Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 04 September 2010

5 Sept - Keb 9:13-18; Flm 9b-10.12-17; Luk 14:25-33

"Yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku."

Mg Biasa XXIII:  Keb 9:13-18; Flm 9b-10.12-17; Luk 14:25-33


Akhir-akhir ini kita dengarkan melalui aneka informasi bahwa kesetiaan hidup terpanggil, entah menjadi imam, bruder atau suster maupun hidup berkeluarga sebagai suami-isteri cukup memprihatinkan. Ketidak-setiaan pada panggilan tersebut antara lain karena godaan atau rayuan kenikmatan seksual alias hubungan seksual yang begitu menguasai cara hidup dan cara bertindak banyak orang. Nafsu atau gairah seksual begitu mendominasi semangat maupun gaya hidup, yang tidak lain demi kenikmatan atau kepuasan diri sendiri. Bahkan dari aneka info yang dapat saya lihat atau peroleh dari situs-situs di internet ada kasus yang sungguh memprihatinkan, yaitu ada sementara gadis/perawan dengan sadar dan sengaja menjual keperawanannya kepada para hidung belang yang bersedia membayar mahal, demi kebutuhan uang atau ekonomi. Di satu sisi ada orang yang sungguh menderita kekurangan dalam hal ekonomi atau uang, dan di sisi lain ada orang berfoya-foya dengan uang demi kenikmatan seksual, untuk memenuhi gairah atau nafsu seksual yang begitu kuat dan menggebu-gebu. Uang dan seks memang saling kait mengait dan rasanya cukup banyak orang lebih dikuasai atau dijiwai oleh uang atau seks, yang tidak lain menunjukkan sikap mental.egois, dimana orang hanya mengikuti keinginan sendiri, pribadi, hidup dan bertindak seenaknya sendiri dan tidak memiliki kepekaan sosial sedikitpun.

 

"Yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku."

(Luk 14:33)

"Ambillah ya Tuhan kebebasanku, kehendakku budi ingatanku. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai
Perintahlah akan kutaati. Hanya rahmat dan kasih dariMu, yang kumohon menjadi milikku
Hanya rahmat dan kasih dariMu, berikanlah menjadi milikku. Lihatlah semua yang ada padaku, kuhaturkan menjadi milikMu.  Pimpinlah diriku dan Kau kuasai.  Perintahlah akan kutaati
" (St.Ignatius Loyola). Doa dari St. Ignatius Loyola ini kiranya dapat dikatakan sebagai perwujudan inti sabda Yesus hari ini, antara lain "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Luk 14:26-27).  Maka baiklah sabda Yesus ini kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari sesuai dengan panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing.

 

Sebagai orang yang terpanggil kita diharapkan hidup dan bertindak sesuai dengan semangat atau spiritualitas cara hidup baru yang telah kita pilih dengan bebas, entah sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster. Maka pada kesempatan ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri sejauh mana kita setia pada spiritualitas cara hidup baru atau panggilan kita masing-masing, dan perkenankan di bawah ini saya sampaikan bantuan sederhana, mungkin dapat membantu dalam mawas diri:

1)      Suami-isteri: Yang menjadi dasar dan pengikat hubungan serta hidup bersama suami-isteri adalah cintakasih, sebagaimana diikrarkan bersama ketika mengawali cara hidup baru, sebagai suami-isteri, yaitu 'saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati'. Dengan menjadi suami-isteri, apakah bapak-ibu, kiranya tak mungkin hidup dan bertindak hanya mengikuti keinginan atau kemauan pribadi jika mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera. Dalam saling mengasihi dibutuhkan pengorbanan, sebagaimana Yesus mengasihi dunia, demi keselamatan dunia dan seluruh umat manusia, telah mengorbankan atau mempersembahkan Diri di kayu salib. Salah satu tanda dimana orang saling mengasihi adalah saling boros waktu dan tenaga, dan dengan demikian berarti juga saling berkorban. Maka kami harapkan anda berdua, suami dan isteri, untuk saling memboroskan waktu dan tenaga bagi pasangannya.    

