Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 30 Januari 2010

31 Jan - Yer 1:4-5.17-19; 1Kor 12:31-13:13; Luk 4:21-30

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya"

Mg Biasa IV : Yer 1:4-5.17-19; 1Kor 12:31-13:13; Luk 4:21-30

Sebut saja namanya "Yosep" dan "Maria" (nama samaran). Mereka saat ini sedang dalam masa tunangan dan beberapa bulan lagi akan saling menerimakan Sakramen Perkawinan untuk hidup bersama sebagai suami-isteri, membangun keluarga baru. Dan memang akhirnya hari "H" yang dinanti-nantikan sungguh terjadi, pada hari yang telah mereka tentukan dan pilih mereka saling menerimakan Sakramen Perkawinan dalam Perayaan Ekaristi yang dihadiri oleh segenap anggota keluarga, kenalan dan sahabat dalam jumlah yang cukup besar. Tahun pertama dan kedua hidup bersama sebagai suami-isteri nampak mesra dan bahagia, antara lain juga ditandai dengan kelahiran anak mereka yang pertama. Namun memasuki tahun ketiga dan seterusnya, dimana mereka semakin mengenal satu sama lain lebih mendalam, sering terjadi pertengkaran atau percekcokan yang mengancam kebersamaan hidup mereka sebagai suami-isteri. Memang suatu kebenaran yang menarik untuk menjadi bahan refleksi kita: ketika mereka masih berjauhan satu sama lain, yaitu masa pacaran dan tunangan, kasih mereka sungguh membara dan menggairahkan, namun setelah berdekatan menjadi satu (satu rumah, satu tempat tidur, dst..) kasih mereka mulai pudar. Rasanya apa yang terjadi sesuai dengan sabda Yesus "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya" .

       

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya"

(Luk 4:24)

Yang ideal adalah semakin dekat, hidup bersama setiap hari dalam satu rumah, bekerja bersama setiap hari dalam satu tempat kerja atau kantor berarti semakin mengasihi satu sama lain, namun dalam kenyataan sering terjadi kebalikannya. Semakin dekat yang memang berarti semakin mengenal kelebihan dan kekurangan yang lain sering orang lebih membesar-besarkan kekurangan yang sebenarnya lebih sedikit daripada kelebihan, sehingga semakin dekat semakin sulit untuk saling mengasihi. Jika kita tidak dapat saling mengasihi dengan mereka yang dekat dengan kita setiap hari, maka mengasihi orang lain/yang jauh berarti pelarian tanggungjawab dan menindas atau menguasai yang lain. Sebaliknya jika kita mampu dan terampil mengasihi mereka yang dekat dengan kita setiap hari, maka terhadap yang lain/jauh akan lebih mudah mengasihi dan kasihnya bersifat melayani.

 

Kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk mawas diri: apakah saya dengan mudah mengasihi dan menghargai hasil karya saudara-saudari kita yang dekat dengan kita. Apakah sebagai suami-isteri semakin lama semakin mengasihi dengan mesra, sehingga semakin sehati, sejiwa, seakal budi dan setubuh (tidak hanya bersetubuh, melainkan wajah suami-isteri semakin nampak sebagai manusia kembar). Apakah seluruh anggota keluarga saling mengasihi satu sama lain. Hidup berkeluarga yang baik, mesra dan penuh kasih merupakan dasar dan modal hidup bersama yang lebih luas, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagaimana hidup bersama kita dengan rekan-rekan tetangga dalam satu RT atau kampung/desa? Bagaimana kerjasama kita dengan rekan kerja se kantor atau se tempat kerja? Untuk lebih membantu kita semua dalam berrefleksi, marilah kita renungkan sapaan atau ajaran kasih Paulus di bawah ini.

 

"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7) .  

