Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 24 Desember 2010

Keluarga Kudus - Sir 3:2-6.12-14; Kol 3:12-21; Mat 2:13-15.19-23

"Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya dan pergi ke tanah Israel"

Pesta Keluarga Kudus : Sir 3:2-6.12-14; Kol 3:12-21; Mat 2:13-15.19-23

 

"Keluarga, yang didasarkan pada cintakasih serta dihidupkan olehnya merupakan persekutuan pribadi-pribadi suami dan isteri, orangtua dan anak-anak, sanak saudara. Tugasnya yang pertama yakni dengan setia menghayati kenyataan persekutuan disertai usaha terus-menerus untuk mengembangkan rukun hidup yang otentik antara pribadi-pribadi. Asas terdalam tugas itu, kekuatannya yang tetap, serta tujuan akhirnya ialah cintakasih.  Tanpa cintakasih keluarga bukanlah rukun hidup antar pribadi, dan begitu pula, tanpa cintakasih keluarga tidak dapat hidup, berkembang atau menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi-pribadi"  (Paus Yohanes Paulus II: Anjuran Apostolik "Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern /Ensiklik 'Familiaris Consortio', 22 November 1981, no 18). Hidup berkeluarga pada masa kini memang sarat dengan aneka tantangan, hambatan atau masalah, sehingga tidak sedikit yang mengalami kegagalan dan berakhir dengan perceraian. Dalam kisah Warta Gembira hari ini diceriterakan bahwa Keluarga Kudus, Yosef, Maria dan Kanak-kanak Yesus menghadapi ancaman dari penguasa yang gila akan kekuasaan atau jabatan, yaitu Herodes. Atas bisikan Roh Kudus Keluarga Kudus terbebas dari ancaman itu dan untuk itu harus mengungsi ke Mesir. Maka baiklah pada Pesta Keluarga Kudus hari ini kami mengajak anda sekalian, secara khusus yang menjalani hidup berkeluarga sebagai suami-isteri, untuk mawas diri bercermin pada warta gembira hari ini.

 

"Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia." Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati" (Mat 2:13-15)    

 

Yusuf, sebagai kepala keluarga atau rumah tangga, bertanggungjawab menyelamatkan Keluarga Kudus itulah yang baik kita renungkan atau refleksikan, dan secara khusus kami mengajak dan mengingatkan para suami atau bapak, yang pada umumnya berfungsi sebagai kepala keluarga dalam system patriarchal. Pengakuan suami atau bapak sebagai kepala keluarga ini antara lain terjadi dalam system penggajian atau imbal jasa dalam kepegawaian, dimana ia memperoleh tunjangan isteri dan anak-anak. Dengan kata lain kiranya bapak atau suami pertama-tama bertanggungjawab dalam hal kebutuhan hidup sehari-hari bagi seluruh anggota keluarga. Memang dalam kenyataan cukup banyak juga para isteri atau ibu yang bekerja, entah sebagai pegawai atau dengan usaha wiraswasta, dan bahkan imbal jasa atau pendapatannya sering lebih besar dari pendapatan suami/bapak. Maka kami berharap suami dan isteri bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga. Bekerjasama ini mutlak, mengingat dan memperhatikan bahwa anak adalah 'buah kerjasama', maka hanya akan tumbuh berkembang dengan baik jika anak dididik dan didampingi bersama-sama juga.

 

Selain tanggungjawab secara phisik, material atau ekonomis, pada masa kini tanggungjawab secara moral atau spiritual kiranya cukup berat. Baiklah kami mengajak dan mengingatkan para suami-isteri atau bapak ibu untuk sungguh memberi perhatian pada anak-anak selama masa usia balita. Peran indera penglihatan dan pendengaran anak sangat peka selama masa balita: apa yang dilihat dan didengarkan melalui lingkungan hidupnya sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kepribadian, akhlak atau kehidupan moralnya. Maka baiklah senantiasa diusahakan agar apa yang disuarakan atau dilakukan oleh orangtua atau bapak-ibu sungguh membantu pertumbuhan dan perkembangan moral anak. Kami berharap pada para bapak-ibu untuk tidak pelit memberi waktu dan tenaga bagi anak-anak sebagai tanda cinta, karena salah satu bentuk cinta yang tak dapat diganti dengan cara apapun adalah 'pemborosan waktu dan tenaga bagi yang tercinta'.

 

Perkenankan dengan rendah hati kami mengingatkan secara khusus kepada para ibu untuk memberi ASI atau menyusui anak/bayinya secara memadai, karena dengan menyusui selain memberi gizi yang baik kepada anak-anak juga merupakan bentuk kasih yang luar biasa kepada anak-anak, memberi bekal pada anak-anak untuk mengembangkan belahan otak kanan, yang erat kaitannya dengan kehidupan moral (Ingat pada umumnya ibu menyusui dengan buah dada kiri, yang berarti otak belahan kanan anak menempel di buah dada. Bukankan buah dada juga menjadi symbol cinta?). ASI akan sangat berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan kecerdasan maupun psikologis anak.

