Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 27 Agustus 2010

29 Agustus - Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29; Ibr 12: 18-19.22-24a; Luk 14:1.7-14

"Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29; Ibr 12: 18-19.22-24a; Luk 14:1.7-14

 

Dalam amplop undangan untuk pesta, seminar atau rapat sering tertulis 'maaf kalau salah menulis nama' di bawah nama dan alamat yang dituju, lebih-lebih terkait dengan gelar atau pangkat yang bersangkutan. Memang ada orang yang merasa bangga dan terhormat ketika gelar atau pangkat dengan lengkap tertulis dalam namanya, misalnya 'Prof', 'Dr', 'Ir' MPH, MBA, dst… atau 'Raden'dst.. Jika yang bersangkutan sungguh menghayati gelar atau pangkat yang tertulis pada namanya mungkin baik-baik saja atau bahkan ada orang yang malu mencantumkan gelar atau pangkat pada namanya, karena merasa dirinya tak layak mengenakan gelar atau pangkat tersebut. Ada pejabat atau petinggi ketika kurang dihormati merasa tersinggung dan marah. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam, maka marilah kita renungkan dan hayati sabda Yesus tersebut.

 

"Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 14:11)

"Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami" (2Kor 4:7), demikian kesaksian iman Paulus, rasul agung yang rendah hati. Mereka yang kita nilai agung atau besar di dalam Gereja Katolik ini senantiasa menyatakan diri dan berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati: Para Uskup atau Gembala kita senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, sedangkan Paus/Bapa Suci menyatakan diri sebagai hamba dari para hamba yang hina dina. Maka marilah kita dukung dambaan para gembala kita ini dengan mendoakannya serta berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam dimanapun dan kapanpun.

 

"Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). "Menenggang perasaan orang lain" dan "dapat menahan diri" itulah kiranya yang baik kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun, untuk itu kiranya dibutuhkan matiraga yang dijiwai dengan pengorbanan-pengorbanan diri. Hari-hari ini saudara-saudari kita, umat Islam, masih dalam perjalanan berpuasa selama tiga puluh hari, maka baiklah kita bertenggang rasa dengan mereka sekaligus mawas diri perihah keutamaan 'matiraga' yang sangat dibutuhkan untuk hidup dan bertindak rendah hati.

 

Secara harafiah 'matiraga' berarti mematikan raga atau tubuh, sedangkan yang dimaksudkan adalah mengendalikan gejolak dan nafsu tubuh/raga agar bergerak atau berfungsi sesuai dengan kehendak Allah. Gejolak nafsu yang merayu kita antara lain nafsu akan harta benda/uang, pangkat/kedudukan, kehormatan duniawi dan seksual. Bermatiraga dalam hal-hal itu berarti memfungsikan harta benda atau uang, menghayati pangkat atau kedudukan serta kehormatan dunia maupun hubungan seksual demi keselamatan atau kebahagiaan jiwa kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Ketika kita mampu melaksanakan hal itu kiranya kita akan hidup dan bertindak dengan rendah hati, 'merendahkan diri' di hadapan orang lain. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua atau petinggi dapat menjadi contoh atau teladan dalam hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Semakin kaya akan harta benda/uang, jabatan atau kedudukan, kehormatan duniawi, tambah usia dan pengalaman, dst.. hendaknya semakin rendah hati, sebagaimana dikatakan oleh pepatah "Bulir padi semakin berisi semakin menunduk, sedangkan bulir padi yang tak berisi akan menengadah ke atas".

 

"Kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru," (Ibr 12:22-24a)

 

Kutipan di atas ini mengindikasikan suatu ingatan bahwa ketika kita sedang memasuki atau berada di dalam tempat ibadat (gereja/kapel, masjid, kuil, pura, dst..) pada umumnya bersikap rendah hati, penuh hormat, hening serta merasa damai dan tenteram dalam persaudaraan dengan Tuhan maupun sesama  manusia. Hendaknya pengalaman tersebut tidak dipisahkan dari pengalaman atau cara hidup dan cara bertindak sehari-hari dimanapun dan kapanpun. "Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati", demikian kata Yakobus dalam suratnya. Sikap hidup terhadap Tuhan dan sikap hidup terhadap sesama manusia serta ciptaan lainnya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan.

