Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 18 Juni 2010

20 Juni - Za.12: 10-11; 13:1; Gal 3: 26-29; Luk 9:18-24

"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku"
Mg Biasa XII: Za.12: 10-11; 13:1; Gal 3: 26-29; Luk 9:18-24


"Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Data terakhir hasil perhitungan Kementrian Agama RI mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2009. Angka ini setara dengan 10% dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2,5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian. "Jumlah perceraian di Indonesia terus menunjukkan peningkatan," tutur Direktur Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama, Nasaruddin Umar di Jakarta, Kamis (25/2). Pada periode 5-10 tahun lalu, di Indonesia hanya terjadi 20 ribu hingga 50 ribu kasus perceraian per tahun. Fakta lain dari kasus perceraian yang tercatat pun menunjukkan adanya pergeseran bentuk perceraian. Sekitar 70 persen perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama adalah cerai gugat. "Data tersebut juga menunjukkan trend pergeseran kasus cerai di mana istri yang menggugat cerai," tutur Nasaruddin. Meningkatnya angka perceraian ini disebabkan oleh 14 faktor. Di antaranya cerai karena pilkada dan politik, perselingkuhan oleh istri yang angkanya naik drastis, kawin di bawah umur, dan kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan kasus cacat karena kecelakaan sepeda motor juga menjadi salah satu dari 14 faktor penyebab perceraian di Indonesia." (republika.co.id, 26/2/2010). Saya kutipkan berita di atas ini sebagai jalan masuk untuk merenungkan sabda Yesus dalam Warta Gembira hari ini.

"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya  hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya." (Luk 9:23-24)

Pada saat orang berjanji untuk mengakui jati dirinya yang baru, misalnya menjadi suami-isteri, imam, bruder atau suster, dengan saling berjanji atau berjanji kepada Tuhan dan pembesar, pada umumnya bangga dan mantap. Calon suami-isteri berjanji saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati, imam berjanji untuk hidup tidak menikah dan hanya mau mengabdi Tuhan saja melalui GerejaNya, sedang para anggota Lembaga Hidup Bakti berkaul untuk hidup murni, miskin dan taat. Ketika mengakui atau menyatakan dengan kata-kata sungguh mantap, namun seiring dengan perjalanan waktu apa yang dijanjikan tersebut mengalami erosi, karena orang tidak bersedia untuk `menyangkal diri atau kehilangan nyawanya' .
Setia pada iman dan panggilan memang tidak mudah, sarat dengan godaan, tantangan, masalah dan hambatan. Senjata untuk menghadapi godaan, tantangan, masalah dan hambatan tidak lain adalah `menyangkal diri dan kehilangan nyawa', yang berarti hidup dan bertindak tidak mengikuti keinginan dan selera pribadi, melainkan mengikuti kehendak Ilahi, yang antara lain tercermin dalam aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing atau spiritualitas/charisma/visi pendiri. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur – Balai Pustaka, Jakarta 1997, hal 24). Marilah kita angkat dan kenangkan kembali perjanjian-perjanjian yang telah kita buat! Hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa ditatapkan pada perjanjian yang telah kita buat, entah janji baptis, perkawinan, imamat, membiara maupun  pekerja atau pelajar.

Kita semua mendambakan keselamatan atau kebahagiaan sejati selama di dunia ini maupun di akhirat nanti. Kami mengajak kita semua untuk saling membantu dan mengingatkan perihal penghayatan atau pelaksanaan janji masing-masing. Pada kesempatan ini kami juga mengingatkan kepada para pakar dalam ilmu atau pengetahuan apapun, hendaknya dengan rendah hati berusaha menghayati apa yang dipelajari dan dikuasainya secara intelektual. Jangan sampai terjadi; mengaku pakar komunikasi tetapi tak komunikatif, mengaku pakar pendidikan tak mampu mendidik, mengaku pakar budi pekerti tak bermoral, dst… Semoga para pekerja sungguh bekerja, para pelajar sungguh belajar, dst…
"Jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Gal 3:29)

