Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 04 November 2011

Homili Mgr F.X Hadisumarta O.Carm - MINGGU BIASA XXXII/A/2011 Keb 6:13-17 Tes 4:13-18 Mat 25:1-13


PENGANTAR

Hari ini Yesus mengajar kita dengan perumpamaan tentang gadis-gadis yang bijaksana dan yang bodoh. Kerajaan Allah, yaitu tata kehidupan umat manusia yang diwartakan dan didirikan oleh Yesus berkali-kali digambarkan sebagai pesta pernikahan. Pesta pernikahan adalah gambaran sukacita dan kebahagiaan. Suatu kehidupan kristiani, jasmani maupun rohani sejati, yang harus disiapkan dengan baik, tekun, sungguh-sungguh. Gadis-gadis yang bijaksana dan yang bodoh atau teledor, keduanya itu merupakan gambaran perbedaan sikap sadar terhadap kehidupan kristiani sejati.

HOMILI

Perumpamaan tentang sepuluh gadis yang bijaksana dan bodoh/teledor itu hanya terdapat dalam Injil Matius. Tafsiran pertama perumpamaan ini menunjukkan situasi yang dihadapi Yesus. Secara singkat: ada orang-orang yang mendengarkan ajaran Yesus dan mau menerimanya, dan ada pula yang menolaknya. Kesimpulannya: "Siap sedialah selalu, sebab engkau tidak tahu kapan Ia akan datang". Tafsiran kedua yang lebih mendalam: perempumaan itu menggambarkan Gereja dan pribadi warga-warganya. Kristus Almasih sudah datang, tetapi meskipun sudah dibaptis menjadi warga Gereja, menjadi orang kristen, namun belum melihat, mengalami dan merasakan adanya kegembiraan dan kebahagiaan Kerajaan Allah bagaikan pesta pernikahan, sebab bersikap acuh tak acuh sebagai orang beriman. Padahal siapsiaga dan tekun mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah adalah suatu syarat mutlak untuk menyambut kedatangan Kristus.

Apa sebenarnya kesiapsiagaan yang harus dimiliki dan dilakukan untuk sungguh merasa gembira dan bahagia dalam Kerajaan Allah, atau sebagai komunitas orang-orang pengikut Yesus? Tak lain tak bukan ialah berbuat baik terhadap orang lain/sesama. Perbuatan baik apa? Dalam Injil Matius ditegaskan di banyak teks apa yang harus kita lakukan untuk berbuat baik, yaitu: menghindari perbuatan jahat (15:19), mengasihi musuh (5:44), saling mengasihi (25:12), mengampuni orang-orang yang telah berbuat jahat kepada kita (18:21-35), memiliki iman yang teguh (21-21), setia kepada Yesus (10:32) dan mengasihi Allah sepenuhnya (22:37). - Memiliki dan melakukan semua itu, itulah kesiapsiagaan sebagai syarat mutlak untuk bertemu dengan Allah dan merasa sungguh bahagia!

Kita sungguh membutuhkan minyak untuk hidup kita . Gadis-gadis bodoh/teledor bersikap acuh tak acuh, tidak ambil using, tak peduli, tak menyiapkan pelaksanaan tugas mereka. Dalam khotbah-Nya di bukit Yesus berkata: "Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga" (Mat 5:16) . Nah, minyak yang dimaksudkan dalam perumpamaan itu adalah berbuat baik terhadap sesama. Orang-orang yang bijaksana ialah mereka, yang selalu menaruh perhatian dan ikut prihatin akan kebutuhan-kebutuhan sehari-hari, baik dalam keluarga masing-masing, dalam tetangga atau lingkungan, bahkan kepada orang-orang yang tidak dikenalnya.

Kita kerapkali memiliki lampu/pelita, namun kita tidak punya minyak untuk menyalakannya! Beata Teresa dan Kalkuta berkata:

"Apakah minyak untuk pelita kita dalam hidup kita?
Minyak pelita kita ialah hal-hal kecil sehari-hari:
Kesetiaan, tepat waktu, kata-kata lembut, prihatin
terhadap orang lain, tahu berdiam diri bila perlu,
tahu memilih waktu, tahu kapan berbicara, kapan bertindak.
Inilah tetesan-tetesan air kasih, yang mampu membuat
hdup kita bersinar terang sebagai orang beriman".

Itulah yang dilakukan Beata Teresa dari Kalkuta. Sumber minyak itu baginya adalah Allah dalam diri Yesus, yang siap siaga terhadap kehendak Allah.

Apakah sumber minyak kita? Sama! Sumber minyak yang kita butuhkan supaya pelita kita dapat menyala dengan terang ialah Allah sendiri. Karena itu hubungan kita dengan Allah harus selalu ada dan dipelihara. Kita harus selali siap dan siaga mendengarkan dan melaksanakan sabda-Nya. Dan Allah justru berbicara melalui keadaan dan kebutuhan orang-orang sesama kita. Perbuatan-perbuatan baik kita kepada sesama, itulah pelita terang yang menunjukkan kita kedatangan Kristus sebagai Mempelai Gereja dalam hati kita, bagaikan dalam pesta pernikahan!

Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.

kumpulan Homili Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm http://www.imankatolik.or.id/homili_mgr_hadisumarta_ocarm.html

