Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 14 November 2009

15 Nov - Dan 12:1-3; Ibr 10: 11-14.18; Mrk 13:24-32

"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu"

Mg Biasa XXXIII: Dan 12:1-3; Ibr 10: 11-14.18; Mrk 13:24-32

 

Buku atau tulisan yang paling banyak dipakai alias dibaca dan dinikmati adalah Kitab Suci, yang diimani sebagai sabda Allah serta "bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."(2Tim 3:16). Teks-teks atau ayat-ayat Kitab Suci telah menjiwai banyak orang, entah secara pribadi atau bersama/kelompok, antara lain menjadi motto atau spiritualitas/charisma hidup dan bertindak serta pelayanan. Sebagai contoh adalah Lembaga Hidup Bakti, dimana para pendiri telah dipanggil Tuhan alias meninggal dunia dan kembali menjadi tanah, tetapi spiritualitas atau charisma yang bersumber dari Kitab Suci sampai kini tidak mati, bahkan terus menerus digeluti oleh mereka yang mengimani. Para pakar Kitab Suci juga terus menerus meneliti dan merefleksi apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, kemudian menulis apa yang direfleksikan ke dalam buku atua karangan-karangan yang sangat berguna bagi banyak orang. Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Yesus bahwa "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu" (Mrk 13:31). Marilah kita renungkan apa yang disabdakan oleh Yesus ini.

 

"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu"

 

Apa yang ada diatas permukaan bumi yang kelihatan tidak akan abadi. Berbagai macam musibah bencana alam seperti badai/puting beliung, banjir bandang, kebakaran, gempa bumi, tsunami, dst.. dalam waktu singkat dapat menghancurkan, meluluhlantakkan apa yang ada dipermukaan bumi, entah itu manusia, gadung/bangunan, binatang maupun tanaman. Sebagai contoh ketika pada awal Reformasi terjadi kerusuhan SARA di sana-sini, antara lain gedung gereja dibakar maka gedung yang megah dan indah beserta perabotan lainnya luluh lantak menjadi abu, tak berbekas lagi. Dan sungguh mengesan peristiwa pembakaran gedung gereja yang terjadi di Situbondo waktu itu, antara lain ada seorang tokoh Gereja berkata: "Gedung gereja dibakar, sekolah katolik dibakar, dst.. dan hatikupun juga terbakar untuk mencinta". Cinta sebagai dasar atau inti apa yang tertulis di dalam Kitab Suci tetap abadi, cinta memang bebas dan tak terbatas.

 

Berbagai tantangan, masalah dan hambatan pada masa kini dapat menghancurkan atau menghentikan jabatan, fungsi atau kedudukan yang sedang kita geluti dan hayati. Sering ada orang menjadi stress atau tertekan ketika harus melepaskan jabatan, fungsi atau kedudukan tersebut; hal ini terjadi hemat saya karena yang bersangkutan lebih mempercayakan atau mengandalkan diri pada jabatan, fungsi atau kedudukan, yang bersifat sementara, daripada cintakasih dan pelayanan pada sesama manusia. Jika motivasi atau jiwa cintakasih dan pelayanan menjadi pegangan atau pedoman cara hidup dan cara kerja , maka jabatan, fungsi atau kedudukan 'hilang' tidak akan frustrasi, stress atau bingung serta putus asa. Maka marilah kita hidup dan bekerja dimanapun dan kapanpun dalam cintakasih dan pelayanan, agar kita tetap bergairah dan bahagia dalam keadaan atau situasi apapun.

 

Hidup dan kerja dalam kasih serta pelayanan semakin ditantang dan dihambat akan semakin handal dan mantap. Siksaan, derita maupun sengsara tidak akan mampu mengalahkan kasih dan pelayanan, sebagaimana telah dihayati oleh para pelayan atau pembantu rumah tangga yang baik. Karena keluarga, suami-isteri terjadi karena kasih dan diikat atau didasari oleh kasih, maka kami berharap suami-isteri atau orangtua dapat menjadi teladan kasih dan pelayanan bagi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka; anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dibina dan dididik cara hidup dan cara bertindak yang dijiwai oleh kasih dan pelayanan, dan kemudian dikembangkan dan diperdalam di tempat-tempat pendidikan formal atau sekolah-sekolah. Semangat cintakasih dan pelayanan hendaknya juga menjiwai mereka yang bertugas atau bekerja dalam pelayanan pastoral seperti rumah sakit/karya kesehatan, sekolah/karya pendidikan dan karya sosial, karya-karya pelayanan yang terkait atau berhubungan langsung dengan manusia-manusia, yang diciptakan oleh Allah dengan kerjasama kasih antar laki-laki dan perempuan, suami dan isteri. Mereka yang hidup dan bertindak dalam dan oleh kasih serta pelayanan pasti akan dikenang oleh anak cucu atau para penerus dan keturunannya.

 

"Setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa.  Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah"(Ibr 10:11-12)      

  

Para imam memang setiap hari melakukan pelayanan ibadat, entah sendirian atau bersama umat, misalnya perayaan ekaristi. Dengan setiap hari mempersembahkan korban atau perayaan ekaristi,  diharapkan yang bersangkutan semakin suci, namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Ibadat atau perayaan ekaristi, yang setiap hari dirayakan atau diikuti, sering hanya menjadi rutinitas acara yang tak berarti, karena yang bersangkutan kurang menghayati. Yang dipersembahkan oleh para imam berupa symbol, sedangkan yang dipersembahkan oleh Yesus adalah Dirinya sendiri: Ia telah mempersembahkan hanya satu korban, yaitu Dirinya sendiri, di kayu salib.