 

"Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan." (Kol 3:18-20)

    

Baik suami maupun isteri kiranya,  pada awal perjumpaan untuk saling mengasihi, saling menyadari dan menghayati diri sebagai anugerah Tuhan; dengan kata lain Tuhanlah yang mempertemukannya sehingga menjadi suami-isteri. Maka ajakan atau peringatan Paulus di atas baik bagi suami maupun isteri hemat saya sama saja: mengasihi dalam Tuhan sama dengan tidak berlaku kasar atau tidak berlaku kasar merupakan perwujudan mengasihi dalam Tuhan. hendaknya relasi antar suami dan isteri  tidak pernah kasar entah dalam wacana maupun tindakan, omongan maupun perilaku. Apa yang dikatakan atau dilakukan selama masa pacaran atau tunangan, yang pada umumnya mesra penuh kelembutan dan mempesona, terus diperdalam dan ditingkatkan selama menjadi suami-isteri sampai mati. Ingat dan kenangkan janji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati.

 

Paulus juga mengingatkan anak-anak agar mentaati orangtua dalam segala hal. Peringatan ini mengandaikan apa yang dikatakan, diperintahkan atau dinasehatkan oleh orangtua pada anak-anak adalah segala sesuatu yang menyelamatkan dan membahagiakan terutama bagi jiwa anak-anak, segala sesuatu yang menyelamatkan jiwa. Maka orangtua hendaknya dapat menjadi teladan dalam penghayatan budi pekerti luhur dalam hidup sehari-hari alias senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan. Kepada orangtua yang demikian selayaknya anak-anak mentaatinya. Anak-anak akan mentaati orangtua jika mereka merasa dikasihi oleh orangtuanya. Lepas apakah orangtua sungguh berbudi pekerti luhur atau tidak, baiklah kami mengingatkan anak-anak untuk menghormati dan mentaati orangtua. Ingatlah dan hayatilah bahwa tanpa kasih orangtua, khususnya ibu, kita tidak dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini. Kasih ibu antara lain kita terima ketika kita masih berada di dalam rahimnya kurang lebih sembilan bulan lamanya, ketika kita masih bayi disusui, dimandikan, dipeluk, dicium , dst.. Akhir kata sebagaimana diingatkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik, yang kami kutipkan di atas, hendaknya cintakasih senantiasa menjiwai hidup berkeluarga. Marilah kita saling mengasihi satu sama lain sampai mati.

 

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN.Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu,"

 (Mzm 128:1-5)

 

Jakarta, 26 Desember 2010  


Kamis, 23 Desember 2010

Hari Raya Natal - Yes 9:1-6; Tit 2:11-14; Luk 2: 1-20

HR NATAL : Yes 9:1-6; Tit 2:11-14; Luk 2: 1-20


"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."

Pertama-tama kami ucapkan "SELAMAT NATAL 2010 / HAPPY  MERRY CHRISTMAS 2010" kepada anda sekalian. Dalam merayakan Natal tahun ini kiranya kita berada dalam suasana keprihatinan terkait dengan aneka musibah, bencana alam, gempa bumi, letusan gunung berapi dst.. yang mengakibatkan cukup banyak korban. Secara moral kiranya kita juga masih prihatin berhubungan dengan masih maraknya tindak korupsi maupun aneka pertentangan, tawuran atau permusuhan yang menimbulkan kebencian dan balas dendam maupun korban.  Kedatangan Penyelamat Dunia, Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa, kiranya juga merupakan 'keprihatinan Allah akan situasi dunia yang harus diselamatkan'. Maka baiklah dalam rangka merayakan pesta Natal atau mengenangkan Kelahiran Penyelamat Dunia tahun ini, kami sampaikan catatan-catatan refleksif sebagai berikut:

 

"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan" (Luk 2:10-11)     

 

Berbagai macam bentuk ketakutan kiranya masih menguasai banyak orang, termasuk kita sendiri: ada orang takut digeser atau diturunkan dari kedudukan, jabatan atau fungsinya, para pelajar atau mahasiswa takut tidak naik kelas atau lulus ujian, cukup banyak orang takut menghadapi masa depan, dst… Dampak ketakutan dapat mendua: hidup dan bertindak ngawur untuk melindungi atau menutupi ketakutannya atau dengan rendah hati membuka diri terhadap bantuan Ilahi melalui sesamanya yang baik hati. Kepada mereka yang beerada dalam ketakutan kami ajak untuk dengan sungguh-sungguh merenungkan Warta Gembira yang disampaikan oleh malaikat kepada para gembala, sebagaimana saya kutipkan di atas.

