Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 17 Juli 2010

19 Juli - Mi 6:1-4.6-8; Mat 12:38-42

"Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda."

(Mi 6:1-4.6-8; Mat 12:38-42)

 

"Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada Yesus: "Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari pada-Mu." Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam. Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus! Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama angkatan ini dan ia akan menghukumnya juga. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengar hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo!" (Mat 12:38-42),demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang iri dan tersaing pada umumnya dengan berbagai cara berusaha menyingkirkan saingannya, agar kejahatannya tidak nampak maka diusahakan cara-cara yang halus, sebagaimana dilakukan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi kepada Yesus. Mereka dengan halus minta tanda kepada Yesus bahwa Yesus adalah Almasih, Sang Penyelamat yang telah dijanjikan. Yesus tidak secara langsung menanggapi pertanyaan mereka, melainkan Ia mengangkat kisah Yunus. Kisah Yunus merupakan symbol kedatangan Yesus, Penyelamat Dunia. Sebagai orang beriman mungkin kita juga sering menerima pertanyaan halus, yang bersifat menjebak atau menjatuhkan kita, dari orang lain yang kurang senang atau merasa terganggu oleh kehadiran kita. Sebagai contoh sebagai orang Kristen, entah Kristen Protestan atau Kristen Katolik, sering menerima pertanyaan dari orang lain, misalnya: "Bagaimana anda dapat menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) Allah: Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus? Apakah anda masih mototheis?". Jika anda menerima pertanyaan yang bersifat menjebak atau menghacurkan iman kita, hendaknya tidak dijawab dengan susah payah (dan mungkin anda juga tak mungkin menjelaskan), maka jawab saja, misalnya "Tuhan khan mahasegalanya, Ia berpribadi seribu, seratus atau…, kita toh tak mungkin mengetahui dengan utuh dan logis. Jika kita mengetahui atau menguasai siapa itu Allah/Tuhan secara logis saja, jangan-jangan kita berada di atas Tuhan". Beriman memang berarti mempercayakan atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada sesuatu yang tak mungkin kita mengerti atau fahami sepenuhnya.

·   "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mi 6:8). Kita diingatkan untuk berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia, manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. "Sikap adil adalah perilaku yang tidak berat sebelah dalam mempertimbangkan keputusan, tidak memihal dan menggunakan standar yang sama bagi semua pihak" (Prof Dr Edi Seedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur , Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 25), "setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (ibid. hal 24), sedangkan "rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan diri" (ibid hal 24). Baiklah tiga tiga keutamaan atau nilai kehidupan di atas kita hayati setiap hari dimanapun dan kapanpun, dan kiranya pertama-tama dan terutama di keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua/bapak-ibu. Yang mungkin mendesak dan up to date masa kini kiranya kesetiaan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang kurang atau tidak setia pada panggilan atau tugas pengutusannya dan ada kecenderungan untuk hidup dan bertindak mengikuti keinginan atau kemauan pribadi saja. Para bapak-ibu atau suami-isteri kami harapkan dapat menjadi teladan dalam hal kesetiaan, sebagaimana pernah diikrarkan ketika mengawali hidup berkeluarga, yaitu setia saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati.

 

"Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!" Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim.  Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku? Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu" (Mzm 50:5-6.8-9)

Jakarta, 19 Juli 2010


Jumat, 16 Juli 2010

Minggu Biasa XVI - Kej 18:1-10a; Kol 1:24-28; Luk 10:38-42

"Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri?"

 Mg Biasa  XVI : Kej 18:1-10a; Kol 1:24-28; Luk 10:38-42


Sebut saja namanya 'Marta'(nama samaran) sebagaimana diwartakan dalam Warta Gembira hari ini. Dalam suatu kegiatan pesta dalam rangka menyambut pesta perak suatu organisasi, Marta dalam kepanitiaan informal memperoleh tugas untuk mengurus konsumsi. Kesibukan mengurus konsumi memang padat dan hal itu terjadi sejak persiapan sampai dengan pemberesan pesta. Marta bekerja giat kesana-kemari untuk mengontrol dan mengawasi anak buahnya maupun memoniotor kebutuhan konsumsi agar semuanya berjalan dengan baik. Ia sering juga sibuk sendiri untuk membeli ini atau itu di toko atau di pasar  Pendek kata Marta adalah pekerja keras dan sukses, begitulah penilaian kebanyakan orang, namun tiba-tiba ia marah besar gara-gara kurang memperoleh perhatian atau sapaan dari Ketua Panitia, dan sementara itu Ketua Panitia nampak berbincang-bincang, bersendau-guaru dengan para pekerja lain maupun  tenaga relawan lainnya yang datang membantu secara mendadak. Kemarahan Marta membuat ketegangan bagi sementara orang selama persiapan pesta tersebut. Kerja keras dalam melaksanakan tugas pekerjaan atau pengutusan memang baik, namun ketika dalam kerja tersebut kehilangan senyum, keramahan dan kegembiraan maka kerja keras tersebut rasanya hanya untuk menunjukkan kesombongan diri saja, bukan pengabdian atau pelayanan sejati. Marilah kita mawas diri , bercermin pada Marta dan Maria yang memperoleh kunjungan Yesus, Tuhan.