 

Penulis buku "Spiritual Quotient" (SQ), perihal kecerdasan spiritual, Ian Marshall dan Danah Zohar, mengatakan bahwa  kutipan surat Paulus di atas merupakan puisi cintakasih yang terbesar, yang pernah ada, tidak ada puisi cintakasih yang melebihinya. Maka baiklah secara singkat dan sederhana perkenankan saya mencoba menguraikan beberapa ciri-ciri kasih sebagaimana diajarkan oleh Paulus di atas, sebagai berikut:

1)      Sabar. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Berbagai gejala dan peristiwa seperti gadis hamil karena pergaulan bebas, kecelakaan lalu lintas, terjatuh, dst.. hemat saya terjadi karena ketidak-sabaran orang. Generasi muda atau muda-mudi tidak mampu mengendalikan gejolak diri dan menghadapi rangsangan seksual, para pengemudi tidak mampu menghadapi gejolak diri untuk ngebut di jalanan, orang-orang tidak dapat antri akhir saling menginjak dan jatuh. Maka sabar hemat saya merupakan keutamaan yang mendesak untuk dihayati dan disebar-luaskan.   

2)      Murah hati. Murah hati berarti hatinya dijual murah, maksudnya dengan mudah memberi perhatian kepada siapapun yang sungguh membutuhkan perhatiannya sesuai dengan fungsi dan jabatan maupun jati diri sebagai manusia yang pada dasarnya dipanggil untuk hidup bersama dengan yang lain. Maka marilah kita cermati dan perhatikan sungguh-sungguh siapa saja dalam hidup dan kerja kita bersama yang membutuhkan perhatian. Perhatian yang murah meriah antara lain adalah mendatangi dan mendengarkan dambaan, keluh kesah, kerinduan dari yang didatangi.

3)      Tidak sombong. Tidak sombong berarti rendah hati, yaitu "sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (..ibid..hal 24). Kami berharap mereka yang berkuasa dan berpengaruh dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun untuk dapat menjadi teladan atau contoh dalam hal rendah hati atau tidak sombong. Orangtua, pemimpin, atasan, petinggi dst. kami harapkan dapat menjadi teladan dalam penghayatan kerendahan hati dalam hidup dan pelayanannya. Ingat pepatah: "guru kencing berdiri, murid kencing berlari" atau "kacang mongso tinggalo lanjaran".  

4)      Tidak melakukan yang tidak sopan. Sopan antara lain berarti menghadirkan diri di hadapan sesama sedemikian rupa, sehingga tidak melecehkan pribadi sesamanya atau menjadi batu sandungan bagi sesama untuk berbuat dosa. Kehadiran kita dapat berupa kata-kata atau hanya secara phisik saja tanpa berkata sedikitpun. Dalam berkata-kata hendaknya dengan tutur kata yang baik sehingga tidak menyakiti hati orang lain. Menghadirkan diri secara phisik hendaknya berpakaian pantas dan layak, tidak merangsang orang lain untuk berbuat dosa.   

5)      Tidak mencari keuntungan diri sendiri. Orang yang selalu mencari keuntungan diri sendiri pada umumnya berada di pasar dan akan tahan lama tinggal di pasar, dengan kata orang tersebut berarti bersikap mental bisnis atau materialistis. Semoga keluarga-keluarga, paguyuban-paguyuban, lembaga swadaya masyarakat, aneka pelayanan pastoral dan sosial, dst.. tidak menjadi 'pasar'.    

6)      Tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Marah berarti menghendaki yang lain/ yang dimarahi agar tidak ada alias musnah. Bentuk kemarahan yang paling lembut adalah mengeluh, sedangkan yang paling kasar adalah membunuh. Memang yang sering mudah menimbulkan kemarahan adalah kesalahan orang lain, entah yang baru saja dilakukan atau yang telah lama dilakukan dan diangkat kembali. Kebalikan 'tidak pemarah dan tidak menimpan kesalahan orang lain' adalah pengasih dan pengampun. Maka baiklah sebagai penghayatan kasih marilah kita hidup saling mengampuni, sebagaimana sering kita katakan dalam doa Bapa Kami "Ampunilah kami, seperti kamipun juga mengampuni yang bersalah terhadap kami".

