Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 22 September 2012

Minggu Biasa XXV


Mg Biasa XXV: Keb 2:12.17-20; Yak 3:16-4:3; Mrk 9:30-37
"Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku."

Dalam rangka mempersiapkan kunjungan pastoral Paus Yohanes Paulus II ke Indonesia, antara lain di Yogyakarta, tepat di lapangan Angkatan Udara, Maguwo-Yogyakarta, kami, panitia, harus mempersiapkan 20 (duapuluh) tamu VVIP. Mendengar hal itu, kami, panitia, bertanya-tanya: siapa yang selayaknya diundang sebagai tamu VVIP? Dalam kebingungan dan pertanyaan tersebut, tiba-tiba kami menerima info bahwa yang dimaksudkan dengan tamu VVIP adalah bayi/anak balita, lansia, pasien yang sakit berat/keras, anak-anak cacat, dan hendaknya juga diusahakan agar mereka itu terdiri dari aneka cara hidup atau panggilan. Mendengar hal itu, memang kami merasa ada kejelasan, tetapi juga harus menghadapi banyak tantangan, masalah dan hambatan, karena yang mencari tamu dimaksudkan memang harus dipersiapkan sedini mungkin (ditanyakan kesanggupannya) dan pada hari H yang bersangkutan, khusus pasien berpenyakit keras, masih hidup. Para tamu VVIP ini ditempatkan berjajar di pinggir 'jalan' di mana Paus akan mengawali Perayaan Ekaristis bersama: Paus memberkati dan menciumi mereka satu per satu. Apa yang dilakukan oleh Paus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik, ini kiranya meneladan Yesus yang memeluk anak-anak kecil seraya bersabda : "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku." (Mrk 9:37). Maka marilah kita renungkan sabda Yesus ini, lebih-lebih bagi kita yang beriman kepada Yesus Kristus, entah secara formal maupun informal.

"Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."(Mrk 9:37)

Menyambut serta memperlakukan anak kecil tanpa kasih pasti anak yang  bersangkutan akan menolak dan menangis, demikian juga dalam menyambut dan memperlakukan mereka yang sudah lanjut usia, menderita sakit keras dst.. Anak-anak pada umumnya juga lebih suci daripada orangtua atau orang dewasa, karena semakin tambah umur atau pengalaman pada umumnya juga semakin bertambah dosa-dosanya. Dengan kata lain Tuhan lebih hadir dan hidup serta menjiwai anak-anak daripada orang dewasa atau orangtua. Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Yesus bahwa cara menyambut anak-anak kurang lebih sama atau bahkan identik dengan cara menyambut Tuhan.

Secara khusus kami mengharapkan para orangtua yang memiliki anak-anak balita untuk sungguh membaktikan diri pada anak-anak, dengan jiwa besar dan hati rela berkorban memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya selama masa balita. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masa balita anak-anak sungguh rawan dan rentan, dimana anak-anak lebih receptif terhadap aneka informasi yang mendatangi, apa yang dilihat dan didengarkan. Hendaknya orangtua menghadirkan diri di hadapan anak-anak dalam dan oleh kasih sejati, sehingga anak-anak sungguh merasa lebih dikasihi oleh orangtuanya daripada pembantu/baby-sitter atau neneknya. Maklum karena demi karir, maka sering terjadi anak-anak balita lebih diasuh dan dididik oleh pembantu atau neneknya, tiada waktu dan tenaga lagi bagi anak-anak balitanya.

Yesus mengangkat dan memeluk anak kecil sebagai tanggapan atau reaksi atas pertanyaan di antara murid-muridNya atau para rasul perihal siapa yang terbesar di antara mereka jika Yesus meninggalkan mereka. Yesus mengingatkan dan mengajar mereka bahwa 'yang terbesar' hendaknya rendah hati dan bersikap hidup melayani. Ajaran ini kiranya sampai kini terus diusahakan oleh para pembesar atau petinggi Umat Katolik. Ada pepatah yang berbunyi "batang pada semakin bulir-bulirnya berisi akan semakin menunduk, sedangkan yang tak berisi akan menengadah". Maksud pepatah ini kiranya sama dengan yang dikehendaki oleh Yesus, yaitu: semakin tua, tambah usia dan pengalaman, semakin kaya akan harta benda dan ilmu, semakin tinggi kedudukan dan jabatan, dst.. hendaknya semakin rendah hati, tidak sombong. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai sampai kini adalah anugerah Tuhan, bukan semata-mata hasil usaha atau keringat kita, orang yang lemah dan rapuh ini. Kami berharap anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina perihal hal di atas ini dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua.

"Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai" (Yak 3:16-18)

Dengan jelas sekali kita diingatkan oleh Yakobus agar tidak iri hati dan tidak mementingkan diri sendiri dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Sebagai orang beriman kita diingatkan dan diajak untuk menghayati 'hikmat yang dari atas', yaitu "pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, tidak memihak dan tidak munafik". Hidup dan bertindak demikian itu hemat saya perlu dijiwai oleh kerendahan hati.

Dalam hal panggilan menjadi pendamai, baiklah saya angkat kembali apa yang dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam memasuki Millenium Ketiga pada hari Perdamaian Sedunia, yaitu "There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" (=Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan). Orang yang menghayati kasih pengampunan hemat saya juga akan menjadi peramah dan penuh belas kasihan. Maka pertama-tama dan terutama marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita telah menerima kasih pengampunan secara melimpah ruah dari Tuhan melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan dan mengasihi kita, tentu saja terutama orangtua kita masing-masing. Jika kita menyadari dan menghayati kasih pengampunan ini, maka panggilan untuk mengasihi dan mengampuni orang lain dengan mudah dapat kita lakukan.

Kita juga diingatkan untuk 'tidak memihak dan tidak munafik'. Peringatan atau ajakan ini kiranya pertama-tama dan terutama harus dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa untuk membagi atau memberi imbal jasa: hendaknya dilakukan secara obyektif, sehingga jauh dari pemihakan dan kemunafikan. Para pengusaha dan pemberi kerja kami harapkan dengan adil dan obyektif dalam memberi imbal jasa kepada para pegawai atau buruhnya, paling tidak sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, dan syukur lebih. Ingatlah dan sadari bahwa usaha anda sangat tergantung dari para pegawai atau buruh; jika para pegawai atau buruh menerima imbal jasa yang memadai maka mereka akan tergerak untuk memajukan dan mengembangkan usaha anda, sebaliknya jika imbal saja tidak memadai, maka pegawai dan buruh akan bekerja seenaknya dan tidak lama lagi usaha anda akan gulung tikar.

Kami berharap ajakan untuk 'tidak memihak dan tidak munafik' juga ditanggapi oleh para guru atau pendidik di sekolah-sekolah dalam memperlakukan para murid atau peserta didik, entah itu dalam memberi nilai ulangan maupu peringatan  atau tegoran harian. Pemihakan dan kemunafikan yang ada, baik dalam diri orangtua maupun guru/pendidik akan menular pada anak-anak atau peserta didik. "Kacang mongso tinggalo lanjaran", yang berarti anak-anak pasti akan mengikuti apa yang dilakukan orangtua, para peserta didik akan mengikuti apa yang dilakukan pendidik/guru.

"Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!Sebab orang-orang yang angkuh bangkit menyerang aku, orang-orang yang sombong ingin mencabut nyawaku; mereka tidak mempedulikan Allah." (Mzm 54:3-5)
Ign 23 September 2012

Kamis, 20 September 2012

22 Sept


"Siapa mempunyai telinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!"
(1Kor 15:35-37.42-49; Luk 8:4-15)

"Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan: "Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat." Setelah berkata demikian Yesus berseru: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" (Luk 8:4-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Kiranya hanya segelintir orang yang berpenyakit tuli alias tidak dapat mendengar, apalagi mendengarkan, dan kebanyakan dari kita memiliki telinga atau indera pendengar yang baik dan sehat. Namun apakah kita sungguh dapat dan mau mendengarkan sungguh-sungguh aneka macam suara, informasi atau ajaran dst.. kiranya boleh  dipertanyakan. Jika kita semua sungguh dapat menjadi pendengar yang baik kiranya hidup bersama akan sungguh nikmat, nyaman dan mempesona serta menarik, karena kebanyakan yang diberitakan, diajarkan dan diperdengarkan adalah apa-apa yang baik. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua, umat beriman, untuk memperdalam kepekaan mendengarkan, dan tentu saja tidak hanya dengan telinga fisik, melainkan juga dengan telinga spiritual atau rohani. Jika kita mendambakan diri tumbuh berkembang dengan baik sebagai umat beriman yang bermoral dan berbudi pekerti luhur, hendaknya kita dengarkan dan cccap dalam-dalam sabda Tuhan, sebagaimana tertulis didalam kitab suci, yang senantiasa oleh saudara-saudari kita dicoba untuk menguraikan dan merefleksikan serta kemudian disampaikan kepada kita, entah berupa sharing atau pemberitahuan perihal nilai-nilai atau keutamaan-keutaman yang bersumber dari sabda Tuhan. Mereka yang sungguh tekun dan rendah hati mendengarkan telah menghasilkan buah melimpah, entah berupa karangan/tulisan atau buku, yang kemudian sangat berguna bagi banyak orang. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dididik dan dibiasakan dalam hal mendengarkan, dan tentu saja orangtua dapat menjadi teladan dalam hal mendengarkan dengan baik dan benar.
·   "Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga. Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi" (1Kor 15:47-49), demikian sharing iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Sharing Paulus ini kiranya diwarnai oleh ajaran perihal duniawi dan sorgawi, fisik dan spiritual, tubuh dan roh/jiwa. Kita diingatakan bahwa tubuh kita yang fisik dan duniawi ini berasal dari debu tanah dan dalam waktu singkat akan kembali menjadi debu tanah kembali, setelah meninggal dunia dan dimakamkan nanti. Roh atau jiwa yang bersifat spiritual berasal dari sorga, dari Allah, dengan kata lain hidup kita berasal dari Allah, maka jika kita mendambakan hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, hendaknya senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan perintah atau kehendak Allah. Kehendak atau perintah Allah antara lain tertulis di dalam Kitab Suci, dan oleh para pemimpin agama atau pengkotbah apa yang tertulis dalam Kitab Suci tersebut diusahakan untuk diteruskan kepada kita semua melalui aneka cara dan bentuk. Maka baiklah dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua: ketika sedang dalam ibadat pengotbah menyampaikan kotbahnya, hendaknya sungguh didengarkan, direnungkan dalam hati dan dicecap dalam-dalam. Bukalah telinga fisik dan hati anda ketika pengkotbah sedang menyampaikan kotbah-kotbahnya. Sebagai umat Allah marilah kita bekerjasama dalam menghayati aneka ajaran yang disampaikan melalui pengkotbah. Ada kemungkinan bagi kita semua untuk setiap hari membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, entah secara pribadi atau bersama-sama dalam komunitas atau keluarga. Maka usahakan, sediakan waktu dan tenaga setiap hari untuk membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci. Marilah kita hayati dengan sungguh-sungguh bahwa kita adalah umat Allah, yang berarti umat yang senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah.
"Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku. Kepada Allah, firman-Nya kupuji, kepada TUHAN, firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku" (Mzm 56:10-12)
Ign 22 September 2012

21 Sept


"Ikutlah Aku."
(Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13)

"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia.Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya.Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Matius, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Orang yang menyadari dan menghayati dosa-dosanya pada umumnya memiliki keterbukaan untuk menerima kasih pengampunan, demikian orang yang sedang menderita sakit serta menyadari dan menghayati sakitnya akan memiliki keterbukaan dan kesiapsediaan untuk disembuhkan atau diobati. Sebenarnya beriman sungguh handal dan mendalam juga berarti menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa yang diampuni dan dikasihi oleh Tuhan serta dipanggil untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan segenap umat beriman untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati karena telah menerima kasih pengampunan Tuhan serta dipanggil berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya. Untuk itu antara lain kita dapat meneladan Yesus yang tidak jijik dan tidak takut makan dan minum bersama dengan para pendosa, atau meneladanNya dengan senantiasa mencari orang-orang berdosa untuk disembuhkannya, orang-orang bodoh untuk dididik dan dibina lebih lanjut, orang-orang malas untuk dibina menjadi rajin dst.. Secara khusus kami mengharapkan mereka yang bekerja di pelayanan pastoral pendidikan, kesehatan maupun social. Di dalam pendidikan atau sekolah hendaknya para peserta didik yang bodoh, kurangajar, dst.. diberi perhatian khusus, di dalam rumah sakit para pasien hendaknya dilayani dengan penuh belas kasih dan perhatian, sedangkan di dalam pelayanan atau kerja social hendaknya mereka yang miskin, terlantar, tersingkir atau terpinggirkan sungguh dilayani dan diperhatikan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau kekuatan.