 

Marilah kita hidup bersama dalam kemeriahan sebagai anak-anak Allah, orang-orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sebagai orang-orang 'yang namanya terdaftar di sorga'.  Harap disadari dan dihayati baru dalam status 'terdaftar', belum 'diakui', apalagi 'disamakan', hidup kita di dunia ini belum atau tidak sama di sorga. Panggilan atau tugas pengutusan kita semua adalah berusaha agar hidup dan  bertindak kita di dunia ini sama seperti di sorga, sebagaimana setiap kali kita doadakan dalam doa Bapa Kami "Jadilah kehendakMu di dunia ini seperti di dalam sorga".  Cara untuk itu antara lain senantiasa setia pada dan melaksanakan sepenuhnya janji-janji yang pernah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji atau sumpah pegawai atau jabatan dst…

 

"Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, ya anakku, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah. Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan"(Sir 3:17-18). Kutipan ini kiranya semakin menegaskan dan meneguhkan kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Marilah kita lakukan pekerjaan kita apapun dengan sopan. Sopan berarti menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga tidak melecehkan atau merendahkan yang lain dan membuat orang lain semakin tergerak untuk semakin beriman atau semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Kami harapkan kita senantiasa berpakaian sopan, jauhkan cara berpakaian yang merangsang orang lain untuk berbuat dosa atau melakukan kejahatan. Berpakaianlah sedemikian rupa sehingga orang yang melihat anda akan memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan.

 

"Orang-orang benar bersukacita, mereka beria-ria di hadapan Allah, bergembira dan bersukacita. Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya! Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya yang kudus; Allah memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatang kara, Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka bahagia, tetapi pemberontak-pemberontak tinggal di tanah yang gundul"

(Mzm 68:4-7)

 

Jakarta, 29 Agustus 2010


28 Agustus - 1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30

"Setiap orang yang mempunyai kepadanya diberi sehingga ia berkelimpahan"

(1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30)

 

"Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya……Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (Mat 25:14-18.29-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dari pengalaman dan pengamatan saya melihat bahwa mereka yang memiliki banyak bakat atau keterampilan alias anugerah, pada umumnya juga memiliki kesiap-sediaan mendalam, sehingga ketika yang bersangkutan dibebani aneka macam tugas tidak akan bermasalah, artinya semua tugas dapat diselesaikan pada waktunya. Sebaliknya mereka yang kurang memiliki bakat atau keterampilan tertentu diberi satu tugas yang mudah saja tak dapat diselesaikan dengan baik. Memang ada rumus bahwa 'mereka yang merasa kurang memiliki waktu pada umumnya dengan efisien, efektif, afektif memanfaatkan  waktu alias hemat waktu, sedangkan yang merasa memiliki banyak waktu akan boros waktu alias suka bermalas-malas'. "Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga berkelimpahan", demikian sabda Yesus. St.Agustinus yang kita rayakan hari ini pada masa mudanya memang dikenal dengan boros waktu,  berfoya-foya, namun karena bimbingan dan pendampingan ibunya, St.Monika, ia bertobat dan kemudian menjadi tokoh Gereja yang sangat berpengaruh. Agustinus membagikan anugerah Allah kepada sesamanya, antara lain melalui tulisan-tulisan (buku) yang tidak lain adalah buah refleksi imannya. Apa yang ia tulis atau ajarkan dalam hal filsafat dan teologi sampai kini masih berpengaruh dalam kehidupan Gereja. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua: marilah kita kembangkan bakat atau keterampilan kita, sekecil atau sebesar apapun, artinya kita fungsikan demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain, kita bagikan kepada sesama kita. Bakat dan keterampilan semakin dibagikan atau diberikan kepada orang lain tidak akan berkurang, melainkan semakin bertambah, mendalam dan handal.