 

"Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar"  inilah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Kesukaan besar macam apa? Tentu saja bukan bersifat material melainkan lebih spiritual, misalnya sapaan kasih, perhatian, doa dst., atau nilai-nilai/keutamaan-keutamaan yang menyelamatkan jiwa seperti "kasih, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,"(Gal 5:22-23). Kepada mereka yang takut akan masa depan atau sering terlalu memikirkan saingan-saingan kerja atau pelayanan yang juga membuat takut, kami harapkan untuk dengan sebaik mungkin mengerjakan atau melayani yang sedang anda hadapi saat ini. Jangan memboroskan tenaga dan pikiran untuk memikirkan aneka macam saingan, melainkan hadapilah yang di depan anda saat ini dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan, sehingga mereka yang kita layani akan menjadi bantuan 'maarketing/pelayanan' kita dengan menyebarluaskan kesukaan yang telah mereka telah terima dari pelayanan kita. Kesukaan mereka yang menghilangkan ketakutan anda.

 

"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan". Marilah kita imani bahwa bayi yang dilahirkan hari ini dari rahim Bunda Maria adalah Juruselamat, Tuhan. Mengimani Sang Bayi yang baru saja lahir adalah Tuhan berarti kita senantiasa ditemani atau didampingi oleh Tuhan. Bukankah sebagai pribadi yang dewasa dan sehat akan menyambut kelahiran seorang anak dengan penuh harapan dan dambaan, apalagi yang kita kenangkan kelahiranNya malam ini adalah Juruselamat. Kami berharap kepada anda sekalian bahwa dengan merayakan Natal atau mengenangkan Kelahiran Juruselamat Dunia hari ini, anda semakin bergairah, penuh pengharapan, ceria dan segar-bugar, bebas dari aneka macam ketakutan.            

 

"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."(Luk 2:14).

 

"Manusia yang berkenan kepadaNya"  berarti manusia yang beriman, yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, dimana cara hidup dan cara bertindaknya dengan rendah hati berusaha untuk menghayati sabda-sabda Tuhan atau setia pada panggilan dan tugas pengutusannya. Memang untuk itu tak akan lepas dari aneka macam tantangan, hambatan atau masalah, namun jika tetap bertahan dan setia pada panggilan dan pengutusannya akan menikmati damai sejahtera untuk selama-lamanya. Maka marilah kita senantiasa setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing sebagai tanggapan kita akan kesetiaan janji Allah untuk mengutus Juruselamat Dunia guna menyampaikan damai sejahtera di bumi.

 

"Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Orang yang setia atas perjanjian yang telah dibuat akan hidup mulia dan damai sejahtera. Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk menghayati kesetiaan ini dalam keluarga atau komunutias-komunitas masing-masing, sehingga terjadilah damai sejahtera di dalam keluarga atau komunitas.

 

"Manusia yang berkenan kepadaNya" juga menghayati apa yang disampaikan oleh Paulus kepada Titus ini, yaitu "Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Tit 2:11-12) Marilah kita tinggalkan 'kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi'  dan kemudian 'hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini':

·        Selama hidup di dunia kita memang membutuhkan hal-hal duniawi seperti tempat tinggal, pakaian, makanan, aneka asessori dan kenikmatan phisik termasuk kenikmatan hubungan seksual, namun hendaknya semuanya itu menjadi sarana atau wahana untuk semakin setia pada panggilan dan tugas pengutusan masing-masing. Maka kami berharap kita tidak bersikap mental materialistis atau duniawi. Semakin kaya akan harta benda, uang dan aneka macam barang duniawi kami dambakan semakin beriman, semakin suci dan rendah hati, menghayati semuanya sebagai anugerah Tuhan atau Yang Ilahi melalui saudara-saudari kita yang berbaik hati. Dengan meninggalkan keinginan-keinginan dunia kami harap juga kita membangun dan memperdalam persaudaraan atau perdamaian sejati antar kita.

·        Kita semua dipanggil untuk 'hidup bijaksana, adil dan beribadah di dunia sekarang ini'. Bijaksana antara lain berarti dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dilaksanakan dan buahnya menyelamatkan atau mensejahterakan. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat terhadap harkat martabat manusia. Jika orang dapat hidup bijaksana dan adil maka yang bersangkutan dengan mudah dapat beribadah di dunia sekarang ini. Ibadah di sini hendaknya tidak hanya dipahami secara liturgis melulu seperti berdoa dan bernyanyi, melainkan cara hidup dan cara kerja kita juga merupakan ibadah. Bekerja bagaikan beribadah, maka hendaknya rekan kerja disikapi seperti rekan ibadah, sarana kerja dirawat dan diurus seperti mengurus sarana ibadat, suasana kerja bagaikan suasana beribadat dst… Dengan kata lain sepanjang hari orang hidup dan bersama dengan Tuhan dimanapun dan kapanpun. Dengan dan melalui kerja setiap hari orang membangun dan memperdalam persaudaraan atau perdamaian sejati dengan sesamanya. Kami berhadap suasana yang demikian juga diusahakan di sekolah-sekolah, sehingga sekolah sungguh merupakan komunitas pembelajaran yang menggembirakan.      