 

Sebagai umat yang beriman kepada Yesus Kristus, kita dipanggil untuk meneladanNya, mungkin tidak seratus persen dengan mengorbankan diri, melainkan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintah Tuhan. Sekali lagi perkenankan kami mengajak para suami-isteri maupun imam, bruder atau suster, yang telah berjanji untuk saling mengasihi sampai mati atau mengikrarkan kaul kekal dan menjadi imam sampai mati. Cara hidup ini merupakan panggilan Allah, maka hendaknya dihayati sesuai dengan kehendak Allah, antara lain dengan melaksanakan atau mentaati aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan panggilan masing-masing. Maka baiklah di bawah ini saya kutipkan apa yang tertulis di dalam Kitab Hukum Kanonik atau Hukum Gereja untuk menjadi bahan mawas diri atau refleksi:

1)      Imam: "Dengan sakramen imamat menurut ketetapan ilahi beberapa orang beriman diangkat menjadi pelayan-pelayan rohani dengan ditandai oleh meterai yang tak terhapuskan, yakni dikuduskan dan ditugaskan untuk selaku pribadi Kristus Sang Kepala, menurut tingkatan masing-masing, menggembalakan umat Allah dengan melaksanakan tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin" (KHK kan 1008)

2)      Hidup berkeluarga: "Dengan perjanjian perkawian pria dan wanita membentuk antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat  Sakramen" (KHK kan 1055)

3)      Hidup bakti/membiara: "Hidup  yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk kehidupan tetap di mana orang beriman, dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agar demi kehormatan bagiNya dan demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi" (KHK kan 573)   

 

"Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa"(Mzm 16:9-11)

 

Jakarta, 15 November 2009


Jumat, 13 November 2009

14 Nov - Keb 18:14-16; 19:6-9; Luk 18:1-8

"Adakah Ia mendapati iman di bumi?"

(Keb 18:14-16; 19:6-9; Luk 18:1-8)

 

"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku." Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"(Luk 18:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hidup  beriman atau beragama tanpa doa bagaikan makanan tanpa rasa alias hambar. Doa merupakan dimensi hidup beriman atau beragama yang tak dapat dilupakan atau diabaikan. Di dalam warta gembira hari ini kita diingatkan pentingnya hidup doa. Berdoa  berarti  berwawancara atau berdialog dengan Allah dalam dan oleh kasih. Karena Allah adalah kasih yang sempurna dan kita adalah hina dina, maka dari pihak kita berdoa berarti lebih banyak membuka diri dan mendengarkan daripada berbicara atau omong. Dengan kata lain agar kita dapat berdoa dengan baik dan benar, kita harus hidup dan bertindak dalam dan dengan rendah hati. Untuk itu kiranya sabda-sabda Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci dapat membantu kita berdoa, karena "segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."(2Tim 3:16). Mendengarkan, merenungkan dan melaksanakan sabda-sabda Allah merupakan salah satu cirikhas hidup beriman atau beragama. Selain apa yang tertulis di dalam Kitab Suci kita juga dapat menggunakan teks-teks doa terpilih yang telah dicetak dalam bentuk buku-buku doa. Bacakan untuk diri anda sendiri dan dengarkan isi doa tersebut, kemudian resapkan dalam hati. Dengan kata lain hendaknya doa-doa tidak hanya manis dan merdu di mulut saja, melainkan terutama dan pertama-tama manis dan merdu di hati dan jiwa sehingga menjiwai seluruh pribadi kita. Warta Gembira hari ini mengajak dan mengingatkan kita untuk menghayati nasehat ini: "menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah".

·   "Sungguh seluruh ciptaan dalam jenisnya dirubah kembali sama sekali oleh karena taat kepada perintah-perintah-Mu, supaya anak-anak-Mu jangan sampai mendapat celaka" (Keb 19:6). Ada seorang filsuf yang mengatakan bahwa 'yang abadi di dunia ini adalah perubahan', artinya apa-apa yang ada di dunia ini senantiasa berubah, maka barangsiapa tidak siap sedia untuk berubah akan celaka atau menderita. Kita semua dipanggil untuk berubah, tidak hanya tubuh dan anggotanya yang berubah, tetapi juga hati, jiwa dan akal  budi; perubahan yang diharapkan adalah yang mengarah semakin taat kepada perintah-perintah Allah, sehingga kita semakin layak disebut sebagai anak-anak Allah, artinya orang yang senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Allah di dalam hidup dan kerja serta kesibukan sehari-hari. Kita hendaknya tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi agar tidak celaka dan menderita. Kehendak dan perintah Allah dapat kita hayati dengan setia dan taat pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan. Suami-isteri hendaknya setia dan taat dalam saling mengasihi baik dalam untuk maupun malang, sehat maupun sakit, agar hidup bersama dalam keluarga selamat dan damai sejahtera; para pelajar maupun mahasiswa hendaknya setia dalam belajar, sehingga sukses dalam tugas belajar, selesai pada waktunya; para pekerja hendaknya setia dalam bekerja sehingga terampil dalam kerja dan dengan demikian berguna bagi kehidupan bersama dan dapat membahagiakan sesama, dan kita sendiri pasti akan selamat, bahagia dan damai sejahtera. Taat pada perintah, disiplin dalam melaksanakan aneka tatanan dan aturan hidup bersama merupakan cara agar kita tidak mendapat celaka dan dengan demikian kita selamat, damai sejahtera dan bahagia.