·   "Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah" (1Kor 1:27-29), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Paradigma Allah bertolak belakang dengan paradigma manusia. Dalam paradigma manusia apa yang kuat, terpandang dan berarti secara sosial atau duniawi pasti 'memegahkan diri' alias sombong. Kerajaan dunia memang berbeda dengan Kerajaan Allah, di dalam Kerajaan Allah, hidup beriman atau beragama yang utama, terpandang dan berarti ialah mereka yang suci, yang 100% menggantungkan diri pada Allah dan 100% menggantungkan diri pada dunia, sebagaimana Yesus tergantung di kayu salib, siap sedia dipandang sebagai yang bodoh, berdosa meskipun tiada noda dan dosa sedikitpun padaNya. Marilah kita sadari dan hayati bahwa hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai kini adalah anugerah Allah, sehingga kita dapat hidup dan bertindak dengan rendah hati, tidak sombong. Kami berharap kepada mereka yang terpandang dan berarti dalam kehidupan bersama, hidup  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam, memfungsikan jabatan atau kedudukannya untuk melayani bukan menguasai, demi kebahagiaan atau kesejahteraan umum bukan demi diri sendiri, dst..  Kesejahteraan dan kebahagiaan umum atau rakyat merupakan tanda keberhasilan cara hidup dan cara bertindak dari mereka yang terpandang dan berarti dalam kehidupan bersama, para pejabat atau pemimpin. Jauhkan aneka macam bentuk egoisme yang mencelakakan diri sendiri maupun orang lain.

 

"Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri! TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia;.. Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya,  untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan"

 (Mzm 33:12-13.18-19)

  Jakarta, 28 Agustus 2010


Kamis, 26 Agustus 2010

27 Agt - 1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13

"Gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka"

(1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13)


"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup.Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu!  Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu.Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Mat  25:1-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Monika hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   St.Monika dikenal sebagai seorang isteri dan ibu yang penuh cintkasih dan dedikasi baik kepada suami maupun anak-anaknya. Baik suami maupun anak-anaknya tidak berkepribadian baik alias kurang bermoral, namun Monika dengan tabah dan penuh kasih serta kesabaran mendampingi dan mendoakan mereka agar bertobat. Dengan kata lain Monika sungguh menjadi contoh atau teladan bagi para ibu/isteri, dan bahkan pada saat ini ia menjadi pelindung bagi para janda, dan memang cukup lama Monika menjadi janda dalam mendampingi anak-anaknya, termasuk Agustinus, yang akhirnya bertobat dan menjadi orang suci. Menjadi janda pada masa kini, apalagi cantik dan tanpa anak, sering menjadi bahan pembicaraan atau gunjingan serta mudah jatuh ke dalam pencobaan, entah dengan menjual diri sebagai wanita simpanan atau pelacur, dst.. Warta Gembira hari ini serta cara hidup dan cara bertindak St.Monika kiranya mengajak kita semua, khususnya rekan-rekan perempuan atau gadis atau janda, untuk tetap bijaksana dalam menghadapi aneka tantangan, hambatan maupun godaan, "membawa pelita dan juga minyak dalam buli-buli", dengan kata lain senantiasa dalam keadaan terang benderang, transparan, terbuka, jujur, dst…  Ingat bahwa anda memiliki rahim, dimana buah kasih selama kurang lebih tumbub berkembang di dalam rahim dalam kasih; semoga anda tetap setia hidup dan bertindak seperti ketika di dalam rahim anda sedang tumbuh berkembang buah kasih alias sedang mengandung: keutamaan-keutamaan selama mengandung hendaknya terus dihayati dan dilaksanakan. .

·   "Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itu pun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia. Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah" (1Kor 1:17-18), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua yang percaya kepada Yesus Kristus. Kita dipanggil untuk memberitakan Injil artinya menyebarluaskan apa-apa yang menggembirakan, menyelamatkan dan membahagiakan jiwa manusia. Di zaman, yang antara lain masih ditandai sikap mental materialistis yang menjiwai banyak orang saat ini, kiranya tugas panggilan untuk mengusahakan keselamatan atau kesejahteraan jiwa akan menghadapi banyak tantangan, masalah dan hambatan alias siap siap sedia memberitakan 'salib'. Memberitakan 'salib' antara lain berarti berpikir tidak mengikuti pikiran sendiri melainkan mengikuti pikiran Tuhan, kaki dan tangan tidak bergerak seenaknya sendiri tanpa aturan, melainkan bergerak demi keselamatan jiwa dan untuk itu harus mentaati aneka tata tertib. Pengalaman Monika mendampingi suami dan anak-anaknya juga merupakan pemberitaan 'salib' yang menyelamatkan dan membahagiakan jiwa. Salib sungguh merupakan kekuatan Allah, maka hendaknya ketika anda akan menghadapi tantangan, hambatan, tugas pekerjaan berat dst.. hadapilah dengan memulai membuat tanda salib agar anda menghadapinya semuanya itu bersama dan bersatu dengan Yesus, yang tergantung di kayu salib demi keselamatan jiwa seluruh umat manusia. Mau marah buat tanda salib dahulu agar marah dalam Tuhan, mau menyakiti orang lain buat tanda salib dahulu agar menyakiti dalam Tuhan dst..