                                                         

"Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri?" (Luk 10:40)

 

Yesus datang, Marta sibuk mempersiapkan hidangan untuk Yesus sedangkan Maria duduk manis berbicara dengan Yesus. Peristiwa ini sering menjadi inspirasi motto "Ora et labora" = Berdoa dan bekerja. Berdoa dan bekerja memang dapat dibedakan, namun hemat saya tak baik atau tak mungkin dipisahkan; berdoa dan bekerja bagaikan mata uang bermuka dua. Berdoa hendaknya menjiwai bekerja dan sebaliknya bekerja menjiwai berdoa. Pekerja yang dijiwai oleh doa pada umumnya bekerja dengan baik, tenang, tekun, tidak banyak bicara, tidak mengeluh meskipun yang harus dikerjakan cukup berat serta kurang diperhatikan orang lain. Bekerja dihayati bagaikan sedang beribadat, sehingga suasana kerja bagaikan suasana ibadat, rekan kerja bagaikan rekan beribadat, memperlakukan aneka sarana-prasarana bagaikan memperlakukan sarana-prasarana ibadat, sikap kerja bagaikan sikap ibadat, dst…

 

"Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Luk 10:42), demikian sabda atau tanggapan Yesus terhadap Marta yang mengeluh. Bersama dan bersatu dengan Tuhan, itulah kiranya yang dimaksudkan, tidak hanya selama sedang berdoa, melainkan kapan saja dan dimana saja akrab bersama dan bersatu dengan Tuhan. Dengan kata lain dapat menemukan Tuhan dalam segala sesuatu dan menghayati segala sesuatu dalam Tuhan. "Baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan" (Rm 14:8b), demikian kata Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Segala sesuatu adalah anugerah Tuhan yang kita terima melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita atau mengasihi kita sampai kini. Karena hidup kita adalah milik Tuhan yang dianugerahkan kepada kita, maka kita tidak mungkin hidup seenaknya, melainkan harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan alias senantiasa berbudi pekerti luhur dan berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Ketika kita berbudi pekerti luhur dan senantiasa berbuat baik, maka kita juga dengan mudah dapat berdoa secara khusuk sendirian dimanapun dan kapanpun.

                                    

Pengalaman Marta dan Maria menerima kehadiran Yesus, kiranya juga dapat menjadi inspirasi bagi kita semua, yaitu bekerja sama dalam pelayanan atau bekerja. Di dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun kita harus dapat bekerjasama dengan baik jika mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera. Kebanyakan dari kita, yaitu para orangtua atau suami-isteri kiranya memiliki pengalaman kerjasama yang indah, mengesan dan membahagiakan, yaitu ketika sedang memadu kasih dalam hubungan seksual sebagai perwujudan saling mengasihi satu sama lain. Maka kami berharap para orangtua atau bapak-ibu dapat menjadi teladan dalam hal kerjasama bagi anak-anaknya serta mendampingi dan mendidik anak-anaknya untuk senantiasa dapat bekerjasama dengan siapapun dan dimanapun. Pengalaman kerjasama di dalam keluarga akan menjadi kekuatan dan modal untuk bekerjasama dalam bidang kehidupan bersama yang lebih luas, seperti di tempat kerja atau belajar atau masyarakat pada umumnya.

 

"Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu,"(Kol 1:24-25)

 

Menderita karena setia pada tugas pekerjaan atau pengutusan yang membuat bahagia atau sukacita itulah pengalaman Paulus sebagai pelayan jemaat/umat. Paulus merasa berbahagia atau bersukacita karena diperkenankan ambil bagian dalam penderitaan Yesus Kristus. Yesus telah menderita dan wafat di kayu salib demi keselamatan atau kebahagiaan kita semua, umat manusia seluruh dunia. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita dipanggil untuk meneladan Paulus, yang berbahagia atau bersukacita karena penderitaan dalam pelaksanaan tugas pengutusan atau pelayanan.

 

"Berakit-rakit ke hulu, berrenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian" , demikian kata sebuah peribahasa Indonesia, "Jer basuki mowo beyo" = untuk hidup mulia harus berjuang atau berkorban, demikian kata peribahasa Jawa. Berakit maupun berrenang hemat saya tak mungkin dipaksakan kecepatan alias ngebut, melainkan berproses, maju pelan-pelan dan terus-menerus. Maka dengan ini kami mengharapkan entah pada para peserta didik/pelajar/mahasiwa maupun pekerja di tingkat atau bidang pelayanan/pekerjaan apapun, untuk menghayati 'proses' dalam belajar maupun bekerja:

-   Proses mengajar-belajar itulah yang diharapkan terjadi di klas, ruang kuliah di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi. Yang perlu digarisbawahi dan sering kurang diperhatikan pada masa kini adalah 'proses'. Kami berharap dengan menghayati proses para pengajar semakin terampil dalam mengajar dan para pelajar semakin terampil dalam belajar. Ketika para pelajar terampil dalam belajar maka diharapkan mereka dengan mudah untuk mempelajari apapun yang perlu untuk kehidupan mereka masa depan. Memang untuk itu harus setia belajar setiap hari, tidak hanya menjelang ulangan umum atau ujian saja.

-   Bekerja agar terampil dalam bekerja itulah yang kami dambakan kepada para pekerja , maka kami berharap para pekerja tidak hanya mencari uang atau demi uang belaka, karena kalau begitu pasti akan mudah/cenderung untuk melakukan korupsi. Utamakan agar terampil bekerja, dan ketika anda terampil bekerja maka selayaknya pada waktu akan menerima imbal jasa atau kesejahteraan yang memadai.

Baik dalam belajar maupun bekerja hindari untuk berhasil dengan cepat dan mudah, karena apa yang diperoleh dengan cepat dan mudah juga akan dengan cepat dan mudah untuk hilang atau musnah.

 

"Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya,yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya ".