Mg Biasa XXXII


Mg Biasa XXXII: Keb 6: 13-17; 1Tes 4:13-18; Mat 25:1-13
"Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki"
Persiapan merupakan salah satu usaha atau kegiatan yang penting dalam mengerjakan segala sesuatu, misalnya persiapan ujian atau ulangan umum, persiapan saling menerimakan Sakramen Perkawinan, persiapan pesta, persiapan menerima tahbisan imamat atau kaul kekal hidup membiara, persiapan melahirkan anak dst..  Persiapan yang baik serta memadai merupakan awal kesuksesan atau keberhasilan, sebaliknya orang yang tidak mempersiapkan dengan baik dan memadai pasti akan mengalami kegagalan. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri perihal persiapan, maka baiklah kita renungkan sabda Yesus hari ini, dan saya akan mencoba secara sederhana membahas aneka persiapan.
"Hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana." (Mat 25:1-2)
Sebagai umat beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk menjadi bijaksana seperti lima gadis bijaksana yang senantiasa siap sedia menyongsong kedatangan sang penganten."Bijaksana adalah sikap dan perilaku yang dalam segala tindakannya selalu menggunakan akal budi, penuh pertimbangan dan rasa tanggungjawab. Ini diwujudkan dalam perilaku yang cakap bertindak dan kehati-hatian dalam menghadapi berbagai keadaan yang sulit. Keputusan yang diambil berdasarkan pemikiran dan renungan yang mendalam sehingga tidak merugikan siapa pun dan dapat diterima oleh semua pihak" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 14-15).
"Pemikiran dan renungan yang mendalam" itulah kiranya merupakan bentuk persiapan yang baik dalam melaksanakan segala sesuatu atau tugas pengutusan atau pekerjaan, yang berarti kita kerahkan pikiran atau otak dan hati kita untuk memperdalam dan memahami aneka macam masalah sebelum melaksanakan segala sesuatu. Maka baiklah secara terinci dan terbatas saya angkat berbagai persiapan sebagai berikut:
1)                  Pelajar dan mahasiswa. Selama didalam pembelajaran anda harus menghadapi ulangan dan ujian, ujian sebenarnya juga merupakan ulangan. Dengan kata lain ulangan atau ujian merupakan tindakan mengulangi atau mengenangkan kembali apa-apa yang telah diajarkan. Maka persiapan untuk menghadapi ulangan atau ujian yang terbaik adalah selama pembelajaran di kelas, ketika diajar oleh guru atau dosen hendaknya sungguh mendengarkan. Ketika anda dapat mendengarkan dengan baik dan memadai apa yang diajarkan oleh guru atau dosen, maka apa yang disebut dengan ulangan atau ujian merupakan hal yang mudah, dan anda pasti sukses atau berhasil dalam ulangan atau ujian. Kerahkan otak dan hati anda untuk mendengarkan apa yang sedang diajarkan. 
2)                  Mereka yang akan menikah. Tahap-tahap menuju ke pernikahan adalah perkenalan, pacaran dan tunangan, yang sebenarnya semuanya itu adalah masa perkenalan. Memang ada perbedaan sedikit, yaitu kenalan mungkin baru anda berdua yang tahu, sedangkan pacaran pada umumnya sudah diketahui oleh orangtua dan sahabat atau kenalan, sedangkan tunangan berarti sudah direstui secara resmi dalam ikatan yang masih dapat diputuskan. Jika anda berdua mendambakan untuk sukses dan berbagai sebagai suami-isteri sampai mata hendaknya jangan mensia-siakan masa perkenalan tersebut; hendaknya dijauhkan aneka bentuk sandiwara atau kepalsuan atau kebohongan. Mungkin saat masa pacaran masih saling bersandiwara, namun hendaknya hal itu segera diselesaikan selama masa tunangan. Saling terbuka dengan jujur dan iklas dari anda berdua sebelum menjadi suami-isteri merupakan langkah awal yang meyakinkan untuk menelusuri hidup bersama sebagai suami-isteri sampai mati.     
3)                  Mereka yang akan ditahbiskan imam atau kaul kekal. Ditahbiskan menjadi imam dan berkaul kekal dalam hidup membiara berarti hidup tidak menikah, dan diharapkan juga tidak medambakan aneka bentuk kenikmatan sebagaimana didambakan oleh suami-isteri, entah secara psikologis maupun phisik. Selama persiapan kiranya anda semua diajak untuk belajar, entah yang bersifat ilmiah, secular atau profan, spiritual atau rohani beserta aneka pelatihan praktis yang terkait dengan spiritualiatas atau charisma lembaga  hidup bakti maupun imamat. Kami harapkan apa yang dipelajari juga dicecap dalam-dalam di hati sanubari sehingga merasuki atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak dan kelak ketika telah ditahbiskan menjadi imam atau kaul kekal dapat setia menghayati panggilannya sampai mati.
Akhirnya kami mengingatkan kita semua bahwa hidup kita di dunia ini hemat saya juga merupakan persiapan, yaitu persiapan untuk mati atau dipanggil Tuhan alias pindah ke hidup mulia selamanya bersama Allah di sorga. Maka marilah kita senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur, agar ketika dipanggil Tuhan nanti kita langsung hidup mulia selamanya di sorga.
"Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia." (1Tes 4:13-14)
Sapaan atau peringatan Paulus kepada umat di Tesalonika di atas ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama. Kita diajak untuk mengenangkan orangtua, kakak-adik, saudara atau sahabat atau kenalan yang telah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia, mendahului perjalanan menuju hidup abadi, mulia selamanya di sorga. Marilah kita imani bahwa mereka yang telah dipanggil Tuhan telah menikmati hidup mulia selamanya di sorga karena kemurahan hati dan belaskasih Tuhan  yang tak terbatas.
Mengimani mereka yang telah dipanggil Tuhan telah hidup mulia selamanya di sorga berarti kita diajak untuk mengingat-ingat atau mengenangkan aneka anugerah Tuhan yang telah diterima oleh mereka yang telah meninggal dunia selama masih hidup di dunia, yaitu aneka sifat budi pekerti luhur yang telah dihayatinya. Dengan kata lain marilah kita meneladan cara hidup dan cara bertindaknya yang baik dan bermoral atau kita laksanakan pesan-pesannya yang baik sebelum meninggal dunia. Dalam iman kita hayati bahwa kita tidak pernah terpisahkan dengan mereka yang telah hidup mulia kembali di sorga jika kita senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan dalam situasi dan kondisi apa pun, kapan pun dan dimanapun. Maka marilah kita renungkan kutipan di bawah ini
"Barangsiapa pagi-pagi bangun demi kebijaksanaan tak perlu bersusah payah, sebab ditemukannya duduk di dekat pintu. Merenungkannya merupakan pengertian sempurna, dan siapa yang berjaga karena kebijaksanaan segera akan bebas dari kesusahan" (Keb 6:14-15). Begitu bangun pagi kita diharapkan langsung merenungkan kebijaksanaan, maka baiklah apa yang saya kutipkan di atas perihal arti 'bijaksana' kiranya dapat menjadi bahan permenungan. Mungkin baik jika kutipan di atas dihafalkan atau ditulis besar-besar di dekat tempat tidur, sehingga ketika terbangun langsung dapat membaca dan merenungkannya. Misalnya perihal 'tanggungjawab' semoga sepanjang hari yang akan kita lalui kita sungguh berani bertanggungjawab atas apa yang kita katakan atau lakukan serta tidak dengan mudah melempar tanggungjawab kepada orang lain.
" Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji." (Mzm 63:2-6)
Ign 6 November 2011