·   "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua." (Ef 4:2-6), demikian peringatan Paulus kepada umat di Efesus, kepada kita semua umat beriman. Kita semua umat beriman diharapkan membentuk dan memperdalam paguyuban umat beriman yang penuh dengan persaudaraan atau persahabatan sejati. Marilah kita sadari bahwa di Indonesia ini cukup banyak aliran keyakinan iman, dan semuanya mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera di dunia ini maupun di akhirat nanti setelah meninggal dunia. Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita semua, yang berbeda satu sama lain ini, berasal dari Allah yang satu dan kelak juga harus kembali kepada Allah, bersatu dengan Allah kembali setelah meninggal dunia. Karena asal dan dambaan kita adalah satu, maka selayaknya dalam perjalanan hidup di dunia ini kita juga senantiasa dalam persatuan atau persaudaraan sejati. Tidak membangun dan memperdalam hidup persaudaraan atau persahabatan hemat saya berarti tidak beriman, meskipun yang bersangkutan beragama. Beriman tidak identik dengan beragama, beriman belum tentu beragama dan beragama belum tentu beriman. Hemat saya yang penting dan utama dalam kehidupan didunia ini adalah beriman bukan beragama. Marilah kita sadari dan hayati bahwa agama merupakan jalan atau wahana untuk mendidik dan membantu kita agar semakin beriman secara handal dan mendalam. Maka kami berharap kepada para pemimpin agama untuk mendidik dan membina umatnya agar semakin beriman, serta menghayati imannya dalam cara hidup dan cara bertindaknya setiap hari. Marilah sebagai umat beriman kita menyadari dan menghayati sebagai umat Allah dan dengan demikian senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah.

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari"
(Mzm 19:2-5)
Ign 21 September 2012

20 Sept

"Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!"
(1Kor 15:1-11; Luk 7:36-50)

"Terlahir di tengah keluarga terpandang masyarakat Korea saat itu (yangban), orang tua Kim Taegon berubah memeluk agama Katolik dan ayahnya kemudian dihukum mati karena menjadi Kristiani - suatu tindakan terlarang di Korea yang sangat kental Konfusianisme-nya saat itu. Kim Taegon belajar di sebuah seminari di Makau dan ditahbiskan menjadi seorang imam di Shanghai setelah enam tahun. Ia kemudian kembali ke Korea untuk berkhotbah dan menyebarkan Injil. Selama masa Dinasti Joseon, agama Kristiani ditindas keras dan banyak umat Kristiani yang disiksa dan dibunuh. Umat Katolik harus secara tertutup mempraktekkan iman mereka. Kim Taegon adalah salah satu dari beberapa ribu umat Kristiani yang dihukum mati selama masa ini. Pada tahun 1846, dalam usia 25 tahun, ia disiksa dan dihukum pancung. Kata-kata terakhirnya adalah:"ini adalah waktu terakhir dari hidupku, dengarkan aku baik-baik: bila aku pernah berkomunikasi dengan orang asing, maka hal ini terjadi untuk agama dan Tuhan-ku. Adalah untuk-Nya aku ini mati. Kehidupan abadiku baru mulai. Jadilah orang Kristiani bila engkau berharap untuk bahagia setelah meninggal dunia, karena Tuhan memiliki hukuman abadi bagi mereka yang menolak untuk mengenal-Nya."[Pada tanggal 6 Mei 1984 Paus Yohanes Paulus II mengkanonisasi Andrew Kim Taegon bersama dengan 102 orang martir Korea lainnya, termasuk diantaranya Paulus Chong Hasang. Hari raya penghormatan kepada mereka adalah tanggal 20 September." (sumber: www.google.co.id), demikian riwayat singkat St.Andreas Kim Taegon.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Andreas Kim Taegon, imam dan Paulus Chang Haesang dkk, para martir Korea, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sbb.:
·   Hidup dalam iman memang sungguh menyelamatkan, demikian dalam iman kita tidak perlu takut dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, sebagaimana dihayati oleh para martir Korea yang kita kenangkan hari ini. Maka kami mengajak kita semua, umat beriman, untuk sungguh-sungguh setia pada iman kita serta menghayati iman dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Dalam warta gembira hari ini dikisahkan seorang perempuan berdosa yang tidak takut terhadap orang-orang Farisi menghadap Yesus mohon kasih pengampunanNya dengan mengurapi dan menciumi kaki Yesus, sebagai wujud bakti kepadaNya. Jika kita jujur dan benar mawas diri kiranya kita akan mengakui dan menyadari bahwa diri kita adalah orang-orang berdosa, maka meskipun berdosa marilah kita menghadap Tuhan untuk mohon kasih pengampunanNya, dan serta kemudian tanpa takut dan gentar mewartakan kasih pengampunan atau menjadi saksi iman dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Menjadi saksi iman pada masa kini memang sungguh mendesak dan up to date, mengingat dan memperhatikan banyak orang tidak atau kurang setia pada imannya, yang menggejala dalam aneka perilaku amoral atau jahat. Marilah kita berantas aneka pelanggaran hidup moral atau aneka kejahatan dalam lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing, sebagai wujud kesaksian iman kita. Kesaksian atau penghayatan iman merupakan wujud utama dan terutama penghayatan tugas merasul, yang tak tergantikan oleh cara atau bentuk apapun.

