Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 24 September 2011

Minggu Biasa XXVI

"Sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Mg Biasa XXVI: Yeh 18:25-28; Flp 2:1-11; Mat 21:28-32
Dalam setiap kunjungan pastoralnya ke berbagai Negara atau wilayah Gerejani Paus Yohanes Paulus II senantiasa mohon agar diundang tamu-tamu "VVIP" (Very very important person), dan kepada mereka inilah sebelum Perayaan Ekaristi akan pertama kali dicium dan diberkati satu persatu. Dalam kunjungan pastoral di wilayah Keuskupan Agung Semarang, bertempat di lapangan Angkatan Udara Adi Sucipta, Maguwaharja, Yogyakarta, diundang tamu VVIP sebagaimana diharapkan. Mereka itu adalah "bayi, lansia, orang cacat, orang miskin, pasien sakit berat/hampir mati, dll." berjumah  20(dua puluh) orang. Bukankah hal ini berarti mereka yang pada umumnya dalam kehidupan biasa sehari-hari kurang diperhatikan atau tersingkir, namun didahulukan, mendahului orang-orang lainnya? Maka marilah kita renungkan kutipan Warta Gembira hari ini.   
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Mat 21:31)
Rekan-rekan perempuan yang menjadi pelacur atau 'menjual diri' kepada kaum laki-laki demi pemuasan seksual kiranya merupakan korban-korban alias terpaksa melacurkan diri karena kesewenangan atau kebejatan moral kaum laki-laki. Ada yang melacurkan diri karena diingkari oleh pacarnya yang telah merenggut keperawanannya sehingga hamil dan sang pacar melarikan diri, ada yang melacurkan diri sebagai balas dendam terhadap suaminya yang telah dengan seenaknya berbuat serong terhadap perempuan lain, dst.. , begitulah sebagaimana sering diberitakan dalam aneka mass media. Dengan kata lain sebenarnya mereka adalah orang-orang baik yang dijerumuskan ke dalam dosa oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab. Hal yang sama terjadi dalam diri para pemungut cukai, yang terjebak dalam dosa structural.
Pemungut cukai dan perempuan sundal sebagaimana diwartakan dalam Warta Gembira hari ini merupakan symbol orang-orang yang haus dan lapar akan kasih dan kebenaran, maka ketika ada orang yang mengasihi atau menyalurkan kebenaran kepadanya dengan sikap dan cepat mereka menanggapinya. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai pendosa yang dipanggil Tuhan itulah yang dimaksudkan dengan 'pemungut cukai dan perempuan sundal'. Maka, baiklah sebagai orang-orang beriman atau beragama, marilah kita menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa
Menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa yang dipanggil Tuhan berarti memiliki sikap mental 'terbuka', yaitu "sikap dan perilaku yang menunjukkan keleluasaan dalam menerima apa saja dari luar, membuka diri terhadap umpan balik, dan mampu memuat informasi apa saja dengan obyektif" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 28). Anak-anak kecil pada umumnya lebih terbuka daripada orang-orang dewasa atau orang tua. Keterbukaan diri terhadap sesamanya tanpa pandang bulu, yang berarti hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga terbuka terhadap sesamanya di satu sisi merupakan wujud keterbukaan diri kepada Tuhan dan di sisi lain merupakan modal dan pendalaman keterbukaan diri kepada Tuhan. Dengan kata lain keterbukaan diri terhadap Tuhan tak dapat dipisahkan dari keterbukaan diri terhadap sesama manusia dan sebaliknya. Orang yang terbuka berarti juga bersikap mental belajar terus-menerus sampai mati. Dalam hal keterbukaan ini saya pribadi terkesan dari dan terdidik oleh ibu/simbok saya yang beberapa waktu lalu telah dipanggil Tuhan, dimana ia selalu membuka diri terhadap aneka informasi, entah melalui siaran TV maupun ceritera dari orang lain, dan kemudian diolahnya sebagai sapaan, peringatan atau sentuhan Tuhan. Kami berharap anak-anak sedini mungkin terus diperdalam sikap mental keterbukaan yang telah dimilikinya, antara lain dengan teladan konkret dari para orangtuanya di dalam keluarga.
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Flp 2:5-8)
Pikiran dan perasaan sangat mempengaruhi atau dominan dalam cara hidup dan cara bertindak kita. Ada orang yang dalam cara hidup dan cara bertindaknya begitu dikuasai oleh pikirannya dan sebaliknya ada yang dalam cara hidup dan cara bertindaknya begitu dikuasai oleh perasaannya, itulah dua ekstrim yang berlawanan dan sering terjadi. Hemat saya yang baik adalah integrasi atau  sinerji antara pikiran dan perasaan, perkawinan antara pikiran dan perasaan, yang dalam psiko-religius sering disebut sebagai cintakasih yang rational.
Secara cintakasih rational kita yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil untuk meneladan cara hidup dan cara bertindakNya yang sangat rendah hati. Telah berkali-kali dan tak jemu-jemunya saya mengangkat masalah rendah hati, mengingat dan mempertimbangkan masih banyak orang yang hidup dan bertindak dengan sombong. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).     
"Menjadi sama dengan manusia, kecuali dalam hal dosa" itulah yang dihayati oleh Yesus. Ajakan menjadi sama bagi kita tidak berarti kita mau sama dengan mereka yang lebih dari kita, melainkan menjadi sama dengan mereka yang kurang dari kita, dengan kata lain kita diharapkan 'menunduk' bukan 'menengadah', melihat ke bawah bukan melihat ke atas. "Yen mlaku  dungkluk, ojo ndlangak" (= Jika berjalan hendaknya menunduk, jangan menengadah), demikian kata orang Jawa. Yang dimaksudkan dengan 'mlaku/berjalan' di sini hemat saya adalah cara hidup dan cara bertindak kita, yaitu hendaknya senantiasa melihat ke bawah, memperhatikan dan mengasihi mereka yang kurang beruntung atau kurang berbahagia atau selamat dibandingkan dengan keberadaan kita.   
Kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam hidup bersama dapat menjadi teladan dalam hal rendah hati atau 'melihat ke bawah' ini. Hendaknya para pemimpin atau atasan sering 'turba', turun ke bawah, untuk memperhatikan dan menyapa mereka: para buruh, pekerja, rakyat  atau komunitas. Kami berharap kepada mereka yang berada di dalam poros 'badan publik' maupun poros 'bisnis' untuk senantiasa bersama rakyat atau komunita di dalam perjalanan melaksanakan tugas panggilan atau menghayati fungsinya.
"Ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari. Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala. Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN. TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat."
(Mzm 25:4b-8)
Ign 25 September 2011