(Mzm 15)

Jakarta, 18 Juli 2010


17 Juli - Mi 2:1-5; Mat 12:14-21

"Orang-orang Farisi bersekongkol untuk membunuh Dia"

(Mi 2:1-5; Mat 12:14-21)

 

"Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia. Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana. Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: "Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap." (Mat 12:14-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Karena Yesus mengadakan banyak mujizat yang menguntungkan dan membahagiakan rakyat, maka mayoritas rakyat cenderung mengikuti Yesus serta meninggalkan orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi merasa tersaing dan tersingkir, maka mereka bersekongkol untuk menyingkirkan atau membunuh Yesus. Pejabat tingggi yang gila kuasa, kedudukan dan kehormatan duniawi pada umumnya ketika kurang memperoleh pengikut lalu bertindak licik dengan aneka cara untuk membungkam saingannya, pendek kata penguasa atau petinggi merasa terganggu oleh tokoh-tokoh baru yang berpengaruh maka dengan berbagai cara mereka akan membungkan tokoh-tokoh baru tersebut. Namun tokoh sejati yang hidup dan berjuang demi kepentingan umum tak akan takut dan gentar menghadapi aneka tekanan dan ancaman dari para penguasa atau pejabat, melainkan dengan tenang dan sabar mereka menanggapinya, dengan kesiap-sediaan atas apapun yang akan terjadi pada dirinya. Mereka akan bersikap seperti Yesus, sebagaimana diramalkan oleh nabi Yesaya, yaitu "tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak". Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua umat beriman untuk setia pada penghayatan iman dalam hidup sehari-hari tanpa takut dan gentar; dengan kata lain hidup jujur, baik, tidak korupsi serta berjuang demi kepentingan rakyat banyak, terutama bagi mereka yang miskin, berkekurangan dan tersingkir. Percayalah bahwa jika kita bersama dan bersatu dengan rakyat  pasti akan berhasil dalam perjuangan. Kepada para pejabat kami ingatkan juga untuk senantiasa berpihak pada rakyat, karena kesejahteraan hidup anda tergantung dari rakyat (gaji dan segala fasilitas yang anda gunakan berasal dari rakyat).


·   "Celakalah orang-orang yang merancang kedurjanaan dan yang merencanakan kejahatan di tempat tidurnya; yang melakukannya di waktu fajar" (Mi 2:1), demikian pesan nabi Micha. Tempat tidur memang tempat untuk menikmati aneka macam keinginan, impian, harapan atau cita-cita, misalnya suami-isteri saling memadu cinta dengan penuh mesra, kita beristirahat tidur seenaknya sampai bangun sendiri dst… Tetapi tempat tidur juga dapat menjadi tempat berbuat jahat atau merancangkan kejahatan. Tempat tidur sebagai tempat berbuat jahat, misalnya tempat tidur di panti-panti pijat, losmen/tempat penginapan yang sembunyi-sembunyi untuk pelacuran, dst.. Banyak hal yang akan dilakukan di pagi hari setelah bangun dari tidur memang sering dipikirkan atau dibicarakan bersama di tempat tidur, menjelang tertidur lelap. Mereka yang memfungsikan tempat tidur untuk memikirkan, merencanakan dan melakukan aneka kejahatan pasti akan celaka dan menderita selamanya. Para isteri sering merayu dan merengek pada suaminya dalam menyampaikan keinginan atau kerinduannya ketika sedang di tempat tidur bersama, dengan bisikan-bisikan mesra, dan kebanyakan suami takluk pada rayuan sang isteri, meskipun untuk itu mereka harus berbuat jahat, misalnya korupsi atau menyalah-gunakan kekuasaan, jabatan atau fungsi. Kami berharap tempat tidur menjadi tempat penyegaran iman, pribadi, dan tubuh, sehingga di pagi hari dengan penuh gairah berhasrat untuk menghayati iman sambil berdoa "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu" (Rat 3:22-23). Tuhan setia mendampingi istirahat kita sehingga kita bangun dengan selamat, segar dan sejahtera, maka baiklah kita hayati anugerah kesetiaan Tuhan tersebut dengan hidup setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing: setia pada iman, setia pada aneka janji yang pernah kita ikrarkan, dst.. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof  Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24).

 

"Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan? Karena congkak orang fasik giat memburu orang yang tertindas; mereka terjebak dalam tipu daya yang mereka rancangkan. Karena orang fasik memuji-muji keinginan hatinya, dan orang yang loba mengutuki dan menista TUHAN" (Mzm 10:1-3).

Jakarta, 17 Juli 2010


Kamis, 15 Juli 2010

16 Juli - Yes 38:1-6.21-22.7-8; Mat 12:1-8

"Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat"

(Yes 38:1-6.21-22.7-8; Mat 12:1-8)

 

"Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat." Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam? Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah. Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat."(Mat 12:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Semakin banyak aturan dibuat dan diberlakukan kiranya menunjukkan bahwa manusia atau warga masyarakat semakin sulit mengatur diri alias semakin ingin hidup dan bertindak menurut kemauan atau keinginan diri sendiri. Para penegak hukum seperti para hakim, jaksa dan penuntut umum maupun polisi juga semakin memiliki kecenderungan untuk melihat dan mengangkat kekurangan dan kelemahan orang lain demi keuntungan diri sendiri, maklum semakin banyak aturan berarti juga semakin banyak pelanggaran. Warta Gembira hari ini mengingatkan kita semua bahwa yang harus kita hayati dan sebarluaskan adalah 'belas kasihan' dan 'cintakasih' yang berada di atas atau mendasari/menjiwai aneka formalitas dan peraturan. "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat", demikian sabda Yesus., dengan kata lain siapapun senantiasa bersama dan bersatu dengan Tuhan tidak pernah mengalami kesulitan dalam menghayati panggilan serta mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan hidup yang terkait. Dekati dan sikapi aneka aturan dan tatanan hidup dengan dan dalam belas kasih dan cintakasih, karena aneka aturan dan tatanan dibuat berdasarkan belas kasih dan cinta kasih dan dalam rangka membantu kita agar semakin dapat berbelas-kasih dan berkasih-kasihan, saling mengasihi dalam hidup sehari-hari. Manusia hendaknya menjadi tuan atas aneka aturan dan tatanan hidup, bukan hamba aturan atau tatanan.

