Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 04 Juni 2010

6 Juni - Kej 14:18-20; 1Kor 11:23-26; Luk 9:11b-17


"Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak."

HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS: Kej 14:18-20; 1Kor 11:23-26; Luk 9:11b-17


"Penghayatan Ekaristi dan sakramen pada umumnya, terutama merupakan suatu pengalaman iman. Dalam iman orang dipersatukan dengan Kristus, dan dengan sesama. Ekaristi berarti suatu pertemuan pribadi – dalam iman – dengan Kristus. St.Paulus menulis, "Bukankah piala ucapan syukur, yang di atasnya kita ucapkan syukur, berarti persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan berarti persekutuan dengan tubuh Kristus?" (1Kor 10:16). Ekaristi berarti 'persekutuan dengan Kristus'. Dan memang, kita 'dipanggil kepada persekutuan dengan Anak Allah, Yesus Kristus Tuhan kita'(1Kor 1: 9). Hal itu berarti pertama-tama 'persekutuan Roh Kudus'(2Kor 13:13), sebab kesatuan kesatuan dengan Kristus berarti 'persekutuan iman' (Flm 6). Persekutuan iman berarti persekutuan jemaat, sebab semua bersama-sama menghayati iman Gereja. Sakramen itu 'sakramen iman', dan Ekaristi sebagai pusat dan puncak semua sakramen merupakan perayaan iman bersama. Pusatnya bukanlah roti dan anggur, melainkan Kristus yang – karena iman – hadir dalam seluruh umat" (KWI: IMAN KATOLIK, Buku Informasi dan Referensi, Jakarta 1996, hal 412). Kutipan ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama dengan bacaan-bacaan dalam rangka merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus hari ini.

 

"Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak" (Luk 9:16)

 

Kutipan dari Injil Lukas di atas ini kiranya dapat menjadi inspirasi bagi kita semua dalam rangka menghayati imamat umum kaum beriman. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita memiliki panggilan imamat umum yang harus kita hayati di dalam hidup kita sehari-hari. Cirikhas atau fungsi seorang imam antara lain menjadi penyalur rahmat/berkat Allah kepada umat manusia dan doa/dambaan/kerinduan umat manusia kepada Allah, lebih-lebih dan terutama bagi umat yang miskin dan berkekurangan, lapar dan haus dalam berbagai kebutuhan hidup sehari-hari.

 

Apa yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai kini adalah rahmat atau anugerah Allah, yang harus kita bagikan kepada orang banyak, siapapun yang kita jumpai dalam hidup kita sehari-hari, terutama yang miskin dan berkekurangan. Aneka rahmat atau anugerah Allah yang kita terima memang juga merupakan usaha kita dalam rangka 'menengadah ke langit'  alias buah kerja keras kita, tetapi pertama-tama dan terutama merupakan kemurahan hati Allah., maka selayaknya kita juga bermurah hati kepada saudara-saudari kita. Bermurah hati berarti menjual hati dengan harga murah meriah alias memperhatikan siapapun, tanpa pandang bulu, terutama dan pertama-tama kepada mereka yang miskin dan berkekurangan.

 

Kami berharap semakin kaya, pandai, cerdas, terampil, tua, berpengalaman dst. (alias semakin 'berisi') juga semakin bersyukur dan berterima kasih alias rendah hati, sebagaimana dikatakan dalam pepatah " batang bulir padi yang berisi semakin menunduk, sedangkan yang tak berisi menengadah ke atas".  Bermurah hati dengan rendah hati sungguh merupakan tindakan atau perilaku yang terpuji, mulia dan mempesona. Kita semua kiranya memiliki pengalaman iman selama berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi, puncak iman dan ibadat Gereja, dimana kita semua mengalami kebersamaan hidup yang indah, duduk sama tinggi berdiri sama rendah, bersama-sama berdoa dan bernyanyi, saling menyampaikan damai sejahtera Allah dan sama-sama menerima Tubuh Kristus. Rasanya kemurahan hati dan kerendahan hati hidup dan  menjiwai kita semua selama berpartisipasi di dalam Perayaan Ekaristi. Baiklah sebagaimana di akhir Perayaan Ekaristi kita menerima ajakan pengutusan , "Marilah pergi, kita diutus" , marilah dalam kepergian atau sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun kita bermurah hati, menyalurkan rahmat/berkat Allah kepada sesama dengan rendah hati.        