Bapa Abraham adalah bapa umat beriman, maka bagi umat beriman tidak ada perbedaan dalam penghayatan hidup sehari-hari, apalagi iman lebih dihayati daripada dibicarakan atau menjadi bahan diskusi. Keunggulan hidup beriman terletak pada penghayatan bukan wacana atau omongan. Sabda Yesus hari ini juga mengingatkan kita semua agar kita `memikul salib kita masing-masing setiap hari', artinya melakukan tugas pekerjaan atau kewajiban kita masing-masing setiap hari sebaik mungkin dan sampai tuntas, selesai atau sukses. Untuk itu kita memang harus siap sedia disalibkan, antara lain dengan mempersembahkan pikiran, tenaga, derap langkah seutuhnya pada tugas pekerjaan maupun kewajiban kita masing-masing, tidak menyeleweng atau berselingkuh.

"Kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah", demikian peringatan Paulus kepada umat di Galatia, kepada kita semua umat beriman, keturunan Abraham.  Marilah kita ingat dan kenangkan bahwa bapa Abraham antara lain bertindak tanpa dasar pikiran yang kuat atau tak dapat dimengerti oleh akal sehat, melainkan bertindak atas dasar harapan, sesuatu yang tak kelihatan dan menjanjikan. Memang apa yang menjanjikan dan belum/tak kelihatan pada umumnya menggairahkan hidup dan bertindak seseorang, dengan kata lain orang yang bersangkutan sungguh memiliki dan menghayati keutamaan harapan dalam cara hidup dan cara bertindak. Berharap untuk menjadi kaya pada umumnya orang bekerja keras dan bergairah, berharap bertemu yang terkasih pada umumnya orang gembira dan bergairah, dst.., namun setelah menjadi kaya atau bertemu dengan yang terkasih dapat menjadi lain, mungkin lesu dan tak bergairah lagi.

Janji Allah tidak pernah mengecewakan dan ketika terlaksana tidak akan membuat kita lesu atau tak bergairah, yaitu keselamatan jiwa kita. Maka marilah kita persembahkan pikiran, tenaga dan langkah kita demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Dengan kata lain hendaknya keselamatan jiwa menjadi barometer atau ukuran kesuksesan pelayanan, kerja atau pelaksanaan tugas dan kewajiban kita sendiri maupun bersama-sama. Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita mengimani Yesus yang telah mempersembahkan hidupNya dengan wafat di kayu salib demi keselamatan jiwa kita semua, keselamatan seluruh dunia. Ia tidak memikirkan kepentingan pribadi, apalagi mengutamakan diri pribadi. Janji Allah adalah keselamatan jiwa atau hidup mulia selamanya di sorga, dan janji tersebut akan terwujud atau menjadi nyata jika kita siap sedia bekerja sama dengan mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dalam hidup sehari-hari, senantiasa berusaha hidup suci dan berkenan pada Yang Ilahi.

"Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji…. sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai.  Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku "
(Mzm 63:5-6.8-9)    .

Jakarta, 20 Juni 2010




19 Juni - 2Taw 24:17-25; Mat 6:24-34

"Hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian"

(2Taw 24:17-25; Mat 6:24-34)


"Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat 6:24-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hidup, makanan dan pakaian rasanya dapat menjadi symbol hirarki nilai, yaitu: nilai moral, nilai hukum dan nilai sopan santun. Yang paling tinggi dan utama adalah nilai moral, perihal baik atau buruk, maka marilah kita senantiasa mengusahakan diri menjadi pribadi yang baik atau bermoral, orang yang memiliki kebiasan berbuat baik kepada sesamanya. Memang untuk masa kini menjadi pribadi baik atau berbuat baik akan menghadapi kesusahan atau penderitaan, antara lain dapat dicurigai atau dihambat. Jika kita baik dan melakukan apa yang baik, hendaknya tidak kuatir atau takut dalam menghadapi kesusahan atau penderitaan, karena entah penderitaan atau kesusahan merupakan jalan untuk memperdalam dan memperkuat apa yang baik di dalam diri kita. Asal kita baik dan senantiasa berbuat baik kepada orang lain, percayalah kita tak akan berkekurangan dalam hal makanan maupun pakaian, tentu saja tidak perlu yang mewah atau berfoya-foya. Dalam hal makanan dan minuman kami harapkan untuk menyantap makanan dan minuman yang sehat dan bergizi dalam rangka menjaga hidup kita tetap bugar dan segar. Marilah kita imani Allah yang senantiasa mendampingi dan membekali perjalanan hidup dan panggilan kita.