5 Nov


"Apa yang dikagumi manusia dibenci oleh Allah"
(Rm 16:3-9.16.22-27; Luk 16:9-15)
" Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi." "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah" (Luk 16:9-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·    Pada umumnya manusia mengagumi apa-apa yang besar, megah dan kaya, misalnya para pejabat tinggi, rumah atau bangunan besar, perkara besar, perempuan cantik, laki-laki tampan, orang bergelar professor, doktor atau sarjana dst… Sementara itu mereka melalaikan atau kurang memperhatikan hal-hal atau perkara kecil, anak kecil, orang kecil dst..  Orang juga sering mengagumi gedung-gedung mewah rumah sakit, sekolah atau gereja/tempat ibadat. Mengagumi pada umumnya berada di luar dan tidak masuk. Bagi orang beriman atau beragama yang utama dan penting adalah dikasihi, bukan dikagumi; dikasihi berarti mempesona, memikat dan menarik sehingga banyak tergerak untuk mendekat dan memasuki. Sebagai orang beriman atau beragama kita dipanggil juga untuk mengasihi mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan, yang pada umumnya tidak ada yang didunia ini yang dapat diandalkan dan mereka mengandalkan diri pada kemurahan hati Tuhan dan belaskasihNya melalui orang-orang yang baik hati dan berbelas kasih. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk baik hati dan berbelas kasih kepada yang kecil, miskin dan berkekurangan. Secara khusus kami mengajak untuk memperhatikan anak-anak kecil, entah yang masih balita atau sudah duduk di Taman Kanak-Kanak maupun Sekolah Dasar. Ingat dan sadari bahwa mereka adalah masa depan kita, tidak baik hati, berbelas kasih dan memperhatikan mereka berarti tidak mendambakan masa depan yang baik, membahagiakan dan menyelamatkan.
·   " Salam dalam Tuhan kepada kamu dari Tertius, yaitu aku, yang menulis surat ini. Salam kepada kamu dari Gayus, yang memberi tumpangan kepadaku, dan kepada seluruh jemaat. Salam kepada kamu dari Erastus, bendahara negeri, dan dari Kwartus, saudara kita" (Rm 16:22-23), demikian salam Paulus kepada umatnya. Memberi salam pada umumnya diungkapkan pada awal perjumpaan, entah perjumpaan secara phisik atau tatap muka, secara maya melalui tilpon, internet dll., misalnya selamat pagi, selamat jumpa, salam sejahtera, asalalamualaikum, dst..  Salam berarti selamat, maka saling memberi salam  berarti saling mendambakan keselamatan atau saling mendukung dalam mengusahakan keselamatan bersama. Marilah saling meningat dan mengenangkan sebagai saudara, sahabat atau kenalan, dan kita saling mendoakan agar kita semua dalam keadaan selamat, damai sejahtera lahir dan batin, phisik dan spiritual. Kita semua dipanggil juga untuk saling 'memberi tumpangan' entah secara phisik atau spiritual, secara phisik berarti ketika ada saudara, sahabat atau kenalan bertamu ke rumah kita, maka kita beri tempat yang layak, sedangkan secara spiritual berarti dalam hati kita tersedia 'tempat' untuk mengingat-ingat dan mengenangkan, dengan kata lain meskipun secara phisik kita sendirian namun secara spiritual kita banyak teman, sahabat dan kawan. Allah menghendaki kita semua umat beriman atau beragama untuk saling memperhatikan dan mendoakan guna menggalang, mengusahakan dan meneguhkan persaudaraan atau persahabatan sejati antar kita yang berbeda satu sama lain. Maka jauhkan aneka pandangan dan sikap sempit, yang hanya mementingkan atau mengutamakan kepentingan dan keinginan pribadi, marilah menjadi pribadi yang social.
"Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya. Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. Semarak kemuliaan-Mu yang agung dan perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib akan kunyanyikan."
 (Mzm 145:2-5)
Ign 5 November 2011

Kamis, 03 November 2011

4 Nov


"Anak dunia ini lebih cerdik dari sesamanya anak terang"
(Rm 14:15-21; Luk 16:1-8)
"Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang."(Luk 16:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Carolus Borromeus, uskup,  hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Berurusan dengan uang atau harta benda atau hal-hal duniawi memang harus cerdik jika mendambakan kesuksesan atau keberhasilan, sebagaimana dilakukan oleh para bankir atau pedagang saham di bursa-bursa saham maupun para pedagang di pasar-pasar tradisionil. Mereka pada umumnya juga tidak jujur guna mendukung dan memperkuat kecerdikannya. Maka paradigma para pengelola harta benda atau uang akan bertolak belakang dengan paradigma para rohaniwan-rohaniwati maupun pembantu-pembantunya dalam mengurus atau mengelola umat Allah, manusia beriman, sebagaimana juga dilakukan oleh Carolus  Borromeus. Sebagai uskup atau pelayan umat Allah Carolus Borromeus juga cerdik, namun juga tulus dan jujur, maka ia dapat melihat dan berpihak pada mereka yang kurang diperhatikan seperti orang-orang sakit maupun dengan tegas dan berani melawan dan memberantas semangat materialistis yang telah merasuki Gereja, para imam maupun tokoh-tokoh Gereja. Sebagai umat beriman kita dipanggil untuk cerdik dan beriman, tulus dan jujur, tidak cukup hanya cerdik saja. Marilah kita berantas semangat materialistis yang merasuki hidup beriman atau beragama, entah dengan keteladanan kita maupun gerakan bersama. Sesuatu yang sungguh memprihatinkan bahwa di dalam kehidupan menggereja di tingkat paroki misalnya, ada seksi sosial yang seharusnya berjiwa sosial namun dalam kenyataannya materialistis. Sungguh kontradiktif anara atribut dan pelaknasaannya. Sebagai contoh konkret adalah pengurusan orang mati, yang dengan mudah dikomersielkan oleh orang-orang bersikap mental materialistis, dan mungkin juga dalam pelayanan orang sakit.
·   "Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem sampai ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus. Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain" (Rm 15:19b-20). Dalam melaksanakan tugas pengutusannya Paulus senantiasa 'berjalan', tidak berhenti di tempat, dengan kata ia menghayati panggilannya dengan semangat memperbaharui, entah memperbaharui diri maupun lingkungan hidupnya. Ia berani mengadakan inovasi maupun terobosan-terobosan seraya terus menerus mencari celah-celah yang harus dilaluinya. Paulus kiranya dapat menjadi teladan bagi kita semua dalam menghayati semangat missioner kita sebagai umat beriman atau beragama, yaitu semangat pembaharuan, tentu saja tidak asal baru, melainkan pembaharuan yang sungguh mengembangkan, menggairahkan serta membahagiakan atau menyelamatkan, terutama jiwa manusia. Memang terhadap apa-apa yang baru pada umumnya orang bergariah, maka marilah kita sadari dan hayati bahwa setiap detik, menit, jam, hari yang akan kita lalui adalah baru adanya, dengan kata lain marilah kita hadapi masa depan dengan gairah dan gembira. Secara khusus kami berharap kepada mereka yang bekerja dalam pelayanan terhadap orang sakit hendaknya dengan gairah dan gembira melayani setiap orang sakit atau pasien; kegembiraan dan kegairahan anda merupakan obat yang ampuh sekaligus wujud 'markerting' diri maupun karya anda. Semoga semangat Carolus Borromeus menjiwai siapapun yang berkarya dalam pelayanan orang-orang sakit.
"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!" (Mzm 98:14)
Ign 4 November 2011. "Selamat pesta para mereka yang memiliki pelindung St.Carolus Borromeus"