 

Kita semua ada dan diadakan dalam dan oleh kasih, dan hanya dapat tumbuh berkembang seperti ini karena kasih; masing-masing dari kita adalah 'buah kasih' atau 'yang terkasih', maka selayaknya kapanpun dan dimanapun kita hidup saling mengasihi jika kita mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera lahir dan batin.

 

"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku. Ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik, dari cengkeraman orang-orang lalim dan kejam. Sebab Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya ALLAH."

 (Mzm 71:1-5)

 

Jakarta, 31 Januari 2010


30 Jan - 2Sam 12:1-7a.11-17; Mrk 4:35-41

"Marilah kita bertolak ke seberang."

(2Sam 12:1-7a.11-17; Mrk 4:35-41)

 

"Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?" (Mrk 4:35-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Mengadakan perjalanan di malam hari, apalagi dengan berlayar di lautan luas, pada umumnya sarat dengan tantangan dan persoalan, mengingat malam hari adalah waktu beristirahat dan sering para penjahat juga beraksi. "Marilah kita bertolak ke seberang", demikian ajakan Yesus kepada para murid, dan malam itu pun mereka dengan perahu menyeberangi danau. Tiba-tiba "mengamuklah aufan sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk  ke dalam perahu" yang membuat para murid sangat ketakutan, padahal Tuhan Yesus berada di tengah-tengah mereka. SabdaNya akhirnya mampu menenangkan taufan dan ombak serta hati mereka. "Marilah kita bertolak ke seberang" juga merupakan ajakan Yesus kepada kita semua, tentu saja lebih dalam arti bahwa kita hendaknya 'keluar dari diri sendiri', alias aktif dan dinamis dengan menghadirkan diri dalam berbagai kepentingan dan pelayanan demi kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Memang ketika kita menjadi aktif dan dinamis, 'keluar dari diri sendiri', pasti akan menghadapi aneka tantangan, hambatan atau masalah, yang mengancam nyawa atau hidup kita. Tetapi percayalah bahwa Tuhan senantiasa menyertai kita, jika kita 'keluar dari diri sendiri' sesuai dengan kehendak atau perintahNya; temukan kehadiranNya dalam diri saudara-saudari kita yang berkehendak baik. Percayalah bahwa dalam perjalanan anda untuk melaksanakan kehendak Tuhan di tengaah-tengah jalan pasti akan banyak orang yang siap sedia memberi pertolongan dan dukungan. Di dunia ini mereka yang baik atau berkehendak baik lebih banyak daripada yang berkehendak jahat.

·   "Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan" (2Sam 12:11-12), demikian firman Tuhan bagi Daud yang telah berbuat dosa. Orang berbuat dosa atau melakukan kejahatan, misalnya mencuri, korupsi, berzinah dst..pada umumnya memang secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam agar tidak diketahui orang lain. Namun betapa rapinya orang menyembunyikan kejahatannya pada suatu saat akan terbongkar juga, dan pembongkaran tidak sembunyi-sembunyi atau diam-diam, melainkan secara terbuka dan terang-terangan, entah secara informal maupun formal. Secara informal artinya kejahatan orang yang berangkutan menjadi percaturan atau omongan banyak orang di berbagai tempat, sedangkan secara formal berarti dibuka dan dibicarakan dalam proses pengadilan. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang telah berbuat jahat atau berdosa: hendaknya sedini mungkin mengakui dosa dan kejahatannya daripada kelak kemudian hari dibuka orang lain dan dengan demikian tersebar luas serta mencelakakan. Ketika ada orang yang mengingatkan kejahatan atau dosa kita, sebagaimana Natan mengingatkan Daud, hendaknya dengan jujur dan terbuka mengakui seperti Daud yang berkata "Aku sudah berdosa kepada TUHAN.". Tuhan akan mengampuni dosa dan kesalahan kita, dan memang sebagai tebusan atau denda dosa ada kemungkinan kita harus berkorban atau melakukan dan melihat sesuatu yang kurang enak dan kurang membahagiakan, sebagaimana akan dilihat oleh Daud dalam keturunannya. Ada kemungkinan karena dosa dan kejahatan kita, anak-anak atau generasi penerus kita menderita cacat tertentu, meskipun kita sudah bertobat.

