Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 19 Februari 2010

21 Feb - Mg Prapaskah I : Ul 26:4-10; Rm 10: 8-13; Luk 4:1-13

"Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis"

Mg Prapaskah I : Ul 26:4-10; Rm 10: 8-13; Luk 4:1-13

 

Padang gurun di daerah Timur Tengah sungguh luas: di siang hari panas terik dan di malam hari dingin, ada perbedaan suhu begitu tajam antara siang dan malam. Di padang gurun juga tidak ada pohon, tidak ada air. Sebatas mata memandang hanya melihat hamparan pasir dan debu di bawah dan di atas langit membentang luas bagaikan atap. Selama kurang lebih 40(empat puluh) hari Yesus berada di padang gurun macam itu untuk berpuasa. Sebagaimana dialami banyak orang  selama berpuasa pasti akan menghadapi aneka godaan atau rayuan untuk menggagalkan puasanya, demikian juga dialami oleh Yesus. Baiklah kita refleksikan bersama godaan setan terhadap Yesus, yang mungkin juga kita alami atau hadapi dalam perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita. , sebagaimana dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini.

 

"Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti."(Luk 4:3)

 

Harta benda, uang, makanan dan minuman merupakan rahmat sekaligus godaan. Cukup banyak orang jatuh, kurang beriman, kurang setia pada panggilan dan tugas pengutusan karena harta benda, uang, makanan dan minuman.  Demi atau karena gila akan 'harta benda, uang, makanan dan minuman' orang melakukan korupsi, entah korupsi uang, waktu maupun tenaga. Untuk menjadi 'yang terpilih dan terkasih' orang membagi-bagikan harta benda atau uang, yang mungkin diperoleh melalui korupsi, kepada orang lain, misalnya dalam rangka pemilu, entah di tingkat daerah maupun pusat.  Dan  banyak orang pun dengan mudah taat dan setia kepada mereka yang suka memberi harta benda atau uang.

 

Harta benda atau uang memang dapat menjadi 'jalan ke sorga' atau 'jalan ke neraka', untuk semakin beriman dan suci atau semakin berdosa dan tak bermoral/jahat. Sebagai orang beriman kiranya kita mendambakan bahwa harta benda atau uang dapat menjadi 'jalan ke sorga' bagi kita, maka  baiklah kita memfungsikan atau memanfaatkan harta benda atau uang dengan benar, sesuai dengan tujuannya atau 'ad intentio dantis' (=maksud pemberi). Harta benda pada dasarnya bersifat sosial, maka semakin memiliki banyak harta benda atau uang berarti semakin sosial, semakin memiliki banyak sahabat atau saudara sejati, dan dengan demikian juga semakin bersahabat dengan Tuhan: cara hidup dan cara bertindaknya dijiwai oleh syukur dan terima kasih serta rendah hati. Dengan ini kami berharap kepada kita semua: janganlah 'gila harta atau uang', karena ketika tiada harta atau uang lagi, maka tinggal 'gila'nya alias anda akan menjadi gila.

 

"Manusia hidup bukan dari roti saja."(Luk 4:4), demikian tanggapan Yesus terhadap godaan setan. Ketika digodai setan perihal harta benda atau uang atau untuk menghindari jatuh ke semangat materialistis, marilah kit meneladan Yesus. Hendaknya kita tidak hanya mengandalkan hidup kita kepada harta benda, uang, makanan dan minuman, tetapi juga kepada sabda-sabda Tuhan. Dengan kata lain marilah memgfungsikan atau memanfaatkan harta benda, uang, makanan dan minuman sesuai dengan aturan dan tatanan yang terkait dengan harta benda, uang, makanan dan minuman tersebut.       

 

"Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu."(Luk 4:6-7)

 

Orang kaya akan harta benda atau uang akan memiliki kecenderungan untuk disembah dan dipuji, alias gila kuasa atau kehormatan duniawi. Memang melalui atau dengan harta benda dan uang orang dapat menghendaki apapun demi kepuasan dan kenikmatan di dunia ini: beli ini dan itu sesuai selera pribadi, bahkan termasuk 'beli orang' alias pelacur. Cita-cita atau dambaan hatinya adalah 'seluruhnya itu akan menjadi milikku'.  Para pejabat tinggi atau pemimpin pada umumnya memiliki kecenderungan untuk selalu dihormati, dan menghayati kepempinannya dengan menguasai bukan melayani.