3 Nov


"Akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat "
(Rm 14:7-12; Luk 15:1-10)
" Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.""Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (Luk 15:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Yesus adalah Penyelamat Dunia, Ia datang untuk menyelamatkan semua yang ada di dunia ini yang tidak selamat, tentu saja pertama-tama dan terutama adalah manusia berdosa. Memang dalam kebiasaan banyak suku dan bangsa pada umumnya orang berdosa disingkiri, dijauhkan atau dikucilkan, karena ia mengganggu kehidupan bersama. Pengucilan dalam rangka mempertobatkan kiranya baik adanya, namun hanya sekedar mengucilkan hemat saya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebagai umat yang beriman kepada Yesus Kristus saya mengajak anda sekalian untuk meneladanNya, yaitu "menerima orang-orang berdosa dan makan bersama dengan mereka", artinya kita dekati, sikapi dan perlakukan orang-orang berdosa dengan kasih pengampunan. Konkretnya jika ada anak/peserta didik bodoh dan malas hendaknya didampingi dan dididik dalam dan dengan kasih serta kebebasan, jika ada anak nakal hendaknya didampingi untuk menyalurkan kenakalan atau kreatifitasnya pada apa yang baik dan menyelamatkan, jika ada orang kurangajar hendaknya diberi ajaran dengan rendah hati dan cintakasih, dst.. Mungkin untuk itu kita perlu bekerjasama, mengingat dan memperhatikan kebanyakan dari kita merasa baik, benar dan berbudi pekerti luhur. Jika kita tidak m baiklungkin mendekati secara phisik, baiklah kita dekati secara spiritual, artinya marilah kita doakan orang-orang berdosa agar bertobat dan memperbaharui diri. Dari diri kita sendiri hendaknya juga menghayati semangat pertobatan, yang berarti memperbaharui diri, menumbuh-kembangkan diri terus menerus sampai mati.
·   "Tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." (Rm 14:7-8), demikian kesaksian iman atau peringatan Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua segenap umat beriman. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Tuhan yang kita terima melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada kita, memperhatikan dan mengasihi kita.  Kita diharapkan hidup penuh syukur dan terima kasih serta kemudian mewujudkan syukur dan terima kasih tersebut tidak hidup untuk dirinya sendiri melainkan hidup bagi orang lain, dengan kata lain kita hendaknya menjadi 'man or woman with/for others'. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa jati diri kita sebagai manusia adalah makhluk social, tak mungkin hidup sendirian saja. Marilah kita wujudkan jiwa social ini dengan memperhatikan saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun, tanpa pandang bulu, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan. Ada 4(empat) prinsip hidup bersama sebagai umat beriman, yaitu: kemandirian, subsidiaritas, solidaritas dan keberpihakan kepada yang miskin dan berkekurangan. Empat prinsip tersebut saling terkait, tak dapat dipisahkan. Solidaritas dan keberpihakan kepada yang miskin dan berkekurangan inilah yang kiranya mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan kemiskinan dan persaudaraan sejati sungguh menjadi keprihatinan kita masa kini. Kami berharap tidak ada orang serakah lagi di dunia ini, yang hanya menjadi kepentingan atau kenikmatan pribadi tanpa memperhatikan orang lain.
"Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!"
 (Mzzm 27:13-14)
Ign 3 November 2011