·   "Beginilah firman Allah: Mengapa kamu melanggar perintah-perintah TUHAN, sehingga kamu tidak beruntung? Oleh karena kamu meninggalkan TUHAN, Ia pun meninggalkan kamu!" (2Taw 24:20), demikian kata Zakharia, yang penuh dengan Roh Allah, kepada rakyat. Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Kita sebagai orang beriman juga sering disebut sebagai umat Allah, artinya umat milik Allah. Hidup kita serta segala sesuatu yang menyertai kita, yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Allah, maka selayaknya kita tidak pernah melupakan Allah di dalam hidup sehari-hari. Memang jika kita mendambakan hidup sejati pada masa kini maupun di akhirat nanti, kita hendaknya senantiasa melaksanakan kehendak Allah, setia pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan. Maka tak henti-hentinya kami mengingatkan pentingnya setia pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan, entah itu janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji kepegawaian/pelajar, dst.. Sebagai yang telah dibaptis marilah kita senantiasa setia pada janji baptis, dimana kita pernah berjanji untuk hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan. Mengabdi Tuhan secara konkret berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui saudara-saudari kita, maka marilah dengan rendah hati kita senantiasa berusaha membahagiakan orang lain dimanapun dan kapanpun, alias menjadi orang baik dan berbudi pekerti luhur. Kami juga berharap kepada kita semua untuk tidak takut dan tidak gentar meneladan Zakharia, yaitu mengingatkan dan menegor saudara-saudari kita yang meninggalkan atau melupakan Tuhan untuk bertobat. Jika kita tidak mengingatkan saudara-saudari kita berarti kita mendukung atau menyetujui mereka.

 

"Jika anak-anaknya meninggalkan Taurat-Ku dan mereka tidak hidup menurut hukum-Ku, jika ketetapan-Ku mereka langgar dan tidak berpegang pada perintah-perintah-Ku, maka Aku akan membalas pelanggaran mereka dengan gada, dan kesalahan mereka dengan pukulan-pukulan. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan Kujauhkan dari padanya dan Aku tidak akan berlaku curang dalam hal kesetiaan-Ku." (Mzm 89:31-34)

 

Jakarta, 19 Juni 2010

     

  


Kamis, 17 Juni 2010

18 Juni - 2Raj 11:1-4.9-18.20; Mat 6:19-23

"Di mana hartamu berada di situ juga hatimu berada"

(2Raj 11:1-4.9-18.20; Mat 6:19-23)

 