·   "Pergilah dan katakanlah kepada Hizkia: Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu. Sesungguhnya Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi, dan Aku akan melepaskan engkau dan kota ini dari tangan raja Asyur dan Aku akan memagari kota ini" (Yes 38:5-6), demikian firman Tuhan kepada raja Hizkia melalui nabi Yesaya. Doa yang terkabul, itulah yang terjadi. Pengalaman raja Hizkia kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Baiklah sebagai umat beriman atau beragama kita tidak melupakan doa setiap hari. Doa yang benar dan baik adalah hati yang terarah sepenuhnya kepada Yang Ilahi, Tuhan, bukan panjangnya kata-kata atau gerak-gerik anggota tubuh. Kami percaya ketika hati dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan maka mau tidak mau kita akan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan antara lain senantiasa mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan hidup yang terkait dengan hidup dan panggilan kita masing-masing dengan rendah hati dan lemah lembut, dalam semangat cintakasih. Dengan kata lain kita dapat berdoa dimanapun dan kapanpun, tidak terikat oleh ruang dan waktu, situasi dan kondisi tertentu. Marilah kita mengawali dan mengakhiri kegiatan kita dengan berdoa, sesuai dengan apa yang kita rasakan dan alami, agar kita hidup dan bertindak selalu bersama dan bersatu dengan Tuhan, alias hidup baik dan berbudi pekerti luhur terus menerus. Percayalah jika kita hidup baik dan berbudi pekerti luhur pasti akan terbebaskan dari aneka macam ancaman dan  tekanan. Sikapi orang-orang yang nampak seram dan menakutkan dalam dan dengan cintakasih pasti akan bersahabat. Ingat bahwa singa-singa dan binatang buas pun ketika didekati dalam dan dengan cintakasih dapat menjadi sahabat, apalagi manusia, ciptaan terluhur dan termulia di bumi ini.

 

"Aku ini berkata: Dalam pertengahan umurku aku harus pergi, ke pintu gerbang dunia orang mati aku dipanggil untuk selebihnya dari hidupku. Aku berkata: aku tidak akan melihat TUHAN lagi di negeri orang-orang yang hidup; aku tidak akan melihat seorang pun lagi di antara penduduk dunia." (Yes 38:10-11)

     

Jakarta, 16 Juli 2010


Rabu, 14 Juli 2010

15 Juli - Yes 26:7-9.12.16-19; Mat 11: 28-30

"Aku lemah lembut dan rendah hati"

(Yes 26:7-9.12.16-19; Mat 11: 28-30)

 

"Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan." (Mat 11:28-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas  bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Bonaventura, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau harga diri alias gengsi sering orang harus bekerja keras, tanpa istirahat yang memadai. Ketika mereka berhasil pada umumnya lalu menjadi sombong, namun pada suatu saat pasti akan merasa letih dan lesu serta berbeban berat karena tiada lagi orang yang memuji dan mengaguminya. Kebanyakan orang juga merasa berat dalam rangka menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan sehar-hari. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk belajar dan meneladan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati serta untuk memikul beban yang dipasang oleh Tuhan melalui atasan-atasan, pimpinan atau orangtua kita masing-masing. Dengan kata lain kita semua diharapkan setia pada aneka tatanan dan aturan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing serta melaksanakannya dengan lemah lembut dan rendah hati, jauh dari kesombongan. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). St Bonaventura yang kita rayakan hari ini kiranya juga dikenang sebagai pimpinan yang lemah lembut dan rendah hati.  Hadapi dan sikapi aneka tugas dan pekerjaan dengan lembah lembut dan rendah hati, percayalah bahwa dengan lemah lembut dan rendah hati kita pasti mampu menyelesaikan tugas atau pekerjaan dengan baik dan membahagiakan diri kita sendiri maupun orang lain. Dalam kelemah-lembutan dan kerendahan hati berarti tidak pernah mengeluh atau menggerutu dalam rangka menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan apapun dan dimanapun.