 

"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu" (Mzm 51:12-15).

Jakarta, 30 Januari 2010          


Kamis, 28 Januari 2010

29 Jan - 2Sam 11:1-4a.5-10a.13-17; Mrk 4:26-34

"Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah".

(2Sam 11:1-4a.5-10a.13-17; Mrk 4:26-34)

 

"Lalu kata Yesus: "Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba." Kata-Nya lagi: "Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya." Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri"(Mrk 4:26-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kerajaan Allah berarti Allah yang meraja; Ia meraja melalui ciptaan-ciptaanNya di bumi ini, lebih-lebih atau terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya, yang berbudi pekerti luhur atau cerdas spiritual. Orang yang berbudi pekerti luhur yang senantiasa bergaul dengan sesamanya, maka ia semakin berbudi pekerti luhur, senang berbuat baik kepada sesamanya, dan dengan demikian semakin banyak orang tertarik kepadanya, meneladan cara hidup dan cara bertindaknya. Maka baiklah kami mengingatkan dan mengajak anda sekalian: jika ada kesempatan untuk berbuat baik, meskipun hanya sedikit atau sederhana, hendaknya tidak disia-siakan. Hal yang sama terjadi juga dalam 'pengetahuan atau ilmu'. Jika ada memiliki pengetahuan atau ilmu tertentu hendaknya jangan hanya dinikmati sendiri, karena dengan demikian pengetahuan atau ilmu tersebut akan segera 'habis', melainkan berikan atau sampaikan kepada orang lain. Pengetahuan atau ilmu semakin diberikan atau disampaikan kepada orang lain tak akan pernah berkurang melainkan semakin bertambah, mantap dan berkembang. Mereka yang kaya akan pengetahuan atau ilmu akhirnya pasti akan dicari atau didatangi oleh banyak orang untuk belajar atau menimba pengetahuan atau ilmu, dan dengan demikian yang bersangkutan juga semakin tambah kenalan, sahabat dan kawan. Dengan kata lain kami berharap pada kita semua: hendaknya jangan pelit dalam berbuat baik, memberikan pengetahuan atau ilmu kepada orang lain.

·   "Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati." (2Sam 11:15), demikian isi surat raja Daud kepada Yoab, komandan perang kerajaannya. Sebagaimana kebaikan atau ilmu semakin diberikan semakin besar dan mantap, demikian juga kejahatan. Daud tergiur pada kecantikan dan kemolekan isteri Uria, dan kemudian 'mengasihinya' alias berselingkuh dan berbuahkan kehamilan akhirnya tumbuh berkembang menjadi pembunuhan Uria secara halus. Dari ketertarikan dan kegaguman berkembang ingin memiliki dan menguasai akhirnya mencelakakan orang lain itulah yang terjadi. Di dunia ini memang banyak hal yang menarik, memikat dan mempesona, entah itu tanaman, binatang maupun manusia; semuanya akan tetap menarik, memikat dan mempesona selama orang tidak tergerak untuk memiliki dan menguasai apalagi menikmati. Baiklah ketika anda seorang lelaki melihat gadis atau perempuan cantik, hendaknya tidak terjatuh untuk memiliki dan menguasai atau menikmati, seperti dilakukan oleh Daud. Apa yang dilakukan oleh Daud pada masa kini mungkin juga dilakukan oleh mereka yang berkuasa dan punya harta atau uang. Dan rasanya yang mudah menyeleweng dalam hal seksual adalah laki-laki daripada perempuan. Maka kepada rekan laki-laki kami berharap tidak tergoda untuk melakukan sebagaimana dilakukan Daud, sebaliknya kepada rekan-rekan perempuan kami juga berharap hendaknya ketika dirayu oleh laki-laki tidak begitu saja menyerah, dan juga menghadirkan sedemikian rupa sehingga tidak merangsang rekan laki-laki untuk berbuat jahat atau amoral.