Jumat, 23 September 2011

Mg Biasa XXVI

Mg Biasa XXVI: Yeh 18:25-28; Flp 2:1-11; Mat 21:28-32

"Sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal
akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Dalam setiap kunjungan pastoralnya ke berbagai Negara atau wilayah
Gerejani Paus Yohanes Paulus II senantiasa mohon agar diundang
tamu-tamu "VVIP" (Very very important person), dan kepada mereka
inilah sebelum Perayaan Ekaristi akan pertama kali dicium dan
diberkati satu persatu. Dalam kunjungan pastoral di wilayah Keuskupan
Agung Semarang, bertempat di lapangan Angkatan Udara Adi Sucipta,
Maguwaharja, Yogyakarta, diundang tamu VVIP sebagaimana diharapkan.
Mereka itu adalah "bayi, lansia, orang cacat, orang miskin, pasien
sakit berat/hampir mati, dll." berjumah  20(dua puluh) orang. Bukankah
hal ini berarti mereka yang pada umumnya dalam kehidupan biasa
sehari-hari kurang diperhatikan atau tersingkir, namun didahulukan,
mendahului orang-orang lainnya? Maka marilah kita renungkan kutipan
Warta Gembira hari ini.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam
Kerajaan Allah." (Mat 21:31)
Rekan-rekan perempuan yang menjadi pelacur atau 'menjual diri' kepada
kaum laki-laki demi pemuasan seksual kiranya merupakan korban-korban
alias terpaksa melacurkan diri karena kesewenangan atau kebejatan
moral kaum laki-laki. Ada yang melacurkan diri karena diingkari oleh
pacarnya yang telah merenggut keperawanannya sehingga hamil dan sang
pacar melarikan diri, ada yang melacurkan diri sebagai balas dendam
terhadap suaminya yang telah dengan seenaknya berbuat serong terhadap
perempuan lain, dst.. , begitulah sebagaimana sering diberitakan dalam
aneka mass media. Dengan kata lain sebenarnya mereka adalah
orang-orang baik yang dijerumuskan ke dalam dosa oleh orang-orang yang
tak bertanggungjawab. Hal yang sama terjadi dalam diri para pemungut
cukai, yang terjebak dalam dosa structural.