 

"Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN!"

 (Mzm 105:2-3)

Jakarta, 14 November 2009


Kamis, 12 November 2009

13 Nov - Keb 13:1-9; Luk 17:26-37

"Sama seperti terjadi pada zaman Nuh"

(Keb 13:1-9; Luk 17:26-37)

 

"Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya. Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali. Ingatlah akan isteri Lot! Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya. Aku berkata kepadamu: Pada malam itu ada dua orang di atas satu tempat tidur, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. Ada dua orang perempuan bersama-sama mengilang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan." [Kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.] Kata mereka kepada Yesus: "Di mana, Tuhan?" Kata-Nya kepada mereka: "Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar."(Luk 17:26-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kenangan 'zaman Nuh' berarti kenangan akan musibah air bah yang menghanyutkan apa yang ada di permukaan bumi, dan hanya mereka yang peka dan melaksanakan perintah Tuhan dalam hidup sehari-hari, seperti Nuh, yang selamat dari musibah air bah tersebut. Dengan kata lain mereka yang selamat adalah 'yang kehilangan nyawanya', artinya hidup dan bertindak tidak mengikuti selera atau keinginan pribadi, melainkan kehendak dan perintah Tuhan. Berbagai musibah atau bencana alam sering terjadi di bumi ini, juga di Indonesia, yang memakan banyak korban meninggal dunia. Maka marilah kita siapkan diri kita untuk menghadapi aneka kemungkinan yang juga dapat menimpa kita sewaktu-waktu. Persiapan yang baik antara lain kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, tidak menyeleweng, berselingkuh atau mangkir dalam bentuk apapun. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Sebagai orang yang telah dibaptis kiranya kita layak mawas diri perihal janji baptis, yang mendasari hidup menggereja atau beriman kita, dimana kita berjanji hanya mau mengabdi Tuhan saja dan menolak semua godaan setan. Godaan setan antara lain menggejala dalam bentuk 'harta benda/ uang, jabatan/kedudukan/pangkat dan kehormatan duniawi'. Kasus dua anggota pimpinan KPK non aktif yang menyita banyak waktu dan tenaga hari-hari kemarin itu hemat saya berkisar dalam masalah 'harta benda/uang, keududukan/jabatan/pangkat dan kedudukan duniawi'. Ada yang gila akan godaan-godaan tersebut sehingga dikuasainya. Hal itu kiranya mengganggu hidup, kerja dan pelayanan sehari-hari.

·   "Sungguh tolol karena kodratnya semua orang yang tidak mengenal Allah sama sekali; dan mereka tidak mampu mengenal Dia yang ada dari barang-barang yang kelihatan, dan walaupun berhadapan dengan pekerjaan-Nya mereka tidak mengenal Senimannya."(Keb 13:1). Kutipan ini selayaknya menjadi permenungan atau refleksi kita. Kita diajak untuk mengenal Allah 'yang ada dari barang-barang yang kelihatan'. Semua barang yang kelihatan di dunia ini adalah ciptaan Allah bekerjasama dengan  manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Jika kita dapat mengenal Allah dari dan melalui barang-barang yang kelihatan, buatan atau hasil karya manusia, maka kita akan siap sedia dan tanggap terhadap aneka kemungkinan dan kesempatan yang akan terjadi. Dengan kata lain percaya kepada Allah berarti juga percaya kepada sesamanya, yang terbiasa percaya kepada sesamanya akan mudah percaya kepada Allah, Penyelenggaraan Ilahi. Memang untuk itu kita harus berani membuka hati, budi dan jiwa kita serta terus-menerus mendengarkan dan melihat karya Allah dalam ciptaan-ciptaanNya. Hendaknya kita juga percaya pada Allah yang hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini, yang menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan yang menggairahkan. Percaya pada Penyelenggaraan Ilahi dalam diri kita sendiri merupakan kekuatan dan landasan untuk percaya dan mengenal Allah melalui atau dalam barang-barang yang kelihatan.

 

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (Mzm 19:2-5)

 

Jakarta, 13 November 2009

Rabu, 11 November 2009

12 Nov - Keb 7:22-8:1; Luk 17:20-25

"Sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu."

(Keb 7:22-8:1; Luk 17:20-25)

 

"Atas pertanyaan orang-orang Farisi, apabila Kerajaan Allah akan datang, Yesus menjawab, kata-Nya: "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu." Dan Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Akan datang waktunya kamu ingin melihat satu dari pada hari-hari Anak Manusia itu dan kamu tidak akan melihatnya. Dan orang akan berkata kepadamu: Lihat, ia ada di sana; lihat, ia ada di sini! Jangan kamu pergi ke situ, jangan kamu ikut. Sebab sama seperti kilat memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain, demikian pulalah kelak halnya Anak Manusia pada hari kedatangan-Nya. Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan ini" (Luk 17:20-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yosafat, Uskup dan Martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kerajaan Allah berarti Allah yang meraja, yang berkarya terus-menerus dalam ciptaan-ciptaanNya di dunia ini. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ada, hidup, tumbuh dan berkembang hanya karena dan oleh Allah, tanpa Allah tidak ada kehidupan di dunia ini. Maka ketika Yesus ditanyai oleh orang-orang Farisi perihal tanda-tanda Kerajaan Allah datang, Ia antara lain menjawab: "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu.". Marilah kita imani Allah yang meraja dalam ciptaan-ciptaanNya, dalam diri kita sebagai  manusia, ciptaan terluhur di dunia ini, dalam aneka tanaman maupun binatang serta peristiwa kehidupan di sekitar kita. Menghayati karya Allah di dunia, dalam ciptaan-ciptaanNya, pada masa kini rasanya boleh dikatakan juga sebagai salah satu bentuk penghayatan kemartiran atau kesaksian iman, antara lain secara konkret senantiasa melihat dan mengimani apa-apa yang baik, indah, luhur dan mulia dalam ciptaan-ciptaanNya dan tentu saja pertama-tama dan terutama dalam sesama manusia. Dengan kata lain kita dipanggil untuk berpikiran positif ('positive thinking') . Jika kita cermat dan jujur melihat apa-apa yang terjadi di lingkungan hidup kita, hemat saya lebih banyak apa yang baik, indah, luhur dan mulia daripada apa yang buruk, amburadul, jorok dan remeh. Memang untuk senantiasa berpikiran positif kita akan menghadapi tantangan maupun hambatan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang cenderung berpikiran negatif, lebih suka melihat dan memberitakan kelemahan, kekurangan dan dosa orang lain, sebagaimana terjadi dalam 'ngrumpi'.