Selasa, 01 November 2011

2 Nov


PERINGATAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN: 2Mak 12:43-46;1Kor 15:12-34; Yoh 6:37-40
"Semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman."
Pada hari ini kita diajak untuk mengenangkan mereka yang telah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia: kakek/nenek, orangtua, kakak/adik, sahabat dan kenalan. Maka pada hari ini pada umumnya juga diselenggarakan doa bersama atau Perayaan Ekaristi di tempat pemakaman untuk mendoakan mereka yang telah dipanggil Tuhan. Dalam rangka mengenangkan mereka yang telah dipanggil Tuhan mungkin kita lalu ingat cara hidup dan cara bertindak mereka, nasihat dan saran mereka, kenakalan, kelucuan mereka dst… Kami percaya bahwa kita akan mengingat-ingat apa yang baik, mulia, luhur dan indah yang dihayati oleh mereka yang telah meninggalkan kita. Kiranya kita semua memiliki harapan, sebagaimana disabdakan oleh Yesus, yaitu semoga "semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman".  Maka marilah pada hari ini kita mawas diri perihal iman dan harapan kita.
"Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman" (Yoh 6:37-39)
Semua orang kiranya berkendak baik, namun  karena situasi lingkungan hidup dimana kita dilahirkan dan dibesarkan berbeda satu sama lain, maka tidak mustahil kehendak baik kita berbeda satu sama lain atau bahkan saling berlawanan; terjadi pemahaman atau pengertian perihal 'apa yang baik' berbeda-beda. Dengan kata lain masing-masing diri kita memiliki keterbatan-keterbatasan atau kelemahan-kelemahan, dan hanya karena kasih dan kemurahan hati Allah kita akhirnya dapat melakukan apa yang lebih baik daripada apa yang kita bayangkan atau pikirkan. Demikianlah kita mengenal mereka yang hidup dekat dengan kita dan telah dipanggil Tuhan, dan mungkin kita tahu kelemahan dan kekuatan, kekurangan dan kelebihannya, serta kita ragu-ragu apakah yang bersangkutan hidup mulia selamanya bersama Allah di sorga kembali. Marilah kita imani kasih dan kemurahan hati Allah.
Dasar iman kita akan kasih dan kemurahan hati Allah adalah sabda Yesus di puncak kayu salib dalam menanggapi permohonan/doa salah seorang penjahat yang disalibkan bersamaNya "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Luk 23:43). Karena keterbatasan dirinya ada kemungkinan orang berkehendak baik namun dalam perilakunya tidak baik, maka orang yang demikian ini pada detik-detik terakhir hidupnya akan berdoa seperti salah seorang penjahat yang disalibkan bersamaNya  "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Luk 23:42). Kejahatan yang dilakukannya karena keterbatasan dirinya atau lingkungan hidupnya.  Maka marilah kita imani bahwa saudara-saudari kita yang telah meninggal dunia telah hidup mulia kembali di sorga bersama Allah selamanya karena kasih dan kemurahan hatiNya.
Kita semua yang masih hidup kiranya juga berharap bahwa setelah meninggal dunia nanti akan hidup mulia selamanya di sorga. Maka marilah kita wujudkan harapan kita dengan gairah, gembira dan dinamis melaksanakan aneka nasihat dan saran dari mereka yang telah meninggal dunia atau meneladan cara hidup dan cara bertindaknya yang baik. Dengan kata lain kita tidak terpisahkan dari mereka yang telah meninggal dunia jika kita hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Harapan kita wujudkan dengan melaksanakan semua kehendak Tuhan seoptimal dan sebaik mungkin, dan kiranya usaha tersebut akan berhasil jika kita bekerjasama. Maka sebagaimana kita hari ini berdosa bersama-sama, marilah kita wujudkan kebersamaan tersebut dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.  
"Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan" (1Kor 15:12-13)
Sebagai orang beriman kita percaya akan kebangkitan orang mati di akhir zaman, apalagi orang yang beriman kepada Yesus Kristus. Dengan kata lain kita percaya kepada apa yang belum atau tidak kelihatan, itulah cirikhas orang beriman. Dengan kata lain beriman berarti tidak hidup dan bertindak secara materialistis, hanya mengandalkan diri pada yang kelihatan dan tidak percaya kepada Yang Ilahi. Memang percaya kepada yang tak kelihatan pada umumnya juga membuat percaya kepada yang kelihatan semakin handal dan tangguh. Sebagai orang beriman percaya kepada apa yang kelihatan, entah itu manusia, binatang atau tanaman atau harta benda dan percaya kepada Yang Ilahi bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan.
Tanda bahwa kita percaya kepada Yang Ilahi antara lain ketika kita menghadapi tugas berat, tantangan, hambatan serta masalah kita akan tetap tegar, gembira, ceria, bersemangat dan dinamis, karena Allah senantiasa menyertai dan mendampingi hidup dan perjalanan kita. Sendirian di tengah malam kelam di jalanan atau di rumah pun juga tak takut dan tak gentar, karena ditemani oleh Allah. Aneka tantangan, hambatan, masalah dan tugas berat justru membangkitkan dan menggairahkan cara hidup dan cara bertindak kita, maka orang sungguh beriman suka akan tantangan, hambatan, masalah  dan tugas-tugas berat. Ia akan berusaha mencari celah-celah guna mengatasi atau menerobos masalah, tantangan, hambatan dan tugas berat tersebut. Masalah, tantangan, hambatan dan tugas berat menjadi wahana perkembangan  dan pertumbuhan.
Orang beriman yang percaya kepada kebangkitan bagaikan kecambah yang sedang tumbuh dan ditutupi dengan dedauan atau jerami, dimana ia justru semakin tumbuh alias tambah tinggi atau besar serta terus berusaha menatap sang matahari, pemberi kehidupan. Maka orang beriman akan mencari celah-celah di tengah kekacauan dan keributan untuk menemukan Allah, dengan kata lain mencari dan menemukan apa yang baik, kekuatan dan kesempatan guna mengatasi kekacauan atau keributan yang sedang berlangsung. Orang beriman dapat 'topo ing rame', menemukan Tuhan dalam keramaian dan keributan. Ia mengusahakan kesucian hidup dengan sungguh mendunia, membumi, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi di bumi ini. Ia sungguh penyelamat yang menyelamatkan apa yang tidak selamat.
"Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang." (Mzm 130:1-4)
Ign 2 November 2011