 

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu.Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku" (Mzm 51:3-7).

Jakarta, 29 Januari 2010         


Rabu, 27 Januari 2010

28 Jan - 2Sam 7:18-19.24-29; Mrk 4:21-25

"Tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap".

(2Sam 7:18-19.24-29; Mrk 4:21-25)

 

"Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian. Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" Lalu Ia berkata lagi: "Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." (Mrk 4:21-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas  bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Tomas Aquino, imam dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Tomas Aquno dikenal sebagai teolog besar dalam Gereja; ia menyingkapkan ajaran-ajaran teologi yang berpengaruh dalam kehidupan beriman atau menggereja, maka kiranya ia sungguh menghayati sabda Yesus bahwa "tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap". Ia memiliki kecerdasan dan kesucian yang terus difungsikan sehingga semakin bertambah dan mantap. Maka baiklah dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk dengan rendah hati dan bersama-sama mengusahakan kecerdasan dan kesucian, agar kita juga mampu menyatakan apa-apa yang tersembunyi serta menyingkapkan aneka rahasia. Sebaliknya kami mengingatkan siapapun yang senang menyembunyikan sesuatu atau menyimpan rahasia yang mencelakakan orang lain untuk tidak takut menyatakan dan menyingkapkannya dengan segera daripada pada suatu saat dinyatakan dan disingkapkan orang lain, sehingga anda harus menanggung malu berkepanjangan. Ada pepatah "Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga", maka serahasia apapun orang menyembuyikan sesuatu akhirnya akan terungkap atau tersingkap juga. Dengan ini kami mengajak kita semua untuk hidup jujur dan transparan. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Dengan hidup jujur kita juga akan diperkaya dalam berbagai keutamaan dan nilai-nilai kehidupan yang membahagiakan dan menyelamatkan.

·   "Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini? Dan hal ini masih kurang di mata-Mu, ya Tuhan ALLAH; sebab itu Engkau telah berfirman juga tentang keluarga hamba-Mu ini dalam masa yang masih jauh dan telah memperlihatkan kepadaku serentetan manusia yang akan datang, ya Tuhan ALLAH" (2Sam 7:18-19), demikian kata atau doa Daud kepada Tuhan. Dengan rendah hati Daud menyadari dan menghayati diri sebagai yang lemah dan rapuh di hadapan Tuhan, padahal ia adalah yang terpilih untuk menjadi raja. Doa semacam ini rasaya pada masa kini juga menjadi doa para uskup dan paus, orang-orang yang terpilih di dalam Gereja, dimana dalam doanya senantiasa menyatakan diri sebagai yang hina dina. Begitulah pernyataan orang terpilih dan suci, yang mempesona, menarik dan memikat banyak orang untuk datang kepadanya. Pengalaman dan pengamatan saya orang yang demikian itu, meskipun bukan pejabat tinggi, senantiasa didekati dan dimintai tolong orang lain dan yang bersangkutan dengan rela melayaninya. Bagi orang yang demikian ini juga berlaku sabda Yesus bahwa  "siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi", yang bersangkutan semakin diperkaya dalam berbagai hal karena semakin  banyak melayani serta dengan rendah hati mendengarkan aneka dambaan, kerinduan, pengalaman, keluh kesah dst..dari yang dilayani. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua sebagai murid-murid atau pengikut Yesus untuk menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga menarik, memikat dan mempesona banyak orang atau banyak orang senang mendatangi kita. Hendaknya tidak berhenti puas karena dikagumi dan dipuji, tetapi tidak dicintai; yang utama dan penting adalah dicintai sehingga siapapun tanpa terkecuali dapat dan boleh mendatangi kita. Demikianlah ada rumus kehidupan: semakin orang dengan rela dan terbuka melayani orang lain tanpa terkecuali, maka yang bersangkutan semakin diperkaya dengan berbagai ilmu kehidupan.

