Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 19 Agustus 2011

Minggi Biasa XXI - “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.”

Mg Biasa XXI: Yes 22:19-23; Rm 11:33-36; Mat 16:12-20
"Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga."


"Roma berkata habis perkara", demikian sebuah rumor yang menunjukkan bahwa Paus memiliki kuasa magisterium tertinggi, artinya apa yang diajarkan oleh Paus mengikat semua anggota Gereja Katolik. Sekilas hal ini terkesan diktator, dan memang jika hal itu dilakukan sewenang-wenang alias hanya mengikuti keinginan atau selera pribadi sungguh diktator. Cukup banyak pemimpin di dunia ini menghayati kepemimpinannya agak diktator, tidak hanya pemimpin masyarakat, bangsa atau Negara, tetapi juga pemimpin agama seperti pastor, pendeta, kyai dst.., juga kepala keluarga. Mereka agaknya gila kuasa, gila harta dan gila kehormatan duniawi, sehingga ketika tidak ada harta, kuasa atau kehormatan duniawi tinggal 'gila'nya alias menjadi gila atau sinting. Yesus memberi Petrus kunci Kerajaan Sorga, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:19), demikian sabda Yesus kepadanya. Kuasa ini diberikan kepada Petrus, setelah Petrus diuji keimanannya serta menjawab pertanyaan Yesus dan dengan sepenuh hati berkata kepadaNya: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Mat 16:17). Dengan kata lain Petrus dalam semangat iman akan menghayati kuasa yang diterimanya. Maka baiklah kami mengajak siapapun yang berfungsi sebagai pemimpin untuk mawas diri: apakah menghayati kepemimpinannya dalam dan dengan semangat iman.


"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."(Mat 16:18-19)


Seorang pemimpin dalam mengawali tugasnya pada umumnya bersumpah atau berjanji untuk memfungsikan tugas memimpin dengan semangat melayani, misalnya hendak menjadi pelayan atau abdi rakyat, pelayan bagi mereka yang menjadi tanggungjawabnya. Dengan kata lain pemimpin berkehendak untuk bersama dengan rakyat melangkah maju bersama, membangun dan memperdalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan pemimpin agama berkehendak untuk hidup dan kerja bersama umat dalam menghayati aneka ajaran atau arahan sebagai tertulis di dalam kitab suci maupun kebijakan-kebijakan. Menghayati tugas memimpin dengan semangat melayani memang berarti menghayati kepemimpinan dalam dan dengan iman.

"Iman adalah anugerah Allah atau kebajikan adikodrati yang dicurahkan olehNya. 'Supaya orang dapat percaya seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati, dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan 'pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran" (Katekismus Gereja Katolik no 153). Dari kutipan ini kiranya yang baik kita renungkan adalah  'menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah',  dengan kata lain hati sepenuhnya terarah dan dikuasai oleh Allah, sehingga mempersembahkan dan mengandalkan diri sepenuhnya kepada Allah. Allah hidup dan berkarya dalam semua ciptaan-ciptaanNya, dan tentu saja terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Maka menghayati kepemimpinan dalam dan semangat iman berarti senantiasa mencari dan menghayati kehendak Allah yang ada dalam setiap pribadi manusia, antara lain menjadi nyata dalam harapan, dambaan, cita-cita, suka-duka dan kehendak baik manusia.


Kami berharap kepada para pemimpin di tingkat dan bidang kehidupan apapun untuk senantiasa mendengarkan dan melaksanakan dengan rendah hati aneka harapan, dambaan, cita-cita, suka-duka dan kehendak baik dari yang dipimpinnya. Dengan kata lain keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya adalah semua yang dipimpin hidup dalam damai sejahtera, sehat wal'afiat, selamat dan bahagia baik lahir maupun batin, jasmani maupun rohani. Hendaknya para pemimpin tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera pribadi tetapi sesuai dengan janji-janji yang telah diikrarkan, yaitu menjadi pelayan bagi yang dipimpin; hendaknya menyadari bahwa segala cara hidup dan cara bertindak seorang pemimpin akan mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak yang dipimpin. Maka kami berharap para pemimpin tidak bersikap mental egoistis, hanya mementingkan diri sendiri, untuk memperkaya diri beserta keluarga dan kerabatnya, melainkan rela berkorban demi kebahagiaan dan keselamatan yang dipimpin.