1 Nov


HR SEMUA ORANG KUDUS: Why 7:2-4.9-14; 1Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah"
Kiranya kita semua tahu atau kenal dengan Ibu Teresa dari Calcuta, entah melalui bacaan buku atau media cetak atau media elektronik. Ia adalah seorang biarawati yang tersentuh dan tergerak hatinya atas penderitaan jutaan manusia yang miskin dan berkekurangan serta kurang menerima perhatian; ia meninggalkan kemegahan biara dan sekolah yang diasuhnya dan kemudian 'menggelandang' di jalanan untuk menemani orang yang hampir mati atau sakit, bayi yang dibuang oleh yang melahirkannya, memberi makan apa adanya kepada mereka yang kelaparan dst.. Pribadi dan karyanya begitu memikat, mempesona dan menarik banyak orang, dan pada suatu saat diwawancari oleh seorang wartawan TIME. "Ibu menurut kata banyak orang ibu adalah orang suci atau santa yang masih hidup. Sebenarnya orang suci itu semacam apa ibu?", demikian kurang lebih pertanyaan sang wartawan kepada Ibu Teresa. Dan dengan rendah hati dan mantap Ibu Teresa menjawab:"Orang suci itu bagaikan lobang kecil dimana orang dapat mengintip siapa itu Tuhan, siapa itu manusia dan apa itu harta benda". Memang dari cara hidup dan cara bertindak ibu Teresa kita dapat mendalami kebenaran perihal 'siapa Tuhan, siapa manusia dan apa harta benda'.  Maka marilah pada Hari Raya Semua Orang Kudus hari ini kita mawas diri, entah dengan cermin ibu Teresa dari Calcuta, santo-santa pelindung kita masing-masing atau bacaan-bacaan hari ini. Perkenankan saya merefleksikan secara sederhana apa yang tertulis dalam Injil hari ini.
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:3)
"Miskin di hadapan Allah"  berarti menggantungkan atau mengandalkan diri sepenuhnya kepada Allah, menyadari dan menghayati bahwa hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, cara hidup dan cara bertindaknya dikuasai atau dirajai oleh Allah sehingga hidup dan bertindak menurut kehendak Allah. Dalam keadaan atau kondisi dan situasi apapun orang yang 'miskin di hadapan Allah' senantiasa bergembira dan berbahagia, karena bersama dan bersatu dengan Allah, dan tidak takut menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan dalam penghayatan iman. Ia dapat menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah.
"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Mat 5:4)
"Menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah" memang butuh perjuangan dan pengorbanan alias siap sedia untuk berdukacita. Berdukacita berarti ada yang meninggal atau ditinggalkan, dan tentu saja dalam hal ini bukan orang, melainkan keinginan, nafsu, harapan atau dambaan pribadi yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.
 Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia." (Yoh 16:20-21), demikian sabda Yesus. Marilah sabda Yesus ini kita renungkan, refleksikan dan hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Mat 5:5)
Buah atau dampak ketahanan dan ketabahan dalam berdukacita atau penderitaan adalah lemah lembut, sabar dan tekun, tidak kasar dan tidak terburu-buru dalam menghadapi segala sesuatu. Yang bersangkutan juga hidup membumi, memperhatikan hal-hal sederhana dengan penuh cintakasih, ia mengerjakan hal-hal sederhana dan kecil dengan kasih yang besar. Kami percaya bahwa pada umumnya rekan-rekan perempuan atau para ibu lebih lemah lembut dari pada rekan-rekan laki-laki atau para bapak, maka kami berharap rekan-rekan perempuan atau para ibu dapat menjadi teladan dalam kelemah lembutan dalam hidup sehari-hari di dalam lingkungan hidup maupun lingkungan kerjanya, dan kepada rekan-rekan laki-laki atau para bapak hendaknya tidak malu-malu belajar lemah lembut juga dari rekan-rekan perempuan atau para ibu. 
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan" (Mat 5:6).
Perkembangan dari lemah lembut adalah 'lapar dan haus akan kebenaran', yang bersangkutan sungguh membuka diri sepenuhnya terhadap aneka macam nasihat, saran, ajaran , informasi dst.. dalam rangka menemukan kebenaran. Kebenaran sejati antara lain adalah bahwa kita adalah orang-orang lemah, rapuh dan berdosa yang dikasihi dan dipanggil oleh Allah untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya. Maka yang bersangkutan sungguh menghayati diri sebagai yang diperhatikan, banyak orang memperhatikannya, dan dengan demikian ia sungguh dipuaskan dengan berbagai bentuk perhatian.    
"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan." (Mat 5:7)
Orang yang menghayati diri sebagai yang diperhatikan banyak orang berarti kaya akan kemurahan hati, maka yang bersangkutan akan bermurah hati juga kepada orang lain atau siapapun juga. Murah hati berarti hatinya dijual murah alias siapapun boleh minta diperhatikan atau ia memperhatikan siapapun tanpa pandang bulu. Masing-masing dari kita kiranya telah menerima kemurahan hati Allah, terutama dan pertama-tama melalui orangtua kita masing-masing, khususnya ibu kita yang telah mengandung dan melahirkan serta membesarkan dan  mengasuh kita dengan sepenuh hati. Maka selayaknya sebagai umat beriman kita saling bermurah hati atau memperhatikan.   
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Mat 5:8)
Buah bermurah hati adalah suci atau  "sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci" (1Yoh 3:2-3). Orang suci adalah "orang yang menaruh pengharapan kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci". Orang suci mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sehingga semakin dikasihi oleh Allah dan sesamanya. Ia sungguh menjadi 'kekasih Allah'
"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Mat 5:9)
"Menjadi kekasih Allah" secara otomatis akan "membawa damai" dimana pun ia berada atau kemana pun ia pergi, terutama damai di hati. Bersama dan bergaul dengan 'kekasih Allah' akan terasa sejuk, damai dan tenteram serta aman. Perdamaian menjadi dambaan atau kerinduan semua orang, maka marilah kita sebagai orang beriman atau kekasih Allah senantiasa menjadi saksi atau teladan perdamaian serta menyebarluaskan perdamaian kepada siapapun dan dimanapun . "There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" (= Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan), demikian pesan Paus Paulus II memasuki millennium ketiga yang sedang kita jalani ini. Pembawa damai berarti senantiasa mengampuni siapapun yang telah menyalahi atau menyakitinya.    
"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:10)
Memang ketika kita disalahi atau disakiti segera mengampuninya dan tidak balas dendam , kita akan merasa 'teraniaya'. Baiklah jika demikian adanya marilah kita memandang dan menatap Dia yang tergantung di kayu salib. Untuk mewujudkan Kerajaan Allah/Sorga atau Allah yang meraja di dunia ini memang harus melalui penderitaan bahkan sampai wafat di kayu salib. Teraniaya atau menderita karena kebenaran adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati, maka nikmati saja apa adanya.
"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat" (Mat 5:11)
"Tibo kebrukan ondho" = Jatuh tertimpa tangga, demikian kata pepatah Jawa. Ada kemungkinan dalam keadaan teraniaya dan menderita karena kebenaran kita masih dicela dan difitnah. Sekali lagi nikmati dan hayati aneka celaan dan fitnahan dalam dan bersama Tuhan, meneladan Yesus, Penyelamat Dunia, yang telah mengalaminya.
"TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan" (Mzm 24:1-4b)
Ign 1 November 2011

31 Okt


"Engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang  benar"

(Rm 11:29-36; Luk 14:12-14)

"Yesus berkata juga kepada orang yang mengundang Dia: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar." (Luk 14:12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Alfonsus Rodriguez, biarawan/bruder Yesuit, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Alfonsus Rodriguez dikenal sebagai biarawan atau bruder SJ yang sederhana dan pendoa, maka ia boleh dikatakan termasuk orang-orang yang dikehendaki oleh Yesus maupun melaksanakan sabdaNya , sebagaimana disabdakan dalam Warta Gembira hari ini "undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta". Tugas utamanya sebagai bruder Yesuit adalah menerima tamu atau menjaga pintu gerbang, dengan demikian ia bertemu dengan aneka macam orang yang datang atau memiliki kepentingan dengan segenap anggota kolese/komunitas dimana ia tinggal dan bekerja. Dengan keramahan dan kerendahan hati ia menerima tamu-tamunya, dan sementara tidak ada tamu ia berdoa untuk mendoakan sahabat-sahabat atau siapapun yang minta didoakan. Dengan kata lain Alfonsus Rodriguez sungguh menjadi 'man for/with others', seluruh hidup dan dirinya dipersembahkan kepada Tuhan melalui sesamanya tanpa pandang bulu. Kita dipanggil untuk meneladannya, dan sesama yang perlu kita perhatikan pada masa kini adalah 'orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta", dengan kata lain mereka yang miskin dan berkekurangan. Maka marilah kita hayati dan sebarluaskan salah satu prinsip hidup menggereja, yaitu 'preferential option for/with the poor'. Kemiskinan merupakan salah satu keprihatinan yang hendaknya kita tanggapi dengan sungguh-sungguh, karena terjadi keserakahan sementara orang maka banyak orang menjadi semakin miskin. Dari diri kita sendiri hendaknya hidup dan bertindak sederhana, tidak boros dan tidak berfoya-foya.