 

"Kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka" (Luk 2:20)

Para gembala menjadi saksi utama dan pertama kelahiran Penyelamat Dunia. Dalam tatanan sosial para gembala termasuk dalam kelompok pinggiran alias kurang diperhatikan.  Siang malam para gembala hidup di perbukitan atau padang rumput sambil menjaga dan mengurus domba-dombanya. Di malam hari mereka tidur di ruang luas yang beratapkan langit dengan sinar terang bintang-bintang, dst.. Para gembala juga menjadi symbol orang-orang yang lebih mempercayakan diri kepada Penyelenggaraan Ilahi daripada bantuan manusia; mereka memang hidup dalam kemiskinan dan berkekurangan. Dengan kata lain para gembala dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk mawas diri perihal keutamaan (kaul) kemiskinan.

 

Keutamaan atau kaul kemiskinan merupakan 'ibu dan benteng' hidup beriman atau membiara, maka harus dicintai bagaikan mencintai ibu dan dirawat atau diurus bagaikan merawat atau mengurus benteng. Kwalitas kepribadian kita masing-masing sangat tergantung atau dipengaruhi oleh peran ibu yang telah mengandung, melahirkan dan merawat kita dengan dan dalam kasih sejati. Pertumbuhan dan perkembangan pribadi kita sehingga menjadi seperti yang ada saat ini juga tak terlepas dari aneka macam bentuk benteng yang melindungi kita. Tidak mengasihi ibu dan tidak merawat benteng berarti orang yang bersangkutan tak/kurang beriman atau bermoral, demikian juga jika keutamaan atau kaul kemiskinan tidak menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita berarti kita tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Menghayati keutamaan atau kaul kemiskinan berarti hidup dan bertindak mempercayakan diri pada Penyelenggaraan Ilahi, menghayati aneka macam yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini sebagai anugerah Allah.

 

Meneladan para gembala berarti setelah atau dengan merayakan Natal malam ini kita dipanggil untuk senantiasa memuji dan memuliakan Allah. Marilah hal ini kita hayati tidak hanya secara liturgis melulu, tetapi terutama dan pertama-tama secara pastoral atau sosial, konkret dalam hidup sehari-hari. Maka baiklah saya angkat di sini contoh 'memuji dan memuliakan Allah' dalam cara hidup dan cara bertindak sehari-hari:

·  Hendaknya kita saling memuji satu sama lain, dan untuk itu baiklah senantiasa kita lihat dan imani apa yang baik, mulia dan luhur baik dalam diri kita sendiri maupun saudara-saudari atau sesama kita. Kami yakin dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik, mulia dan luhur daripada yang buruh, remeh dan jorok. Secara khusus kami berharap kepada kita semua untuk senantiasa memberi pujian bagi mereka yang miskin dan berkekurangan, antara lain dengan memberikan sebagian kekayaan kita kepada mereka.

·  Hendaknya kita juga saling memuliakan satu sama lain, yang berarti saling menghormati dan menjunjung tinggi. Marilah kita hayati bahwa masing-masing dari kita adalah gambar atau citra Allah, Allah hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Sekali lagi saya ajak dan ingatkan untuk memperhatikan mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah. Ingat dalam tubuh kita ada anggota tubuh yang lemah dan kita beri penghormatan luar biasa, yaita alat kelamin, maka selayaknya kita menghormati mereka yang dipandang lemah di masyarakat kita. Memperhatikan mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah merupakan salah satu bentuk konkret pengahayatan iman akan penjelamaan Allah menjadi manusia, Emmanuel, Allah menyertai kita. Dengan kata lain marilah kita perdalam dan perkembangkan sikap empati dan solidaritas  kita terhadap saudara-saudari kita, terutama mereka yang miskin, berkekurangan dan lemah.  

 

"Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar." (Yes 9:1)      

 

Kutipan dari Kitab Yesaya di atas ini kiranya baik menjadi permenungan kita semua bersama-sama sebagai bangsa. Ketegangan antar suku dan bangsa masih marak terjadi di sana-sini sebagai dampak dari egoisme, keserakahan dan kesombongan. Dengan hati dan jiwa serta akal budi yang gelap mereka membabi buta untuk menghancurkan sesamanya. Jika kita cermati bangsa Indonesia pun rasanya sedikit banyak 'berjalan di dalam kegelapan', nampak dalam cara hidup dan cara bertindak maupun kebijakan para pemimpin, pejabat atau petinggi negeri ini yang dengan sengaja menutupi aneka macam kejahatan serta memperlemah usaha-usaha pemberantasan korupsi serta penegakan keadilan. Untuk menutupi kejahatan atau korupsi mencetuskan gagasan atau pendapat yang dapat menyita perhatian rakyat atau banyak orang, misalnya kasus Yogya: orang disibukkan dengan urusan monarki dan demokrasi terkait dengan Yogya sehingga lupa membicarakan dan memberantas korupsi.