"O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya"(Rm 11:33-36) Allah adalah mahasegalanya, maka tak mungkin manusia sebagai ciptaanNya ingin mengetahui secara sempurna siapa Dia atau menguasaiNya. Semakin berkeinginan untuk mengetahui Allah akan semakin tidak mengetahuiNya, sebagaimana pernah dialami oleh St.Agustinus. Agustinus, orang yang cerdas dan suci, ahli filsafat dan teologi, berusaha untuk mengetahui secara logis perihal Allah Tritunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ia telah banyak berpikir dan berdoa untuk hal itu, namun tak kesampaian juga. Maka pada suatu saat mencoba cari inspirasi di tempat yang sepi, yaitu di pantai. Ia berjalan-jalan di atas pasir pantai sambil merenung, tiba-tiba ada seorang anak kecil berlari bolak-balik dari suatu lobang di atas pasar ke air laut, dengan menciduk air laut untuk kemudian dimasukkan ke dalam lobang. "Apa yang kau lakukan nak"?, sapaan Agustinus kepada anak tersebut.

"Bapa, saya mau memasukkan semua air laut ke dalam lobang ini", jawab sang anak. "Ah tak mungkin kau melakukannya, karena lobang ini begitu kecil dan air laut luar biasa banyaknya" tanggapan Agustinus.  "Benar bapa, sama seperti yang sedang bapa pikirkan", jawab sang anak, dan langsung menghilang dari muka Agustinus. Agustinus merasa menerima wahyu Allah, jawaban Allah atas kebingungannya, yaitu Allah memang tak dapat diketahui sepenuh dengan akal sehat.


Kita semua mengaku diri sebagai orang beriman dan percaya kepada Allah, namun cara kita berrelasi atau beribadah kepada Allah ada aneka ragam, tergantung pemahaman dan gambaran kita tentang Allah. Hendaknya disadari dan dihayati bahwa pemahaman dan gambaran kita perihal Allah adalah sangat terbatas, dengan kata lain hanya sebagian kecil saja. Maka hendaknya tidak ada seorangpun yang dapat menyombongkan diri bahwa dirinya sungguh mengetahui Allah dengan sempurna dan yang lain salah mengetahuiNya alias tersesat. Dengan kata lain marilah sebagai orang-orang yang percaya kepada Allah tanpa memandang SARA, kita saling curhat, saling menghormati keterbatasan kita masing-masing, saling menghargai pemahaman perihal Allah, dst…, sehingga kebersamaan hidup sebagai orang-orang yang percaya kepada Allah sungguh damai, selamat dan bahagia, penuh dengan persaudaraan atau persahabatan sejati.


Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita semua adalah milik Allah, segala sesuatu yang kita kuasai, nikmati atau miliki saat ini adalah angerah Allah, yang kita terima melalui aneka bentuk kebaikan saudara-saudari kita kapan dan dimanapun. Marilah kita fungsikan segala apa yang kita miliki, kuasai atau nikmati saat ini sedemikian rupa sehingga kita semakin mengandalkan atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah alias semakin suci. Tanda bahwa hal itu terjadi dalam diri kita antara lain kita tak pernah menyakiti atau mengecewakan orang lain, cara hidup dan cara bertindak kita begitu mempesona, menarik dan memikat orang lain untuk semakin berbakti kepada Allah serta berbuat baik kepada sesamanya. "Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu.Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku."(Mzm 138:1-3)

Ign 21 Agustus 2011

20 Agustus

Barangsiapa terbesar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu

(Rut 2:1-3.8-11; 4:13-17; Mat 23:1-12)


"Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara." Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Bernardus, Abas dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