·   "Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi percaya." (1Kor 15:9-11), demikian kesaksian iman Paulus. Paulus tidak takut dan tidak gentar mewartakan kabar baik dan mereka yang mendengarkannya pun menjadi percaya. Memang kesaksian iman yang mendalam dan handal sungguh memikat, mempesona dan menawan, sehingga mereka yang menyaksikannya tergerak untuk semakin percaya atau beriman kepada Tuhan, dengan mempersembah-kan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari yang baik dan bermoral. Kita semua telah menerima kasih karunia Tuhan secara melimpah ruah melalui sekian banyak orang yang telah berbuat baik kepada kita, maka marilah kita usahakan agar kasih karunia Tuhan tersebut tidak menjadi sia-sia dalam diri kita. Kita teruskan kasih karunia Tuhan kepada saudara-saudari kita dimana pun dan kapan pun tanpa pandang bulu. Kasih karunia Tuhan merupakan kekuatan bagi kita semua untuk tidak takut dan tidak gentar menjadi saksi iman. Hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan tiada ketakutan dan kekhawatiran sedikitpun. Hendaknya anak-anak di dalam keluarga dididik dan dibiasakan sedini mungkin dalam penghayatan iman, dan tentu saja para orangtua dapat menjadi teladan dalam penghayatan iman bagi anak-anaknya. Salah satu wujud penghayatan iman adalah saling menyalurkan kasih karunia Tuhan, maka marilah kita saling mengasihi satu sama lain. Semoga cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa dapat menjadi wujud kasih karunia Tuhan kepada saudara-saudari kita. Dimana pun berada atau kemana pun pergi hendaknya kita sungguh menjadi kasih karunia Tuhan bagi orang lain.

"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Biarlah Israel berkata: "Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!" (Mzm 118:1-2)
Ign 20 September 2012