 

"Bersorak-sorailah, hai orang-orang benar, dalam TUHAN! Sebab memuji-muji itu layak bagi orang-orang jujur. Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN" (Mzm 33:1-2.4-5).

 

Jakarta, 27 Agustus 2010


Selasa, 24 Agustus 2010

25 Agustus - 2Tes 3:6-10.16-18; Mat 23:27-32

"Di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan"

(2Tes 3:6-10.16-18; Mat 23:27-32)

 

"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu" (Mat 23:27-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Sandiwara kehidupan" rasanya masih menjiwai cara hidup dan cara bertindak banyak orang pada masa kini alias bersikap mental 'Farisi'. Dalam menghadirkan atau menampilkan diri nampak begitu baik, penuh senyum, dan mempesona, namun maksud penampilan yang demikian itu tidak lain adalah untuk bertindak jahat, mengelabui atau menipu orang lain. "Di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan", demikian sabda Yesus. Yang bersikap dan berperilaku demikian itu antara lain para pelacur/wanita penghibur asusila ataupun pria hidung belang, para korupsi, pencopet, penipu dst.. Marilah kita sebagai orang beriman menjauhkan diri dari aneka macam sikap dan perilaku munafik, sandiwara atau pura-pura. Salah satu cara untuk itu antara lain hidup dan bertindak sederhana: sederhana dalam cara bicara, sederhana dalam penampilan diri, dst.. Dengan kata lain hendaknya jangan membeli dan menambahi beban pada diri sendiri apa-apa yang tidak berguna. Pada masa kini terjadi pemborosan besar-besaran yang dilakukan oleh mereka yang tak mau hidup sederhana, misalnya: membeli sarana teknologi seperti HP atau 'computer/note-book', yang serba komplit dan berharga mahal, padahal tidak semuanya fisilitas yang ada dalam HP maupun computer tersebut digunakan. Juga ada orang yang setiap kali muncul model baru senantiasa dibeli, padahal yang ada sudah cukup dan memadai. Cara hidup yang demikian mau tidak mau akan memotivasi atau mendorong orang untuk bersikap mental 'Farisi' atau sandiwara, di sebelah luar nampak benar di mata orang, tetapi di dalamnya busuk, buruk dan menjijikkan. Sekali lagi marilah kita hidup dan bertindak sederhana saja, agar survival dalam berbagai keadaan atau perubahan dan perkembangan.

·   "Kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu." (2Tes 3:7-8), demikian kesaksian Paulus kepada umat di Tesalonika, kepada kita semua umat beriman."Kami tidak lalu bekerja di antara kamu dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payang siang malam, supaya jangan menjadi bean bagi siapapun di antara kamu", inilah yang baik kita hayati dalam diri kita masing-masing. Dengan kata lain marilah kita tidak seperti 'benalu', yang mencuri atau merampok hak orang lain tanpa mau bekerja keras sendiri. Marilah kita berusaha seoptimal mungkin agar kita tidak menjadi beban bagi orang lain, artinya kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun tidak menjadi beban atau membuat orang lain menderita. Secara khusus kepada yang sudah berkeluarga atau keluarga muda kami harapkan berusaha hidup mandiri, tidak menggantungkan hidup keluarga pada orangtua atau mertua. Jauhi sikap 5 M (Madep Mantep Mangan Melu Morotua= dengan mantap makan dan minum ikut mertua). Pada masa kini di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dst.. kiranya cukup banyak orang yang bersikap mental 'benalu'. Dengan keyakinan yang tanpa dasar orang pergi ke kota besar untuk mencari pekerjaan, tetapi yang terjadi menumpang hidup di tempat saudaranya (om, pakde dst..), sehingga menjadi beban bagi saudaranya tersebut. Maka kami berharap mereka yang tinggal dan hidup di kota besar hendaknya tidak menggoda bahkan mengajak saudara-saudarinya dari desa atau pelosok, jika mereka tiada memiliki kemungkinan atau kesempatan untuk hidup dan bekerja sendiri.