Pemungut cukai dan perempuan sundal sebagaimana diwartakan dalam Warta
Gembira hari ini merupakan symbol orang-orang yang haus dan lapar akan
kasih dan kebenaran, maka ketika ada orang yang mengasihi atau
menyalurkan kebenaran kepadanya dengan sikap dan cepat mereka
menanggapinya. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai pendosa yang
dipanggil Tuhan itulah yang dimaksudkan dengan 'pemungut cukai dan
perempuan sundal'. Maka, baiklah sebagai orang-orang beriman atau
beragama, marilah kita menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa
Menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa yang dipanggil Tuhan
berarti memiliki sikap mental 'terbuka', yaitu "sikap dan perilaku
yang menunjukkan keleluasaan dalam menerima apa saja dari luar,
membuka diri terhadap umpan balik, dan mampu memuat informasi apa saja
dengan obyektif" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi
Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 28). Anak-anak kecil
pada umumnya lebih terbuka daripada orang-orang dewasa atau orang tua.
Keterbukaan diri terhadap sesamanya tanpa pandang bulu, yang berarti
hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga terbuka terhadap sesamanya di
satu sisi merupakan wujud keterbukaan diri kepada Tuhan dan di sisi
lain merupakan modal dan pendalaman keterbukaan diri kepada Tuhan.
Dengan kata lain keterbukaan diri terhadap Tuhan tak dapat dipisahkan
dari keterbukaan diri terhadap sesama manusia dan sebaliknya. Orang
yang terbuka berarti juga bersikap mental belajar terus-menerus sampai
mati. Dalam hal keterbukaan ini saya pribadi terkesan dari dan
terdidik oleh ibu/simbok saya yang beberapa waktu lalu telah dipanggil
Tuhan, dimana ia selalu membuka diri terhadap aneka informasi, entah
melalui siaran TV maupun ceritera dari orang lain, dan kemudian
diolahnya sebagai sapaan, peringatan atau sentuhan Tuhan. Kami
berharap anak-anak sedini mungkin terus diperdalam sikap mental
keterbukaan yang telah dimilikinya, antara lain dengan teladan konkret
dari para orangtuanya di dalam keluarga.
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,yang walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan,melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan
dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Flp 2:5-8)
Pikiran dan perasaan sangat mempengaruhi atau dominan dalam cara hidup
dan cara bertindak kita. Ada orang yang dalam cara hidup dan cara
bertindaknya begitu dikuasai oleh pikirannya dan sebaliknya ada yang
dalam cara hidup dan cara bertindaknya begitu dikuasai oleh
perasaannya, itulah dua ekstrim yang berlawanan dan sering terjadi.
Hemat saya yang baik adalah integrasi atau  sinerji antara pikiran dan
perasaan, perkawinan antara pikiran dan perasaan, yang dalam
psiko-religius sering disebut sebagai cintakasih yang rational.
Secara cintakasih rational kita yang beriman kepada Yesus Kristus
dipanggil untuk meneladan cara hidup dan cara bertindakNya yang sangat
rendah hati. Telah berkali-kali dan tak jemu-jemunya saya mengangkat
masalah rendah hati, mengingat dan mempertimbangkan masih banyak orang
yang hidup dan bertindak dengan sombong. "Rendah hati adalah sikap dan
perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu
dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya
lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan
dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti
Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).