•       Abas adalah pemimpin atau superior hidup kontempaltif fungsinya sederajat dengan uskup, pembesar atau pemimpin Gereja Katolik di keuskupannya. Para uskup atau gembala kita senantiasa berusaha untuk menjadi hamba atau pelayan umat, maka di dalam doa Syukur Agung uskup senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua yang beriman kepadaNya untuk merendahkan diri; "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu", demikian sabdaNya. Maka marilah kita semua berusaha untuk rendah hati, dan sudah berkali-kali saya mengingatkan agar kita semua rendah hati. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap rendah hati ini sedini mungkin dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret para orangtua atau bapak ibu. Penghayatan rendah hati pada masa kini kiranya dapat menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak yang tidak mengeluh atau tidak menggerutu dalam menghadapi apa saja yang tidak sesuai dengan selera pribadi. Saya yakin bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari cukup banyak hal yang tidak sesuai dengan selera pribadi, dengan kata lain rendah hati dapat kita latih atau biasakan setiap hari dalam hidup sehari-hari. Mengeluh atau menggerutu hemat saya merupakan bentuk kesombongan yang paling halus atau lembut, dan mudah dilakukan oleh siapapun.


•       "Biarkanlah aku pergi ke ladang memungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang murah hati kepadaku." (Rut 2:2), demikian kata Rut kepada Naomi. Apa yang dikatakan oleh Rut ini hemat saya merupakan ungkapan hati orang yang rendah hati. "Memungut bulir-bulet jelai di belakang orang yang murah hati" berarti mengumpulkan sisa-sisa panenan jelai gandum. Bukankah hal ini berarti merupakan pekerjaan yang hina? Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua untuk tidak malu melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana atau hina seperti menyapu, mengepel, membersihkan toilet  dst.. alias melakukan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan hidup kita, sebagaimana sering dilakukan oleh para pembantu rumah tangga dll. Sekiranya anda tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pekerjaan tersebut, baiklah kami mengajak anda untuk menghargai dan menghormati para pembantu rumah tangga anda, antara lain tidak mudah memarahi mereka, memberi jaminan kesejahteraan yang memadai alias imbal jasa yang menjamin kehidupan mereka serta keluarganya sehingga dapat hidup sejahtera baik phisik maupun spiritual, lahir maupun batin. Hari-hari ini ada kemungkinan para pembantu anda sudah minta cuti dalam rangka merayakan Idul Fitri, dan anda akan merasa kehilangan sesuatu dengan absennya para pembantu rumah tangga. Jadikanlah pengalaman tersebut menjadi bahan refleksi betapa mahalnya nilai pembantu rumah tangga, betapa besar arti dan kehadiran para pembantu rumah tangga di dalam keluarga kita masing-masing. Memang benar sesuatu akan terasa berharga ketika ia absen atau tidak ada di hadapan kita, sementara itu kita sungguh membutuhkan.


"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN." (Mzm 128:1-4)


Ign 20 Agustus 2011

Kamis, 18 Agustus 2011

19 Agustus

"Hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?"
(Rut 1:1.3-6.14b-16.22; Mat 22:34-40)


"Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: "Guru, hokum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Mat 22:34-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:


•       Dalam kehidupan bersama bidang apapun telah diberlakukan atau diundangkan aneka tata tertib atau aturan yang diharapkan dilaksanakan atau dihayati oleh mereka yang berada dalam kebersamaan tersebut.
Namun jika dicermati nampaknya banyak tata tertib tinggal dalam tulisan yang rapi, kurang diperhatikan dan dihayati. Semua tata tertib atau aturan hemat saya dibuat dan diberlakukan dalam dan oleh kasih serta diharapkan mereka yang melaksanakan hidup dan bertindak saling mengasihi, maka marilah kita sikapi dan hayati aneka tata tertib atau aturan dalam dan oleh kasih; kita hayati dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh. "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu seperti dirimu sendiri", demikian sabda Yesus. Sabda ini kiranya dapat menjadi pedoman atau acuan kita dalam saling mengasihi dalam rangka melaksanakan aneka tata tertib atau aturan hidup bersama. Kami percaya bahwa setiap dari kita pasti mengasihi diri sendiri dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga, maka baiklah cara mengasihi diri ini kita teruskan dalam mengasihi sesama kita dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi saya mengajak para suami-isteri atau bapak ibu yang memiliki saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh untuk dapat menjadi teladan dalam saling mengasihi bagi anak-anaknya. Kepada para pemimpin atau tokoh agama kami harapkan juga menjadi teladan dalam saling mengasihi bagi umatnya, dan marilah kita bangun dan perdalam kehidupan saling mengasihi antar umat beragama. Marilah kita meneladan para pendiri bangsa kita yang terdiri dari aneka perbedaan SARA bersatu padu melangkah dan maju bersama.
•       "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam:
bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku" (Rut 1:16), demikian kata Rut kepada Naomi. Apa yang dikatakan oleh Rut ini kiranya dapat menjadi acuan atau pedoman hidup kita; suatu kesaksian iman perihal hidup persaudaraan atau persahabatan sejati. Persaudaraan atau persahabatan sejati kiranya masih mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebar-luaskan pada masa kini,  mengingat dan memperhatikan masih maraknya aneka permusuhan dan tawuran yang membawa korban di sana-sini. Salah satu cara yang utama dan terutama dalam membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan adalah menghayati apa yang sama di antara kita, sehingga apa yang berbeda antar kita akan fungsional menghayati persaudaraan atau persahabatan. Maka marilah kita cari dan hayati apa yang sama di antara kita dengan kerjasama dan gotong-royong. Pertama-tama marilah kita hayati sebagai manusia, ciptaan terluhur dan termulia di dunia ini, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Tuhan. Marilah kita saling berkomunikasi, bercakap-cakap dan bercurhat. Ada aneka macam bahasa dimana ada kemungkinan kita tidak saling tahu satu sama lain, tetapi ingatlah dan sadari bahwa ada bahasa yang sama di antara kita yang berlainan, yaitu bahasa tubuh, sebagai anugerah Tuhan. Maka baiklah kita tidak melupakan bahasa tubuh ini dalam berkomunikasi serta membangun dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati. Sekali lagi kami ajak untuk mengenangkan hari Kemerdekaan Negara kita NKRI dengan merenungkan dan menghayati sila ketiga dari Pancasila "Persatuan Indonesia", dan semoga kita bangsa Indonesia, yang terdiri dari aneka suku dan bahasa bersatu padu membangun bangsa tercinta.


"Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya: Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya, yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar." (Mzm 146:5-8)


Ign 19 Agustus 2011

18 Agustus



"Bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta?"
(Hak 11:29-39a; Mat 22:1-14)

 "Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu.Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih."(Mat 22:2-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Menghadiri pesta pernikahan pada umumnya orang berusaha seoptimal mungkin menghias diri agar tampak cantik atau tampan, sehingga mempesona dan menarik bagi siapapun yang melihatnya. Perumpaaan pesta pernikahan sebagaimana disampaikan oleh Yesus adalah tentang Kerajaan Allah, maka siapapun yang hadir di dalam "Kerajaan Allah" harus layak alias suci dan bersih hati, jiwa, akal budi dan tubuhnya. Maka benarlah sebagaimana dikatakan dalam perumpamaan bahwa banyak yang diundang namun hanya sedikit yang layak, karena untuk hidup suci  dan bersih rasanya sungguh berat, sarat dengan aneka tantangan, masalah dan hambatan. Namun demikian kami mengajak segenap umat beriman untuk mengusahakan hidup suci dan bersih: hati, jiwa, akal budi maupun tubuh, dengan kata lain senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur serta tidak pernah menyakiti orang lain sedikitpun jika tidak perlu. Hal ini kiranya pertama-tama dan terutama diusahakan di dalam keluarga sebagai komunitas dasar dalam hidup beriman maupun bermasyarakat: orangtua menjadi teladan hidup baik dan suci bagi anak-anaknya. Saya percaya jika semua keluarga demikian adanya maka kehidupan bersama yang lebih luas akan baik adanya dan dengan demikian  semua orang layak masuk ke dalam 'Kerajaan Allah' alias dirajai oleh Allah dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimanapun dan
kapanpun.
•       "Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur."(Hak 11:35), demikian kata Yefta kepada anaknya. Yefta telah bernazar atau berjanji kepada Tuhan bahwa jika ia dapat mengalahkan musuhnya, maka orang pertama yang keluar dari pintu rumah untuk menemuinya akan dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban persembahan. Ternyata yang menemui dia adalah anak kesayanganya, maka ia merasa hancur hatinya. Anak tersayang dan terkasih harus dipersembahkan kepada Tuhan. Saya kira hal ini wajar dan baik: mempersembahkan kepada Tuhan harus apa yang terbaik. Ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai saat ini adalah anugerah Tuhan. Maka kami berharap kepada  para orangtua untuk tidak pelit mempersembahkan anak-anaknya kepada Tuhan, artinya anak-anak dididik dan dibina sedemikian rupa sehingga tumbuh berkembang sebagai pribadi cerdas beriman alias berbudi pekerti luhur. Dan sekiranya pada suatu saat ada anak, yang terbaik, tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster hendaknya disyukuri, bukan dilarang atau 'digonteli'. Gereja dan bangsa kita butuh orang-orang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur untuk membangun dan memperdalam kehidupan bersama yang damai dan sejahtera. Maka masih dalam rangka mengenangkan hari Kemerdekaan Negara kita kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk memberikan apa yang baik ke dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun, agar cita-cita atau dambaan hidup  damai sejahtera, aman sentosa, adil-makmur segera menjadi nyata.
"Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.16:7 Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.16:8 Aku senantiasa memandang kepada TUHAN;karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." (Mzm 16:5.7-8)