"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Mat 6:19-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Perwujudan perhatian atau cintakasih yang utama hemat saya adalah 'pemborosan waktu dan tenaga' bagi yang diperhatikan atau dicintai. 'Pemborosan waktu dan tenaga' tersebut merupakan perwujudan apa yang ada di dalam hati seseorang. Apa yang menjadi perhatian utama kita setiap hari, dimana kita memboroskan waktu dan tenaga kita? Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan memanggil kita semua untuk 'memperhatikan harta di sorga' alias nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang menyelamatkan dan membahagiakan jiwa. Memang apa yang harus kita kerjakan atau lakukan setiap adalah hal-ihwal atau seluk-beluk duniawi, maka baiklah kita dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu  senantiasa berusaha untuk menghasilkan buah-buah yang menyelamatkan atau membahagiakan jiwa. "Menemukan Tuhan dalam segala sesuatu atau segala sesuatu di dalam Tuhan", itulah motto atau pedoman hidup yang harus kita hayati setiap hari. Untuk menghayati motto atau pedoman ini antara lain kita menempatkan atau memfungsikan aneka macam jenis harta benda, pekerjaan, kesempatan dst.. sebagai sarana untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan, maka sebagaimana dinasehatkan oleh St.Ignatius Loyola di dalam Latihan Rohani: hendaknya ketika harta benda mengganggu dalam mengusahakan keselamatan atau kebahagiaan jiwa disingkirkan, dihindari atau dibuang saja. Sabda Yesus hari ini juga mengingatkan kita semua untuk menjaga kesucian anggota-anggota ttubuh kita masing-masing, maka baiklah kita saling menjaga dan mengingatkan. Kami juga mengingatkan dan mengajak kita semua perihal pendidikan anak-anak: hendaknya anak-anak dididik dan dibina agar tumbuh berkembang menjadi pribadi baik dan berbudi pekerti luhur, dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua maupun guru/pendidik.

·   "Mereka menangkap perempuan itu. Pada waktu ia masuk ke istana raja dengan melalui pintu bagi kuda, dibunuhlah dia di situ." (2Raj 11:16), demikian berita akhir hidup Atalya, yang telah membunuh keturunan saja di istana raja.  Perhatiannya terarah untuk membunuh atau membinasakan orang lain, dan akhirnya menjadi 'senjata makan tuan', dimana ia sendiri menjadi korban perhatiannya. Apa yang dilakukan dan dialami oleh Atalya ini kiranya baik menjadi bahan refleksi atau permenungan kita semua, lebih-lebih bagi mereka yang masih suka atau sering menghabisi, membenci, melecehkan, memeras, menindas orang lain. Kepada mereka ini kami ingatkan bahwa pada suatu saat anda sendiri akan menjadi korban yang mengerikan jika anda tidak bertobat pada saat ini.  Ingatlah bahwa ketika anda membenci atau melecehkan orang lain berarti pada saat itu tambah musuh, meskipun  yang anda benci atau lecehkan tidak memusuhi anda. Hendaknya juga diingat dan disadari bahwa ketika kita membenci orang lain berarti memboroskan waktu dan tenaga tiada guna, dan untuk itu butuh energi atau tenaga besar. Saya memperoleh info dari beberapa orang perihal mereka yang suka membunuh dan merusak di negeri ini, bahwa mereka akhirnya meninggal dunia dengan tidak wajar; dan mungkin dalam bahasa rakyat berarti mereka kena 'hukum karma'. Atalya melakukan pembunuhan sebagai balas dendam atas anaknya yang telah dibunuh, dan memang balas dendamnya lebih besar dan mengerikan, begitulah orang yang telah gelap mata maupun hati. Atalya kiranya ingin menjadi raja dengan membunuh anak-anak raja, namun ada seorang anak raja yang selamat yaitu Yoyada, yang akhirnya menjadi raja yang berpihak pada rakyat dan Tuhan. Kami berharap kepada para pemimpin, raja, tokoh masyarakat untuk berpihak pada rakyat dan Tuhan: boroskan waktu dan tenaga anda demi kebahagiaan dan keselamatan rakyat.

 

"TUHAN telah menyatakan sumpah setia kepada Daud, Ia tidak akan memungkirinya: "Seorang anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu; jika anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada peraturan-peraturan-Ku yang Kuajarkan kepada mereka, maka anak-anak mereka selama-lamanya akan duduk di atas takhtamu." Sebab TUHAN telah memilih Sion, mengingininya menjadi tempat kedudukan-Nya: "Inilah tempat perhentian-Ku selama-lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya."