"Menjadi sama dengan manusia, kecuali dalam hal dosa" itulah yang
dihayati oleh Yesus. Ajakan menjadi sama bagi kita tidak berarti kita
mau sama dengan mereka yang lebih dari kita, melainkan menjadi sama
dengan mereka yang kurang dari kita, dengan kata lain kita diharapkan
'menunduk' bukan 'menengadah', melihat ke bawah bukan melihat ke atas.
"Yen mlaku  dungkluk, ojo ndlangak" (= Jika berjalan hendaknya
menunduk, jangan menengadah), demikian kata orang Jawa. Yang
dimaksudkan dengan 'mlaku/berjalan' di sini hemat saya adalah cara
hidup dan cara bertindak kita, yaitu hendaknya senantiasa melihat ke
bawah, memperhatikan dan mengasihi mereka yang kurang beruntung atau
kurang berbahagia atau selamat dibandingkan dengan keberadaan kita.
Kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam hidup bersama
dapat menjadi teladan dalam hal rendah hati atau 'melihat ke bawah'
ini. Hendaknya para pemimpin atau atasan sering 'turba', turun ke
bawah, untuk memperhatikan dan menyapa mereka: para buruh, pekerja,
rakyat  atau komunitas. Kami berharap kepada mereka yang berada di
dalam poros 'badan publik' maupun poros 'bisnis' untuk senantiasa
bersama rakyat atau komunita di dalam perjalanan melaksanakan tugas
panggilan atau menghayati fungsinya.

"Ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam
kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan
aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari. Ingatlah segala rahmat-Mu
dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak
purbakala. Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku
janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih
setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN. TUHAN itu baik dan benar;
sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat."
(Mzm 25:4b-8)