Ign 18 Agustus 2011

17 Agustus

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."

HR KEMERDEKAAN RI: Sir 10:1-8; 1Pet 2:13-17; Mat 22:15-21

"Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 1945 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta" , demikian bunyi teks proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia 66 (enam pulu enam) tahun yang lalu.  Para pejuang kemerdekaan maupun proklamator Kemerdekaan NKRI hemat saya sungguh cerdas beriman, namun setelah 66 (enam puluh enam) tahun merdeka, rasanya para penerus kemerdekaan masa kini kurang cerdas beriman, hal itu nampak dengan masih maraknya tindak korupsi. Kita telah merdeka secara phisik, yang berarti bebas dari penjajahan bangsa asing, namun berlum merdeka secara spiritual atau moral. Maka dalam rangka mengenangkan kemerdekaan NKRI ini marilah kita mawas diri: sejauh mana kita setia pada nilai-nilai 45 maupun dasar negara kita Pancasila, dengan cermin bacaan-bacaan hari ini.

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." (Mat 22:21)

Kaisar atau jabatan seperti presiden, perdana menteri, raja dll adalah pemimpin hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibantu oleh sekian banyak pembantu seperti menteri, gubernur, bupati dst.. Agar hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berlangsung dengan baik, maka diberlakukan aneka undang-undang, peraturan atau instruksi, yang diharapkan ditaati dan dilaksanakan oleh warganya, sesuai dengan bidang pelayanan atau pekerjaan masing-masing. Kami berharap kepada para pejabat, entah yang berada di jajaran legislatif, eksekutif maupun yudikatif dapat menjadi teladan dalam pelaksanakan aneka tata terttib bagi warganya. Ingatlah dan sadari bahwa sikap mental paternalistis warga kita cukup kuat, sehingga keteladanan para pejabat dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sungguh didambakan. Kami berharap para pejabat tidak melakukan korupsi sedikitpun dalam menjalankan fungsi atau jabatannya, hendaknya juga menjadi teladan dalam hal membayar pajak, jujur dan disiplin sebagai pejabat.  

Sebagai warganegara, masing-masing dari kita,  marilah kita hayati motto ini "Jangan bertanya apa yang diberikan negara kepadaku, tetapi bertanyalah apa yang harus kulakukan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara" . Kami berharap di tingkat RT atau RW kita semua sebagai warga masyarakat menyadari dan menghayati diri sebagai warganegara 100% (seratus persen), karena jika seluruh warga RT atau RW sungguh warganegara 100%, dengan demikian hidup berbangsa dan bernegara yang lebih luas akan baik adanya, sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa ini maupun dasar negara Pancasila. Pancasila pada akhir-akhir ini kurang memperoleh perhatian, padahal isi Pancasila sungguh luar biasa dan jika semua warganegara Pancasialis maka damai sejahteralah bangsa Indonesia.  Maka kami berharap Pancasila dipelajari, didalami, difahami dan dihayati baik di dalam masyarakat maupun sekolah atau perguruan tinggi.