 

"Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Luk 4:8), demikian tanggapan Yesus atas godaan setan perihal kuasa dan kehormatan duniawi. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk menyembah atau berbakti kepada Tuhan. Tanda bahwa kita sungguh menyembah atau berbakti kepada Tuhan antara lain kita hidup dan bertindak dengan semangat pelayanan, dan dengan demikian kita hidup saling melayani. Maka kami berharap kepada mereka yang menjadi pemimpin, pejabat tinggi atau atasan untuk hidup dan bertindak dengan semangat pelayanan. Hayatilah kedudukan dan jabatan anda dengan melayani sesama atau saudara-saudari kita. Tuhan hidup dan berkarya di dalam saudara-saudari kita, maka berbakti kepada Tuhan berarti juga membaktikan diri bagi saudara-saudari kita.   

 

"Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau, dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." (Luk 4:9-11)

Orang kaya akan harta benda dan uang serta berkedudukan akan dengan mudah untuk menjadi sombong. Kesombongan itulah sasaran godaan setan; ia menggoda kita semua untuk sombong. Orang sombong pada umumnya begitu percaya pada diri sendiri dan melecehkan atau merendahkan yang lain, dan dengan demikian juga kurang beriman atau percaya kepada Tuhan, Penyelenggaraan Ilahi. Ia merasa diri paling hebat, dan tanpa dia orang lain tidak dapat berbuat apa-apa, begitulah sikap mental orang sombong.

 

"Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" (Luk 4:12), demikian tanggapan Yesus atas godaan setan untuk menjadi sombong. Kebalikan dari sombong adalah rendah hati, dan orang yang rendah hati akan menghayati apa yang dikatakan oleh Paulus ini: "Tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya" (Rm 10:12), dan dengan demikian hidup dan bertindak dengan penuh persaudaraan atau persahabatan sejati.  Kita sama-sama ciptaan Tuhan, sama-sama beriman, sama-sama manusia, sama-sama mendambakan hidup damai, bahagia dan sejahtera, maka dengan rendah hati kita sama-sama menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam.

Manusia diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Tuhan, maka mencobai dan melecehkan sesama manusia berarti mencoba dan melecehkan Tuhan. Orang sombong memang juga berarti menjadikan dirinya 'tuan' atas sesamanya, sebaliknya orang rendah hati akan menjadikan dirinya 'pelayan' bagi sesamanya.  Marilah kita saling rendah hati dan saling melayani, agar tidak jatuh ke kesombongan.

 

"TUHAN ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu, malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu. Singa dan ular tedung akan kaulangkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga"

(Mzm 91:9-13).

 .

Jakarta, 21 Januari 2010

  


20 Feb - Yes 58:9b-14; Luk 5:27-32

"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit"

(Yes 58:9b-14; Luk 5:27-32)

 

"Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Luk 5:27-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika orang menderita sakit phisik, maka yang merasa sakit dan butuh obat adalah orang yang bersangkutan, namun ketika ada orang sakit jiwa atau sakit hati, maka yang merasa terganggu dan butuh obat adalah yang merasa sehat atau waras. Kebenarannya adalah bahwa yang sakit yang butuh obat, maka yang butuh obat berarti sakit. Dalam kasus orang sakit jiwa atau sakit hati yang berteriak butuh obat dan merasa ada penyakit adalah yang merasa waras, maka sebenarnya yang perlu diobati adalah yang merasa waras tersebut. Orang menjadi sakit jiwa atau sakit hati pada umumnya disebabkan oleh lingkungan hidup yang tidak sehat, dengan kata lain penyebab sakit jiwa atau sakit hati adalah lingkungan hidup bersama yang tidak sehat. Rasanya jika dicermati ada cukup banyak di antara kita yang sedang menderita sakit jiwa atau sakit hati (memang baru 5%, 10% atau 25% belum sampai 100% sakit jiwa atau sakit hati), maka yang butuh pengobatan sebenarnya ialah kita semua yang merasa sehat dan sering berteriak memintakan pengobatan bagi orang lain. Jika lingkungan hidup bersama baik dan sehat, maka tidak akan ada yang sakit jiwa atau sakit hati. Marilah kita mawas diri perihal lingkungan hidup kita masing-masing; kita sadari dan hayati bersama bahwa kita sedang menderita sakit serta butuh obat atau penyembuhan, entah sakit hati atau sakit jiwa. Kita sadari dan hayati kedosaan dan kekurangan kita, serta kemudian mohon penyembuhan. Keberanian untuk menyadari dan menghayati dosa, kelemahan dan kerapuhan diri sendiri merupaloan modal awal yang kuat untuk penyembuhan. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa dan dipanggil Tuhan identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman. Mairilah dengan rendah hati kita saling membantu untuk penyadaran diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa serta siap sedia untuk dikuatkan dan diampuni.