2)      Bruder/suster atau anggota Lembaga Hidup Bakti: Awal cara hidup para anggota Lembaga Hidup Bakti antara lain ditandai dengan 'kaul' atau 'serah-setia', dimana orang menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui Lembaga Hidup Bakti yang ia masuki. Yang diserahkan antara lain apa-apa yang terkait atau ada hubungannya dengan keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Kesetiaan pada penyerahan diri ini butuh matiraga/lakutapa maupun pengorbanan. Apa saja yang telah diserahkan berarti bukan lagi menjadi miliknya dan jika ingin menggunakan harus minta izin kepada Tuhan melalui pembesar yang terkait. Keperawanan erat kaitannya dengan kenikmatan seksual maupun kehangatan kasih sebagaimana terjadi antar laki-laki dan perempuan yang menjadi suami-isteri. Setia pada panggilan berarti tidak mencari-cari atau memberi kesempatan pemenuhan kenikmatan seksual maupun kehangatan kasih tersebut, melainkan kenikmatan dan kehangatan bersama Tuhan. Melanggar keperawanan maupun ketaatan mungkin sulit dilihat, dan yang paling mudah dilihat adalah pelanggaran kemiskinan. Namun ketika terjadi pelanggaran kemiskinan pada umumnya keperawanan maupun ketaatan juga telah repuh. Kepada para anggota Lembaga Hidup Bakti kami ajak untuk hidup dan bertindak dengan sederhana, karena dalam kesederhanaan kiranya kita terbantu untuk setia pada panggilan kita.       

3)      Imam.  Menjadi imam antara lain berfungsi sebagai 'penyalur': penyalur rahmat atau berkat Tuhan bagi umat manusia dan doa, dambaan, keluh kesah, syukur, pujian dst.. dari umat manusia kepada Tuhan. Maka kami berharap kepada rekan-rekan imam untuk setia pada fungsi penyalur tersebut, yang antara lain ditandai oleh keutamaan-keutamaan seperti jujur, tranparant, rela berkoban, tidak korupsi dalam bentuk apapun, siap sedia menderita bagi umat manusia, dst.. Penyalur yang baik juga tidak pernah menyakiti orang lain.

 

"Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kauutus?"

(Keb 9:17)

  

Kutipan dari kitab Kebijaksanaan di atas ini kiranya dapat menjadi acuan bagi kita semua dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan. Marilah kita sadari dan hayati bahwa aneka macam bentuk kebijakan yang kita terima maupun lakukan adalah anugerah Tuhan, karya Roh Kudus dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Segala macam jenis kekayaan yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, misalnya kepandaian, kecerdasan, keterampilan, kesehatan, ketampanan atau kecantikan, harta benda atau uang, kehormatan duniawi dst.. Karena semuanya adalah anugerah Tuhan maka selayaknya kita fungsikan atau gunakan sesuai dengan kehendak Tuhan, demi keselamatan jiwa kita sendiri serta siapapun yang kita layani atau kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita.

 

Tanda bahwa Roh Kudus dianugerahkan kepada kita, hidup dan berkarya dalam diri kita, maka cara hidup dan cara bertindak kita dijiwai oleh Roh sehingga menghasilkan buah-buah atau keutamaan-keutamaan seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri." (Gal 5:22-23). Maka jika kita semua hidup dari dan oleh Roh Kudus berarti kita saling mengasihi, sabar, bermurah hati, setia, lemah lembuh dan rendah hati. Kita semua setia pada panggilan kita masing-masing dan dengan demikian hidup bersama sungguh merupakan tanda  hidup bahagia dan damai sejahtera selama-lamanya di sorga.

 

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh,  di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu."

(Mzm 90:3-6)

Jakarta, 5 September 2010


Kamis, 02 September 2010

4 Sept - 1Kor 4:6b-15; Luk 6:1-5

"Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

(1Kor 4:6b-15; Luk 6:1-5)

 

"Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"Lalu Yesus menjawab mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?" Kata Yesus lagi kepada mereka: "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat." (Luk 6:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang Farisi memang begitu berpegang teguh pada tata tertib yang berlaku, mentaati dan melaksanakan apa yang tertulis apa adanya, tanpa memperhatikan semangat atau jiwa tata tertib tersebut. Dasar dan tujuan pembuatan dan pemberlakuan tata tertib adalah cintakasih, dengan kata cintakasih mendasari atau mengatasi tata tertib. Yang utama dan pertama-tama dihayati dan dilaksanakan adalah cinta kasih, itulah arti dari "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat". Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri: apakah cinta kasih menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Jika kita hidup dan bertindak berdasarkan atau dijiwai oleh cinta kasih hendaknya tidak was-was jika terpaksa hidup dan bertndak tidak sesuai/persis pada tata tertib yang berlaku. Cinta kasih itu bebas alias tanpa batas, sedangkan kebebasan dibatasi cinta kasih, artiinya kita dapat bertindak apapun asal tidak melecehkan harkat martabat manusia, entah diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita yang kena dampak tindakan kita. Sebagai contoh konkret adalah suami-isteri yang saling mengasihi dapat berbuat apapun di kamar ketika sedang berduaan memadu kasih. Hendaknya kita mengasihi tanpa pandang bulu, SARA, pangkat, jabatan atau kedudukan. Jika ada orang yang sungguh membutuhkan cinta kasih, entah suku, agama atau ras apapun hendaknya ditanggapi secara positif. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua atau pemuka hidup bersama dapat menjadi teladan dalam penghayatan atau pelaksanaan tata tertib yang dijiwai oleh cintakasih. Ingat dan hayati ajaran cinta kasih dari Paulus ini, yaitu "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7).

·   "Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah, tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina. Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah; kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini" (1Kor 4:10-13), demikian kesaksian iman Paulus. Kesaksian iman Paulus ini kiranya baik menjadi bahan bagi kita untuk mawas diri: sejauh mana kita sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, hidup dan bertindak seperti Paulus tersebut, misalnya ketika dimaki memberkati, ketika dianiaya disikapi dengan sabar, ketika difitnah ditanggapi dengan ramah, dan siap sedia dinilai sebagai sampah masyarakat. Setia pada iman tidak akan terlepas dari aneka macam bentuk caci maki, fitnah maupun aniaya, entah secara jasmani maupun spiritual. Ingatlah dan hayati bahwa derita yang lahir dari kesetiaan hidup beriman adalah jalan keselamatan, jalan untuk hidup sejahtera dan damai sejati. Para ibu kiranya memiliki pengalaman penderitaan yang lahir dari kesetiaan sebagai seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya: bukankah anak-anak sering merepotkan ibu dan ibu menanggapinya dengan sabar, ramah dan penuh berkat?. Maka dengan rendah hati kami berharap kepada para ibu agar dapat menjadi saksi atau teladan dalam hal kesabaran, keramahan dan kemurahan hati atau berkat ketika sedang menderita atau mengalami cobaan hidup. Keutamaan kesabaran dan keramahan pada saat ini sungguh mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun.

 

"TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan. Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka.TUHAN menjaga semua orang yang mengasihi-Nya, tetapi semua orang fasik akan dibinasakan-Nya" (Mzm 145:17-20).

Jakarta, 4 September 2010     . 


3 Sept - 1Kor 4:1-5; Luk 5:33-39

"Anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula"

(1Kor 4:1-5; Luk 5:33-39)

 

"Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: "Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum." Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa." Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka: "Tidak seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. Dan tidak seorang pun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik." (Luk 5:33-39), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Selamat menempuh hidup baru", demikian kurang lebih isi ucapan selamat bahagia dan menjalani hidup baru kepada mereka yang baru saja memasuki 'hidup baru', misalnya "suami-isteri", imam, bruder atau suster. Kesediaan untuk menempuh hidup baru tersebut antara lain diiringi dengan janji-janji atau kaul, maka dalam rangka menelusuri atau menggeluti hidup baru hendaknya berpedoman pada janji atau kaul yang telah diikrarkan dihadapan Allah dan disaksikan serta didukung oleh umat atau para sahabat yang hadir pada waktu itu. "Anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula", demikian sabda Yesus. Menelusuri, menjalani dan menggeluti hidup baru memang tidak dapat mengikuti selera atau keinginan pribadi alias seenaknya sendiri, melainkan harus dengan rendah hati siap sedia melaksanakan aneka tata tertib cara hidup baru tersebut. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua, para suami-isteri, imam, bruder dan suster, untuk senantiasa siap sedia diperbaharui, dirubah atau berubah, dan tentu saja berubah ke arah yang lebih baik, suci, beriman, bersahabat, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia dimanapun dan kapanpun. Untuk itu hendaknya juga siap sedia untuk berkorban, karena setiap pembaharuan bagaimanapun pasti butuh pengorbanan. Jika di dalam perjalanan waktu menghayati hidup baru atau terpanggil merasa lesu dan tidak bergairah, hendaknya mengenangkan kembali saat-saat bahagia dan bergairah ketika sedang mengawali hidup baru atau berjanji kepada Tuhan atau saling berjanji satu sama lain sebagai suami-isteri. Jika perlu pasanglah, tempatkan foto ketika sedang berjanji di tempat dimana setiap hari kita dapat melihatnya.