Kita semua mungkin mengaku beriman, yang berarti percaya kepada Allah sepenuhnya serta mengandalkan atau mempersembahkan diri sepenuhnya kepadaNya dalam dan melalui hidup sehari-hari dimanapun dan kapanpun. "Berikanlah kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah", demikian sabda Yesus.  Sabda ini kiranya lebih terarah bagi para agamawan (pastor/imam, kyai, pendeta, biksu dst..) maupun penganut-penganutnya  Sabda atau firman Allah secara terinci ada di dalam Kitab Suci serta aneka arahan, petuah atau ajaran para ahli maupun pemimpin agama masing-masing. Semua agama kiranya mengajarkan cintakasih dan hidup persaudaraan sejati, maka baiklah sebagai orang beragama marilah kita hidup saling mengasihi satu sama lain tanpa pandang SARA, usia, jabatan, kedudukan ataupun fungsi.

"Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1Yoh 4:7-8). Kutipan ini hemat saya berlaku bagi siapapun yang mengaku beragama, percaya kepada Allah. Marilah kita sadari dan hayati bahwa masing-masing dari kita ada dan dibesarkan dalam dan oleh kasih, serta dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya ini hanya karena dan oleh kasih, dan masing-masing dari kita adalah 'yang terkasih' alias buah kasih. Jika kita menyadari dan menghayati hal ini berarti bertemu dengan siapapun berarti 'yang terkasih bertemu dengan yang terkasih' sehingga secara otomatis saling mengasihi.

"Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh. Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (1Ptr 2:15-17)

"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untu menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka", inilah kiranya yang baik kita renungkan dan hayati bersama-sama sebagai warganegara. Tanda orang merdeka antara lain adalah 'menghormati semua orang sebagai gambar atau citra Alllah' alias menjujung tinggi dan menghargai harkat martabat manusia, ciptaan terluhur dan termulia di bumi ini. Menghayati sabda ini kiranya senada dengan melaksanakan sila kedua dan sila kelima dari Pancasila, yaitu " Kemanusiaan yang adil dan beradab  dan Keadilan sosial  bagi seluruh rakyat Indonesia", maka marilah kita hayati bersama kedua sila di atas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Adil dan beradab bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan: orang adil pasti beradab, sebaliknya beradab pasti adil. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia, sedangkan orang beradab pasti akan menjunjung tinggi dan menghargai harkat martabat manusia. Maka kami berharap aneka perbedaan antar kita, entah beda agama atau beda suku, tidak saling melecehkan atau merendahkan melainkan saling menghormati dan menghargai. Hendaknya tidak memperbesar perbedaan yang ada tetapi mendalam dalam menghayati apa yang sama. Yang sama antar kita adalah manusia, maka jika kita sungguh manusiawi pasti apa yang berbeda antar kita akan semakin memanusiakan kita.

"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"  berarti tidak ada seorangpun dari warganegara Indonesia yang tidak damai dan sejahtera hidupnya, tidak ada kemiskinan lagi di kalangan warganegara kita. Namun kiranya kita semua tahu bahwa kemiskinan masih terjadi di kalangan wagarnegara kita. Maka kami mengajak dan mengingatkan para pemimpin hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk senantiasa berpihak pada seluruh warganegara atau rakyat; tanda keberhasilan atau kesuksean kepemimpinan anda antara lain atau yang terutama adalah seluruh wargangara atau rakyat hidup damai dan sejahtera. Selama masih ada kemiskinan di wilayah atau daerah kerja anda berarti anda belum berusaha melaksanakan sila kelima dengan baik. Hendaknya mayoritas anggaran belanja maupun tenaga terarah kepada kesejahteraan hidup rakyat atau warganegara.