 

"Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang" (1Kor 11:26)

 

Perayaan Ekaristi adalah kenangan akan wafat dan kebangkitan Yesus, kenangan pemberian Diri Yesus kepada kita semua yang beriman kepadaNya, yang antara lain kita hayati dengan menerima Tubuh dan Darah Kristus, dalam rupa roti dan anggur yang telah dikonsekrir. Dengan menyantap Tubuh Kristus kita bersatu dan bersama dengan Yesus Kristus, dan dengan demikian dipanggil untuk 'memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang'.

 

'Memberitakan kematian Tuhan' berarti menyebarluaskan persembahan Diri Yesus di kayu salib, dan untuk itu kita sendiri memang harus meneladan Dia dalam persembahan diri total dalam hidup sehari-hari. Dengan kata lain kita dipanggil untuk bekerja keras dalam melakukan tugas atau menghayati panggilan apapun. "Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu"  (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). Maka kami berharap kepada kita semua: hendaknya dengan kerja keras kita belajar atau bekerja:

 

1). Bagi siapapun yang sedang memiliki tugas belajar hendaknya sungguh belajar. Tujuan utama belajar adalah agar terampil belajar, menjadi pribadi yang senantiasa siap sedia untuk belajar, sehingga senang belajar atau mempelajari apapun, lebih-lebih atau terutama hal-hal yang terkait pada kesejahteraan umum atau kebahagiaan bersama. Dengan ini kami berseru kepada para peserta didik atau mahasiswa untuk mengusahakan dan memperdalam sikap belajar, sehingga terampil belajar; jauhkan budaya instant, yaitu belajar untuk memperoleh nilai akhir semester, tahun atau ujian, yang sering hanya dipersiapkan satu atau dua minggu saja, atau bahkan sehari. Memang agar terampil belajar anda harus memiliki keutamaan kerendahan hati, belajar tanpa rendah hati pasti gagal total.

 

2). Bagi siapapun yang sedang memiliki tugas bekerja kami harapkan bekerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga terampil bekerja. Secara khusus kami berharap kepada para pekerja muda atau baru: hendaknya lebih mengutamakan agar terampil bekerja bukan jasa atau gaji. Dengan kata lain sikap mental belajar hendaknya menjiwai anda selama bekerja. Orang yang bersikap mental belajar selama bekerja pada umumnya senantiasa siap sedia untuk menerima tugas atau pekerjaan baru, meskipun tugas atau pekerjaan tersebut terasa asing atau baru sama sekali. Dengan kata lain hendaknya senantiasa siap sedia membaktikan atau memberikan diri pada aneka kesempatan dan kemungkinan, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Usahakan untuk menjadi pribadi atau orang 'otodidak' (auto didaktos), orang yang terampil serta memiliki aneka macam pengetahuan dan ilmu dengan belajar sendiri melalui aneka pengalaman hidup maupun kerja. Bagikan keterampilan dan kecerdasan serta aneka kekayaan anda kepada orang lain yang sungguh membutuhkan, lebih-lebih dan terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.

 

"Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu." Tongkat kekuatanmu akan diulurkan TUHAN dari Sion: memerintahlah di antara musuhmu! Pada hari tentaramu bangsamu merelakan diri untuk maju dengan berhiaskan kekudusan; dari kandungan fajar tampil bagimu keremajaanmu seperti embun. TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: "Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek."  (Mzm 110:1-4)

 

Jakarta, 6 Juni 2010 


5 Juni - 2Tim 4:1-8; Mrk 12:38-44

"Janda ini memberi dari kekurangannya"

(2Tim 4:1-8; Mrk 12:38-44)

 

"Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: "Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat." Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (Mrk 12:38-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St. Bonifasius, uskup dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dari berbagai pengalaman dan pengamatan saya apa yang disabdakan Yesus bahwa "Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan" sungguh up to date dan nyata juga pada masa kini. Melayani mereka yang kaya dan berduit sungguh melelahkan dan penuh perhitungan, karena mereka begitu rewel dan menuntut, dan setelah menerima pelayanan pun sering lupa mengucapkan terima kasih, sebaliknya melayani mereka yang miskin dan berkekurangan enak adanya dan sungguh bahagia menerima ucapan terima kasih mereka. Ucapan terima kasih dari yang miskin dan berkekurangan bukan basa-basi dan sungguh keluar dari hati, bahkan saya berkali-kali mengalami hal konkret, misalnya: orang kaya itu memberi stipendium lebih kecil daripada yang miskin. Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita semua bahwa berbagai jenis harta benda yang kita miliki dan kuasai pada saat ini adalah anugerah Allah, yang kita terima melalui mrreka yang telah berbuat baik kepada kita atau membantu kita, maka hendaknya juga difungsikan sesuai kehendak Allah. Kehendak Allah terhadap harta benda duniawi adalah demi kesejahteraan seluruh umat manusia, dan harta benda pada dasarnya bersifat sosial. Semakin memiliki banyak harta benda hendaknya semakin sosial, bersyukur dan berterima kasih -> mewujudkan syukur dan terima kasih dengan membantu mereka yang miskin dan berkekurangan. Memberi yang baik adalah memberi dari kekurangan kita, memberi dari kelimpahan berarti membuang sampah alias menjadikan orang lain yang menerima pemberian kita sebagai tempat sampah dan dengan demikian melecehkan yang lain, seperti orang-orang Farisi yang melecehkan orang-orang miskin.

·   "Kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu! Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat" (2Tim 4:5-6), demikian pesan Paulus kepada Timoteus.  Memberitakan Injil atau kabar baik serta menunaikan tugas pelayanan dengan baik pada masa kini tentu akan mengalami aneka macam bentuk penderitaan. Penderitaan yang lahir dari kesetiaan pada panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati, maka hendaknya sabar dalam penderitaan. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan dan masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Menghayati kesabaran pada masa kini sungguh penting sekali dan mendesak untuk disebarluaskan, mengingat dan memperhatikan semakin merosotnya keutamaan kesabaran bagi banyak orang. Sadar atau tidak sadar sarana komunikasi seperti HP membuat kita kurang sabar, mengapa? Terbiasa dilayani segera itulah pengalaman berkomunikasi dengan HP alias tak pernah diitunda atau dikecewakan. Dengan kata lain yang bersangkutan senantiasa ingin didahulukan, dan dengan demikian pasti tidak sabar mengalami aneka derita yang dapat muncul setiap saat. Generasi muda kurang atau tidak sabar menghadapi rangsangan seks dan dengan mudah mengadakan hubungan seks diluar atau sebelum menikah. Pengalaman tersebut jelas akan mendorong orang semakin tidak sabar dalam kehidupan yang lain.

 

"Aku datang dengan keperkasaan-keperkasaan Tuhan ALLAH, hendak memasyhurkan hanya keadilan-Mu saja! Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib  Aku pun mau menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu, ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel" (Mzm 71:16-17.22)

 

Jakarta, 5 Juni 2010


Kamis, 03 Juni 2010

4 Juni - 2Tim 3:10-17; Mrk 12:35-37

"Orang banyak yang besar jumlahnya mendengarkan Dia dengan penuh minat"

(2Tim 3:10-17; Mrk 12:35-37)

 

"Pada suatu kali ketika Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berkata: "Bagaimana ahli-ahli Taurat dapat mengatakan, bahwa Mesias adalah anak Daud? Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. Daud sendiri menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?" Orang banyak yang besar jumlahnya mendengarkan Dia dengan penuh minat" (Mrk 12:35-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Di Bait Allah Yesus mengajar perihal DiriNya sebagai Penyelamat Dunia, Allah yang menjadi Manusia dan tinggal di tengah-tengah kita. Ia menjelaskan bahwa DiriNya adalah pemenuhan janji Allah, sebagaimana pernah dijanjikan kepada tokoh-tokoh umat Allah perjanjian lama seperti Daud. Para ahli Taurat mengatakan bahwa Yesus, Mesias adalah anak Daud, sedangkan Daud sendiri dalam Roh Kudus menyatakan bahwa Dia adalah Tuannya. Suatu pengajaran yang memang sulit dimengerti dan hanya dalam dan oleh iman pengajaran tersebut dapat dimengerti dan diterima. Marilah kita tidak terjebak pada apa yang diajarkan Yesus tersebut, melainkan menempatkan diri sebagai 'orang banyak yang mendengarkan Dia dengan penuh minat'. Pengajaran macam itu atau yang sejenis dapat terjadi di dalam kotbah-kotbah pada ibadat/misa hari Minggu atau di sekolah-sekolah, dimana pengkotbah atau pengajar menyampaikan hal-hal baru dan sulit, berbelit-belit. Sebagai pendengar kita diharapkan mendengarkan dengan penuh minat dan rendah hati. Jika kita dengan penuh minat dan rendah hati mendengarkan, maka kami percaya kita dapat mengerti dan menerima aneka pengajaran baru yang sulit. Marilah kita perdalam dan kembangkan keutamaan 'mendengarkan' dalam hidup kita sehari-hari; ingat dan hayati bahwa indera pendengaran adalah indera yang pertama kali berfungsi dalam diri kita, sejak masih di dalam rahim ibu/bayi kita sudah dapat mendengarkan. Kita dengarkan ajaran atau kehendak Tuhan yang menjadi nyata dalam ciptaan-ciptaanNya di dunia ini, entah dalam binatang, tumbuh-tumbuhan/tanaman maupun manusia serta suasana atau iklim kehidupan.