·   "Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai."(1Kor 4:1-2). Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Korintus ini kiranya menjiwai para gembala kita, seperti Paus dan para Uskup, antara lain St.Gergorius Agung, yang kita rayakan pada hari ini. Menjadi hamba Kristus berarti siap sedia melaksanakan sabda Yesus Kristus atau hidup dan bertindak sesuai dengan sabda-sabdaNya, antara lain sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Di dalam Kitab Suci antara lain dapat kita temukan 'rahasia Allah'. Sebagai umat Kristen, murid atau pengikut Yesus Kristus, yang percaya kepada Yesus Kristus, kita juga 'sebagai hamba-hamba Kristus', maka marilah kita senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi dan melayani, sebagaimana seorang hamba hidup dan bertindak bagi tuan-tuannya. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua, pemuka hidup bersama dst.. dapat menjadi teladan dalam mengasihi dan melayani, menghayati fungsi kepempinan dengan semangat melayani, kepemimpinan partisipatif. Untuk itu hendaknya meneladan Yesus, yang walaupun Allah tidak memandang kesetaraan dengan Allah harus dipertahankan, melainkan melepaskan ke Allah-anNya dan menjadi manusia tinggal bersama dengan kita. Dengan kata lain hendaknya para pemimpin, atasan, pemuka, orangtua dst.. menghayati fungsinya dijiwai oleh semangat 'inkarnasi'/membumi, secara rutin 'turun ke bawah' untuk mendatangi para pembantu, anak buah, dst.., tidak hanya duduk di kantor, di depan meja sambil menunggu 'pisowanan' atau bermalas-malasan di kursi empuk dalam ruang dingin ber-AC.

 

"Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang" (Mzm 37:3-6)

 

Jakarta, 3 September 2010


Rabu, 01 September 2010

2 Sept - 1Kor 3:18-23; Luk 5:1-11

"Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."

(1Kor 3:18-23; Luk 5:1-11)

 

"Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus." (Luk 5:4-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Kwantitas atau kwalitas, jumlah atau mutu", itulah dua pilihan yang saling bertolak belakang. Memilih kwantitas atau jumlah ada kecenderungan tidak berkwalitas atau tidak bermutu, sedangkan memilih kwalitas atau mutu berarti harus selektif dan dengan demikian tidak mungkin semuanya dipilih. Sebagai contoh: jumlah mata pelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia hemat saya terlalu banyak alias menekankan jumlah yang harus diberikan atau diajarkan sehingga berat bagi para peserta didik untuk menerima dan menguasainya dengan benar dan utuh. Dengan kata lain apa yang dipelajari dan diajarkan asal diajarkan atau dipelajari, tetapi tidak merasuk dalam hati, jiwa dan pikiran alias kurang mendalam. "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan", demikian sabda Yesus. Sabda ini mengajak  dan memanggil kita semua untuk lebih mengutamakan kwalitas/mutu daripada kwantitas/jumlah. Dalam karya pendidikan atau sekolah-sekolah misalnya, hendaknya mata pelajaran yang utama dan umum diajarkan dan dipelajari secara mendalam atau bermutu, yaitu: bahasa, matematika, phisika dan biologi. Ketika murid/pelajar unggul atau berkwalitas dalam empat mata pelajaran utama tersebut hemat saya dengan mudah mereka mempelajari mata pelajaran tambahan lainnya dan mungkin akan lebih 'auto-didak', tentu saja juga tidak boleh dilupakan pembinaan kepribadian murid atau pelajar untuk tumbuh berkembang sebagai pribadi yang baik, cerdas beriman. Marilah kita kerjakan atau laksanakan tugas pekerjaan atau kewajiban utama kita masing-masing dengan sungguh-sungguh sehingga menghasilkan buah-buah yang berkwalitas.