 

"TUHAN telah menyatakan sumpah setia kepada Daud, Ia tidak akan memungkirinya: "Seorang anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu; jika anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada peraturan-peraturan-Ku yang Kuajarkan kepada mereka, maka anak-anak mereka selama-lamanya akan duduk di atas takhtamu." Sebab TUHAN telah memilih Sion, mengingininya menjadi tempat kedudukan-Nya: "Inilah tempat perhentian-Ku selama-lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya"

 (Mzm 132:11-14)

 

Jakarta, 28 Januari 2010


Selasa, 26 Januari 2010

27 Jan - 2Sam 7:4-17; Mrk 4:1-20

"Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini?"

(2Sam 7:4-17; Mrk 4:1-20)

 

"Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu. Jawab-Nya: "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun." Lalu Ia berkata kepada mereka: "Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? Penabur itu menaburkan firman. Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad. Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat."(Mrk 4:10-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Mendengarkan" merupakan kegiatan indera dari pancaindera yang pertama kali berfungsi serta keutamaan yang mungkin sangat berat untuk dihayati, padahal sejak masih berada di dalam rahim  ibu kita,  masing-masing dari kita telah menjadi pendengar yang baik. Pada masa kita masih berada di dalam rahim ibu serta masa kanak-kanak kiranya dengan menjadi pendengar yang baik kita telah dibentuk oleh apa yang kita dengarkan, sayang dalam perjalanan tumbuh berkembang ke kedewasaan keutamaan 'mendengarkan' tersebut mengalami erosi. Marilah kita menjadi pendengar-pendengar yang baik dengan sungguh mendengarkan apa yang terjadi di sekitar kita, yang dikatakan oleh saudara-saudari dan sesama kita dalam berbagai kesempatan dimanapun dan kapanpun. Ketika kita dapat mendengarkan dengan baik apa yang terjadi di sekitar kita dan yang dikatakan orang lain, maka hemat saya kita akan terbantu dengan mudah untuk mendengarkan sabda atau firman Tuhan dan kemudian melakanakannya dalam hidup kita sehari-hari serta menghasilkan buah melimpah yang membahagiakan dan menyelamatkan. Mendengarkan memang mengandaikan keutamaan kerendahan hati, yaitu "sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Keutamaan mendengarkan dibutuhkan dalam aneka kegiatan kita seperti berdoa, belajar, bekerja, dst..

·   "Kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya." (2Sam 7:15-16), demikian kutipan penglihatan Natan perihal Daud. Yang mungkin baik kita renungkan adalah bahwa "kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya"; kasih setia Tuhan terhadap diri kita yang lemah dan rapuh juga tidak pernah berhenti atau hilang, yang terjadi adalah kita sering melupakan kasih setia Tuhan tersebut. Jika kita mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera selamanya, hendaknya senantiasa menghayati kasih setia Tuhan yang dianugerahkan kepada kita melalui saudara-saudari atau sesama kita yang telah berbuat baik kepada kita, misalnya orangtua, kakak, sahabat, kenalan, rekan belajar atau bekerja, dst… Kita adalah pembohong besar jika tidak mengakui dan menghayati kasih setia Tuhan tersebut. Marilah dengan rendah hati kita 'dengarkan' kembali kasih setia Tuhan yang telah kita terima secara melimpah ruah tersebut, artinya kita ingat-ingat dan kenangkan segala kebaikan dan kasih Tuhan yang kita terima melalui saudara-saudari dan sesama kita. Pertama-tama dan terutama marilah kita kenangkan kasih setia Tuhan melalui orangtua kita masing-masing, khususnya ibu kita yang telah mengandung, melahirkan, menimang, menyusui…kita. Ingat lagu ini : "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia". Sampai kapanpun dan dimanapun kasih ibu kepada kita anak-anaknya tak akan berhenti.