 

"Terang yang besar telah bersinar"  di malam Natal ini, maka kami berharap mereka yang masih berjalan di dalam kegelapan alias menutup hati, jiwa, akal budi dan tubuh kami harapkan dengan rendah hati membuka diri terhadap Sang Terang yang telah bersinar. Kami berharap para pemimpin atau petinggi dan pejabat dapat meneladan 'orang majus dari Timur' yang melihat sinar bintang kemudian mengikutinya dan sampailah di tempat tujuan untuk bertemu dan berbakti kepada Sinar Terang yang terbaring di palungan. Marilah kita lihat terang dan hidup dalam terang, yang berarti hidup jujur, disiplin, teratur, tekun, rajin, teliti dst..      

  

 

SELAMAT NATAL 2010 

dan

TAHUN BARU 2011

 

Jakarta, 25 Desember 2010     


24des - 2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79

"Ia akan melawat kita untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan"

(2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79)

 

"Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera." (Luk 1:67-79), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Zakharia, yang penuh dengan Roh Kudus, setelah kelahiran anaknya, Yohanes, terbuka mulutnya, sembuh dari bisu, dan kemudian bernubuat. Ia bernubuat perihal Penyelamat Dunia yang segera akan datang, "untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut, untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera". Maka marilah kita mawas diri: apakah kita siap sedia untuk diterangi dan diarahkan menuju jalan damai sejahtera. Sebagai tanda kesiap-sediaan kita antara lain kita harus rendah hati dan taat, membuka hati, jiwa, akal budi dan tubuh atau tenaga kita untuk didatangi, diterangi dan diarahkan. Kerendahan hati dan ketaatan hemat saya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Kita dapat belajar dan meningkatkan atau memperdalam kerendahan hati dan ketaatan, antara lain kita berusaha untuk senantiasa mentaati atau menghayati aneka aturan dan tatanan hidup apapun dan dimanapun. Salah satu contoh adalah mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan berlalu lintas di jalanan, mengingat dan memperhatikan bahwa tertib berlalu-lintas merupakan salah satu cermin bangsa atau warganegara. Agar kita siap mentaati atau melaksanakan aneka aturan, kiranya baik jika kita juga setia mengatur diri sendiri, karena jika kita mampu mengatur diri dengan baik maka dengan mudah kita mentaati aneka aturan dan tatanan hidup. Marilah kita hayati aneka aturan dan tata tertib sebagai 'sinar dan arah' yang membantu kita menuju damai sejahtera sejati.

·    "Baik, lakukanlah segala sesuatu yang dikandung hatimu, sebab TUHAN menyertai engkau." (2Sam 7:2), demikian kata nabi Natan kepada raja Daud. Kutipan ini kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan. Kami percaya kita semua telah mempersiapkan diri dengan baik dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, Pesta Natal, antara lain mawas diri serta mengaku dosa, dan dengan demikian memiliki hati yang bersih dan jernih, "Tuhan menyertai engkau". Maka marilah kita hidup, melangkah atau bertindak sesuai dengan yang dikandung dalam hati kita yang jernih dan bersih, dengan kata lain kita taati dan laksanakan apa yang menjadi suara hati kita. Marilah kita hayati bahwa Tuhan senantiasa menyertai kita, sehingga kita dimanapun dan kapanpun bersama atau bersatu dengan Tuhan, hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena Tuhan menyertai kita semua, maka selayaknya kita hidup berdamai dengan siapapun dan dimanapun, karena hati kita sama-sama bersih dan jernih juga. Marilah kita rayakan pesta Natal nanti malam dengan hati yang bersih dan jernih, sehingga kita layak untuk saling memberikan damai Natal dengan penuh senyum dan sukacita. Biarlah kita dengan ceria, bergairah dan rela berkorban dalam melangkah untuk menuju ke perayaan Natal bersama, seperti para gembala yang di malam gelap gulita dengan bergairah dan rela berkorban bersembah sujud kepada Penyelamat Dunia, yang baru saja lahir dan terbaring di tempat pembabaringan domba. Hanya dengan hati yang jernih dan bersih dapat memahami atau memaknai serta menghayati arti Sang Penyelamat Dunia, yang datang di tengah malam gelap gulita, dan hanya orang yang bersikap mental seperti para gembala, yaitu percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi, mampu mengimani Sang Penyelamat Dunia yang lahir di tengah malam gelap gulita dan kemiskinan.

 

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mzm 89:2-5)        .

Jakarta, 24 Desember 2010 


Rabu, 22 Desember 2010

23 des - Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66

"Menjadi apakah anak ini nanti?"

(Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66)

 

"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Kata mereka kepadanya: "Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian." Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: "Namanya adalah Yohanes." Dan mereka pun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: "Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia" (Luk 1:57-66), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dalam berbagai suku atau bangsa sering diberlakukan nama keluarga atau marga/suku bagi warganya, yang nampak dalam nama-nama warga yang bersangkutan. Demikian juga di lingkungan Yahudi waktu itu: anak laki-laki yang baru dilahirkan harus diberi nama sama dengan nama bapak/ayahnya, maka ketika bayi yang lahir dari rahim Elisabeth dinamai Yohanes dan bukan Zakharia timbullah pertanyaan dari saudara-saudarinya: "Menjadi apakah akan ini nanti? Sebab tangan Tuhan menyertai dia". Nama Yohanes diberikan sesuai dengan kata malaikat, utusan Allah. Kami berharap kepada semua orangtua atau bapak-ibu untuk senantiasa taat dan setia kepada kehendak dan perintah Tuhan, termasuk ketika anak-anak merasa terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster tidak dipersulit atau dihalang-halangi. Hendaknya anak-anak dididik dan dibina dengan semangat 'kebebasan dan cintakasih Injili', sehingga suasana keluarga atau rumah-tangga juga dijiwai oleh kebebasan dan cintakasih Injili. Bebas berarti tanpa batas dan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih, sebaliknya cintakasih sungguh bebas, tak terbatas. Kebebasan dan cintakasih bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Dalam kebebasan dan cintakasih juga hendaknya menyikapi cita-cita atau panggilan hidup anak-anak. Percayalah dan imanilah bahwa jika Tuhan senantiasa menyertai anak-anak kita, maka mereka yang tumbuh berkembang menjadi pribadi baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga anak-anak oleh dikatakan 'mikul dhuwur lan mendhem jero wong tuwo" = memuliakan dan menghormati orangtua.


·   "Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam. Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu" (Mal 3:1-2). Kutipan dari Kitab Maleakhi ini kiranya menunjuk pada Yahanes yang telah lahir dari rahim Elisabeth. Tugas pengutusan Yohanes adalah mempersiapkan jalan bagi Sang Penyelamat Dunia, Tuhan, antara lain akan berfungsi seperti api tukang pemurni logam dan sabun tukang penatu. Api memang memurnikan dan sabun membersihkan, maka tugas pengutusan Yohanes adalah memurnikan panggilan, tugas pengutusan sesamanya serta membersihkan aneka macam noda dan dosa yang menghambat perjumpaan dengan Tuhan. Pesta Natal semakin dekat, maka marilah kita saling membantu dalam rangka memurnikan dan membersihkan diri, sehingga kita layak menerima kedatanganNya. Ingat bahwa ketika ada pejabat tinggi akan berkunjung, maka kita juga mengadakan aneka pemurnian dan pembersihan, selayaknya kita melakukan yang sama dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, karena Ia lebih besar dari semuanya. Tentu saja pertama-tama dan terutama yang harus murni dan bersih adalah hati, jiwa dan akal budi kita, tidak hanya sekedar phisik belaka. Dengan kata lain mungkin di gereja atau tempat lain ada kesempatan untuk mengaku dosa, hendaknya kesempatan tersebut digunakan dan tidak disia-siakan. Marilah kita sambut kedatangan Penyelamat Dunia dengan hati, jiwa dan akal budi yang murni dan bersih.

 

"TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya" (Mzm 25:8-10).

         

Jakarta, 23 Desember 2010


Senin, 20 Desember 2010

22 Des - 1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56

"Jiwaku memuliakan Tuhan"

(1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56)

 

"Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya" (Luk 1:46-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Menerima pujian dari Elisabeth, Maria tidak menjadi sombong melainkan semakin rendah hati. Ia mengidungkan pujian pop 'hamba Yahwe'/orang pilihan Allah, yang pada masa kini kita kenal dengan Kidung Magnificat. Maria adalah teladan umat beiriman, maka marilah kita sebagai umat beriman meneladannya, yaitu ketika menerima sapaan dari orang lain dalam bentuk apapun marilah kita tanggapi dengan rendah hati. Sapaan, sentuhan atau perhatian orang lain kita hayati sebagai kasih dan perhatian Allah Yang Mahakuasa dan kita kiranya boleh meneladan Maria dengan berkata "Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah kudus". Kita sadari dan hayati bahwa kita dapat tumbuh berkembang, sehat wal'afiat, cantik atau tampan, segar-bugar sebagaimana adanya saat ini adalah karya Allah Yang Mahakuasa dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Segala sesuatu yang baik kita hayati berasal dari Allah, karya Allah Yang Mahakuasa. Dengan ini kami mengingatkan mereka yang masih bersikap sombong dalam kehidupan sehari-hari, menyombongkan kekayaan, pangkat/kedudukan, kecantikan, ketampanan, kepandaian , kecerdasan, dst.. untuk bertobat, sebelum dipermalukan oleh cara hidup dan cara bertindak anda sendiri yang sombong. Rendah hati merupakan keutamaan dasar dan utama, yang harus kita hayati dan sebarluaskan dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi kami berharap kepada rekan-rekan perempuan untuk dapat menjadi saksi kerendahan hati, mengingat dan mengenangkan bahwa Allah Yang Mahakuasa telah berkarya dalam diri anda secara luar biasa, yaitu ketika anda sedang mengandung anak di dalam rahim anda.