Ign 25 September 2011

Kamis, 22 September 2011

24 spt


"Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia."
(Za 2:1-5.10-11a; Luk 9:43b-45)
"Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya
itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Dengarlah dan camkanlah
segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan
manusia." Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya
tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan
mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya" (Luk
9:43b-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Yesus datang ke dunia untuk untuk menyelamatkan seluruh umat
manusia, dan untuk itu Ia harus diserahkan ke dalam tangan manusia.
Para murid tidak jelas apa arti 'diserahkan ke dalam tangan manusia'
dan mereka tidak berani bertanya sedikitpun kepada Yesus.  Diserahkan
ke dalam tangan manusia berarti senantiasa siap sedia dan rela
diperlakukan apapun oleh manusia demi keselamatan manusia yang
bersangkutan. Dengan kata lain orang tak mungkin hidup dan bertindak
hanya mengikuti keinginan  atau kemauan pribadi, melainkan harus
mengikuti kehendak dan harapan orang lain yang mendambakan kebahagiaan
dan keselamatan terutama jiwanya. Saya kira pada masa kini orang yang
bersikap mental demikian itu tidak banyak, mengingat dan memperhatikan
mereka yang terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster menurun,
sementara itu cukup banyak mereka yang terpanggil mengundurkan diri
dalam perjalanan. Panggilan menjadi imam, bruder dan suster hemat saya
merupakan salah satu bentuk 'penyerahan diri ke dalam tangan manusia',
dengan kata lain orang sungguh "to be man/woman with/for others". Maka
kepada semuanya kami berharap untuk hidup dan bertindak sosial;
ingatlah, sadarilah dan hayatilah bahwa jati diri sejati kita sebagai
manusia adalah sebagai 'makhluk sosial'. Sikap mental sosial dapat
kita kembangkan dengan solidaritas, yang berarti dengan rendah hati
dan rela memperhatikan dan mengasihi mereka yang kurang beruntung jika
dibandingkan dengan diri kita sendiri. Sikap mental solider dapat kita
hayati dengan melepaskan aneka kebesaran yang kita miliki agar dapat
menjadi sama dengan yang lain, sebagaimana telah dihayati oleh Yesus,
Penyelamat Dunia, yang 'melepaskan ke AllahanNya' dan menjadi manusia
hina seperti kita kecuali dalam hal dosa.
•       "Bersorak-sorailah dan bersukarialah, hai puteri Sion, sebab
sesungguhnya Aku datang dan diam di tengah-tengahmu, demikianlah
firman TUHAN; dan banyak bangsa akan menggabungkan diri kepada TUHAN
pada waktu itu" (Za 2:10-11a). Yang dimaksudkan dengan 'puteri Sion'
kiranya adalah umat Allah, umat beriman. Sebagai umat Allah atau umat
beriman kita diharapkan untuk senantiasa 'bersorak-sorai dan
bersukaria' , karena Tuhan berada di dalam diri kita, hidup dan
berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Orang yang
senantiasa bersorak-sorai dan bersukaria pasti akan menarik dan
mempesona, sehingga banyak orang tergerak untuk mendekat dan
menggabungkan diri. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk
senantiasa penuh senyum seperti orang gila, serta tidak pernah melukai
atau menyakiti yang lain sedikitpun. Coba perhatikan dan cermati orang
gila: ia senantiasa senyum-senyum dan tak pernah marah, karena
kemarahannya sudah habis atau ditinggalkan atau dilampaui. Karena
Tuhan hidup dan berkarya dalam diri kita serta Ia Maha segalanya, maka
selayaknya mau tak mau kita harus hidup dan bertindak sesuai dengan
perintah dan kehendakNya, dan secara konkret berarti setia kepada
aneka janji yang telah diikrarkan, mentaati dan melaksanakan aneka
tata tertib yang terkait dengan panggilan, tugas pengutusan dan
pekerjaan kita masing-masing. Maka hendaknya dengan segenap hati,
segenap jiwa , segenap akal budi dan segenap tenaga atau tubuh
berusaha keras melaksanakan aneka tata tertib atau aturan. Kerja keras
merupakan salah satu kunci kesuksesan atau keberhasilan dalam
menghayati panggilan atau melaksanakan tugas pengutusan. Orang-orang
sukses di dunia ini adalah orang-orang pekerja keras dalam profesi
atau tugas yang menjadi miliknya. "Bekerja keras adalah sikap dan
perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka
berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam
melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi
Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 10).  Kami berharap
anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dilatih dan dibina untuk
bekerja keras serta dijauhkan dari aneka bentuk pemanjaan, antara lain
dengan teladan konkret dari bapak-ibu atau orangtua.
"Sebab Aku menyertai engkau, demikianlah firman TUHAN, untuk
menyelamatkan engkau: segala bangsa yang ke antaranya engkau
Kuserahkan akan Kuhabiskan, tetapi engkau ini tidak akan Kuhabiskan.
Aku akan menghajar engkau menurut hukum, tetapi Aku sama sekali tidak
memandang engkau tak bersalah." (Yer 30:10-11)

Ign 24 September 2011

23 spt


"Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan"
(Hag 2:1b-10: Luk 9:19-22)