(Mzm 132:11-14)

    

Jakarta, 18 Juni 2010


17 Juni - Sir 48:1-14; Mat 6:7-15

"Doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah"

(Sir 48:1-14; Mat 6:7-15)


"Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.] Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."(Mat 6:7-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ada orang atau kelompok/paguyuban umat beragama tertentu ketika berdoa bertele-tele, dengan kata-kata yang muluk-muluk dan kalimat panjang serta suara keras, dst… Saya ragu-ragu apakah doa macam itu sungguh lahir dari lubuk hati terdalam dan berpengaruh dalam cara hidup dan cara bertindak yang bersangkutan. Dalam Warta Gembira hari ini kita diingatkan di dalam berdoa hendaknya jangan bertele-tele, melainkan singkat dan sederhana sesuai kebutuhan hidup sehari-hari seperti doa "Bapa Kami".  Kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus kiranya hafal dengan doa Bapa Kami, dan sering kita doadakan dalam berbagai ibadat bersama maupun pribadi., dan semoga isi doa Bapa Kami juga merasuk ke dalam hati sehingga mempengaruhi atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak sehari-hari. Baiklah saya mengajak anda sekalian untuk berrefleksi isi doa Bapa Kami ini, yaitu "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami". Hidup sederhana dan saling mengampuni itulah yang hendaknya kita hayati di dalam hidup sehari-hari; jauhkan aneka macam bentuk kemewahan dan keserakahan serta kebencian dan balas dendam, yang sungguh merusak dan menghancurkan kehidupan pribadi maupun bersama. Kami berharap tidak ada orang atau keluarga/kelompok yang menumpuk makanan atau minuman sehingga orang lain tidak memperoleh bagian; kepada yang senang membenci dan balas dendam kami harapkan bertobat, kemudian hidup saling mengampuni. Ingatlah dan hayatilah bahwa kita semua telah menerima pengampunan secara melimpah ruah dari Allah melalui orang-orang yang telah mengasihi dan berbuat baik kepada kita, maka selayaknya kita hidup dalam syukur, terima kasih dan saling mengampuni.

·   "Sepanjang hidupnya ia membuat mujizat, dan malah ketika meninggal pekerjaannya menakjubkan" (Sir 48:14), demikian kesimpulan kisah hidup nabi Elia. Rasanya kita semua mendambakan apa yang terjadi dalam diri atau dialami oleh Elia: sepanjang hidup membuat mujizat dan ketika mati atau dipanggil Tuhan memotivasi dan memperdayakan orang yang melayat untuk memuji, memuliakan dan mengabdi Tuhan dalam hidup sehari-hari. Mujizat antara lain berarti karya Allah dalam diri kita orang yang lemah dan rapuh ini. Pertama-tama dan terutama marilah kita imani dan hayati karya Allah dalam tubuh kita masing-masing, yang menganugerahi kita pertumbuhan dan perkembangan serta kesehatan dan kebugaran. Kami ajak juga untuk menyadari dan menghayati bahwa apa yang baik, mulia dan luhur adalah karya Allah dalam diri kita, maka jika kita mengakui diri beriman alias mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, hendaknya senantiasa mengusahakan hidup baik, luhur dan mulia alias berbudi pekerti luhur. Jika kita sungguh berbudi pekerti luhur selama hidup di dunia ini, maka ketika dipanggil Tuhan kita pasti akan tersenyum, dan dengan demikian menakjubkan mereka yang mendampingi dan menyaksikan proses kematian kita. Bahkan setelah menjadi mayat semakin nampak tampan atau cantik penuh senyuman yang memikat dan mempesona. Hidup atau mati adalah anugerah Allah, maka marilah kita hidup sesuai dengan kehendak Allah agar ketika dipanggil Tuhan kita hayati menerima anugerah Allah juga, yaitu hidup mulia di sorga untuk selama-lamanya.

 

"TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Api menjalar di hadapan-Nya, dan menghanguskan para lawan-Nya sekeliling. Kilat-kilat-Nya menerangi dunia, bumi melihatnya dan gemetar. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi. Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya." (Mzm 97:1-6)

 

Jakarta, 17 Juni 2010


Selasa, 15 Juni 2010

16 Juni - 2Raj.2:1.6-14; Mat 6:1-6.16-18

"Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."