·   "Ya TUHAN, dalam kesesakan mereka mencari Engkau; ketika hajaran-Mu menimpa mereka, mereka mengeluh dalam doa. Seperti perempuan yang mengandung yang sudah dekat waktunya untuk melahirkan, menggeliat sakit, mengerang karena sakit beranak, demikianlah tadinya keadaan kami di hadapan-Mu, ya TUHAN" (Yes 26:16-17). Para ibu yang pernah mengandung dan melahirkan kiranya dapat membagikan pengalaman imannya: kesakitan dan derita dalam penyerahan diri total kepada Tuhan, Yang Ilahi, itulah kiranya pengalaman yang terjadi. Memang sudah menjadi kebiasaan umum bahwa orang ingat akan Tuhan ketika dalam kesesakan atau derita, sedangkan dalam keadaan senang atau bahagia sering lupa akan Tuhan. Kesesakan atau derita yang lahir dari kesetiaan pada panggilan atau pelaksanaan tugas  pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati, maka jika anda mengalaminya hendaknya tidak perlu mengeluh atau menggerutu, melainkan hayati dan nikmati dengan rendah hati dan lemah lembut sebagai kesempatan untuk meneladan Yesus yang telah rela menderita dan wafat di kayu salib demi keselamatan dan kebahagiaan seluruh dunia. Hidup dan tumbuh berkembang sesuai dengan panggilan  kiranya tak akan lepas dari aneka derita, kesesakan, tantangan dan hambatan. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan para orangtua dalam mendidik anak-anaknya: hendaknya jangan memanjakan anak-anak dengan berbagai cara apapun, melainkan hayatilah pendampingan dan pendidikan anak-anak sebagai kaderisasi. Seorang kader sejati senantiasa fungsional menyelamatkan lingkungan hidupnya, maka kaderisasi berarti memfungsikan anak-anak demi keselamatan lingkungan atau kebahagiaan bersama. Sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak hendaknya senantiasa diberi fungsi dalam kehidupan bersama, diberi kemungkinan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan hidup bersama-sama. Berilah tugas yang sederhana dan pelan-pelan ditambahkan tugas baru, sehingga semakin lama semakin banyak tugas yang dapat mereka kerjakan dengan baik. Sebagai contoh kecil: tugas menyapu, mematikan lampu/kran air, mengatur tempat tidur, dst…

.

"Biarlah hal ini dituliskan bagi angkatan yang kemudian, dan bangsa yang diciptakan nanti akan memuji-muji TUHAN, sebab Ia telah memandang dari ketinggian-Nya yang kudus, TUHAN memandang dari sorga ke bumi, untuk mendengar keluhan orang tahanan, untuk membebaskan orang-orang yang ditentukan mati dibunuh" (Mzm 102:19-21)

Jakarta, 15 Juli 2010      

.


Selasa, 13 Juli 2010

14 Juli - Yes 10:5-7.13-16; Mat 11:25-27

"Semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil".

(Yes  10:5-7.13-16; Mat 11:25-27)

 

"Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya" (Mat 11:25-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ada ceritera konkret yang sungguh menarik dan mengesan. Ketika gempa bumi menggoncang dan meluluh-lantakkan ribuan rumah di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, ada satu keluarga muda di suatu desa selamat semuanya, sementara para tetangganya menjadi korban, meninggal dunia tertimpa bangunan rumah. Konon anaknya yang masih kecil, kurang lebih setengah jam sebelum gempa terjadi terus menerus menangis dan memaksa suami-isteri, ayah dan ibunya membawanya keluar rumah. Suami-isteri tersebut berusaha menenangkan bayinya dan tiba-tiba gempa bumi menggoncang dan meruntuhkan rumahnya. Rumah hancur berantakan dan pemiliknya, suami-isteri bersama anaknya selamat. Begitu gempa berhenti menggoncang sang anakpun tenang kembali. Percaya atau tidak dari cerita tersebut kiranya dapat dipetik pesan  bahwa kepada yang kecil Tuhan telah menyatakan DiriNya; yang kecil menjadi penyelamat. Pada zaman yang ditandai dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan sarana-prasarana teknologi masa kini kiranya yang kecil seperti 'serat optik' sungguh menjadi penyelamat juga. Kehadiran si kecil, anak-anak, di dalam keluarga kiranya juga menyelamatkan keluarga yang bersangkutan. Para pembantu rumah tangga yang baik, yang kecil ini, kiranya juga mengetahui banyak hal tentang semua pribadi anggota keluarga yang harus ia layani, tiada pembantu mereka dapat kalang kabut.  Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua untuk senantiasa memperhatikan mereka yang kecil, entah dalam arti usia/jumlah tahun, jabatan, fungsi, peran, miskin dst.. dan dengan rendah hati berani belajar dari yang kecil.

·   "Adakah kapak memegahkan diri terhadap orang yang memakainya, atau gergaji membesarkan diri terhadap orang yang mempergunakannya? seolah-olah gada menggerakkan orang yang mengangkatnya, dan seolah-olah tongkat mengangkat orangnya yang bukan kayu!" (Yes 10:15). Kutipan ini hemat saya merupakan sindiran bagi apa yang terjadi dalam hidup sehari-hari yaitu 'penjungkir-balikan' aneka fungsi atau jati diri, sebagai contoh uang mengendalikan orang yang memilikinya, mobil atau harta benda-harta benda menguasai orang yang memilikinya, dst.. , dengan kata lain tanpa uang, tanpa harta benda/mobil dst.. orang dapat gila, stress, putus asa atau frustrasi. Aneka macam jenis harta benda adalah sarana bukan  tujuan, dan manusia berada di atas harta benda bukan di bawahnya, menguasai bukan dikuasai. Kutipan di atas ini juga mengingatkan kita semua bahwa hendaknya jangan menjadi sombong ketika kita menjadi pandai, kaya akan uang maupun harta benda, memiliki aneka jabatan dan kedudukan atau fungsi, dst,,, melainkan hendaknya semakin menjadi rendah hati.  Ingatlah dan hayatilah bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, yang kita terima melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita, mengasihi kita, hidup dan bekerja bersama kita, dst… 'Semuanya adalah anugerah'/'everything is given', itulah kebenaran yang ada, maka hendaknya kita senantiasa rendah hati, tidak sombong. Mereka yang sombong berarti tidak atau kurang beriman, dan pada umumnya bersikap mental materialistis, gila akan harta benda/uang, pangkat/kedudukan dan kehormatan duniawi, maka ketika tanpa uang, pangkat/kedudukan dan kehormatan duniawi tinggal 'gila' nya saja. Pengamatan menunjukkan bahwa cukup banyak orang stress, sinthing/gila, frustrasi berat  ketika kehilangan harta benda/uang, pangkat/kedudukan atau kehormatan duniawi. Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua untuk menjadi teladan dalam hal kerendahan hati bagi anak-anaknya, hidup penuh syukur dan terima kasih.