·   "Di dalam dia ada roh yang arif dan kudus, tunggal, majemuk dan halus, mudah bergerak, jernih dan tidak bernoda, terang, tidak dapat dirusak, suka akan yang baik dan tajam, tidak tertahan, murah hati dan sayang akan manusia, tetap, tidak bergoyang dan tanpa kesusahan, mahakuasa dan memelihara semuanya serta menyelami sekalian roh, yang arif, murni dan halus sekalipun" (Keb 7:22-23). Yang dimaksudkan dengan 'dia' adalah kebijaksanaan. Mungkin di antara kita tidak ada satupun yang bijaksana, melainkan hanya 'bijak', sesuatu yang terbatas.  Dari ciri-ciri kebijaksanaan di atan mungkin yang baik kita renungkan atau refleksikan masa kini adalah 'murah hati dan sayang akan manusia'. Murah hati berarti hatinya dijual murah, memberi perhatian kepada siapapun, dan tentu saja pertama-tama kepada sesama manusia. Perhatian itu dapat berupa sapaan, sentuhan, kehadiran, kebersamaan atau pemberian entah harta benda, uang atau tenaga, dengan kata lain memboroskan waktu dan tenaga bagi yang harus diperhatikan. Kita diingatkan pentingnya pemborosan waktu dan tenaga bagi manusia, dan tentu saja pertama-tama mereka yang dekat dengan kita, entah suami atau isteri, anak-anak, kakak/adik atau rekan kerja, mereka yang hidup dan bekerja bersama dengan kita. Pada masa kini ada kecenderungan orang jual mahal waktu dan tenaga bagi anak-anak kecil selama masa balita, usia 0 s/5 tahun, dimana anak-anak dititipkan pada nenek atau pembantu atau perawat dan orangtua, lebih-lebih ibu, sibuk bekerja demi karier. Aneka pengamatan dan pengalaman menunjukkan bahwa ketika anak-anak pada usia balita kurang perhatian dari orangtua, alias kurang menerima pemborosan waktu dan tenaga dari orangtua, maka perkembangan dan pertumbuhan kepribadiannya tidak wajar, dan ketika mereka dewasa lebih mudah 'kurang ajar'. Maka dengan ini sekali lagi kami mengingatkan agar anak-anak selama masa balita sungguh memperoleh perhatian dan kasih dari orangtua, terutama dari ibunya, yang telah mengandung dan melahirkannya. Bertindak demikian pada masa kini, lebih-lebih di kota besar, boleh dikatakan sebagai bentuk penghayatan kemartiran.

 

"Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga. Kesetiaan-Mu dari keturunan ke keturunan; Engkau menegakkan bumi, sehingga tetap ada" (Mzm 119:89-90)

 

Jakarta, 12 November 2009

Selasa, 10 November 2009

11 Nov - Keb 6:1-11; Luk 17:11-19

"Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"

(Keb 6:1-11; Luk 17:11-19)

"Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" Lalu Ia berkata kepada orang itu: "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau."(Luk 17:11-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Martinus dari Tours, Uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika mau minta sumbangan atau pinjaman dengan bergairah orang berkomunikasi, tetapi begitu sumbangan atau pinjaman diterima langsung diam seribu bahasa terhadap yang memberi sumbangan atau pinjaman. Sikap mental macam itu kiranya masih menjiwai banyak orang. Kepada penyumbang atau pemberi pinjaman ketika disampaikan ucapan 'terima kasih' atas sumbangan atau pinjaman yang diberikan, mereka pasti akan gembira dan puas. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa menghaturkan 'terima kasih' atas aneka kebaikan yang telah kita terima kepada mereka yang memberikan. St.Martinus yang kita kenangkan hari ini dikenal sebagai orang yang dengan senang hati, iklas hati dan gembira dalam memberi bantuan atau sumbangan pada orang lain, lebih-lebih kepada mereka yang miskin dan  berkekurangan, yang memang dari pihak penerima hanya memperoleh tanggapan 'terima kasih'. Pengalaman saya pribadi dalam berbagai kesempatan pelayanan menunjukkan bahwa orang-orang yang miskin dan berkekurangan akan lebih cepat dan mudah berterima kasih ketika menerima sesuatu, sementara itu orang-orang kaya pada umumnya lebih banyak menuntut pelayanan daripada berterima kasih. Cukup menarik juga jika mencermati peristiwa bencana alam, seperti gempa bumi atau tsunami: orang-orang asing lebih berpartisipasi meringankan beban penderitaan para korban daripada saudara-saudari sebangsa dan se tanah air. Birokrasi dalam pelayanan sosial rasanya  begitu berbelit-belit, dan mungkin yang terjadi sebenarnya adalah pemotongan sumbangan sosial. Kami berharap agar anak-anak di dalam keluarga dibiasakan sedini mungkin untuk berterma kasih kepada siapapun yang telah berbuat baik kepada mereka.