(2Raj.2:1.6-14; Mat 6:1-6.16-18)


"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang yang bersikap mental 'munafik' memang senang sekali memamerkan atau mengumumkan perbuatan baik atau sosialnya, agar apa yang dilakukan diketahui oleh banyak orang. Sementara itu jika tidak ada yang mengetahui atau hanya sedikit orang yang tahu, misalnya anggota keluarganya, mereka hidup dan bertindak seenaknya. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua bahwa ketika berbuat baik atau sosial pertama-tama dan terutama terlaksana dengan baik dan bukan untuk dipamerkan atau dipertontonkan. Kita semua diharapkan hidup dan bertindak dengan rendah hati, tidak berlomba untuk menonjolkan diri. "Jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka", demikian sabda dan nasihat Yesus. Kewajiban agama antara berdoa dan bermatiraga serta berbudi pekerti luhur di dalam hidup sehari-hari. Marilah kewajiban-kewajiban ini pertama-tama dan terutama kita hayati demi keselamatan jiwa kita sendiri, bukan untuk dilihat orang. Sikap mental yang demikian ini kami harapkan sedini mungkin dibiasakan pada anak-anak, entah di dalam keluarga maupun sekolah, antara lain dengan teladan konkret dari orangtua dan pendidik/guru. Kami juga mengingatkan kita semua: hendaknya  ketika memberikan sumbangan dalam bentuk apapun kepada para korban bencana alam juga tidak usah 'pasang bendera organisasi', yang penting dan utama adalah bantuan sampai kepada para korban, yang sungguh membutuhkan. Kami berharap tidak mengkomersielkan penderitaan orang lain demi keuntungan pribadi maupun organisasi, seperti kampanye dll.

·   "Yang kauminta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi." (2Raj 2:10), demikian kata Elia kepada Elisa. Elisa akhirnya memang dapat melihat Elia terangkat, sehingga Elisa menerima permohonannya, yaitu mewarisi roh atau semangat Elia. Apa yang terjadi di sini hemat saya merupakan pengalaman rohani atau spiritual, relasi antara Elia dan Elisa dalam roh. Maka baiklah kami mengingatkan kita semua: marilah kita lebih mengutamakan kesatuan hati dan budi daripada phisik, bersatu dalam roh/sikap mental daripada tindakan atau perilaku. Dengan kata lain marilah kita tingkatkan dan perdalam pemahaman maupun pengahayatan spiritualitas, kharisma atau visi kita, entah secara pribadi maupun organisatoris. Kepada kita semua yang menjadi anggota Lembaga Hidup Bakti kami harapkan meningkatkan dan memperdalam spiritualitas pendiri masing-masing. Kepada kita semua yang hidup berkeluarga sebagai suami-isteri kami harapkan meningkatkan dan memperdalam hidup saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. Dan kepada kita semua marilah kita tingkatkan dan perdalam hidup saling mengasihi satu sama lain. Kasih itu bebas alias tak terbatas, sedangkan kebebasan dibatasi oleh kasih. Kasih dan kebebasan bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Maka baiklah meskipun secara phisik kita berjauhan satu sama lain, hendaknya tetap dihayati kesatuan dan kebersamaan dalam kasih, antara lain ketika secara phisik berjauhan maka dekatkan secara spiritual, misalnya saling mendoakan satu sama lain. Ingatlah dan hayatilah bahwa saling mendoakan merupakan salah satu cirikhas hidup beragama atau beriman.

 

"Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kausimpan bagi orang yang takut akan Engkau, yang telah Kaulakukan bagi orang yang berlindung pada-Mu, di hadapan manusia! Engkau menyembunyikan mereka dalam naungan wajah-Mu terhadap persekongkolan orang-orang; Engkau melindungi mereka dalam pondok terhadap perbantahan lidah" (Mzm 31:20-21).

Jakarta, 16 Juni 2010


15 Juni - 1Raj 21:17-29; Mat 5:43-48

"Kamu haruslah sempurna  sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."