 

"Umat-Mu, ya TUHAN, mereka remukkan, dan milik-Mu sendiri mereka tindas; janda dan orang asing mereka sembelih, dan anak-anak yatim mereka bunuh; dan mereka berkata: "TUHAN tidak melihatnya, dan Allah Yakub tidak mengindahkannya." Perhatikanlah, hai orang-orang bodoh di antara rakyat! Hai orang-orang bebal, bilakah kamu memakai akal budimu" (Mzm 94:5-8)

 

Jakarta, 14 Juli 2010


Senin, 12 Juli 2010

13 Juli - es 7:1-9; Mat 11:20-24

"Tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu."

(Yes 7:1-9; Mat 11:20-24)

 

"Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat-Nya: "Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu." (Mat 11:20-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pertumbuhan dan perkembangan kota-kota pada umumnya diwarnai atau ditandai juga oleh aneka masalah sosial serta munculnya berbagai jenis kejahatan. Demikian juga dengan Negara, jika warganya kurang bermoral maka ketika Negara makin makmur dan sejahtera secara ekonomis berbagai bentuk kejahatan juga makin marak, misalnya judi, pelacuran, korupsi, dst.. Kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya, Denpasar dst.. semakin menghadapi banyak masalah sosial dan moral. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak seluruh warga kota-kota besar untuk mawas diri: apakah sebagai warga kota kita semakin beriman, berbakti kepada Tuhan, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia atau sebaliknya, semakin tak beriman, tak bermoral, bermusuhan, egois, dst..??  Di kota-kota besar apa-apa ada, yang baik dan yang jahat, yang mulia dan yang remeh, yang suci dan berdosa, yang kaya dan miskin, yang pandai dan bodoh, dst.. Sebagai warga kota kita semua diharapkan semakin bermoral, baik, dan berbudi pekerti luhur jika kita semua mendambakan hidup selamat, damai sejahtera, aman sentosa lahir maupun  batin, jasmani maupun rohani. Kota-kota yang dikutuk oleh Yesus memang menjadi kenyataan: pada masa itu adalah kota besar dan saat ini tinggal puing-puing bangunan berserakan. Kota-kota dimana kita tinggal pada saat ini pada suatu saat juga tinggal puing-puing bangunan jika kita tidak bertobat, memperbaharui diri terus menerus sehingga semakin beriman, dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Marilah kita tinggalkan warisan kepada anak-cucu kita sesuatu yang indah, baik, luhur dan mulia.

·   "Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya" (Yes 7:: 4), demikian firman Tuhan kepada raja Ahas melalui nabi Yesaya.  Keteguhan dan ketenangan hati memang dibutuhkan dalam menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan. Kutipan di atas kiranya layak menjadi permenungan atau refleksi bagi para pemimpin atau kepala dalam bidang pelayanan atau pekerjaan apapun: apakah anda memiliki hati yang teguh dan tenang? Keteguhan hati dibutuhkan dalam rangka mempertahankan apa yang baik, luhur, mulia dan indah, sedangkan ketenangan hati dibutuhkan dalam menghadapi aneka tantangan, bambatan, ancaman maupun masalah. Orang yang berhati teguh dan tenang pada umumnya akan bersikap mendengarkan dan kemudian berreaksi atas apa yang didengarkan sesuai dengan kehendak Tuhan, dengan kata lain reaksinya berbuah kebaikan-kebaikan. Memang tidak hanya mendengarkan saja, tetapi ketika berreaksi mengambil keputusan atau kebijakan sungguh tegas dan meyakinkan. Untuk mengusahakan hati teguh dan tenang antara lain orang harus setia pada imannya yang berarti tidak melupakan hidup doa, berrelasi dengan Tuhan. Ketika orang terbiasa berdoa atau berrelasi dengan Tuhan dengan baik dan benar maka yang bersangkutan senantiasa merasa bersama dan bersatu dengan Tuhan, dan dengan demikian memiliki keyakinan bahwa ia selalu mampu mengatasi aneka macam tantangan, hambatan dan masalah. "Tuhan memanggil, Tuhan mengutus, Tuhan membekali" itulah keyakinan iman orang yang senantiasa bersama dan bersatu dengan Tuhan atau memiliki hati yang teguh dan tenang.  Kami berharap para orangtua dapat menjadi contoh atau teladan dalam hal keteguhan dan ketenangan hati bagi anak-anaknya.