" Jawab mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia,
ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah
bangkit." Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku
ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah." Lalu Yesus melarang mereka
dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa
pun. Dan Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak
penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Luk
9:19-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Padre Pio,
imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
•        Padre Pio menerima anugerah Tuhan berupa stigmata, yaitu luka-luka
berdarah pada kaki, tangan dan lambungnya. Namun apa yang dialami
tersebut mendapat tantangan dan ancaman dari saudara-saudarinya, para
imam bahkan dari Vatikan. Ia dituduh kerasukan setan. Memang mujizat
pada awalnya senantiasa mendapat kecurigaan dan ketidak-percayaan dari
orang lain, termasuk dari mereka yang berkuasa atau berwenang.
Anugerah Tuhan secara khusus memang menimbulkan pertanyaan dan
kecurigaan, sebagaimana banyak orang kurang percaya kepada Yang
Tersalib. Dalam Warta Gembira hari ini Petrus menyatakan imannya
kepada Yesus bahwa Ia adalah "Mesias dari Allah", namun Yesus melarang
untuk memberitahukan hal itu kepada siapapun, karena para pengikut
atau pendengarNya belum siap untuk mengimani seutuhnya. Setia beriman
kepada Yesus atau Allah berarti harus siap sedia dan rela menanggung
banyak penderitaan karena kesetiaannya. "Setia adalah sikap dan
perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian
yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/ edit: Pedoman Penanaman
Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kami mengajak
kita semua, segenap umat beriman atau beragama, untuk setia pada
ajaran utama dari agamanya masing-masing, yang tidak lain adalah sama,
yaitu saling mengasihi. Semua agama(cq pendiri agama!) pasti
mengajarkan cintakasih dan mendambakan para pemeluk atau pengikutnya
hidup saling mengasihi dengan siapapun dan dimanapun. Ketika dihina,
dilecehkan atau direndahkan tetap  mengasihi mereka yang menghina,
melecehkan atau merendahkan, memang untuk itu secara phisik,
psikologis maupun sosial merasa sakit dan menderita; jika demikian
adanya hayatilah sakit dan derita tersebut dengan gembira dan
bergairah, dan secara khusus kepada  yang beriman kepada Yesus Kristus
hendaknya berbahagia karena telah diperkenakan untuk berpartisipasi
dalam penderitaan dan sengsaraNya.
•       "Sekarang, kuatkanlah hatimu, hai Zerubabel, demikianlah firman
TUHAN; kuatkanlah hatimu, hai Yosua bin Yozadak, imam besar;
kuatkanlah hatimu, hai segala rakyat negeri, demikianlah firman TUHAN;
bekerjalah, sebab Aku ini menyertai kamu, demikianlah firman TUHAN
semesta alam, sesuai dengan janji yang telah Kuikat dengan kamu pada
waktu kamu keluar dari Mesir. Dan Roh-Ku tetap tinggal di
tengah-tengahmu. Janganlah takut" (Hag 2:5-6). Kutipan ini kiranya
dapat menjadi pegangan atau pedoman hidup dan bertindak kita dimanapun
dan kapanpun. Marilah tetap teguh hati dalam melakukan apapun asal
baik dan menyelamatkan serta membahagiakan, terutama keselamatan atau
kebahagiaan jiwa, meskipun untuk itu harus bekerja keras dan
menderita. "Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut",
inilah firman yang hendaknya menjadi pedoman dan pegangan kita dalam
hidup dan bertindak. Tuhan senantiasa menyertai dan menjiwai siapapun
yang berkehendak dan bertindak baik, maka bersama dan bersatu dengan
Tuhan kita pasti akan mampu mengatasi aneka tantangan, hambatan dan
penderitaan. Rekan-rekan ibu atau perempuan yang pernah melahirkan
anak kiranya memiliki pengalaman dalam menghadapi dan mengalami
penderitaan, maka kami berharap untuk meneguhkan dan mengembangkan
pengalaman tersebut dalam hidup sehari-hari serta kemudian
menyebarluaskan kepada sesamanya. Bukankah ketika sedang melahirkan
anak mengalami penderitaan dan meskipun demikian tidak takut
sedikitpun? Penderitaan yang lahir dari kesetiaan pada iman, panggilan
dan tugas pengutusan adalah wahana atau jalan menuju ke keselamatan
dan kebahagiaan sejati yang tak akan luntur. Maka tetap bersyukur dan
berterima kasihlah ketika setia pada panggilan dan tugas pengutusan
harus menderita!.
"Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku
kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir. Engkau
yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada
bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati engkau untuk selama-lamanya.
Ikatlah pedangmu pada pinggang, hai pahlawan, dalam keagunganmu dan
semarakmu!" (Mzm 45:2-4)

Ign 23 September 2011

Rabu, 21 September 2011

22 spt

"Ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus"
(Hag 1:1-8; Luk 9:7-9)

" Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan ia pun
merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah
bangkit dari abntara orang mati. Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia
telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari
nabi-nabi dahulu telah bangkit. Tetapi Herodes berkata: "Yohanes telah
kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan
hal-hal demikian?" Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan
Yesus." (Luk 9:7-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Herodes adalah seorang raja, yang berarti ia adalah orang yang
berkuasa dan dihormati, yang terpilih di antara bangsanya. Saya yakin
ketika diangkat menjadi raja ia pasti berkendak baik dan berusaha
untuk mensejahterakan rakyatnya; yang demikian ini pada umumnya juga
menjadi cirikhas para pemimpin Negara yang baru saja terpilih. Namun
dalam perjalanan waktu kehendak dan niat baik tersebut mengalami erosi
atau luntur karena godaan oleh nafsu akan harta benda/uang,
pangkat/kedudukan dan kehormatan duniawi. Ia dalam ombang-ambing atau
hidup mendua antara berusaha untuk mendengarkan nasihat orang-orang
baik dan nafsu pribadi akan harta benda/uang, pangkat/kedudukan dan
kehormatan duniawi, sebagaimana dialami oleh Herodes yang 'berusaha
supaya dapat bertemu dengan Yesus". Maka dengan ini kami berharap
kepada siapapun yang berkendak baik untuk mengusahakan dan
memperjuangkan kesejahteraan umum tanpa takut dan gentar menasihati
para pemimpin yang terombang-ambing atau hidup mendua. Sekiranya
pemimpin yang bersangkutan rela mendengarkan namun berat
melaksanakannya, biarlah paling tidak anda dapat mengendalikan atau
membatasi keserakahannya. Memang jarang sekali pemimpin Negara di
dunia ini yang sungguh bersih, jujur serta tidak melakukan korupsi.
Para pemimpin memang pada umumnya harus kompromi dengan keadaan atau
situasi dan jarang yang berani dengan tegas untuk menentukan pilihan
berat dan mulia. Aneka macam bentuk kompromi memang pada umumnya
kurang memuaskan semua pihak, dan masing-masing harus rela berkorban.
Kami berharap kepada semua orang yang berkehendak baik untuk tetap
setia pada kehendaknya, dan biarlah para pemimpin te. rgerak untuk
berusaha bertemu dengan orang-orang yang berkehendak baik, dan dengan
demikian membatasi diri dalam hal pemuasan nafsu pribadi

•       "Beginilah firman TUHAN semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! Kamu
menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan,
tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas;
kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang
bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam
pundi-pundi yang berlobang!" (Hag 1:5-6). Mungkinkah keadaan kita sama
seperti yang digambarkan di atas ini? Jika hal ini terjadi berarti
menunjukkan kegagalan hidup bersama atau kerja pemimpin. Dengan kata
lain hidup bersama masih diwarnai oleh egoisme dan keserakahan mereka
yang berada di poros badan publik maupun di poros bisnis; hidup
bersama lebih ditentukan oleh kerjasama antar badan publik dan bisnis
serta mengesampingkan poros komunitas atau rakyat. Maka kami berharap
kepada mereka yang berada di poros badan publik maupun bisnis untuk
berpihak pada dan bersama komunitas atau rakyat. Kesejahteraan hidup
rakyat merupakan tanda kesuksesan kerja dan usaha mereka yang berada
di poros badan publik maupun bisnis. Secara khusus kami mengajak dan
mengingatkan para pebisnis atau pengusaha untuk senantiasa
mensejahterakan semua tenaga kerja yang membantunya tanpa pandang
bulu. Kesejahteraan tenaga kerja, pegawai dan buruh merupakan tanda
keberhasilan usaha dan usaha akan terus berkembang dan maju.
Sebaliknya ketika para tenaga kerja, pegawai dan buruh kurang
sejahtera maka ada godaan untuk bekerja seenaknya atau melakukan
korupsi dan dengan demikian usaha akan hancur berantakan. Hal yang
sama berlaku bagi para pemimpin yang berada di poros badan publik:
rakyat sejahtera tanda keberhasilan pemimpin dan pada gilirannya
rakyat akan berpartisipasi aktif dan proaktif mendukung rencana dan
usaha pemimpin.