·   "Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak dan bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu. Sebab dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan dan pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta menyelami rencanamu"(Keb 6:2-3).  Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi bagi siapapun yang merasa harus memerintah atau memiliki kekuasaan, entah itu di dalam keluarga, tempat kerja, masyarakat, bangsa, Negara maupun kehidupan beragama. Sebagai pimpinan atau atasan diharapkan lebih banyak mendengarkan dari yang dipimpin daripada berkata-kata, dengan kata lain menghayati kepemimpinan partisipatif dan melayani. Dengarkanlah aneka dambaan, keluhan, pujian, kritik, saran, dst.. dari mereka yang harus kita pimpin atau layani, dan kemudian olahlah dalam Tuhan alias jadikan bahan doa aneka masukan tersebut untuk mohon pencerahan dan kekuatan dari Tuhan dalam rangka menanggapi masukan-masukan tersebut. Tanggapan pemimpin atau atasan dapat bersifat reaktif mapun pro-aktif, tergantung dari situasi dan kondisi yang ada maupun perkara yang muncul. Ingat dan sadari bahwa Allah, Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaan kita dan menyelami rencana kita, dan Allah tak mungkin dikelabuhi atau ditipu dan dibohongi. Marilah kita doakan para pemimpin Negara maupun Agama kita agar mereka dengan rela hati dan penuh pengorbanan berani mendengarkan mereka yang harus dilayani atau dipimpin, dan semoga para pemimpin tidak tumbuh berkembang menjadi diktator, tetapi tumbuh berkembang sebagai pelayan bagi semuanya. Semoga semakin tinggi jabatan atau kedudukan juga semakin rendah hati, tidak sombong; semoga semakin kaya akan harta benda juga semakin beriman dan rendah hati, bukan sombong dan serakah.

 

"Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan! Luputkanlah orang yang lemah dan yang miskin, lepaskanlah mereka dari tangan orang fasik!"

(Mzm 82:3-4)

Jakarta, 11 November 2009

10 Nov - Keb 2:23-3:9: Luk 17:7-10

"Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan"

(Keb 2:23-3:9: Luk 17:7-10)


"Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum.Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."(Luk 17:7-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Leo Agung, Paus dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

 

• Kita semua, entah jabatan, fungsi atau kedudukan kita apapun, memiliki tugas pengutusan yang harus kita laksanakan; hanya satu dua orang saja yang memberi tugas pada dirinya sendiri dan kebanyakan dari kita menerima tugas dari orang lain, maka kita dapat berkata :"Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan". Kata-kata demikian ini muncul dari siapapun yang rendah hati. Hari ini kita kenangkan Leo Agung, Paus, yang dalam doa-doanya senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, "kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna". Sabda Yesus hari ini mengajak kita semua untuk menghayati bahwa "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan". Jika kita semua dapat melakukan kewajiban dan tugas pengutusan kita masing-masing dengan baik, selesai dan tuntas, maka hidup bersama dan kerja bersama menjadi damai dan tentram, selamat dan sejahtera. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua, tugas atau kewajiban apapun dan sekecil apapun hendaknya dikerjakan dengan baik, tanpa mengeluh atau menggerutu. Hamba yang baik memang senantiasa bekerja dengan baik, cekatan, tanggap terhadap situasi dan tuntutan, bergairah…dan pada umumnya yang dikerjakan apa-apa yang sederhana tetapi menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan kata lain ketiadaan hamba atau pelayan pada umumnya hidup bersama berubah, dan pada saat itu kita menyadari betapa pentingnya dan besarnya peran hamba dalam kehidupan sehari-hari. Marilah kita `berterima kasih' kepada para hamba atau pelayan, dan tentu saja terima kasih tersebut selayaknya diwujudkan dengan memberi kesejahteraan hidup yang layak kepada mereka. Masing-masing dari kita hendaknya juga mampu melakukan tugas-tugas sebagaimana harus dikerjakan oleh para hamba atau pelayan.


• "Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diri-Nya. Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka oleh-Nya, lalu diterima bagaikan korban bakaran" (Keb 3:5-6). Kutipan ini layak menjadi permenungan bagi siapapun yang setia melakukan tugas pengutusan atau kewajiban dengan baik. Dalam melakukan tugas selayaknya kita merasa disiksa, maka baiklah dalam melaksanakan tugas pengutusan atau kewajiban apapun hendaknya bersikap mental belajar dan dengan demikian kita memiliki sikap mental belajar terus menerus, ongoing education, ongoing formation. Bukankah orang yang sedang belajar `laksana emas dalam dapur api', sehingga terus menerus digembleng dan diolah? Hanya emas murni yang bertahan alias tidak luluh lantak, hancur lebur, ketika terjadi kebakaran, emas murni semakin terbakar semakin nampak kemurniannya atau keasliannya. Jika kita jujur dan cermat mawas diri kiranya masing-masing dari kita akan menyadari dan mengakui bahwa diri kita telah tercemar atau ternoda oleh aneka bentuk perbuatan dosa, dan dengan demikian masing-masing dari kita butuh pembersihan atau pemurnian kembali. Pembersihan atau pemurnian kembali tersebut harus kita jalani dengan hidup dan bekerja sebaik mungkin setiap hari sesuai dengan tugas dan kewajiban kita masing-masing. Maka marilah kita tegakkan disiplin diri, kejujuran, kesetiaan dan keteguhan hati dalam melaksanakan aneka macam tugas pengutusan atau kewajiban. Kita hancurkan aneka macam topeng kehidupan atau sandiwara kehidupan yang pada dasarnya nikmat sesaat sengsara selamanya. Kita hidup disiplin dan jujur, dan mungkin akan hancur sesaat tetapi seterusnya atau selamanya akan mujur. Sikap mental belajar terus menerus kami harapkan dibiasakan atau ditanamkan pada anak-anak atau peserta didik dan tentu saja dengan dukungan teladan dari orangtua dan pendidik/guru.


"Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong; wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.


Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya" (Mzm 34:16-19)


Minggu, 08 November 2009

9 Nov - Yeh 47:1-2.8-9.12; 1Kor 3:9b-11.16-17; Yoh 2:13-22

Pesta  Pemberkatan Gereja Basilik Lateran: Yeh 47:1-2.8-9.12; 1Kor 3:9b-11.16-17; Yoh 2:13-22

"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."

Beberapa dari anda kiranya masih ingat perihal 'Kisah Penampakan Bunda Maria' di tempat-tempat peziarahan Bunda Maria di wilayah Keuskupan Agung Semarang, Jawa Tengah, yaitu di Sendang Sono dan Sendang Sriningsih, yang 'dikomandani' oleh seseorang bernama Bapak Thomas, almarhum.. Pada masa itu setiap bulan kegiatan tersebut diselenggarakan, dan umat yang berpartisipasi atau hadir pun luar biasa banyaknya. Gerakan tersebut di satu sisi menggembirakan yaitu semakin banyak orang berdevosi kepada Bunda Maria, tetapi di sisi lain menggelisahkan juga, yaitu ada kecurigaan tertentu yang muncul dalam benak hati kami. Gejala yang mencurigakan kami antara lain: seluruh kolekte pada upacara tersebut 'dibawa semuanya' oleh kelompok Bapak Thomas  dan tiada sedikit ditinggalkan untuk kepentingan tempat peziarahan terkait, peristiwa penampakan dapat direncanakan dan ditentukan waktunya, dst.. Dengan kata lain terjadi komersialisasi ibadat dan tempat ibadat, dimana sekelompok umat mencari keuntungan/uang sebesar-besarnya untuk memperkaya diri sendiri melalui kegiatan ibadat. Kami, yang berwenang, ambil kebijakan sebagaimana tertulis dalam Injil: "Jika gerakan mereka berasal dari Roh Kudus pasti akan jalan terus, tetapi jika tidak berasal dari Roh Kudus dalam waktu singkat pasti berhenti sendiri", serta dengan akal sehat mengusahakan pencerahan. Akhirnya dengan bantuan seorang paranormal yang baik dapat diketahui bahwa ada kemungkinan kegiatan tersebut didukung oleh beberapa paranormal yang tidak baik alias komersial. Dengan bantuan seorang paranormal yang baik itu akhirnya tercerahkan bahwa kegiatan tersebut bukan beralal dari Roh Kudus, melainkan dari manusia  yang materilistis, pada suatu saat gagallah usaha 'penampakan Bunda Maria' tersebut dan seterusnya berhenti total.

 

"Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan."(Yoh 2:16)      

 

"Tempat-tempat suci ialah tempat yang dikhususkan untuk ibadat ilahi atau pemakaman kaum beriman dengan pengudusan atau pemberkatan yang ditetapkan dalam buku-buku liturgi untuk itu" (KHK kan 1205). Mengacu pada aturan hukum ini apa yang disebut tempat suci antara lain: tempat ibadah (gereja, kapel dll), tempat peziarahan, dll. Tempat tinggal hemat saya sedikit banyak juga dapat dikategorikan 'tempat suci', mengingat dan mempertimbangkan bahwa rumah telah diberkati untuk tempat tinggal. Di tempat-tempat suci dilarang 'berjualan' atau berbisnis, dimana ada pribadi atau organisasi berusaha mencari keuntungan demi diri sendiri. Maka jika para pedagang atau penjual souvenir atau makanan hendaknya tidak di lingkungan tempat suci, tetapi berada di luar lingkungan, kecuali keuntungan diperuntukkan bagi karya amal atau sosial.

 

Harta benda atau uang yang dipersembahkan  atau diterima selama ibadat dan di tempat ibadat menjadi milik Umat Allah atau Gereja dan demikian harus digunakan sesuai dengan aturan Gereja antara lain untuk "mengatur ibadat ilahi, memberi penghidupan yang layak kepada klerus serta pelayan-pelayan lainnya, melaksanakan karya-karya kerasulan suci serta karya amal-kasih, terutama terhadap mereka yang berkekurangan" (KHK kan 1254).  Dengan kata lain harta benda atau uang yang diterima selama beribadat dan tempat ibadat difungsikan untuk pelayanan umat, terutama terarah kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, yang tentu saja mengandaikan pembinaan umat pada umumnya tak terabaikan. Para klerus beserta para pembantunya, entah dalam hidup sehari-hari maupun organisasi gerejawi, hendaknya memperoleh perhatian yang memadai sehingga mereka dapat menyelenggarakan pembinaan iman umat dengan baik dan memadai. Pada umumnya semakin beriman juga semakin sosial.