·   "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN. Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN" (1Sam 1:26-28),  demikian kata Hana berhubungan dengan Samuel, anak yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Kami berharap Hana dapat menjadi teladan bagi para ibu, dan alangkah baik dan indahnya sering berkata dengan sepenuh hati seperti Hana tersebut. Anak adalah anugerah Tuhan, maka selayak dipersembahkan kembali kepada Tuhan, artinya dididik dan dibina sesuai dengan kehendak Tuhan, sehingga tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas secara spiritual atau memiliki berbagai kecerdasan seperti kecerdasan phisik, kecerdasan sosial, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Marilah kita bina dan didik anak-anak agar tumbuh berkembang menjadi 'man or woman for/with others', syukur jika di antara anak-anak anda ada yang tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster. Jika tidak terpanggil secara khusus tersebut semoga anak-anak tumbuh berkembang sebagai orang yang sosial, yang senantiasa memperhatikan sesamanya, terutama mereka yang miskin dan berkekurangan. Hendaknya para orangtua, khususnya para ibu, sungguh berpegang pada pedoman bahwa kebahagiaan sejati perihal anak-anak adalah jika anak-anak tumbuh berkembang sebagai pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur, bukan sekedar kaya akan harta benda, pangkat/kedudukan dan kehormatan duniawi belaka. Semoga para ibu dapat menjadi teladan dalam memuliakan Tuhan dalam hidup sehari-hari melalui suami dan anak-anaknya.

 

"Hatiku bersukaria karena TUHAN, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku, sebab aku bersukacita karena pertolongan-Mu. Busur pada pahlawan telah patah, tetapi orang-orang yang terhuyung-huyung, pinggangnya berikatkan kekuatan. Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan, tetapi orang yang lapar dahulu, sekarang boleh beristirahat. Bahkan orang yang mandul melahirkan tujuh anak, tetapi orang yang banyak anaknya, menjadi layu. TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana. TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga." (1Sam 2:1.4-7)

 

Jakarta, 22 Desember 2010   


21 - Des - Kid 2:8-14; Luk 1:39-45

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan ".

(Kid 2:8-14; Luk 1:39-45)

 

"Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1:39-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pada hari ini kepada kita ditampilkan tokoh Elisabeth, yang pada usia tuanya mengandung anaknya sebagai berkat Tuhan yang luar biasa. Ketika Maria mendengar bahwa Elisabeth mengandung ia pun segera mengunjunginya untuk ikut bergembira, namun ketika Maria memberi salam kepada Elisabeth, ternyata Elisabeth pun tahu bahwa Maria juga telah mengandung Sang Penyelamat Dunia karena Roh Kudus. Elisabeth memberi salam pujian kepada Maria "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu". Maka perkenankan pada hari ini kami mengajak rekan-rekan perempuan, dan mungkin secara khusus kepada mereka yang sudah bersuami namun sampai kini belum dianugerahi anak. Entah telah dianugerahi anak atau belum kami harapkan rekan-rekan perempuan dapat menjadi penyalur berkat bagi orang lain, dan tentu saja jika bersuami secara khusus bagi suami dan anak-anaknya. Ingat bahwa anda sebagai perempuan memiliki rahim dan didalam rahim selama kurang lebih sembilan bulan tumbuh berkembang 'buah kasih' atau 'berkat Tuhan'. Bukankah anak pertama yang anda kandung dan lahirkan sungguh dihayati sebagai berkat atau rahmat Tuhan dengan penuh syukur dan terima kasih? Kelahiran anak pertama sungguh menjadi kegembiraan besar bagi anda dan suami anda serta saudara-saudari dan kenalan anda? Hendaknya pengalaman yang menggembirakan tersebut terus dikenang dan diperdalam, artinya dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan senantiasa berusaha hidup dengan penuh syukur dan terima kasih, sehingga kehadiran anda dimanapun dan kapanpun dapat menjadi berkat Tuhan bagi sesama.. Kami juga berharap rekan-rekan perempuan untuk saling memuji satu sama lain di dalam hidup sehari-hari.