·   "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2Tim 3:15-16). Sejak kecil kita dituntun, diajar, dididik dan diperbaiki dengan penuh cintakasih oleh orang-orang yang mengasihi kita, terutama orangtua atau ibu kita masing-masing. Kita diarahkan menuju ke kebenaran dan keselamatan sejati. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mengenangkan kembali aneka pengajaran, didikkan, tuntunan serta nasihat yang telah kita terima melalui orangtua kita masing-masing ketika kita masih kecil dan tinggal bersama dengan orangtua. Sebagai contoh saya pribadi senantiasa terkesan pada kata-kata orangtua saya ketika saya masih kecil, yang berkata "Barang katon wae ora biso nggarap, ojo maneh sing ora katon" (= Yang kelihatan saja tidak dapat mengerjakan, apalagi yang tidak kelihatan). Di balik kata-kata tersebut tersirat ajakan atau nasihat agar kami bekerja keras dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan apapun yang dibebankan kepada kita. Kami percaya anda masing-masing tentu memiliki pengalaman yang sangat mengesan, entah berupa perilaku atau kata-kata, dari orangtua anda masing-masing, maka ingatlah dan kenangkan. Sebagai orang beriman atau beragama kiranya masing-masing dari kita juga terkesan pada salah satu ayat atau perikop dari Kitab Suci, sebagaimana terjadi dan dihayati oleh para santo atau santa, maka cecaplah ayat atau perikop yang mengesan tersebut. Kita mungkin juga terkesan pada tokoh-tokoh hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, seperti para pahlawan, baiklah kita kenangkan apa yang mengesan dari mereka.  Kutipan surat Paulus kepada Timoteus di atas mengingatkan kita semua pentingnya sering membaca dan menerungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci kita masing-masing; maka jika memiliki kitab suci jangan hanya dijadikan hiasan belaka, melainkan bacalah, renungkan, cecaplah apa yang tertulis di dalam kitab suci tersebut.

 

"Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka. Aku menantikan keselamatan dari pada-Mu, ya TUHAN, dan aku melakukan perintah-perintah-Mu. Aku berpegang pada titah-titah-Mu dan peringatan-peringatan-Mu, sebab seluruh hidupku terbuka di hadapan-Mu" (Mzm 119:165-166.168)

 

Jakarta, 4 Juni 2010


Rabu, 02 Juni 2010

3 Juni - 2Tim 2:8-15; Mrk 12:28-34

" Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"

(2Tim 2:8-15; Mrk 12:28-34)

 

"Seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus" (Mrk 12:28-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Karolus Lwanga dkk, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ada aneka hukum, peraturan atau tatanan dalam kehidupan bersama kita, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara maupun beragama atau beriman. Landasan dan arah atau tujuan semua hukum, peraturan dan tatanan hemat saya adalah cintakasih, cintakasih kepada Tuhan dan sesama. Maka ketika Yesus menerima pertanyaan perihal 'hukum manakah yang paling utama', Ia menjawab: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini". Maka marilah kita hayati hukum yang paling utama ini di dalam hidup dan kerja kita setiap hari, dimanapun dan kapanpun. Mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan berarti dengan seutuhnya, total tanpa catatan kaki, yang memang mengandaikan hati, jiwa, akal budi dan tubuh yang sehat wal'afiat. Mereka yang sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh kiranya akan mengalami kesulitan atau tantangan berat untuk mengasihi maupun dikasihi. Maka marilah kita usahakan dan jaga kesehatan hati, jiwa, akal budi dan tubuh kita, agar kita dapat saling mengasihi dengan baik. Para bapak-ibu atau suami-isteri kiranya memiliki pengalaman saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan atau tubuh, yang antara lain memuncak dalam hubungan seksual, maka kami harapkan dapat menjadi contoh atau teladan dalam hidup saling mengasihi bagi anak-anaknya maupun orang lain di lingkungan hidupnya.

·   "Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu"(2Tim 2:14-15). "Jangan bersilat kata", inilah pesan atau nasihat yang kiranya baik kita renungkan dan hayati. Orang yang senang bersilat kata pada umumnya adalah orang yang merasa diri pandai, para politikus, ahli hukum dst… Cintakasih pertama-tama dan terutama harus menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku bukan dalam kata-kata atau silat lidah. Sekiranya harus berkata-kata pun hendaknya berkata dengan jujur, apa adanya, tanpa malu ketika harus mengakui dirinya sebagai yang bersalah. Jujur dalam berkata-kata berarti mengungkapkan apa yang ada di dalam hati, lubuk hati yang terdalam alias berkata sesuai dengan suara hati. Marilah kita ingatkan dengan rendah hati mereka yang suka dan sering bersilat lidah, memboroskan waktu dan tenaga tiada guna. Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua maupun guru/pendidik untuk dapat menjadi teladan dalam hal kejujuran berkata-kata bagi anak-anak maupun para peserta didik. Kami ingatkan dan ajak anda sekalian untuk berhati-hati menanggapi orang yang suka bersilat lidah, omong besar atau berkata-kata manis untuk menipu, dst… Jangan mudah tergoda oleh aneka rayuan kenikmatan para penipu! Kami juga mengingatkan kita semua: hendaknya bangga terhadap pekerjaan dan tugas kita masing-masing, tentu saja pekerjaan atau tugas yang menyelamatkan atau membahagiakan diri kita sendiri maupun saudara-saudari kita.

 

"TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya." (Mzm 25:8-10)

Jakarta, 3 Juni 2010   


Selasa, 01 Juni 2010

2 Juni - 2Tim 1:1-3.6-12; Mrk 12:18-27

"Orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga"

(2Tim 1:1-3.6-12; Mrk 12:18-27)


"Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itu pun mati. Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." Jawab Yesus kepada mereka: "Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!" (Mrk 12:18-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang yang  bersikap mental materialistis pada umumnya hanya memikirkan hal-hal duniawi atau yang dapat dinikmati dengan pancaindera saja, dan tidak atau kurang memikirkan hal-hal rohani atau spiritual, sebagaimana orang-orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati. Sebagai orang beriman atau beragama kita diharapkan tidak bersikap mental materialistis, tetapi spiritual atau rohaniah: menyadari dan menghayati bahwa diri kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, yang berarti selama hidup di dunia ini menghayati karya Allah dalam ciptaan-ciptaanNya terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Kita dipanggil untuk memfungsikan hal-hal duniawi sebagai sarana untuk menyucikan diri, mengusahakan keselamatan jiwa, maka jika hal-hal duniawi mengganggu usaha penyelematan jiwa hendaknya ditinggalkan atau disiingkirkan. Tanda lain bahwa kita bersikap mental spiritual adalah tidak melupakan hidup doa harian, berdoa setiap hari sesuai dengan kebutuhan dan harapan agama masing-masing. Jika kita sungguh bersikap mental spiritual berarti kita juga percaya akan kebangkitan orang mati, artinya kita percaya akan hidup bahagia, bebas merdeka selama-lamanya di sorga. Sebaliknya selama di dunia kita tidak bebas merdeka tanpa aturan apapun, melainkan dengan lepas bebas dan gembira melaksanakan aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Kami berharap kepada siapapun yang bersikap mental materialistis untuk bertobat.