 

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN. Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu" (Mzm 128:1-2.4-5)

 

Jakarta, 25 Agustus 2010


Senin, 23 Agustus 2010

24 Agustus - Why 21:9b-14; Yoh 1:45-51

"Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?"

(Why 21:9b-14; Yoh 1:45-51).

 

"Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret." Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!" Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" Kata Natanael kepada-Nya: "Bagaimana Engkau mengenal aku?" Jawab Yesus kepadanya: "Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara." Kata Natanael kepada-Nya: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!" Yesus menjawab, kata-Nya: "Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau di bawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu." Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia." (Yoh 1:45-51), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Bartolomeus, rasul, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Curiga atau berprasangka buruk terhadap yang lain, lebih-lebih terhadap mereka yang telah mendapat 'cap buruk' dalam percaturan, rasanya marak di sana-sana, terutama dalam diri mereka yang berpedoman pada 'negative thinking'. Itulah kiranya yang dilakukan oleh Natanael atau Bartolomeus, ketika mendengar kata-kata Filipus "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret". Namun setelah ia bertemu dengan Yesus sendiri dengan tatap muka, ia menjadi percaya. Sifat Bartolomeus adalah jujur, ia jujur terhadap diri sendiri maupun sesamanya. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan pesta St.Bartomeus hari ini saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal keutamaan kejujuran. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17). Hidup dan bertindak jujur pada masa kini sungguh mendesak dan up to date , mengingat dan memperhatikan masih maraknya korupsi dan kebohongan serta kepalsuan di sana-sini. Salah satu cara mendidik dan membiasakan diri hidup jujur antara lain di sekolah-sekolah diberlakukan 'dilarang menyontek' baik dalam ulangan maupun ujian. Membiarkan dan memberi kesempatan para murid/peserta didik/mahasiswa untuk menyontek berarti menyuburkan korupsi dan kebohongan.


·   "Marilah ke sini, aku akan menunjukkan kepadamu pengantin perempuan, mempelai Anak Domba." (Why 21:9b). Kutipan ini merupakan symbol yang baik dan hendaknya kita tanggapi secara positif. Pengantin perempuan pada umumnya tampil dengan sangat cantik, mempesona, menarik serta ceria. Sedangkan yang dimaksudkan sebagai 'mempelai Anak Domba' adalah orang suci, yang bersatu erat dan mesra dengan Yesus alias menjadi 'sahabat-sahabat Yesus sejati'. Maka ajakan tersebut di atas dapat kita hayati dengan senantiasa berusaha melihat dan mengakui apa yang baik, indah, luhur, mulia serta mempesona dalam diri kita sendiri maupun sesama kita dimanapun dan kapanpun. Dengan kata lain senantiasa berpedoman pada prinsip "positive thinking". Kami percaya bahwa dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik daripada apa yang buruk, apa yang mulia daripada yang remeh, apa yang luhur daripada yang rendah, dst. Disamping itu masing-masing dari kita diharapkan senantiasa tampil atau menghadirkan diri bagaikan 'pengantin perempuan', yang mempesona, menarik dan ceria, gembira ria. Tidak ada alasan untuk tidak gembira jika kita sungguh beriman, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Mereka yang sedang menjadi pengantin kiranya juga bersikap mempersembahkan diri kepada pasangannya maupun mereka yang hadir untuk berpartisipasi dalam pesta atau upacara  perkawinan. Pengantin senantiasa menjadi perhatian utama bagi mereka yang harus dalam pesta atau upacara perkawinan dan rasanya semuanya dalam keadaan menarik, mempesona dan ceria. Marilah kita jadikan hidup dan kerja sehari-hari bagaikan sedang dalam pesta perkawinan. Marilah kita hayati iman kita dengan menjadi pewarta-pewarta kabar gembira, menghayati dan menyebarluaskan apa-apa yang baik, indah, benar, mulia dan suci di dalam hidup sehari-hari. Kita semua memilih tugas perutusan atau rasuli untuk menyelamatkan dunia seisinya.