 

Kami ingatkan juga sedikit banyak tempat tinggal kita juga tempat suci karena telah diberkati, maka hendaknya juga tidak ada sikap mental bisnis atau jualan di tempat tinggal atau rumah, dengan kata lain hendaknya di dalam keluarga juga terjadi kegiatan pembinaan iman anggota keluarga, entah dengan doa atau ibadat maupun cara hidup dan cara bertindak. Doa bersama setiap hari di dalam keluarga, entah doa pagi atau doa malam, akan sangat mendukung kehidupan iman anggota keluarga. Karena rumah bagaikan tempat ibadat, maka semua anggota keluarga bagaikan sedang beribadat, sarana-prasarana hidup  berkeluarga dirawat bagaikan merawat sarana-prasarana ibadat, dst..  Tempat kerja hendaknya juga disikapi bagaikan tempat ibadat, sehingga bekerja bagaikan sedang beribadat, rekan kerja bagaikan rekan ibadat, perawatan sarana-prasarana kerja bagaikan perawatan sarana-prasarana ibadat, sikap mental semua orang  bagaikan sikap mental sedang beribadat, dst..

 

"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu" (1Kor 3:16-17)

 

Dalam rangka mengenangkan "Pemberkatan Gereja Basilik Lateran", gereja atau katedral resmi Paus, kita juga diingatkan bahwa sebagai umat Allah atau umat beriman juga menjadi bait Allah dan Roh Allah diam di dalam diri kita. Karena Roh Allah diam di dalam diri kita, maka dari diri kita memancarlah keutamaan-keutamaan seperti " kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri."(Gal 5:22-23) atau sebagaimana diilustrasikan oleh nabi Yeheskiel bahwa diri kita bagaikan tanah subur dimana "tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat."(Yeh 47:12)

Cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun diharapkan berbuah keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan yang menyelamatkan dan membahagiakan. Dengan kehadiran dan sepak terjang kita, mereka yang sakit menjadi sembuh, yang lesu dan frustrasi menjadi bergairah, yang sedih menjadi gembira dan ceria, yang miskin diperkaya, yang egois menjadi sosial, yang bodoh menjadi cerdas, dst.. Dan tentu saja kita sendiri senantiasa dalam keadaan sehat wal'afiat, segar bugar baik secara jasmani maupun rohani, phisik maupun spiritual. Cara hidup dan cara bertindak kita membuat diri kita semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia.

 

Jika masing-masing dari kita sungguh menjadi 'bait Allah', maka kebersamaan hidup layak disebut sebagai keluarga Allah, Allah hidup dan bekerja dalam kebersamaan hidup kita, dan tentu saja dalam dan melalui diri kita sebagai 'bait Allah'. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk menjaga dan merawat diri sendiri sebaik dan seoptimal mungkin sehingga layak sebagai 'bait Allah'.  Cara untuk itu antara lain tidak melupakan hidup doa atau ibadat harian serta senantiasa berbuat baik kepada orang lain; semakin kita banyak berbuat  baik maka kita juga semakin baik, sebaliknya jika kita enggan atau malas berbuat baik maka kita juga akan menjadi pribadi kerdil, frustrasi, penakut dst.. Ketika kita terbiasa berbuat baik kepada orang lain, kita juga akan berkembang menjadi pribadi yang proaktif dan kreatif. Maka marilah kita saling mendoakan dan berbuat baik, dan dengan rendah hati saya mohon doa anda sekalian agar saya setia pada panggilan dan tugas pengutusan, menghayati panggilan Yesuit maupun imamat dengan meneladan Yesus yang datang untuk melayani bukan dilayani, yang menyelamatkan dan membahagiakan siapapun juga dan dimanapun juga.

 

"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut"(Mzm 46:2-3)

 

Jakarta, 9 November 2009

8 Nov - 1Raj 17:10-16; Ibr 9:24-28; Mrk 12:38-44


Mg Biasa XXXII: 1Raj 17:10-16; Ibr 9:24-28; Mrk 12:38-44

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan."

Dua minggu sebelum ditahbiskan saya ditemui oleh pastor paroki saya dan menyampaikan usulan: "Setelah ditahbiskan nanti, mempersembahkan misa di gereja paroki (Wedi-Klaten) sambil syukuran ya". "Kalau boleh saya misa perdana bersama umat di kapel stasi Gondang saja", tanggapan dan permohonan saya. "Ya, tetapi renovasi kapel belum selesai", jawaban pastor paroki. "Tidak apa-apa, seadanya saja" , jawaban saya. Dan memang akhirnya saya dimungkinkan untuk mempersembahkan misa kudus bersama umat pertama kali di kapel stasi. Umat wilayah dimana saya berasal, mendengar berita itu sangat gembira, dan saya dengan akhirnya umat wilayah kami selama satu minggu, dari pagi sampai sore bergotong royong untuk menyelesaikan renovasi kapel. Mayoritas umat wilayah asal kami adalah 'buruh tukang batu' dan selama seminggu mereka pamit tidak 'kerja' dulu untuk bergotong royong menyelesaikan renovasi kapel. Tidak 'kerja' seminggu berarti mereka tidak memperoleh imbalan jasa atau gaji selama seminggu; dan selama seminggu mereka mempersembahkan diri untuk renovasi kapel, dengan harapan pada hari "H", misa perdana saya, siap atau layak pakai. Memperhatikan semuanya itu saya merasa bahwa umat wilayah tersebut bagaikan "janda yang memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."