·   "Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Rm 11:34-36), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Sebagai orang Kristen atau Katolik sering menerima ejekan dari orang lain bahwa Allah orang Kristen dan Katolik adalah Tiga dengan menyatakan diri Allah Tritunggal. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang secara sempurna mengetahui dan memahami siapa itu Allah, melainkan hanya sampai pada gambaran sebagai Yang Maha Kuasa, Maka Kasih, Maha Adil, Maka Pemurah dst.. Sebagai orang Kristen atau Katolik kita menggambarkan Allah sebagai Bapa, maka benarlah kata Paulus bahwa "segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selamanya". Maaf tanpa bermasksud melecehkan rekan-rekan perempuan dan mungkin sedikit porno: bukankah masing-masing dari kita ada karena kreatifitas dan usaha keras dari sperma yang mencari dan menyatu dengan sel telor. Konon kita ini laki-laki atau perempuan juga ditentukan jenis sperma yang menyatu dengan sel telor. Dalam masyarakat paternalistis peranan bapa/laki-laki dalam keluarga sangat dominan juga, dan semua anggota keluarga seolah-olah tergantung sepenuhnya kepada bapa/ayah. Diri kita dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini berasal dari Allah, anugerah Allah yang kita terima karena kasih, kemurahan dan kebaikan Allah melalui orang-orang atau siapapun yang mengasihi dan memperhatikan kita. Maka selayaknya  kita hidup dan bertindak dengan rendah hati, sebagaimana juga dihayati oleh Alfonsus Rodriguez. Sekali lagi kami ingatkan: semakin tua, semakin tambah usia, semakin berpengalaman, semakin kaya, semakin cerdas atau pandai, semakin  suci, dst.. hendaknya semakin rendah hati. Ingat pepatah "bulir/batang padi semakin tua dan berisi semakin menunduk".

"Tetapi aku ini tertindas dan kesakitan, keselamatan dari pada-Mu, ya Allah, kiranya melindungi aku! Aku akan memuji-muji nama Allah dengan nyanyian, mengagungkan Dia dengan nyanyian syukur; Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalah; kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali! Sebab TUHAN mendengarkan orang-orang miskin, dan tidak memandang hina orang-orang-Nya dalam tahanan" (Mzm 69:30-31.33-34)

Ign 31 Oktober 2011


Mg Biasa XXXI


Mg Biasa XXXI: Mal 1:14b-2:2b.8-10; 1Tes 2:7b-9.13; Mat 23:12
" Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu."
Kerajaan Allah berbeda atau bertolak bertolak belakang dengan Kerajaan Dunia. Para raja, presiden, perdana menteri atau kepala Negara di dunia ini pada umumnya gila harta benda, kedudukan/jabatan dan kehormatan duniawi dan jika perlu melakukan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Mungkin yang melakukan korupsi bukan pemimpin yang bersangkutan, melainkan isterinya/suaminya, anak-anaknya atau kerabat dekatnya. Ketika mereka ketahuan melakukan korupsi maka pemimpin yang bersangkutan berusaha melindungi dan menutup-nutupi dengan berbagai cara dan usaha. Mereka juga tak segan-segan menyingirkan orang-orang yang menghalangi cita-cita atau dambaannya, yang hanya mencari keuntungan pribadi, keluarga atau kerabat/kelompoknya. Berbeda dengan pemimpin agama yang sejati dan baik, dimana dalam menghayati fungsi kepemimpinannya dengan semangat melayani atau mengabdi, sebagaimana diusahakan oleh para pemimpin Gereja Katolik (Paus dan para Uskup), yang menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, tidak gila harta benda, kedudukan/jabatan dan kehormatan duniawi. Sabda Yesus hari ini mengajak dan mengingatkan kita semua umat beriman atau  beragama, terutama para pemimpinnya di tingkat dan bidang kehidupan bersama macam apapun, untuk hidup dan bertindak dengan semangat melayani atau mengabdi.
"Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu." (Mat 23:11).
Berrefleksi perihal melayani kiranya kita dapat bercermin pada pelayan yang baik entah di dalam keluarga/komunitas biara atau pastoran atau tempat kerja. Cirikhas pelayan yang baik antara lain datang/bangun lebih lebih awal dan pulang/istirahat lebih kemudian daripada anggota keluarga/komunitas atau para pekerja di tempat kerja, imbal jasa kecil, senantiasa ceria, tanggap dan cekatan, berusaha membahagiakan yang dilayani dst.. Jika pelayan tidak memiliki cirikhas tersebut diatas pada umumnya langsung dipecat tanpa pesangon, karena yang bersangkutan tidak layak menjadi pelayan.
Berusaha membahagiakan yang dilayani itulah yang kiranya baik kita refleksikan atau renungkan serta hayati.  Maka pertama-tama kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang merasa 'terbesar' dalam kehidupan dan kerja bersama untuk senantiasa berusaha membahagiakan orang lain yang harus dilayani atau yang membantu tugas dan fungsinya. Cirikhas pemimpin yang baik dan sukses dalam melaksanakan fungsinya ialah semua yang dipimpinnya atau menjadi bawahannya hidup dalam damai sejahtera baik lahir maupun batin, phisik maupun spiritual. Tugas membahagiakan orang lain juga menjadi tugas semua umat beriman atau beragama, maka marilah kita hidup dan bertindak saling membahagiakan dan menyelamatkan terutama kebahagiaan atau keselamatan jiwa.
Megingat dan memperhatikan bahwa mayoritas dari kita adalah hidup berkeluarga alias menjadi orangtua dari anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan, maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak semua orangtua untuk senantiasa berusaha membahagiakan anak-anaknya. Kebahagiaan sejati orangtua terkait dengan anak-anaknya hemat saya adalah ketika anak-anak tumbuh berkembang menjadi orang yang sehat dan cerdas beriman. Pelayan senantiasa mengasihi yang dilayani dengan memboroskan waktu dan tenaga mereka bagi yang dilayani. Maka kami berharap kepada orangtua untuk dengan rela dan besar hati memboroskan tenaga dan waktu bagi anak-anaknya, terutama bagi anak-anak selama masa balita.
Pemborosan waktu dan tenaga sebagai wujud kasih pelayanan kiranya juga baik untuk dihayati oleh para pemimpin di dalam kehidupan atau kerja dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi kami ajak dan ingatkan hendaknya para pemimpin karya atau hidup bersama 'turba'/turun ke bawah untuk menyapa dan memberi perhatian kepada anggota  atau bawahannya, tidak duduk manis di kamar ambil minum-minum atau melamun. Marilah meneladan Yesus "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia" (Fil 2:6-7).  Kami juga mengingatkan para guru atau pendidik di sekolah-sekolah untuk mendidik dan mendampingi para peserta didik dalam hal semangat melayani, misalnya sering mengajak peserta didik untuk hidup dan bekerja sama dengan para pemulung, 'live in', mengunjungi panti asuhan dst..
"Sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi" (1 Tes 2:7b-8)
Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Tesalonika di atas ini hendaknya juga menjadi kata-kata yang menjadi tindakan bagi para pemimpin atau atasan dalam hidup dan kerja bersama dimanapun dan kapanpun, serta dalam bentuk apapun. Para ibu yang pernah atau sedang 'mengasuh dan merawati anaknya" kiranya dapat mensharingkan pengalamannya kepada siapapun yang berfungsi sebagai pemimpin atau atasan. Ada lagu yang menggambarkan kasih ibu kepada anak-anaknya, yaitu "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagaikan sang surya menyinari dunia".
"Bagai sang surya menyinari dunia", itulah yang kiranya baik kita renungkan, refleksikan dan hayati. Surya atau matahari yang menyinari dunia selain memberi terang juga menghidupi dan menggairahkan apa yang disinari. Kedatangan atau kehadiran kita dimanapun dan kapanpun sebagai umat beriman atau beragama hendaknya 'menerangi, menghidupi dan menggairahkan, maka marilah kita saling menerangi, menghidupi dan menggairahkan satu sama lain. Untuk itu kiranya masing-masing dari kita hendaknya bagaikan 'orang gila/sinting' yang senyum-senyum terus dan tidak pernah menyakiti sesamanya; siapapun kiranya akan terhibur dengan kedatangannya.
"Bukankah kita sekalian mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah menciptakan kita? Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain dan dengan demikian menajiskan perjanjian nenek moyang kita" (Mal 2:10). Apa yang dikatakan oleh nabi Maleaki ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Kita semua tanpa pandang bulu 'mempunyai satu bapa, satu Allah menciptakan kita', maka selayaknya kita semua bersaudara atau bersahabat dengan siapapun. Persaudaraan atau persahabatan sejati masa kini sedang mengalami erosi karena dirongrong oleh sekelompok orang yang radikal dan vocal. Marilah kita hadapi mereka dengan persaudaraan atau persahabatan sejati. Ingat dan sadari bahwa kita baru saja mengenangkan hari Sumpah Pemuda: satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Semoga apa yang telah diikrarkan oleh sekelompok pemuda sekian tahun yang lalu itu terus merasuk hati sanubari kita serta menggema dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun.
"TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!" (Mzm 131)
Ign 30 Oktober 2011
 