·   "Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat." (1Kor 3:18). Apa yang dikatakan oleh Paulus ini hemat saya benar adanya. Perhatikan saja perkembangan dan pertumbuhan teknologi, buah karya manusia yang berhikmat, yang pada akhirnya menghancurkan dunia ini, antara lain pemanasan global. Terobosan pemakaian aneka sarana-prasarana dengan bahan utama plastic, yang oleh dunia atau orang-orang bersikap mental materialistis dinilai praktis, efisien dan efektif, namun yang benar juga adalah penghancuran tanah, yang pada gilirannya merancuni manusia, entah melalui air yang diminum maupun aneka jenis makanan yang disantap. Aneka jenis makanan dan minum dalam kemasan kaleng atau plastik, yang didengung-dengungkan tahan lama alias tak mudah busuk, nampak logis dan berhikmat, namun yang benar adalah meracuni tubuh kita. "Kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah" (1Kor 3:23), demikian peringatan Paulus  Kita semua adalah milik Allah, maka diharapkan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, misalnya mengikuti proses kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan yang normal sesuai Penyelenggaraan Ilahi. Dengan kata lain kami harapkan jauhkan aneka intervensi medis atau teknologi atau obat untuk mempercepat perptumbuhan dan perkembangan. Siapapun yang mengikuti proses yang baik dan benar pasti akan tumbuh berkembang sebagai pribadi yang handal, cerdas beriman, tangguh, tahan terhadap aneka godaan dan rayuan untuk berbuat jahat. Ingat dan sadari bahwa yang organik yang sehat dan menyelamatkan, misalnya aneka jenis buah, sayuran, biji-bijian seperti padi, jagung, dst..

.

"Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita. Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu" (Mzm 34:2-6).

    

Jakarta, 2 September 2010

         


1 Sept - 1Kor 3:1-9; Luk 4:38-44

"Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus."

(1Kor 3:1-9; Luk 4:38-44)


"Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias. Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus." Dan Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea." (Luk 4:38-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yesus diutus datang ke dunia untuk 'memberitakan Injil Kerajaan Allah' atau mewartakan apa-apa yang baik dan menyelamatkan, antara lain 'mengusir setan' dan menyembuhkan orang sakit. Kita semua yang percaya atau beriman kepadaNya, atau menjadi sahabat-sahabatNya, juga dipanggil untuk meneladan Dia, mewartakan apa-apa yang baik dan menyelamatkan, maka marilah kita lihat dan cermati lingkungan hidup kita masing-masing: apa atau siapa yang harus kita perhatikan, perbaiki atau selamatkan. Dimana ada keadaan atau orang tidak baik dan tidak selamat, ke situlah kita para murid, pengikut atau sahabat Yesus dipanggil dan diutus untuk memperbaiki dan menyelamatkan. Di antara saudara-saudari kita pasti ada yang sakit hati atau sakit jiwa atau sakit akal budi atau sakit tubuh, mungkin tidak 100% sakit melainkan hanya 10% s/d 40 % sehingga tidak perlu secara khusus dirawat di rumah sakit, melainkan tetap tinggal, hidup dan bekerja bersama dengan kita. Misalnya mereka yang mudah marah atau putus asa adalah orang-orang yang perlu kita selamatkan. Kepada orang yang mudah marah hendaknya disikapi dengan rendah hati dan lemah lembut serta sabar: dengarkan dengan sepenuh hati apa yang mereka katakan dengan keras dan menyakitkan dan jangan ditanggapi. Jika yang dimarahi anda, maka jawablah dengan rendah hati dan singkat "terima kasih", artinya anda telah menerima  kasih, dikasihi. Dekati dan sikapi mereka yang mudah marah dengan kasih, ingat binatang buas pun ketika didekati dan disikapi dengan kasih dapat menjadi sahabat, apalagi manusia.

