Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id
Jumat, 11 November 2011
12 Nov
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 08.14 0 komentar
11 Nov
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 08.14 0 komentar
Selasa, 08 November 2011
10 Nov
(Keb 7:22-8:1; Luk 17:20-25)
"Atas pertanyaan orang-orang Farisi, apabila Kerajaan Allah akan datang, Yesus menjawab, kata-Nya: "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu." Dan Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Akan datang waktunya kamu ingin melihat satu dari pada hari-hari Anak Manusia itu dan kamu tidak akan melihatnya. Dan orang akan berkata kepadamu: Lihat, ia ada di sana; lihat, ia ada di sini! Jangan kamu pergi ke situ, jangan kamu ikut. Sebab sama seperti kilat memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain, demikian pulalah kelak halnya Anak Manusia pada hari kedatangan-Nya. Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan ini." (Luk 17:20-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Leo Agung, Paus dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kerajaan Allah atau Allah yang meraja memang tak dapat dilihat dengan mata kepala kita, namun 'ada di antara kamu'. Allah yang meraja antara lain menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, maka selayaknya siapapun yang dirajai oleh Allah akan mengalami atau menghadapi aneka penderitaan, tantangan dan hambatan, mengingat dan memperhatikan kemerosotan atau kebejatan moral masih marak di sana-sini dalam aneka bidang kehidupan bersama. Menjadi Paus atau Uskup pada umumnya juga menghadapi aneka masalah dan tantangan alias harus siap sedia untuk 'stress', dengan demikian para gembala kita dituntut untuk mahir dalam 'menejemen stress' alias mengelola stress. Jika kurang mahir dalam 'menejemen stress' akan mudah jatuh sakit. 'Menejemen stress' kiranya penting bagi kita semua untuk kita latih, dalami dan perkembangkan dalam aneka bidang kehidupan atau kerja bersama kapan pun dan di mana pun. Paus Leo Agung yang kita kenangkan hari ini "adalah suri teladan bagi siapa pun yang memimpin umat Kristen. Ia penuh semangat, berhati lapang, tetap dalam pendirian, pantang menyerah dalam tugas, beriman teguh pada pusat misteri Kristus yang terdalam: penjelmaan Sang Sabda" (Yayasan Cipta Loka Caraka: Ensiklopedi Orang Kudus/cetakan kelima, Jakarta 1985, hal 193). Kami berharap kepada siapapun yang berpartisipasi dalam memimpin atau melayani umat Allah meneladan semangat Leo Agung yang kita kenangkan hari ini, karena Ia adalah suri teladan bagi siapapun yang memimpin umat Allah, khususnya umat Kristen.
· "Di dalam dia ada roh yang arif dan kudus, tunggal, majemuk dan halus, mudah bergerak, jernih dan tidak bernoda, terang, tidak dapat dirusak, suka akan yang baik dan tajam, tidak tertahan, murah hati dan sayang akan manusia, tetap, tidak bergoyang dan tanpa kesusahan, mahakuasa dan memelihara semuanya serta menyelami sekalian roh, yang arif, murni dan halus sekalipun" (Keb 7:22-23), demikian gambaran perihal kebijaksanaan. Sifat-sifat kebijaksanan di atas ini selayaknya juga menjadi sifat-sifat para peemimpin dalam kehidupan bersama dimana pun, dalam bidang dan tinngkat kehidupan apa pun. "Mudah bergerak, jernih dan tidak bernoda.., murah hati dan sayang akan manusia", inilah mungkin sifat-sifat yang hendaknya kita usahakan, perdalam dan perkembangkan. Para pemimpin hendaknya tidak hanya duduk di kursi empuk di kantor atau kamar kerjanya saja, melainkan dengan murah hati dan sayang akan manusia mendatangi atau mengunjungi yang mereka pimpin. Sapalah dan bercakap-cakaplah dengan yang anda pimpin atau layani. Memang agar sapaan dan percakapan menghasilkan buah yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, dari pihak kita dituntut 'jernih dan tak bernoda'. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa terpilih sebagai pemimpin antara lain karena anda sebagai yang paling jernih dan tak bernoda alias yang tersuci. Memang dalam kehidupan bersama sebagai umat beragama mereka yang tersuci lah yang harus dihormati dan dijunjung tinggi, dan tentu saja semuanya juga dipanggil untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang suci, jernih dan tak bernoda. Orang yang jernih dan tak bernoda tak akan mudah tergoyang oleh aneka tawaran atau godaan atau rayuan yang hendak menggerogoti kejernihan atau kesuciannya, sebaliknya tawaran atau godaan atau rayuan tersebut dihayati sebagai wahana untuk semakin jernih dan tak bernoda, ia menghayati sebagai api membara yang membakarnya, dan dengan demikian semakin nampak kejernihan, kemurnian dan kesuciannya.
" Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga. Kesetiaan-Mu dari keturunan ke keturunan; Engkau menegakkan bumi, sehingga tetap ada. Menurut hukum-hukum-Mu semuanya itu ada sekarang, sebab segala sesuatu melayani Engkau" (Mzm 119:89-91)
Ign 10 November 2011
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 19.56 0 komentar
Senin, 07 November 2011
9 Nov
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 20.12 0 komentar
Minggu, 06 November 2011
8 Nov
(Keb 2:23-3:9; Luk 17:7-10)
"Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk 17:7-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Ketaatan dan kesetiaan itulah dua keutamaan yang hendaknya kita refleksikan sesuai dengan Warta Gembira hari ini. "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan", inilah kata-kata yang hendaknya menjadi pegangan hidup dan cara bertindak kita kapan pun dan dimana pun. "Aku sendiri pun berkeinginan agar kalian lengkap sempurna dalam setiap keutamaan dan anugerah rohani. Namun, pertama-tama agar kalian menjadi unggul dalam keutamaan ketaatan", demikian kutipan surat Ignatius Loyola kepada para pengikutnya. Taat satu sama lain akan menghasilkan atau berbuahkan kehidupan bersama yang membahagiakan, menarik dan mempesona bagi orang lain; kehidupan bersama dijiwai oleh kesatuan hati dan budi, sehingga segar dan sehat. Kita dapat belajar dari anggota-anggota tubuh kita yang taat satu sama lain, dan masing-masing anggota setia di tempatnya masing-masing. Atau kita juga dapat bercermin pada para hamba, pelayan atau pembantu rumah tangga/komunitas yang baik, yang senantiasa setia dan taat melaksanakan tugas pengutusan apapun yang diberikan kepadanya. Jika mencermati apa yang terjadi di jalanan, yang dilakukan oleh para pengendara sepeda motor maupun mobil atau pejalan kaki, rasanya penghayatan keutamaan ketaatan dan kesetiaan masih memprihatinkan, hal itu nampak dalam pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Bukankah apa yang terjadi di jalanan merupakan cermin kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Kami harap ketaatan dan kesetiaan ini sedini mungkin dibiasakan dan dididikkan pada anak-anak dan kemudian diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah.
· "Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya sendiri. Tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu" (Keb 2:23-24). Kita semua dipanggil untuk setia pada jati diri kita sebagai manusia, yaitu sebagai 'gambar Allah'. Dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak kita mencerminkan Allah yang telah menciptakan kita. Sebagai gambar Allah kita diharapkan memiliki dan menghayati 'budaya kehidupan' bukan 'budaya kematian', kehadiran, sepak terjang dan kesibukan kita senantiasa menggairahkan dan memberdayakan atau menghidupkan saudara-saudari kita maupun lingkungan hidup dimana kita hadir atau berada. Kebalikan dari 'budaya kehidupan' adalah 'budaya kematian' dimana orang hidup dan bertindak sesuai dengan dorongan setan, dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindaknya merusak dirinya sendiri, saudara-saudarinya maupun lingkungan hidupnya; yang bersangkutan menuju ke kebinasaan atau kehancuran. Sebagai umat beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk 'berbudaya kehidupan' yang menuju ke kebakaan hidup mulia selamanya di sorga. Kami berharap 'budaya kehidupan' ini sedini mungkin dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret para orangtua. Berbudaya kehidupan berarti hidup dan bertindak sesuai dengan Roh Kudus dan berbuahkan keutamaan-keutamaan seperti "sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Maka para orangtua diharapkan menjadi teladan dalam penghayatan keutamaan-keutamaan di atas ini, antara lain yang mungkin baik kita hayati dan sebarluaskan pada masa ini adalah kebaikan, artinya kapanpun dan dimanapun kita baik adanya serta senantiasa berbuat baik kepada orang lain. Apa yang disebut 'baik' senantiasa berlaku secara universal, kapan saja dan dimana saja.
"Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." (Mzm 34:16-19)
Ign 8 November 2011
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 23.38 0 komentar
7 Nov
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 21.04 0 komentar