·   "Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu. Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2Tim 1:6-7), demikian kutipan surat Paulus kepada Timoteus. Kasih karunia Allah yang dianugerahkan kepada kita membuat kita  bangkit dalam hal kekuatan, kasih dan ketertiban; kita menjadi orang yang kuat dan handal dalam mengasihi dan hidup tertib. Bersikap dan hidup tertib pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebar-luaskan. "Sikap tertib adalah sikap dan perilaku yang teratur, taat asas, konsisten, dan mempunyai sistematika tertentu merupakan cermin seorang yang disiplin" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 25-26). Kami berharap kepada siapapun yang menentukan atau berpengaruh dalam hidup bersama dapat menjadi teladan dalam hal ketertiban dalam bidang kehidupan apapun. Perkenankan saya mengingatkan bahwa siapapun yang tertib dalam hal keuangan pada umumnya juga tertib dalam hal-hal yang lain, sebaliknya siapapun yang tidak tertib dalam hal keuangan pada umumnya juga amburadul dalam perkara-perkara lain. Marilah kita hayati kasih karunia Allah dengan mengelola dan mengurus harta benda atau uang dengan tertib. Hendaknya anak-anak dibiasakan hidup tertib di dalam keluarga maupun sekolah dengan teladan konkret dari para orangtua maupun guru/pendidik. Tertib di jalanan dengan mentaati aneka rambu lalu lintas juga merupakan cermin kwalitas masyarakat atau bangsa.

 

"Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga. Lihat, seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita"

 (Mzm 123:1-2).

  Jakarta, 2 Juni 2010

     


Senin, 31 Mei 2010

1 Juni - 2Ptr 3:12-15a.17-18; Mrk 12:13-17

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!"

(2Ptr 3:12-15a.17-18; Mrk 12:13-17)


"Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia" (Mrk 12:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yustinus, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Martir adalah orang yang berani mati/mengorbakan dirinya karena kesetiaan atau ketaatan pada iman alias setia dan taat pada kehendak Tuhan, yang antara lain diterjemahkan ke dalam aneka aturan atau tatanan hidup dan kewajiban. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus berarti menghayati apa yang disabdakanNya : "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah". Kita semua sebagai orang beriman memiliki panggilan untuk menjadi martir juga; hemat saya menghayati apa yang disabdakan oleh Yesus di atas ini juga merupakan bentuk kemartiran masa kini, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak setia dan tidak taat kepada kewajibannya. Di Indonesia pada saat ini kiranya masih cukup ramai dibicarakan dan diberitakan perihal 'makelar pajak' alias penyelewengan perpajakan. Penyelewengan pajak dapat dilakukan oleh wajib pajak maupun para petugas penarik pajak alias pejabat pemerintah yang terkait, namun hemat saya akar penyelewengan ada pada para pejabat perpajakan. Rasanya jiga kewajiban membayar pajak dilakukan dengan setia dan tidak ada penyelewengan pajak, cita-cita bangsa kita akan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh  bangsa segera terwujud atau menjadi nyata. Sabda Yesus di atas mengajak dan mengingatkan kita untuk menjadi warganegara dan umat beriman yang baik (100% warganegara dan 100% beriman/katolik/islam/Kristen dst..). Kami berharap kepada para penegak hukum, pejabat pemerintah sungguh setia dalam menegakkan pemberlakuan hukum, aturan dan tatanan hidup bersama di semua bidang kehidupan bersama.

·   "Saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia" (2Ptr 3: 14). Kita semua menantikan atau mendambakan hidup dalam kebenaran alias kesejahteraan dan kebahagiaan sejati, dan untuk itu kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh. Pertama-tama dan terutama masing-masing dari kita sendiri hendaknya senantiasa 'kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapanNya'  alias suci. Memang untuk mengusahakan dan menjaga kesucian hidup pada masa kini sungguh berat, harus menghadapi aneka macam godaan, tantangan dan hambatan serta rayuan untuk berbuat jahat. Kita tak mungkin sendirikan mengusahakan dan menjaganya, maka baiklah kita bekerjasama dengan saudara-saudari kita yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita. Marilah saling menolong dan mengingatkan: hendaknya ketika ada saudara-saudari kita ingin melakukan kejahatan segera kita ingatkan atau cegah, sebaliknya jika kita diingatkan oleh siapapun hendaknya ditanggapi dengan positif, tidak marah atau membenci terhadap mereka yang mengingatkan. Hidup suci berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan/Penyelenggaraan Ilahi. Diri kita tak pernah terlepas dari aneka macam sarana-prasarana dan lingkungan, maka kita juga dipanggil untuk mengusahakan dan menjaga kesucian sarana-prasarana maupun lingkungan hidup. Dengan kata lain marilah kita tingkatkan dan perdalam usaha perawatan terhadap aneka macam sarana-prasarana maupun lingkungan hidup, agar aneka macam sarana-prasarana maupun lingkungan hidup mendukung usaha kita untuk menjadi suci atau menjaga kesucian.