Marilah kita hayati panji-panji bendera kita 'merah putih', di atas merah dan dibawah putih berarti berhati suci dalam hidup sehari-hari .

"Aku hendak menyanyikan kasih setia dan hukum, aku hendak bermazmur bagi-Mu, ya TUHAN. Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku. Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku."

(Mzm 101:1-3)

Ign 17 Agustus 2011


Minggu, 14 Agustus 2011

16 Agustus


"Bagi manusia hal ini tidak mungkin tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."

(Hak 6:11-24a; Mat 19:23-30)

" Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin." Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Mat 19:23-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Besi batangan pun jika digosok terus-menerus dengan keteguhan hati akan menjadi sebatang jarum yang tajam", demikian salah satu motto promotor Indonesia, Andrie Wongso . Hati adalah pusat diri pribadi manusia, yang juga disadari dan dihayati dimana Allah menyampaikan sabda dan perintahNya, maka sering kita dengar tentang 'suara hati tidak lain adalah suara Allah, tentu saja suara yang baik dan menyelamatkan jiwa'. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua umat beriman untuk mawas diri perihal keimanan kita: apa artinya beriman. Beriman berarti mempersembahkan dan menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga cara hidup dan cara bertindaknya dimanapun dan kapanpun senantiasa dijiwai oleh dan bersama dengan Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah segala sesuatu menjadi mungkin, antara lain kesulitan, tantangan dan masalah apapun dapat kita atasi atau selesaikan. Maka hendaknya kita sungguh hidup dijiwai oleh iman kita atau spiritualitas/charisma lembaga dimana kita berada atau menjadi anggotanya; dengan kata lain hendaknya dengan rela hati dan siap berkorban untuk meninggalkan ikatan-ikatan phisik beserta akibat-akibatnya seraya mengimani sabda Yesus "Setiap orang yang karena namaKu meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki dan saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal". Sabda ini memang menjadi inspirasi dan jiwa bagi mereka yang terpanggil untuk tidak menikah dengan hidup sebagai imam, bruder atau suster. Bukankah hidup imam, bruder atau suster, yang nota bene tidak menikah atau berkeluarga sering menjadi pertanyaan: mungkinkah itu? Jawabnya tidak lain adalah "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin".

·   "Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati." (Hak 6:23), demikian firman Tuhan kepada Gideon, yang dipanggil untuk berperang melawan orang-orang Midian dalam rangka menyelamatkan bangsanya. Dalam 'dialog' dengan Tuhan Gideon merasa kecil dan tak mampu melaksanakan tugas panggian tersebut, apalagi jumlah bangsanya kecil dibandingkan jumlah bangsa Midian. Jumlah orang sungguh menentukan pada masa itu dalam hal berperang, karena berperang dengan senjata sederhana seperti pedang atau panah. Secara harafiah ada kesan kurang baik dalam kisah ini, karena ajakan Tuhan untuk berperang alias memusnahkan bangsa atau orang. Maka baiklah firman Tuhan kepada Gideon di atas kita renungkan dan hayati untuk masa kini, yang berarti bersama dan bersatu dengan Allah kita pasti akan selamat, meskipun harus menghadapi aneka macam tantangan, masalah dan hambatan berat. Maka hendaknya jangan takut menghadapi aneka macam tantangan, hambatan atau masalah; tidak takut berarti kinerja syaraf dan metablisme darah berfungsi optimal, dan dengan demikian hati, jiwa, akal budi dan tubuh kita dalam keadaan segar dan prima  sehingga ada keterbukaan untuk aneka pembaharuan. Dengan kata lain kita dapat menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah dengan semangat 'licik seperti ular dan tulus seperti merpati', artinya marilah kita fungsikan secara optimal kecerdasan otak dan hati kita dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Kami juga berharap kepada para orangtua dan pendidik untuk membina anak-anak dan peserta didik agar memiliki kccerdasan otak dan hati secara terpadu atau integral. Marilah kita setia pada iman kita kepada Allah, yang telah mengasihi kita dengan luar biasa. 

"Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan."(Mzm 85:11-14)

Ign 16 Agustus 2011