·   "Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan"(Yes 58:9b-11).Kita semua kiranya mendambakan sebagai orang atau pribadi yang kuat serta tidak pernah mengecewakan orang lain. Salah satu cara untuk itu antara lain "tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah" alias menyalahkan dan melecehkan yang lain. Rasanya tidak banyak orang yang dengan sengaja berbuat salah atau melakukan kesalahan, dan yang banyak terjadi adalah ketidak mampuan atau keterbatasan sehingga cara hidup dan cara bertindak yang bersangkutan kurang memuaskan dan mengecewakan. Dengan kata lain mereka tidak bersalah, maka tidak pada tempat disalahkan. Mereka yang tidak mampu dan terbatas hendaknya dibimbing dengan rendah hati untuk mengatasi ketidak-mampuan dan keterbatasannya: yang tidak tahu diberi tahu, yang kurang ajar diberi ajaran/pengajaran, yang terbatas ditambahi, dst..  Marilah kita tidak saling mengecewakan atau menyalahkan, melainkan saling memuaskan dan membenarkan. Sebaliknya marilah kita sadari dan hayati juga keterbatasan dan ketidak-mampuan kita dalam berbagai hal, dan dengan rendah hati siap sedia untuk ditolong atau dibimbing orang lain dalam mengatasi keterbatasan dan ketidak-mampuan kita; dengan kata lain kita saling membantu dan membimbing, saling memuaskan satu sama lain.

 

"Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku. Peliharalah nyawaku, sebab aku orang yang Kaukasihi, selamatkanlah hamba-Mu yang percaya kepada-Mu. Engkau adalah Allahku, kasihanilah aku, ya Tuhan, sebab kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari. Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya Tuhan, kuangkat jiwaku."(Mzm 86:1-4)

Jakarta, 20 Februari 2010        


Kamis, 18 Februari 2010

19 feb - Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15

"Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa"

(Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15)

 

"Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa."(Mat 9:14-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pesta perkawinan pada umumnya diselenggarakan dengan meriah dan penuh dengan keceriaan dan kegembiraan. Sang mempelai berpakaian sedemikian rupa sehingga mempesona dan menarik, para tamu undangan pun juga berpakaian begitu menarik dan mempesona. Pendek kata semuanya berusaha menghadirkan diri sesempurna mungkin, cemerlang dan bersih. Memang keindahan, kebersihan, keelokan bagian luar tersebut belum tentu mencerminkan apa yang ada di dalam hati masing-masing, dan mungkin setelah pesta selesai tidak saling menarik dan mempesona lagi. Sabda Yesus perihal puasa dengan perumpamaan 'mempelai' pada hari ini mengingatkan kita semua untuk dengan jujur mawas diri: apakah hati saya sungguh bersatu dengan Tuhan, Yang Ilahi, hati saya cemerlang, tanpa noda, tanpa cacat atau kerut apapun? Dengan jujur dan rendah hati kitanya kita semua menyadari dan mengakui bahwa kita memang tidak selalu bersama dan bersatu dengan Tuhan alias berbudi pekerti luhur atau bermoral baik, maka untuk itu kita masih butuh berpuasa. Sang Mempelai atau Tuhan tidak pernah diambil dari kita, melainkan kita lah yang telah menolak kehadiranNya dan tidak bersedia bersamaNya, meneladan cara hidup Yesus serta melaksanakan sabda-sabdaNya. Hari ini kebetulan hari Jum'at , yang secara  yuridis sebagai hari pantang (dan kiranya di antara kita juga ada yang menjadikannya hari puasa), maka baiklah pertanyaan murid-murid Yohanes kepada Yesus di atas kita tanggapi dengan berpuasa dan berpantang. Kita mungkin juga masih bersikap mental orang Farisi, hidup sarat dengan sandiwara dan manipulasi.