29 Okt



"Barangsiapa meninggikan diri  ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri  ia akan ditinggikan"
(Rm 11:1-2a.11-12.25-29; Luk 14:1.7-11)
" Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama…. Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 14:1.7-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Kerendahan hati merupakan keutamaan utama dan pertama, kebalikan dari sombong. Sebagai orang beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati kapanpun dan dimanapun. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomor-satukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun dalam kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Menenggang perasaan orang lain atau menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya kiranya sungguh merupakan pengorbanan atau penderitaan. Maka wujud konkret rendah hati pada masa kini hemat kami adalah tidak mengeluh ketika harus berkorban atau menderita, ketika menghadapi tugas atau pekerja berat yang sarat dengan tantangan, hambatan atau masalah. Mengeluh merupakan tindakan lembut dari marah, yang berarti mengehendaki apa yang menyebabkan saya mengeluh atau marah jangan ada; dengan kata lain mengeluh merupakan salah satu wujud 'budaya kematian', tindakan atau perilaku yang mematikan. Maka kami mengajak segenap umat beriman atau beragama yang setia pada iman atau agamanya: hendaknya tidak mengeluh ketika menghadapi tantangan, hambatan atau masalah karena kesetiaan pada iman atau ajaran agama. Kami berharap kepada kita semua: hendaknya semakin tambah usia dan berpengalaman berarti semakin rendah hati, ingat pepatah "bulir/batang padi semakin berisi semakin menunduk".   
·   "Maka aku bertanya: Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! Karena aku sendiri pun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin. Allah tidak menolak umat-Nya (Rm 11:1-2a). Allah adalah Mahakasih, maka kita sebagai umatNya dalam keadaan atau situasi apapun senantiasa akan diterima olehNya ketika kita menghadapNya dengan rendah hati. Maka ketika kita berdosa hendaknya dengan jujur mengaku dosa kepada Allah serta mohon kasih pengampunanNya, dan secara konkret juga minta kasih pengampunan dari mereka yang telah kita salahi atau sakiti karena kata-kata atau tindakan kita yang tak bermoral atau tak berbudipekerti luhur. Selanjutnya ketika kita telah menerima kasih pengampunan hendaknya juga menjadi saksi kasih pengampunan, artinya senantiasa rela dan besar mengampuni siapapun yang menyalahi atau menyakiti kita. Dengan kata lain sebagai umat Allah, entah agama atau keyakinannya apapun, kita diharapkan saling terbuka satu sama lain tanpa malu dan ragu-ragu. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua: hendaknya saling terbuka satu sama lain sungguh terjadi di dalam keluarga atau komunitas sebagai umat basis. Maka para orangtua atau bapak-ibu kami harapkan dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam saling terbuka satu sama lain. Maaf jika agak porno: para bapak-ibu, sebagai suami-isteri hendaknya tidak hanya terbuka satu sama lain secara phisik saja alias saling telanjang satu sama lain seperti saat berhubungan seksual, tetapi juga tebuka satu sama lain apa yang ada di dalam pikiran, hati maupun jiwa. Marilah kita sadari dan hayati kemurahan hati Allah dan kemudian kita salurkan kemurahan hati Allah kepada saudara-saudari kita dengan bermurah hati kepada mereka, artinya memberi perhatian kepada siapapun, terutama mereka yang kurang diperhatikan.
"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka. Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati." (Mzm 94: 12-13a.14-15)
Ign 29 Oktober 2011