 

"Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam." (Mzm 90:2-4)

 

Jakarta, 1 Juni 2010      

  


Minggu, 30 Mei 2010

31 Mei - Rm 12:9-16b; Luk 1:39-56

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu".

(Rm 12:9-16b; Luk 1:39-56)


"Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya."(Luk 1:39-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas  bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta SP Maria Mengunjungi Elisabet hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Rekan-rekan perempuan, lebih-lebih yang telah berkeluarga, ketika tahu bahwa dirinya hamil pertama kali pada umumnya sangat gembira dan dengan gairah memberitahukan kehamilannya kepada suaminya maupun saudara-saudarinya atau orangtuanya. Suasana itulah kiranya yang terjadi dalam diri Elisabet maupun Maria, yang sama-sama sedang mengandung/hamil karena Roh Kudus. Maria sebagai yang lebih muda tergerak untuk mengujungi Elisabet, yang dimana tuanya dianugerahi anak/sedang hamil. Dua pribadi yang penuh Roh Kudus itupun ketika saling bertemu lalu saling memuji: Elisabet memuji Maria, karena terpilih untuk mengandung Penyelamat Dunia. Terhadap pujian Elisabet, Maria tidak menjadi sombong, melainkan rendah hati dengan mengidungkan 'Magnificat', kidung populer bagi mereka yang telah dipilih oleh Tuhan. SP Maria adalah teladan umat beriman, maka kami berharap kita semua meneladan SP Maria, dan perkenankan secara khusus saya mengajak rekan-rekan perempuan untuk menjadi teladan keramahan dan kerendahan hati seperti SP Maria. Marilah kita hayati dengan konsekwen ketika kita saling bertemu juga saling mengucapakan 'selamat' (selamat pagi, selamat jumpa, dst..), yang berarti  kita saling mendambakan dan mengusahakan keselamatan, lebih-lebih keselamatan jiwa kita.


·   "Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!" (Rm 12:16), demikian peringatan atau nasihat Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Apa yang kita butuhkan untuk hidup sehari-hari adalah apa-apa yang sederhana, misalnya makanan, minuman, sapaan/sentuhan kasih, tidur, bercakap-cakap dst… Kami percaya bahwa rekan-rekan perempuan lebih peka akan apa-apa yang sederhana daripada rekan-rekan laki-laki. Memang mereka yang merasa diri pandai pada umumnya lebih memikirkan perkara-perkara tinggi daripada perkara sederhana. Hemat saya orang yang sungguh pandai sejati pada umumnya dapat membuat sederhana apa yang tinggi dan berbelit-belit, sehingga yang dikatakan dan diusahakan dimengerti oleh semua orang, bukan membuat yang sederhana menjadi sulit dan berbelit-belit. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang merasa pandai atau memiliki kepakaran dalam ilmu atau keterampilan tertentu untuk membagikan kepandaian, kepakaran dan keterampilan bagi orang lain tanpa pandang bulu; dan memang untuk itu harus menyederhanakan perkara-perkara tinggi dan berbelit-belit. Kepada rekan-rekan yang terbiasa memperhatikan perkara-perkara sederhana yang menjadi kebutuhan kita sehari-hari kami ucapkan banyak terima kasih. "Mengunjungi" hemat saya juga meruapakan perkara sederhana; mengunjungi berarti menghadirkan diri seutuhnya bagi yang lain. Ingat 'mengunjungi' bukan berarti harus banyak bicara atau omong-omong, melainkan yang utama dan pokok adalah hadir bersama.

 

"Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan. Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur! Bermazmurlah bagi TUHAN, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!"(Yes 12:2-5)

 

 Jakarta, 31 Mei 2010