·   "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri"(Yes 58:6-7). Seruan Tuhan melalui nabi Yesaya ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Memperbaiki cara hidup dan perilaku atau cara bertindak kita serta solider kepada mereka yang miskin dan  berkekurangan, itulah yang sebaiknya kita lakukan di masa Prapaskah ini. Sebaiknya kita tidak tergerak untuk 'membuka belenggu-belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk orang lain, atau memerdekakan orang yang teraniaya', melainkan pertama-tama dan terutama marilah kita melihat diri kita masing-masing, jangan-jangan saya sendiri masih terbelengguh, terikat oleh macam-amcam nafsu tak terakhir dan teraniaya oleh cara hidup dan cara bertindak kita yang kurang bermoral. Marilah kita usahakan kebebasan pribadi kita masing-masing, sehingga kita sungguh menjadi yang bebas merdeka secara  phisik maupun spiritual. Jika kita dalam keadaan bebas merdeka, maka kita dengan lepas bebas juga melakukan sesuatu bagi orang lain, antara lain solider terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Masih cukup banyak saudara-saudari kita yang mengalami kekurangan dalam hal makan dan minum, sehingga yang bersangkutan kurang gizi dan sakit-sakitan, maka kami berharap kita siap sedia dan berjiwa besar "memecah-mecah roti kita bagi orang yang lapar". Kita diingatkan juga agar "tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri", ajakan untuk membangun dan memperdalam persaudaraan sejati dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun, sehingga tidak ada lagi orang yang lapar, tak punya rumah, telanjang, miskin, dst..

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku" (Mzm 51:3-5)

 

Jakarta, 19 Februari 2010


Rabu, 17 Februari 2010

18 Feb - Ul 30:15-20; Luk 9:22-25

"Setiap orang yang mau mengikut Aku harus memikul salibnya setiap hari"

(Ul 30:15-20; Luk 9:22-25)

 

"Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri" (Luk 9:22-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Salib hidupku" adalah apa yang menjadi tugas/panggilan  utama atau pokok bagi diriku, maka memikul salib setiap hari berarti menghayati panggilan atau melaksanakan tugas utama dengan penuh kesetiaan, meskipun untuk itu harus menghadapi aneka macam  godaan, hambatan maupun tantangan. Setia pada panggilan dan tugas utama pada masa kini memang tak akan terlepas dari godaan, hambatan dan tantangan, maka untuk itu harus dengan jiwa besar dan rendah hati untuk berkorban dan berjuang. Dalam rangka menghayati panggilan atua melaksanakan tugas kepada kita telah dianugerahi bekal atau rahmat yaitu 'spiritualitas/kharisma' atau 'visi', maka marilah kita setia pada spiritualitas atau visi kita masing-masing, entah secara pribadi atau kelompok. Untuk itu kita memang harus berani melepaskan 'nyawa' kita masing-masing, gairah, semangat, dambaan, cita-cita dst.. untuk selanjutnya dijiwai oleh spiritutalitas atau visi yang terkait dengan hidup, panggilan atau tugas kita masing-masing. Dengan kata lain kita tidak dapat hidup dan bertindak seenak sendiri, mengikuti selera pribadi, melainkan harus mengikuti dan melaksanakan aneka tatanan dan aturan yang melengkapi  atau menyertai spiritualitas atau visi tersebut. Kita juga diingatkan untuk tidak bersikap mental materialistis, hidup dan bertindak dengan motto 'material investment', melainkan lebih ke 'human investment', yang kemudian dikembangkan lebih lanjut ke 'spiritual investment', bukan demi keselamatan tubuh atau harta benda melainkan demi keselamatan jiwa. Keselamatan jiwa hendaknya menjadi barometer atau tolok-ukur keberhasilan hidup, panggilan dan tugas pengutusan.