(1Raj 21:17-29; Mat 5:43-48)

 

"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."

(Mat 5:43-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika kita baru saja dilahirkan dari rahim ibu kita masing-masing kiranya kita dalam keadaan suci, bersih, sempurna, serta didambakan tumbuh berkembang dengan sempurna juga, sehingga ketika suatu saat dipanggil Tuhan atau meninggal dunia tetap dalam keadaan sempurna, suci dan kemudian hidup mulia kembali di sorga untuk selama-lamanya. Namun, karena kelemahan dan kerapuhan kita serta aneka macam rayuan dan godaan setan di dalam perjalanan hidup, apa yang menjadi dambaan atau cita-cita tersebut tidak menjadi kenyataan. Salah satu atau mungkin hambatan utama dalam perjalanan hidup adalah 'musuh'; yang kami maksudkan dengan  'musuh' adalah segala sesuatu yang tidak sesuai dengan selera atau keinginan pribadi, entah itu manusia, makanan atau minuman, suasana, tugas atau pekerjaan dst.. Warta Gembira hari ini mengingatkan kita semua: jika kita mendambakan sempurna hendaknya menghayati sabda Yesus ini, yaitu "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu". Pertama-tama kami mengingatkan kita semua pentingnya 'mengasihi' makanan atau minuman yang sehat dan bergizi, meskipun tidak enak atau tidak nikmat. Hendaknya sedini mungkin anak-anak dibiasakan 'mengasihi' makanan dan minuman berpedoman pada kesehatan bukan pada 'suka dan tidak suka'. Nikmati makanan atau minuman yang sehat! Hemat saya ketika orang tidak ada masalah dalam hal makanan dan minuman yang sehat, maka yang bersangkutan juga tidak ada masalah dengan sesama manusia, lingkungan hidup maupun tugas atau pekerjaan apapun dan dimanapun, artinya ia tidak akan memusuhi mereka yang membuat dirinya tidak enak. Kita juga diingatkan pentingnya 'doa':: "Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu", maka baiklah ketika kita masih merasa sulit bertatap muka dengan mereka yang menganiaya atau memusuhi kita, marilah kita berdoa, seperti doa Yesus di puncak kayu salib, :"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."(Luk 23:34) 

·   "Sudahkah kaulihat, bahwa Ahab merendahkan diri di hadapan-Ku? Oleh karena ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, maka Aku tidak akan mendatangkan malapetaka dalam zamannya; barulah dalam zaman anaknya Aku akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya." (1Raj 21:29)., demikian firman Tuhan kepada Elia. Pengalaman Ahab ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita semua, lebih-lebih bagi kita yang telah memusuhi, merampas hak atau menindas orang lain dengan berbagai cara dan dalam berbagai kesempatan. Marilah merendahkan diri dihadapan Tuhan untuk mohon kasih pengampunan serta menerima penitensi atau hukuman yang pantas bagi kita. Tidak ada kata terlambat untuk bertobat atau memperbaharui diri sebelum mati atau dipanggil Tuhan. Secara liturgis pertobatan atau pembaharuan diri ini dapat kita lakukan dengan mengaku dosa secara pribadi kepada imam/pastor, sedang secara sosial atau konkret kita harus mengembalikan apa yang telah kita ambil atau rampas dari orang lain. Sekiranya secara phisik tidak mungkin mengembalikan apa yang telah kita ambil atau rampas, baiklah secara spiritual kita senantiasa mendoakan mereka yang telah kita sakiti atau celakakan. Tuhan adalah Maha Pengasih dan Maha Pengampun, maka hendaknya tidak takut dan tidak malu untuk mohon kasih pengampunan dari Tuhan maupun dari sesama yang telah kita sakiti atau celakakan. Marilah kita hidup saling mengampuni dan mengasihi agar kita terlepas dari aneka macam malapetaka.

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat" (Mzm 51:4-6a)

 

Jakarta, 15 Juni 2010