 

"Dia pun akan berseru kepada-Ku: 'Bapaku Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku.' Aku pun juga akan mengangkat dia menjadi anak sulung, menjadi yang mahatinggi di antara raja-raja bumi. Aku akan memelihara kasih setia-Ku bagi dia untuk selama-lamanya, dan perjanjian-Ku teguh bagi dia. Aku menjamin akan adanya anak cucunya sampai selama-lamanya, dan takhtanya seumur langit."

(Mzm 89:27-30)

Jakarta, 27 Januari 2010


Senin, 25 Januari 2010

26 Jan - 2 Tim 1:1-8; Luk 10:1-9

"Tuhan mengutus mereka berdua-dua untuk mendahuluiNya"

(2 Tim 1:1-8; Luk 10:1-9)

 

"Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu" (Luk 10:1-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini..

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Timoteus dan St.Titus hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Setia menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan pada masa ini rasanya cukup berat, harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, yang dapat membuat kita putus asa atau frustrasi, apalagi jika kita terlalu mengandalkan diri. Pesta St.Timoteus dan St.Titus hari ini mengingatkan dan mengajak kita untuk senantiasa bekerjasama atau bergotong-royong dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan. Dalam kebersamaan ketika harus menghadapi kesulitan atau masalah kiranya kita dapat saling bertukar pikiran, gagasan dan pengalaman bagaimana mengatasi kesulitan atau masalah tersebut. Seperti filsafat 'sapu lidi', lidi sendirian akan menjadi sampah, tak berdaya, namun ketika banyak lidi diikat menjadi satu alias menjadi sapu akan fungsional dan menyelamatkan. Maka marilah kita senantiasa bekerjasama atau bergotong royong dalam menghayati  panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan. Kerjasama dan gotong-royong ini hendaknya sedini mungkin dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dan diperdalam di sekolah. Ingat dan hayati babwa masing-masing dari kita diciptakan dalam kerjasama, yaitu kerjasama antara Tuhan dan manusia maupun ayah dan ibu kita masing-masing, maka rasanya kita akan dapat tumbuh berkembang menjadi pribadi dewasa, hidup bahagia dan damai sejahtera jika kita selalu bekerjasama atau bergotong-royong dengan orang lain. Tidak mau bekerjasama berarti mengingkari jatidiri sebagai hasil atau buah kerjasama.

·   "Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu. Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban" (2Tim 1:6-7), demikian peringatan Paulus kepada Timoteus, yang kiranya juga menjadi peringatan bagi kita semua. Masing-masing dari kita telah menerima kasih karunia Allah dengan melimpah ruah melalui orangtua dan sanak-saudara serta kerabat kita, "yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban", maka marilah kita wujudkan 'kasih dan ketertiban' dalam hidup kita sehari-hari. Hidup saling mengasihi dan tertib pada masa kini rasanya mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan, mengingat dan mempertimbangkan cukup banyak orang tidak tertib hidupnya, apalagi hidup saling mengasihi. Tertib kiranya buah dari disiplin, setia, tekun dan kerja keras, maka yang mungkin perlu memperoleh perhatian masa kini adalah disiplin. "Berdisiplin adalah kesadaran akan sikap dan perilaku yang tertanam dalam diri, sesuai dengan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). Tertib dan disiplin bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan, saling mengisi dan memperdalam. Tertib dan disiplin di jalanan, yang dapat kita saksikan setiap hari, merupakan cermin kepribadian bangsa, maka marilah kita usahakan tertib dan disiplin di jalanan. Hemat saya tertib dan disiplin di jalanan merupakan bentuk penghayatan kerjasama juga, mengingat bahwa jalan adalah sarana bersama, bagi semua orang. Kami berharap para pengendara maupun pejalan kaki untuk tertib dan disiplin di jalanan.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa."(Mzm 96:1-3)

 

Jakarta, 26 Januari 2010