·   "Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya" (Ul 30:15-16). Sebagai orang beriman dan berakal sehat kiranya kita lebih memilih 'kehidupan dan keberuntungan' daripada 'kematian dan kecelakaan'. Konsekwensi memilih kehidupan dan keberntungan adalah "mengasiihi Tuhan, dengan hidup menurut jalan yang telah ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya". Perintah, ketetapan dan peraturan Tuhan hemat saya telah dicoba diterjemahkan ke dalam berbagai aturan dan tatanan hidup, yang terkait dengan hidup, panggilan, tugas pengutusan, kewajiban serta daerah atau wilayah masing-masing, maka marilah kita taati dan laksanakan sesempurna dan sebaik mungkin aturan atau tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas kita masing-masing. Jika kita setia mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan yang tertulis dengan jelas tersebut, maka kita juga akan memperoleh kemudahan untuk mengasihi Tuhan alias berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan. Aneka aturan dan tatanan hidup dibuat dan diberlakukan dengan dasar dan demi kasih, maka hendaknya dengan dan dalam kasih juga menyikapi aneka aturan dan tatanan hidup. Aturan dan tatanan diharapkan dapat menjadi petunjuk atau tuntunan untuk saling mengasihi satu sama lain, dan ketika kita mampu saling mengasihi satu sama lain dengan demikian kita juga mengasihi Tuhan. Ungkapan dan perwujudan terimakasih dan syukur kita kepada Tuhan adalah hidup saling mengasihi.  

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin"

 (Mzm. 1:1-4)

 

Jakarta, 18 Februari 2010


Selasa, 16 Februari 2010

17 Feb - RABU ABU - Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6.2; Mat 6:1-6.16-18

"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik"

HARI RABU ABU:  Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6.2; Mat 6:1-6.16-18.

 

"Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; akan tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, di mana orang-orang beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang" (KHK kan 1249). Setiap agama kiranya memiliki peraturan atau kebijakan khusus perihal pentingnya bertobat, berpuasa atau matiraga atau lakutapa. Maka baiklah sebagai orang beriman kristiani marilah kita hayati laksanakan aturan Gereja, sebagaimana saya kutipkan di atas, perihal apa yang harus dilakukan selama Masa Puasa, Masa Tobat, Masa Berahmat selama 40 (empat puluh) hari yang kita mulai pada hari Rabu Abu, hari ini.

 

·        Berpuasa dan berpantang

 

"Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:16-18). Orang yang bermuram mukanya berarti sedang dalam keadaan sedih, frustrasi, takut atau marah, padahal 'berpuasa atau berpantang' merupakan upaya untuk semakin dekat atau mesra dengan Allah. Sabda Yesus perihal puasa dan pantang mengajak dan mengingatkan kita bahwa selama berpuasa dan berpantang atau matiraga/lakutapa hendaknya biasa-biasa saja, tidak pamer bahwa sedang bermatiraga atau lakutapa. .

 

Berpuasa dan berpantang secara negatif berarti mengurangi apa yang biasa dinikmati setiap hari, entah itu makanan, minuman, perilaku/tindakan atau omongan dst.. alias mengendalikan nafsu anggota tubuh atau raga sedemikian rupa dalam rangka memperbaiki atau memperbaharui cara hidup dan cara bertindak yang semakin sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka baiklah dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri sesuai dengan situasi dan kondisi kita masing-masing: dalam hal apa saya sebaiknya berpuasa atau berpantang (makanan, minuman, omongan, cara bertindak, seks,dst.)?, hal atau sesuatu yang menyebabkan saya semakin jauh dari Tuhan, semakin hidup tak bermoral atau tak berbudi pekerti luhur?  Berpuasa dan berpantang merupakan bentuk penyangkalan diri sendiri atau 'menyalibkan diri' agar lebih setia pada panggilan, tugas utama, kewajiban atau janji-janji yang pernah diikrarkan.

 

·        Menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara lebih setia.