 

"Besarlah TUHAN dan sangat terpuji di kota Allah kita! Gunung-Nya yang kudus, yang menjulang permai, adalah kegirangan bagi seluruh bumi; gunung Sion itu, jauh di sebelah utara, kota Raja Besar. Dalam puri-purinya Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai benteng. Sebab lihat, raja-raja datang berkumpul, mereka bersama-sama berjalan maju; demi mereka melihatnya, mereka tercengang-cengang, terkejut, lalu lari kebingungan." (Mzm 48:2-6)

       

Jakarta, 13 Juli 2010


Minggu, 11 Juli 2010

12 Juli - Yes 1:11-17; Mat 10:34-11:1

"Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku ia akan memperolehnya"

(Yes 1:11-17; Mat 10:34-11:1)

"Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya." Setelah Yesus selesai berpesan kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka." (Mat 10:34-11:1), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Nyawa adalah yang membuat tubuh hidup dan dinamis serta bergairah, maka nyawa juga berarti cita-cita, dambaan, harapan dan impian. Kehilangan nyawa berarti tidak mengikuti cita-cita, dambaan, harapan dan impian pribadi melainkan mengikuti kehendak dan perintah Tuhan. Apa yang menjadi cita-cita, dambaan, harapan dan impian kita integrasikan pada kehendak dan perintah Tuhan, dan karena Tuhan maha segalanya, maka mau tidak mau kita harus mentaati dan melaksanakan kehendak dan perintahNya. Kehendak dan perintah Tuhan antara lain dapat kita temukan dalam aneka tatanan dan aturan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing serta panggilan untuk senantiasa memperhatikan dan mengasihi mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan. Maka marilah kita taati dan laksanakan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan aturan dan tatanan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Memperhatikan dan mengasihi mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan hemat saya juga tidak mungkin kita hanya mengikuti kemauan dan keinginan diri kita sendiri. Pertama-tama dan terutama kita harus hidup dan bersama dengan mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan, dan kemudian bersama-sama dengan mereka bangkit untuk mengentaskan diri dari kekecilan, kemiskinan dan kekurangan. Memperhatikan dan mengasihi yang kecil, miskin dan berkekurangan harus bersikap mental inkarnasi, yaitu meneladan Allah yang melepaskah ke Allah-anNya dan menjadi manusia seperti kita, sama dengan manusia kecuali dalam hal dosa.

·   "Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!" (Yes 1:16-17). "Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik", perintah inilah yang kiranya pertama-tama kita laksanakan atau hayati bersama-sama. Kepada anak-anak sedini mungkin hendaknya dibiasakan untuk belajar berbuat baik dan melawan aneka ajakan untuk berbuat jahat, dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua. Di sekolah-sekolah hendaknya ditegakkan kejujuran dalam proses belajar-mengajar; jauhkan kemungkinan  para peserta untuk menyontek, karena membiarkan peserta didik untuk menyontek dalam ulangan atau ujian hemat saya sama dengan menebar benih-benih kejahatan. Anak-anak yatim dan janda-janda sering menjadi bahan pergunjingan atau pelecehan di masyarakat dengan tuduhan atau kecurigaan-kecurigaan tertentu. Sebagai contoh: seorang janda kurang bergaul dengan temannya dapat dicurigai menjadi wanita simpanan bagi orang lain, bergaul dekat dengan laki-laki dicurigai mengganggu suami orang, bergaul dengan dengan rekan perempuan dicurigai lesbian, dst.. Apa bentuk konkret memperjuangkan perkara janda-janda? Secara pasif berarti tidak curiga dan berpikiran negatif terhadap para janda, sedangkan secara aktif kiranya dapat kita lakukan dengan memperlakukan mereka biasa-biasa saja, tanpa kekecualian atau keistimewaan apapun. Kepada para janda sendiri kami harapkan untuk hidup wajar-wajar saja, dan tetap tegarlah dalam hidup dan kerja. Kita semua dipanggil untuk membersihkan diri dari aneka bentuk kejahatan yang telah kita lakukan dan ketika sudah bersih tidak melakukan kejahatan apapun lagi.

 

"Apakah urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku, dan menyebut-nyebut perjanjian-Ku dengan mulutmu, padahal engkaulah yang membenci teguran, dan mengesampingkan firman-Ku? Itulah yang engkau lakukan, tetapi Aku berdiam diri; engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau. Aku akan menghukum engkau dan membawa perkara ini ke hadapanmu. Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." (Mzm 50:16b-17.21.23) Jakarta, 12 Juli 2010


11 Jul - Ul.30:10-14; Kol 1:15-20; Luk 10:25-37

"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

Mg Biasa XV: Ul.30:10-14; Kol 1:15-20; Luk 10:25-37

 

"Kemiskinan terburuk di dunia saat ini adalah kesepian dan merasa tidak dicintai", demikian kata Ibu Teresa dari Calcuta, India. Ibu Teresa mengatakan hal itu sudah lama, lebih dari 15 tahun lalu, namun kiranya apa yang dikatakan tersebut masih tetap bermakna dan berlaku pada masa kini. Derap langkah perkembangan dan kemajuan aneka macam sarana dan alat tehnologi yang begitu cepat telah mempengaruhi sikap mental kebanyakan orang. Memang ada kebutuhan konkret yaitu hidup sejahtera secara ekonomi, apalagi bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga membuat orangtua, suami dan isteri, harus bekerja keras siang malam, sehingga tiada waktu dan tenaga yang memadai bagi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Anak-anak adalah buah cintakasih suam-isteri, orangtua, maka mereka hanya dapat tumbuh berkembang menjadi pribadi baik dan berbudi pekerti luhur dalam dan oleh cintakasih. Salah satu bentuk cintakasih yang utama adalah 'pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih', sebagai perwujudan  mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap kekuatan dan segenap akal budi. Dalam kenyataan memang cukup banyak orang pelit akan tenaga dan waktu bagi yang terkasih karena berbagai alasan yang nampak rasional.