·   "Yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan" (1Kor 3:7), demikian nasihat atau peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Apa yang dikatakan Paulus ini antara lain secara  konkret terjadi pada: (1) suami menanam alias menaburkan sperma di rahim isteri dan isteri menerima dan merawatnya dengan penuh kasih, (2) para buruh tanam menanam dan sang petani merawatnya dengan penuh kasih, perhatian dan kesabaran, dst… , sedangkan yang menganugerahi pertumbuhan apa yang ditanam tersebut adalah Allah, maka Paulus berkata bahwa yang penting adalah Allah. Kita semua adalah ciptaan Allah, hidup dan pertumbuhan serta perkembangan kita tergantung  100 %  dari Allah dan 100% dari usaha kita. Dengan kata lain apapun yang menjadi panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita hendaknya dikerjakan atau dilaksanakan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga atau kekuatan, seraya mengandalkan diri sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi. Semakin kerja keras, giat dalam melaksanakan tugas hendaknya juga semakin berdoa, butuh waktu khusus untuk berdoa. Ketika kerja keras, usaha atau jerih payah kita hayati dalam dan bersama dengan Allah, maka kita tidak akan merasa lelah, letih atau lesu, melainkan  tetap segar bugar, ceria, gembira dan dengan demikian menarik, memikat dan mempesona orang yang menyaksikan hidup dan kerja kita. Bekerja atau belajar dengan sungguh-sungguh dan gembira, ceria serta bergairah merupakan salah satu bentuk pewartaan kabar baik. Secara khusus kami berharap kepada mereka yang terpanggil untuk menjadi suami-isteri, imam, bruder atau suster kami harapkan dapat menjadi saksi kabar baik atau gembira, mengingat bahwa panggilan tersebut berasal dari Allah. Keluarga bahagia dan gembira sungguh menjadi sarana pewartaan kabar baik yang tangguh dan handal.

 

"Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri! TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi. Dia yang membentuk hati mereka sekalian, yang memperhatikan segala pekerjaan mereka" (Mzm 33:12-15)

Jakarta, 1 September 2010

Note: kita memasuki bulan Kitab Suci, marilah setiap hari kita membaca dan merenungkan apa yang tertulis dalam Kitab suci, dan kiranya juga dapat memanfaatkan tulisan saya yang sederhana ini. 


Minggu, 29 Agustus 2010

31 Agustus - 1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37

"Alangkah hebatnya perkataan ini!"

(1Kor 2:10b-16; Luk 4:31-37)

 

"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar." Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu" (Luk 4:31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sadar atau tidak kwalitas pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita masing-masing sangat dipengaruhi oleh kata-kata yang kita dengar atau dengarkan, sejak kita dilahirkan dari rahim ibu, atau bahkan sejak masih berada di rahim ibu. Kata-kata yang kita dengarkan dapat 'menghentak atau mempesona' hati, jiwa dan akal budi kita, sehingga mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kita. Kepada seorang yang kerasukan setan Yesus berkata keras dan kiranya cukup menghentak dan menyakitkan, "Diam, keluarlah dari padanya!", sehingga setan yang merasuki orang tersebut keluar daripadanya. Sabda atau kata-kataNya sungguh berwibawa dan penuh kuasa, sehingga mereka yang menyaksikannya berkata "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar". Di antara saudara-saudari atau sesama kita kiranya juga ada yang sedang kerasukan setan alias cara hidup dan cara bertindaknya lebih dikuasai oleh roh jahat sehingga senang berbuat jahat, atau mungkin kita sendiri demikian adanya. Maka pertama-tama kami mengajak kita semua untuk tidak takut dan gentar mengusir roh jahat yang mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak saudara-saudari kita, marilah kita peringatkan mereka dengan kata-kata keras disertai kerendahan hati. Sebaliknya jika kita diperingatkan dengan keras sehingga kita merasa sakit hati, hendaknya disadari dan dihayati bahwa kita perlu bertobat atau memperbaiki diri, berubah ke arah yang baik atau lebih baik dari yang ada sekarang ini. Jangan diabaikan kata-kata keras dan menyakitkan, tetapi renungkan dalam hati dan jadikan pemicu untuk mawas diri dan memperbaiki diri.