 

"Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima" (2Kor 6:1), demikian nasihat atau peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua orang beriman. "Kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima", inilah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki atau kuasai sampai saat ini, seperti tubuh, kepandaian/ kecerdasan, bakat, harta benda/uang, pangkat/kedudukan/fungsi, jabatan dst., adalah kasih karunia Allah yang telah kita terima melalui sesama manusia yang telah berbuat baik kepada kita dalam berbagai kesempatan. Semuanya adalah kasih karunia Allah, everything is given, maka selayaknya kita nikmati dan fungsikan sesuai dengan kehendak Allah, yang bagi kita masing-masing berarti lebih setia pada panggilan, tugas pengutusan maupun kewajiban kita masing-masing, mengingat dan memperhatikan dalam perjalanan waktu sampai kita mengalami kemunduran atau erosi dalam hal kesetiaan.

 

"Setia adalah sikap dan  perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Maka baiklah sebagai orang yang telah dibaptis marilah mawas diri perihal rahmat pembaptisan yang telah kita terima, sedangkan terpanggil untuk hidup berkeluarga hendaknya juga mawas diri perihal rahmat sakramen perkawinan, hidup imamat perihal janji imamat, hidup membiara perihal kaul-kaul dst… Marilah kita mawas diri atas janji-janji tersebut dengan sungguh-sungguh agar di Malam Paskah nanti kita layak memperbaharui janji-janji tersebut, dan secara khusus para imam akan memperbaharui janji di hari Kamis Putih. Mungkin baik secara bersama-sama kita mawas diri perihal rahmat pembaptisan yang mendasari hidup dan panggilan kita sebagai 'anggota Tubuh Kristus' atau Gereja.

 

Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2010 adalah 'Melawan Kemiskinan", baiklah hal ini tidak hanya difahami atau dimengerti secara phisik atau material saja, tetapi lebih-lebih dan terutama secara spiritual, yang berarti 'melawan kemiskinan kesetiaan atas penghayatan rahmat pembaptisan' alias kurang mengabdi Tuhan dan melawan godaan setan. Hemat saya yang menjadi penyebab utama kemiskinan secara material adalah ketidak setiaan orang dalam mengabdi Tuhan dan menolak godaan setan, yang menggejala dalam perilaku tak bermoral seperti "percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya"(Gal 5:19-21).  Maka melawan kemiskinan berarti memberantas perilaku atau perbuatan yang tak bermoral di atas ini. Perbuatan amoral di atas ini juga membuat orang tidak setia pada panggilan, tugas pengutusan maupun kewajiban. "Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya"(Yl 2:13), demikian nasihat atau pesan nabi Yoel.   

 

·        Menjalankan ibadat dan karya amalkasih. 

 

Matiraga atau lakutapa kita di masa Prapaskah ini hendaknya juga ditandai lebih giat dalam "menjalankan ibadat dan karya amalkasih", berdoa dan berbuat baik kepada orang lain dimanapun dan kapanpun, lebih-lebih bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Jumlah mereka yang miskin dan berkekurangan dalam hal harta benda atau uang atau kebutuhan hidup sehari-hari kiranya lebih sedikit daripada yang berkecukupan atau berlebihan, maka jika yang berkecukupan dan berlebihan dengan jiwa besar dan hati rela berkorban mau membantu mereka yang miskin dan berkurangan, dambaan atau harapan 'melawan kemiskinan' dapat menjadi kenyataan atau terwujud. Dengan rendah hati kami berharap kepada mereka yang berkecukupan dan berlebihan untuk solider terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Marilah di masa Prapaskah ini kita tingkatkan penghayatan atas dua prinsip hidup beriman atau menggereja yaitu 'solidaritas' dan 'keberpihakan kepada yang miskin dan berkekurangan' (preferential option for/with the poor).

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat"

(Mzm 51:3-6a)

 

Jakarta, 17 Februari 2010


Senin, 15 Februari 2010

16 Feb - Yak 1:12-18; Mrk 8:14-21

"Masihkah kamu belum mengerti?"