 

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (Mrk 12:43-44)

 

Di dalam kehidupan menggereja  kita kenal adanya 'persembahan' dan 'kolekte'. Persembahan merupakan tradisi orang Yahudi, yang pada saat ini hidup di lingkungan jemaat Kristen Protestan, sepersepuluhan, yaitu mempersembahkan sepersepuluh (10%) dari penghasilan untuk kehidupan dan karya pelayanan Gereja. Sedangkan kolekte adalah sumbangan sukarela dalam ibadat, yang pada umumnya diadakan setelah kotbah atau homili. Orang kaya dengan penghasilan 10 (sepuluh) juta rupiah per bulan  ketika mempersembahkan 10% berarti mempersembahkan 1(satu) juta rupiah, dengan demikian masih tersisa penghasilan sebesar 9(sembilan) juta rupiah. Sedangkan orang miskin, katakan berpenghasilan sesuai dengan UMR, misalnya 8 (delapan) ratus ribu rupiah per bulan, ketika ia mempersembahkan 8 (delapan) ratus ribu rupiah, maka tiada sedikitpun yang tersisa padanya untuk memenuhi kebutuhan hidup selama sebulan. Secara nominal yang miskin lebih kecil daripada yang kaya dalam memberi persembahan, tetapi secara spiritual ia yang miskin mempersembahkan lebih besar daripada yang kaya, karena ia mempersembahkan seluruh nafkahnya.

 

Memberi dari kelimpahan berarti membuang sampah alias menjadikan si penerima atau yang lain 'tempat sampah', sedangkan memberi dari kekurangan itulah persembahan yang benar. Persembahan yang benar memang harus berkorban, ada pengorbanan.  Harta benda gerejawi yang ada sampai saat ini merupakan persembahan umat Allah. Perolehan, pemilikan dan pengelolaan harta benda gerejawi memiliki tujuan-tujuan khas yaitu "mengatur ibadat ilahi, memberi penghidupan yang layak kepada klerus serta pelayan-pelayan lainnya, melaksanakan karya-karya kerasulan suci serta karya amal kasih, terutama terhadap mereka yang berkekurangan" (KHK kan 1254). Dengan kata lain harta benda berasal dari umat Allah/umat beriman dan harus difungsikan untuk membina umat Allah/umat beriman agar semakin beriman atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Semakin beriman pada umumnya juga semakin banyak memberi persembahan, maka kami berharap kepada para pengelola harta benda gerejawi untuk sungguh memfungsikan harta benda tersebut untuk membina umat beriman seluruhnya, entah anak-anak, remaja, muda-mudi maupun orangtua yang berkedudukan atau berprofesi apapun. Semoga semakin kaya akan harta benda juga semakin beriman, dan dengan demikian semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui hidup sehari-hari, semakin sosial, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya.

 

"Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri" (Ibr 9:24-25)

Persembahan Yesus adalah di kayu salib, dimana Ia mempersembahkan diri seutuhnya: yang mempersembahkan sekaligus menjadi persembahan. Ia tidak mengorbankan atau mempersembahkan yang lain, tetapi dirinya sendiri. Sebagai orang-orang yang beriman kepadaNya kita dipanggil untuk meneladan Dia, antara lain tidak dengan mudah mengorbankan orang lain, lebih-lebih mereka yang miskin dan berkekurangan, yang pada umumnya menjadi korban aneka usaha pembangunan dan perkembangan. Sebagai orang Kristen atau Katolik, pengikut atau murid Yesus Kristus, kita dipanggil untuk meneladan Dia dalam berbuat baik atau bertindak sosial. Sebagai contoh: jika kita terlibat dalam gerakan sosial atau sukarela untuk membantu para korban bencana alam seperti gempa bumi atau banjir bandang, hendaknya pertama kali kita yang harus berani berkorban, entah memberi sumbangan dari sebagian harta benda atau uang kita atau tenaga kita.

 

Sosial berasal dari akar kata bahasa Latin sociare/socio yang dapat berarti: menyekutukan/menjadiikan sekutu, mengikat, mempertemukan, menggabungkan, menyatukan, menjadikan kepentingan bersama, membagikan dengan seseorang dll (lih: Drs.K.Print cm, Drs J.Adisubrata, WJS Porwadarminta: Kamus Bahasa Latin-Indonesia, Kanisus 1969, hal 798). Maka memberi persembahan atau sumbangan mengandung unsur tindakan-tindakan tersebut. Yang paling dekat atau memadai kiranya membagikan dengan  seseorang, dan yang kita bagikan adalah harta benda atau milik kita sendiri, bukan milik orang lain. Keutamaan mengorbankan atau mempersembahkan diri ini hendaknya dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dan tentu saja dengan contoh atau teladan dari orangtua atau bapak-ibu. Bukankah bapak-ibu atau orangtua memiliki pengalaman dalam saling mempersembahkan atau mengorbankan diri, yaitu dalam saling mengisihi, yang antara lain memuncak dalam hubungan seksual?  Marilah kita meneladan sang janda ini, yang berkata dan menghayati apa yang ia katakan sendiri: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati."(1Raj 17:12). Yang ia berikan akhirnya tidak habis melainkan bertambah, demikian juga jika kita melakukan yang sama. Yang mungkin jelas akan bertambah adalah jika kita berbuat baik atau sosial, maka kita akan semakin baik dan sosial.

 

"Yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung,TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar.TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya.TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya!"(Mzm 146:7-10)

 

Jakarta, 8 November 2009