 

"Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan"

 (Mzm 145:10-13a)

Jakarta, 24 Agustus 2010     


Minggu, 22 Agustus 2010

23 Agustus - 2Tes 1:1-5.11b-12; Mat 23:13-22

 "Apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?"

(2Tes 1:1-5.11b-12; Mat 23:13-22)

 

"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. [Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.] Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri. Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu?"(Mat  23:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·  Setiap hari kiranya kita berdoa 'Bapa kami', jika tidak melupakan kebutuhan doa harian. Dalam doa Bapa kami antara lain kita berdoa/berkata "Dimuliakanlah namaMu…..di atas bumi seperti di dalam sorga". Dengan kata lain kita mendambakan cara hidup dan cara bertindak yang memuliakan Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun. Memuliakan Tuhan berarti menomorsatukan atau mengutamakan Tuhan di dalam segala sesuatu. Maka sabda atau pertanyaan Yesus kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi "apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?"  baik menjadi permenungan atau refleksi kita semua. Apakah yang lebih penting harta benda/uang atau kesucian hidup? Makanan dan pakaian atau manusia, tubuh atau jiwa? Sebagai orang beriman sejati tentu saja kita akan memilih dan mengutamakan kesucian hidup manusia alias keselamatan jiwa manusia. Maka marilah keselamatan jiwa manusia senantiasa kita jadikan acuan atau barometer keberhasilan cara hidup dan cara bertindak kita, bukan harta benda, uang atau aneka hal-hal duniawi. Sekiranya kita kaya akan harta benda atau uang hendaknya memfungsikannya untuk mengusahakan kesucian hidup atau keselamatan jiwa kita sendiri maupun mereka yang kena dampak hidup dan tindakan kita. Dalam dunia pendidikan hendaknya ledih diutamakan agar para peserta didik lebih tumbuh berkembang sebagai pribadi yang baik dan cerdas spiritual daripada kecerdasan intelektual atau kepandaian.

·   "Allah kita menganggap kamu layak bagi panggilan-Nya dan dengan kekuatan-Nya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala pekerjaan imanmu, sehingga nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus." (2Tes 1:11b-12). Kita semua dipanggil untuk menyempurnakan kehendak untuk berbuat baik dan segala pekerjaan iman kita, maka marilah kita saling membantu dan mengingatkan dalam melaksanakan tugas panggilan ini. Dengan kata lain kita semua diharapkan semakin baik, yang antara lain ditandai senang berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku secara universal, dimana saja dan kapan saja, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sekali lagi saya katakan bahwa perbuatan baik adalah yang menyelamatkan jiwa manusia  Masing-masing dari kita kiranya telah menerima kebaikan Allah secara melimpah ruah melaui mereka yang telah berbuat baik kepada kita atau mengasihi kita, sehingga kita dapat tumbuh berkembang dan hidup sebagai mana adanya pada saat ini. Maka untuk meningkatkan perbuatan baik berarti dengan suka rela berani menyalurkan atau meneruskan kebaikan-kebaikan yang ada pada diri kita masing-masing. Kami percaya bahwa dalam diri kita masing-masing apa yang baik lebih banyak daripada apa yang buruk, maka berikanlah apa yang baik kepada orang lain, lebih-lebih nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup. Nilai atau keutamaan hidup semakin dibagikan atau diberikan kepada orang lain tidak akan berkurang sedikitpun, bahkan semakin bertambah, semakin handal, kuat dan mendalam. "Ilmu iku kelakone kanthi laku" = nilai atau keutamaan kehidupan itu terjadi karena dihayati atau dilaksanakan, bukan dikatakan atau dijadikan bahan diskusi.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa. Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah. Sebab segala allah bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit." (Mzm 96:1-5)

 

Jakarta, 23 Agustus 2010