(Yak 1:12-18; Mrk 8:14-21)

 

"Kemudian ternyata murid-murid Yesus lupa membawa roti, hanya sebuah saja yang ada pada mereka dalam perahu. Lalu Yesus memperingatkan mereka, kata-Nya: "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes." Maka mereka berpikir-pikir dan seorang berkata kepada yang lain: "Itu dikatakan-Nya karena kita tidak mempunyai roti." Dan ketika Yesus mengetahui apa yang mereka perbincangkan, Ia berkata: "Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar? Tidakkah kamu ingat lagi, pada waktu Aku memecah-mecahkan lima roti untuk lima ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?" Jawab mereka: "Dua belas bakul." "Dan pada waktu tujuh roti untuk empat ribu orang itu, berapa bakul penuh potongan-potongan roti kamu kumpulkan?" Jawab mereka: "Tujuh bakul." Lalu kata-Nya kepada mereka: "Masihkah kamu belum mengerti?" (Mrk 8:14-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Para murid atau rasul yang bersama dengan Yesus pun juga tidak segera faham atau mengerti perihal apa yang disabdakan atau diajarkan oleh Yesus. Ketika Yesus bersabda "Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan Herodes", mereka mengerti atau memahaminya secara lahiriah saja, yaitu hal makanan, padahal yang dimaksudkan 'ragi' oleh Yesus adalah bujuk rayu dan pencobaan dari orang Farisi maupun Herodes. Kedegilan hati sebagaimana dialami oleh para murid mungkin juga terjadi dalam diri kita. Kerajaan Allah atau hidup beriman memang erat kaitannya dengan kecerdasan hati atau kecerdasan spiritual. Maka marilah kita dengan rendah hati dan bersama-sama mengusahakan kecerdasan hati atau spiritual. Salah satu cara untuk itu adalah pemeriksaan batin. Pemeriksaan batin merupakan bagian dari doa harian, doa malam, maka baiklah setiap hari kita memeriksa batin kita masing-masing dengan cermat, teliti, jujur dan benar. Cara memeriksa batin yang sederhana adalah mengenali kecenderungan hati kita ke arah baik atau jelek, untuk berbuat baik atau berbuat jahat/melakukan dosa. Kecenderungan untuk berbuat baik merupakan karya Allah dalam dan melalui diri kita yang lemah dan rapuh ini, sebaliknya kecenderungan untuk berbuat jahat adalah desakan roh jahat atau setan. Jika ada pada hari ini merasa lebih banyak cenderung untuk berbuat baik dan juga akhirnya melakukan perbuatan baik, maka anda akan semakin memiliki kecerdasan hati atau spiritual, dan tentu saja serentak menolak rayuan atau kecenderungan untuk melakukan kejahatan atau berbuat dosa. Kebiasaan untuk senantiasa berbuat baik merupakan cara untuk semakin memiliki kecerdasan hati atau spiritual, dan dengan demikian juga akan mampu mengerti atau memahami Penyelenggaraan Ilahi dalam ciptaan-ciptaanNya,  terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya,

·   "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya."(Yak 1:17-18), demikian nasihat Yakobus. Kami percaya bahwa masing-masing dari kita telah menerima pemberian yang baik dan anugerah dengan melimpah ruah dari Allah melalui saudara-saudari kita yang telah berbuat baik kepada kita, misalnya orangtua, kakak-adik, guru, rekan bermain atau bekerja, dst.. , maka selayaknya kita hidup dengan penuh syukur dan terima kasih. Syukur dan terima kasih tersebut kita wujudkan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dengan berbuat baik kepada sesama dimanapun dan kapanpun. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling berbuat baik satu sama lain, sehingga sebagai manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini, kita sungguh "menjadi anak sulung di antara semua ciptaanNya". Marilah setiap sapaan, sentuhan, kritik, saran, ejekan, pujian dst. dari orang lain atau sesama kita mengerti dan hayati sebagai perbuatan baik, tindakan kasih mereka kepada kita yang lemah dan rapuh ini. Pertama-tama dan terutama marilah kita sungguh bersyukur dan berterima kasih kepada orangtua atau bapak-ibu kita masing-masing, dan kita wujudkan syukur dan terima kasih tersebut seperti digambarkan oleh orang Jawa dengan kata "mikul dhuwur mendhem jero wong tuwo", yang secara harafiah berarti mengangkat tinggi-tinggi dan mengubur dalam-dalam orangtua, sedangkan maksudnya tidak lain memuliakan orangtua dengan hidup baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga tidak membuat nama jelek keluarga.

 

"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu, untuk menenangkan dia terhadap hari-hari malapetaka… Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati" (Mzm 94:12-13a.14-15)

      

Jakarta, 16 Februari 2010