 

"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Luk 10: 27b)

 

Mengasihi Tuhan dan sesama manusia memang tak dapat dipisahkan dan mungkin hanya dapat dibedakan, bagaikan mata uang bermuka dua, sebagaimana dikatakan oleh Yakobus bahwa "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak 2:17). Maka hemat kami dalam mengasihi sesama manusia harus dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap kekuatan, segenap akal budi, sebagaimana dilakukan oleh orang Samaria yang menolong orang Yahudi yang menjadi korban perampokan dan kekerasan, menderita sakit. Kasih sejati memang tidak kenal SARA, senang atau tidak senang, selera atau tidak selera, dan yang penting adalah selamat, damai sejahtera dan sehat wal'afiat. Orang Samaria dan orang Yahudi pada umumnya kurang dapat hidup bersaudara atau berdamai, sebagaimana terjadi di Indonesia dimana beberapa suku masih saling bermusuhan satu sama lain, antar desa atau kampung saling bermusuhan, dst.. Marilah kita meneladan orang Samaria, "orang yang telah menunjukkan belas kasihan"  kepada yang menderita, sakit dan sengsara, tanpa pandang bulu, SARA, dst..

 

Mengasihi berarti memberi, tindakan dari yang mempunyai ke yang tak mempunyai, dari yang kaya ke yang miskin, dari yang pandai ke yang bodoh, dari atas ke bawah, dst.. Kasih dapat diwujudkan dengan hati, jiwa, akal budi atau kekuatan (tubuh, harta benda/uang),  dan dalam kenyataan hemat saya hati, jiwa, akal budi dan kekuatan tak dapat dipisahkan, karena ketika terpisahkan berarti kasih tak sempurna. Sementara orangtua sering hanya memberi harta benda dan uang kepada anak-anaknya, sehingga anak-anak sungguh merasa kesepian dan merasa tak dikasihi oleh orangtuanya. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengharapkan para orangtua untuk sungguh mengasihi anak-anaknya dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan, antara lain dengan memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anak, lebih-lebih ketika anak-anak masih dalam masa balita dan remaja. Kami percaya ketika anak-anak merasa dikasihi oleh orantuanya, maka kelak kemudian hari mereka akan senantiasa tergerak untuk mengasihi sesamanya tanpa pandang bulu serta berbelas-kasih kepada mereka yang miskin, menderita, sakit, kurang beruntung, dst.. 

 

Belas kasih rasanya juga perlu diperdalam di sekolah-sekolah bagi para peserta didik. Kepedulian kepada mereka yang miskin, kecil, menderita dan sakit perlu ditanamkan dan diperdalam dalam diri para peserta didik. Salah satu cara untuk itu antara lain 'live in' , dimana para peserta didik diajak untuk tinggal bersama-sama mereka yang miskin dan berkekurangan untuk beberapa waktu/hari: bekerja bersama mereka, makan bersama mereka, bermain bersama mereka, dst… Mereka yang miskin dan berkekurangan ada dimana-mana, ada di kota-kota besar maupun pedesaan. Pengalaman menunjukkan bahwa tinggal bersama dengan mereka yang miskin dan berkekurangan, tidak hanya memberi melainkan menerima sesuatu yang sangat berharga dan tak terlupakan, yaitu nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan kehidupan.

 

"Seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus" (Kol 1:19-20).

 

Salib Kristus adalah persembahan Diri total Yesus, Penyelamat Dunia, kepada Allah dan dunia, demi keselamatan dan kebahagiaan dunia seisinya. Salib ada di ketinggian, bagian paling tinggi dari bangunan atau lahan tanah, menggambarkan bahwa Yang Tersalib adalah Imam Agung, penyalur rahmat Allah bagi dunia/manusia dan doa, dambaan, kerinduan, harapan dunia/manusia bagi Allah, penghubung langit dan bumi, sorga dan dunia, Allah dan umat manusia. Salib adalah pendamaian, maka jika anda mendambakan hidup damai sejahtera silahkan hidup dan bertindak dijiwai oleh Yang Tersalib. Sebagai contoh sederhana: anda mau marah terhadap sesama, silahkan marah dan mulailah dengan membuat tanda salib lebih dahulu agar marah dalam Tuhan.

 

Salib juga dapat menjadi symbol atau inspirasi penghayatan tiga keutamaan utama: iman, harapan dan cinta kasih maupun trikaul -> keperawanan, ketaatan dan kemiskinan, yang semuanya ditandai dengan persembahan atau pembaktian diri total kepada yang lain, entah Tuhan maupun sesama manusia, pekerjaan, tugas dan panggilan. Entah berapa kali kita telah membuat tanda salib, ada berapa salib yang terpasang di rumah anda atau kantor anda, dst.., namun apakah salib tersebut telah menjiwai cara hidup dan cara bertindak anda rasanya boleh dipertanyakan. Maka dengan ini kami mengaharapkan ketika membuat tanda salib hendaknya sungguh dihayati dengan sepenuh hati.

 

Penulis kitab Ulangan mengingatkan kita bahwa "firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan." (Ul 30:14). Dengan kata lain kita semua dipanggil untuk mendengarkan suara hati kita masing-masing serta melakukan apa yang diperintahkannya. Memang agar suara hati senantiasa dalam keadaan baik dan benar perlu dilatih terus menerus dengan berbuat baik dan benar kepada sesama dimanapun dan kapanpun. Suara hati perlu dididik dan dibina dengan perbuatan-perbuatan baik dan benar terus menerus, mentaati dan melaksanakan aneka tatanan dan aturan yang terkait dengan hidup dan panggilann Maka kami mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk senantiasa membiasakan anak-anaknya berbuat baik dan benar dimanapun dan kapanpun dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua sendiri, agar suara hati mereka tetap baik dan jernih.     

       

"Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah"

(Mzm 19:8-11)

Jakarta, 11 Juli 2010