·   "Dengarlah! Kekasihku! Lihatlah, ia datang, melompat-lompat di atas gunung-gunung, meloncat-loncat di atas bukit-bukit. Kekasihku serupa kijang, atau anak rusa. Lihatlah, ia berdiri di balik dinding kita, sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi" (Kid 2:8-9) . Kutipan dari Kidung Agung ini kiranya cukup baik untuk menjadi permenungan bagi siapapun yang hidup saling mengasihi dan tentu saja secara khusus bagi suami-isteri yang telah saling berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. "Kekasihku", begitulah kiranya yang ada dalam hati anda masing-masing, para suami-isteri, saling memperlakukannya. Antar kekasih sejati pada umumnya saling terbuka satu sama lain, dan tiada sedikitpun yang disembunyikan, sebagaimana terjadi ketika sedang memadu kasih dalam hubungan seksual. Dalam keterbukaan satu sama lain saling menyambut dan memperlakukan dengan penuh mesra dan hangat, sehingga relasi berdua sungguh menggembirakan dan menggairahkan. Kami berharap pengalaman yang demikian dapat disebarluaskan dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun, tentu saja tidak secara phisik, namun lebih-lebih dan terutama secara spiritual rational. Ingatlah dan sadari serta kemudian hayati bahwa masing-masing dari kita adalah 'yang terkasih', buah kasih, maka baiklah kita saling memperlakukan satu sama lain sebagai yang terkasih bertemu dengan yang terkasih. Memang untuk itu pertama-tama kita masing-masing harus menyadari dan menghayati sebagai yang terkasih, yang telah menerima kasih karunia Allah secara melimpah ruah melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita, menyapa, menyentuh dan memperhatikan kita. Berani menghayati diri sebagai yang terkasih berarti kemudian hidup dan bertindak dengan penuh syukur dan terima kasih kepada sesamanya.

 

"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!... tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hati-Nya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri" (Mzm 33:2-3.11-12)

 

Jakarta, 21 Desember 2010


Minggu, 19 Desember 2010

20 Des - Yes 7:10-14; Luk 1:26-38)

"Jadilah padaku menurut perkataanmu itu."

(Yes 7:10-14; Luk 1:26-38)


"Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia" (Luk 1:26-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dalam Warta Gembira hari ini ditampilkan tokoh Maria, seorang perawan yang suci dari Nazaret. Maria terpilih sebagai Bunda Penyelamat Dunia, yang mengandung dan melahirkan Penyelamat Dunia, karena Roh Kudus bukan karena hubungan seksual dengan laki-laki. Anda para gadis atau perawan kiranya dapat membayangkan betapa berat tanggungannya jika tiba-tiba hamil karena pergaulan seks bebas: malu dan ada kemungkinan diusir dari rumah dst…atau ditinggalkan oleh pacar yang menghamili. Secara manusiawi kiranya Maria mengalami hal itu, namun karena ia perawan suci ketika mengetahui bahwa kehamilannya karena Roh Kudus, maka dengan rendah hati ia menanggapi panggilan Tuhan lewat malaikatNya "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu". "Fiat voluntas tua", begitulah motto yang sering digunakan secara pribadi atau organisatoris dengan dambaan untuk meneladan Maria, teladan umat beriman. Kita semua juga dipanggil untuk meneladan Maria, yang dengan rendah hati siap sedia untuk melaksanakan kehendak Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun, dimanapun dan kapanpun. Dengan kata lain jika kita berkehendak baik hendaknya segera diwujudkan kehendak tersebut, tanpa takut dan gentar terhadap aneka tantangan atau hambatan serta masalah yang menghadang.


·    "Baiklah dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga? Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel." (Yes 7:13-14), demikian kata Yesaya kepada bangsanya, saudara-saudarinya yang menantikan kedatangan Penyelamat Dunia, Mesias. Bahwa Maria terpilih sebagai Bunda Penyelamat Dunia ternyata sudah lama diramalkan oleh para nabi, antara lain nabi Yesaya. Tanda kasih atau rahmat Tuhan atau mujizat itulah yang hendaknya kita renungkan atau refleksikan. Tuhan hidup dan berkarya terus menerus dalam dan melalui ciptaan-ciptaanNya, antara lain menganugerahi pertumbuhan dan perkembangan. Maka baiklah kita hayati dan imani bahwa semua pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi atau kita alami adalah anugerah atau karya Tuhan, dengan kata lain ada tanda kehadiran dan karya Tuhan yang begitu melimpah dalam kehidupan kita sehari-hari. "Imanuel" , yang berarti Tuhan beserta kita, itulah yang kita nanti-nantikan. Tuhan telah dan terus akan menyertai perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing antara lain melalui aneka macam perhatian, sapaan, sentuhan dan perlakuan orang lain kepada kita. Segala sesuatu yang dibuat orang lain pada kita adalah perwujudan penyertaan  Tuhan pada kita yang lemah dan rapuh ini. Secara khusus kami berharap kepada rekan-rekan perempuan yang sedang atau pernah mengandung 'buah kasih' dalam rahimnya, kami ajak untuk mengenangkan kembali betapa luhur, mulia dan indahnya karya kasih Tuhan melalui pertumbuhan dan perkembangan buah kasih, embriyo, dalam rahim anda. Maka kami berharap kepada anda semua yang pernah mengandung dan melahirkan anaknya untuk dapat menjadi saksi kasih dan penyertaan Tuhan dalam hidup sehari-hari.

 

"TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai. "Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."

(Mzm 24:1-5)

 .    

Jakarta, 20 Desember 2010