau persahabatan sejati. Karena kita
semua adalah saudara atau sahabat, maka selayaknya kita selalu saling
membantu satu sama lain, lebih-lebih atau terutama membantu mereka
yang miskin dan berkekurangan di lingkungan hidup dan kerja kita.

·   "Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang kecil
itu. Memang kamu sabar terhadap aku! Sebab aku cemburu kepada kamu
dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada
satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus.
Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan
kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh
ular itu dengan kelicikannya." (2Kor 11:1-3). Kita semua dipanggil
untuk hidup sabar dan setia, dan hendaknya kita tidak jatuh seperti
"Hawa diperdayakan oleh ular dengan kelicikannya". Memang di
masyarakat kita cukup banyak orang berusaha menjatuhkan atau
memperdaya orang lain dengan licik, bujuk rayu yang mempesona dan
memikat. Maka St.Ignatius Loyola antara lain menggambarkan rayuan
setan bagaikan seorang pemuda yang merayu seorang pemudi yang
disayanginya, dengan rayuan mesra dan lembut, untuk melakukan hubungan
seksual yang belum waktunya. Dalam melawan godaan demikian kepada yang
digoda atau dirayu diajak untuk tidak menutup diri, melainkan membuka
kedok rayuan sang pemuda tersebut kepada orangtua alias membukanya
kepada orang yang sanggup menghentikan godaan atau rayuan tersebut.
Setan sering menggunakan kesabaran seseorang untuk memperdaya manusia,
 maka kesabaran memang perlu dilengkapi dengan ketegasan. Dengan kata
lain hendaknya kita tahu persis kapan harus bertindak sabar dan kapan
harus bertindak tegas. Kesabaran dan ketegasan hemat saya bagaikan
mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan.
Kita semua dipanggil untuk berlaku atau bertindak sabar kepada mereka
yang bodoh, maka secara khusus kami mengajak dan mengingatkan para
pemimpin, guru atau orangtua untuk dengan kesabaran melayani mereka
yang bodoh. Semoga kita semua sabar sebagaimana Allah telah berlaku
sabar terhadap kita.

"Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam
lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah. Besar
perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua orang yang
menyukainya.Agung dan bersemarak pekerjaan-Nya, dan keadilan-Nya tetap
untuk selamanya. Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dijadikan-Nya
peringatan; TUHAN itu pengasih dan penyayang." (Mzm 111:1-4)

Ign 20 Juni 2013