19 Sept


Ia kerasukan setan"
(1Kor 12:31-13:13; Luk 7:31-35)
"Kata Yesus: "Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya." (Luk 7:31-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Ada orang suka sekali mengomentari apapun yang dilihat dan didengar, sebaliknya juga ada orang yang sungguh menutup dirinya alias tidak pernah memperhatikan sungguh-sungguh apa yang dilihat atau didengarnya (segala sesuatu lewat begitu saja). Baik yang suka mengomentari maupun menutup diri  adalah orang-orang yang tidak mau tumbuh berkembang pribadinya baik dalam hal intelektual, emosional, social maupun spiritual. Mereka dapat diumpamakan bagaikan 'katak berada di dalam tempurung'. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk dengan rendah hati dan kesiap-siagaan menerima aneka macam informasi, ajaran maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan hidup kita. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda semua untuk memiliki keterbukaan diri, antara lain dengan rendah hati mendengarkan aneka informasi serta melihat dengan cermat dan benar aneka peristiwa yang ada di lingkungan hidup kita; dan selanjutnya kami harapkan apa yang dilihat dan didengarkan direfleksikan dengan baik dan benar untuk mengambil  aneka hikmat yang terkandung di dalamnya serta kemudian dijadikan pegangan hidup. Tentu saja secara khusus kami harapkan kita sungguh mendengarkan dan mencecap dalam-dalam sabda Tuhan, entah itu ketika sedang dibacakan sabda Tuhan atau secara pribadi sedang membaca sabda Tuhan, sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Ingatlah dan sadari bahwa kita masih berada di bulan Kitab Suci, dimana kita diajak untuk membacakan dan mendengarkan serta mencecap dalam-dalam sabda Tuhan.
·   "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1Kor 13:4-8), demikian refleksi iman Paulus perihal kasih. Apa yang dikatakan oleh Paulus, sebagaimana saya kutipkan di atas ini sungguh merupakan ajaran atau refleksi perihal kasih yang tiada duanya, dan sering juga dipilih oleh mereka yang akan saling menerimakan Sakramen Perkawinan serta diharapkan menjadi pegangan hidup sebagai suami-isteri. Dan hemat saya kasih memang sangat kentara dan konkret dapat dihayati dalam pasangan suami-isteri yang saling mengasihi satu sama lain dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, yang antara lain memuncak dalam hubungan seksual sebagai wujud konkret saling mengasihi. Maka dengan ini kami mengharapkan para suami-isteri atau bapak-ibu sungguh dapat menjadi teladan dalam hal penghayatan kasih sebagaimana dikatakan Paulus di atas. Jika para orangtua dapat menjadi teladan bagi serta membiasakan atau mendidik anak-anaknya dalam hal kasih di atas, maka hidup bersama di dunia ini akan sungguh dalam keadaan damai sejahtera. Dari refleksi kasih yang dikatakan oleh Paulus di atas hemat saya yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan masa kini adalah "tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain", yang secara konkret dapat kita hayati dengan menjunjung tinggi harkat martabat manusia serta tidak pernah melecehkan sesama manusia sekecil apapun.
"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN." (Mzm 33:2-5)
Ign 19 September 2012

Minggu, 16 September 2012

18 Sept

"Allah telah melawat umat-Nya."
(1Kor 12:12-14.27-31a; Luk 7:11-17)

"Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!" Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita," dan "Allah telah melawat umat-Nya." Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya" Luk 7:11-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Allah hadir dan berkarya dimana saja dan kapan saja, tak terikat oleh ruang dan waktu, itulah salah satu pelajaran agama yang pernah saya terima ketika saya masih kecil. Memang hanya orang yang memiliki kepekaan hati yang tajam dan rendah hati akan mampu melihat dan mengimani  kehadiran dan karya Allah tersebut, dengan kata lain memiliki hati seperti Hati Yesus, yang HatiNya tergerak oleh belas kasihan terhadap orang yang dengan rendah hati menghadapNya, lebih-lebih orang yang sungguh membutuhkan bantuan atau pertolongan. Maka marilah kita usahakan agar kita memiliki hati yang berbelas kasih kepada siapapun tanpa pandang bulu. Dengan kata lain marilah kita hayati rahmat kenabian yang dianugerahkan Tuhan kepada kita sebagai umat beriman. Tugas utama seorang nabi adalah meneruskan kehendak dan rahmat Tuhan, maka sebagai umat beriman marilah kita saling berbelas kasih alias menyalurkan atau meneruskan rahmat dan kehendak Tuhan. Kita dipanggil untuk menghibur saudara-saudari kita yang sedang menderita atau mengalami kesusahan, sebagaimana dilakukan oleh Yesus yang telah menghibur janda miskin dimana anak tunggalnya meninggal dunia. Mungkin kita tidak akan melakukan identik seperti dilakukan oleh Yesus, melainkan menghibur orang lain dengan membangkitkan kelesuan atau ketidak-gairahan mereka dalam hidup dan tugas pengutusan. Ada kemungkinan mereka lesu dan tak bergairah karena kurang diperhatikan, maka marilah kita sapa dan perhatikan dengan hati yang berbelas kasih serta kerendahan hati. Marilah kita saling menghibur dan menggairahkan satu sama lain dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun

·   "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota" (1Kor 12:12-14), demikian peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. Jika kita sungguh saling menghibur dan berbelas kasih, maka akan terjadilan kesatuan atau persaudaraan sejati. Paulus mengingatkan kita semua agar kita hidup bersatu dan bekejasama satu sama lain sebagaimana anggota-anggota tubuh kita yang berbeda satu sama lain bekerjasama demi kesehatan, kebugaran dan kesejahteraan tubuh. Perhatikan bagaimana kita kita sedang makan: mata melihat, tangan mengambil dan mengantarkannya ke mulut, mulut mengunyah seperlunya dan kemudian disalurkan ke usus/ perut melalui leher. Tidak ada komandan dan perintah jelas, namun masing-masing anggota berfungsi dan bekerja secara total. Tidak ada iri hati sedikitpun antar anggota tubuh, dan masing-masing anggota tubuh sungguh  fungsional di tempatnya masing-masing. Maka marilah kita yang sungguh berbeda satu sama lain: jenis kelamin, usia, pekerjaan, keterampilan dst.. saling bekerjasama. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban kerjasama cintakasih dari bapak-ibu kita masing-masing, maka jika kita tidak bekerjasama berarti ingkar diri. Kita juga dapat bercermin pada warga masyarakat desa yang sedang bergotong-royong atau semut-semut yang bekerjasama 'membawa' bangkai binatang tertentu, dalam  hal bekerjasama.

"Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi! Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mzm 100)
Ign 18 September 2012

17 Sept

"Keluarkanlah dahulu balok dari matamu"
(1Kor 11:17-26; Luk 7:1-10)

"Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan?" (Luk 7:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Memang pada umumnya orang lebih senang dan mudah melihat kekurangan dan kelemahan orang lain daripada kelemahan dan kekurangannya sendiri. Namun demikian tidak apa-apa asal dapat melihat dengan benar dan tajam serta kemudian menjadikan kelemahan dan kekurangan orang lain tidak untuk disebarluaskan, melainkan dijadikan bahan mawas diri serta pembelajaran. Dengan kata lain jadikanlah kegagalan sebagai kesempatan untuk menyadari dan menghayati bahwa kita adalah manusia yang lemah dan rapuh, sehingga jika ada sesuatu yang baik di dalam diri kita sungguh merupakan karya Tuhan dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Memang agar kita dapat melihat kelemahan dan kekurangan dengan baik dan benar butuh kejernihan dan ketulusan hati kita, maka apa-apa yang membuat hati kita tidak jernih dan tidak tulus hendaknya disingkirkan atau dibuang. "Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu", demikian sabda Yesus. "Aku ini adalah orang berdosa yang dipanggil oleh Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya", itulah kebenaran iman. Marilah kita sadari dan hayati rahmat dan anugerah Tuhan yang melimpah ruah dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini, dan dengan rahmat Tuhan kita tolong saudara-saudari kita membebaskan diri dari aneka macam belenggu dosa. Dengan kata lain kita dipanggil untuk bermurah hati kepada saudara-saudari kita dimana pun dan kapan pun tanpa pandang bulu.

·   "Apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" (1Kor 11:23-25). Paulus mengingatkan kita semua akan makna setiap kali kita berpartisipasi di dalam Perayaan Ekaristi, dimana kita menerima Tubuh Kristus, komuni kudus. Kita sama-sama menerima Tubuh yang sama, maka kita dipanggil untuk membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati. Hendaknya dijauhkan aneka bentuk permusuhan dan perpecahan. Untuk membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati pertama-tama dan terutama adalah berusaha dengan sepenuhnya apa yang sama di antara kita, misalnya sama-sama manusia ciptaan Allah, sama-sama beriman dst.. Sekali lagi saya angkat bahwa jika kita mampu menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal, maka apa yang berbeda antar kita akan fungsional membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan. Jadikanlah apa yang berbeda antar kita sebagai wahana pembelajaran, dengan kata lain marilah kita saling belajar satu sama lain, karena masing-masing dari kita memiliki bakat dan keterampilan yang berbeda. Marilah kita tingkatkan dan perdalam terus-menerus sikap mental belajar: hidup maupun bekerja merupakan kesempatan untuk belajar. Kita juga dapat belajar dari pengalaman kita masing-masing maupun dari orang lain, dan juga belajar melalui atau dari aneka macam peristiwa yang terjadi di lingkungan hidup maupun kerja kita.

"Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, tetapi Engkau telah membuka telingaku; korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau tuntut. Lalu aku berkata: "Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku;aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku." (Mzm 40:7-9)
Ign 17 September 2012