·   "Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita" (1Kor 2:12), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah kasih karunia atau anugerah Allah, inilah kebenaran iman. Jika kita berani menghayati kebenaran iman ini, maka cara hidup dan cara bertindak kita akan rendah hati dan lemah lembut, penuh syukur dan terima kasih. Cara hidup yang demikian akan memiliki kuasa dan wibawa untuk mempengaruhi suasana lingkungan hidup dan siapapun yang menyaksikan cara hidup kita, dan mereka akan berkata "Alangkah hebatnya cara hidup orang ini, sehingga siapapun yang bertemu dengannya atau menyaksikannya akan tergerak untuk semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci". Roh atau jiwa yang dianugerahkan kepada kita dan menghidupi kita adalah berasal dari Allah, maka mau tak mau kita harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah alias senantiasa berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Kami mengajak anda sekalian, khususnya para orangtua, pemimpin atau atasan, untuk membina dan mendidik anak-anak, anggota atau bawahan hidup dan bertindak dengan rendah hati, penuh syukur dan terima kasih, sebagai perwujudan bahwa hidup dan segala sesuatu yang menyertainya adalah anugerah Allah. Para orangtua, pemimpin atau atasan kami harapkan dapat menjadi contoh  cara hidup yang rendah hati, penuh syukur dan terima kasih., jauhkan aneka macam bentuk kesombongan. Hidup dan bertindak dengan penuh terima kasih antara lain berarti menyikapi segala sesuatu yang terarah pada diri kita, entah itu kata-kata, perbuatan atau barang, sebagai wujud kasih orang lain kepada kita.

 

"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya" (Mzm 145:8-13)

Jakarta, 31 Agustus 2010


30 Agustus - 1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30

"Bukankah Ia ini anak Yusuf?"

 (1Kor 2:1-5; Luk 4:16-30)

 

"Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya."(Luk 4:16-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Barangsiapa tidak mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka sikap terhadap yang lain dan jauh pasti akan menindas atau melecehkan. Sebaliknya barangsiapa mampu mengasihi, menghormati dan menghargai mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, maka terhadap yang lain/jauh pasti akan melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Orang-orang yang telah kenal Yesus pada masa kecilNya tidak percaya bahwa Yesus adalah Penyelamat Dunia yang mereka dambakan kedatanganNya, bahkan ketika Ia tampil di bait Allah untuk menyatakan Jati DiriNya, mereka berkata "Bukankah Ia ini anak Yusuf", dan kemudian mengusirNya. Kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah dengan rendah hati kita akui dan hayati apa yang baik, luhur, mulia, indah dalam diri saudara-saudari kita yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita, entah di dalam keluarga, masyarakat atau tempat kerja/belajar. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada saat ini karena jasa, kebaikan dan kasih mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kini. Maka hendaknya dengan mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama, kita senantiasa bersikap 'berterima kasih dan bersyukur', sehingga dalam hidup atau bekerja bersama kita saling berterima kasih dan bersyukur, saling melayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Pengalaman berterima kasih dan bersyukur dalam keluarga akan menjadi modal dan kekuatan yang handal untuk senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada siapapun dan dimanapun.

·   "Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah." (1Kor 2:4-5), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Kutipan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua untuk melihat, mengakui dan menghayati 'kekuatan Allah' dalam diri kita masing-masing atau saudara-saudari kita. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, Allah hidup dan berkarya dalam diri kita dengan menganugerahi perkembangan dan pertumbuhan serta aneka macam keutamaan atau nilai kehidupan. Masing-masing dari kita setiap hari/saat berubah, dan marilah kita hayati bahwa perubahan ini merupakan karya Allah, terutama perubahan ke arah lebih baik, mulia, luhur dan terhormat. Sebagai orang beriman kita diharapkan tidak menggantungkan diri pada hikmat manusia, melainkan pada kekuatan Roh, dengan kata lain  hendaknya kita jangan bersikap mental materialistis, melainkan spiritual. Tidak berarti kita harus berdoa khusuk terus menerus, melainkan 'menghayati Tuhan dalam segala sesuatu atau segala sesuatu dalam Tuhan'. Hidup spiritual atau kerohanian sejati terjadi dengan mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk atau hal-ikhwal duniawi dalam atau dengan semangat iman. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk menghayati tugas bekerja atau belajar bagaikan sedang  beribadat, dengan kata lain sikap mental dalam belajar maupun bekerja seperti sikap mental dalam beribadat.

 

"Aku melihat batas-batas kesempurnaan, tetapi perintah-Mu luas sekali. Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu. Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu. Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku" (Mzm 119:96-102)

Jakarta, 30 Agustus 2010