"Haleluya! Nyanyikanlah bagi TUHAN nyanyian baru! Pujilah Dia dalam
jemaah orang-orang saleh. Biarlah Israel bersukacita atas Yang
menjadikannya, biarlah bani Sion bersorak-sorak atas raja mereka!
Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah mereka
bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi! Sebab TUHAN berkenan
kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan
keselamatan." (Mzm 149:1-4)

Ign 22 September 2011

Selasa, 20 September 2011

21 spt


"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa"
(Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13)

" Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama
Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku."
Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan
di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan
makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang
Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus:
"Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang
berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang
memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah
arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan
persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar,
melainkan orang berdosa."(Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira
hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.
Matius, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan
catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•       Yesus adalah Penyelamat Dunia, artinya Ia datang di dunia untuk
menyelamatkan bagian dunia yang tidak selamat, menyembuhkan yang
sakit, membimbing orang tersesat, mengampuni orang berdosa, mendidik
mereka yang kurang terdidik, dst.. "Yang Kukehendaki ialah belas
kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil
orang benar, melainkan orang berdosa", demikian sabdaNya. St Matius
yang kita kenangkan hari ini memang termasuk dalam kalangan
orang-orang berdosa (dosa structural), yaitu sebagai kepala pemungut
pajak. Kiranya sejak dahulu sampai sekarang sudah menjadi kebiasaan
bahwa para petugas pajak senantiasa terjebak untuk manipulasi atau
korupsi; orang-orang berkehendak baik sering tak mampu lagi bertahan
diri sehingga terbawa arus dalam manipulasi atau korupsi demi memenuhi
kebutuhan hidup sosial-ekonominya. Matius kiranya termasuk orang yang
berkehendak baik, maka ketika mendengar panggilan Yesus ia langsung
meninggalkan jabatannya sebagai kepala pemungut pajak. Orang-orang
Farisi bersungut-sungut atas apa yang dilakukan oleh Yesus. Sebagai
orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita dipanggil untuk
meneladanNya, yaitu berpartisipasi dalam karya penyelamatan. Maka
baiklah jika saudara-saudari kita bersalah hendaknya dengan rendah
hati diampuni, yang frustrasi kita dekati dalam kasih untuk bangkit
dan bergairah, yang bodoh kita dampingi dengan kesabaran, ketekunan
dan pengorbanan agar cerdas atau pandai, yang kurangajar kita beri
ajaran-ajaran sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya, dst.. Kami
percaya bahwa di sekolah atau tempat kerja/usaha kita pasti ada yang
kurangajar, kurang bermoral dst.., maka baiklah mereka kita tolong dan
dampingi agar terbebaskan dari kekurangajarannya maupun kenakalannya.
Secara khusus kami berharap kepada para orangtua untuk lebih
memperhatikan anak-anaknya yang lemah, bodoh, nakal, kurang sehat
dst.., dan untuk menghindari hal itu hendaknya sedini mungkin
anak-anak diberi gizi yang baik serta perhatian yang memadai dari
orangtua.
•       "Aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan,
supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan
dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut,
dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.Dan
berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera" (Ef
4:1-3), demikian nasihat Paulus kepada umat di Efesus, yang hendaknya
kita hayati juga sebagai nasihat bagi kita semua yang beriman kepada
Yesus Kristus. Kita dipanggil untuk senantiasa hidup dan bertindak
dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar untuk membangun dan
memperdalam hidup bersama yang damai sejahtera. Telah berkali-kali
saya mengingatkan agar kita hidup dan bertindak dengan rendah hati.
Rendah hati merupakan keutamaan dasar kebalikan dari kesombongan.
Orang yang rendah hati senantiasa hati, jiwa, akal budi dan tubuhnya
terbuka atas berbagai ajakan, sentuhan, nasihat, ajaran, informasi
dst.., dengan kata lain senantiasa siap sedia dan rela untuk dididik,
dibina, ditumbuh-kembangkan, diajar, diberi tahu, dituntun dst… Dengan
lain orang bersikap mental belajar terus-menerus sampai mati. Kami
berharap semakin tua/tambah usia, semakin berpengalaman, semakin
pandai/cerdas, semakin berkedudukan dan berpengaruh dalam hidup
bersama berarti semakin rendah hati, lemah lembut dan sabar. Kita
dipanggil untuk membangun dan memperdalam kesatuan hidup bersama dalam
ikatan Roh, semangat, visi-misi dst.. Maka perkenankan kami mengajak
dan mengingatkan segenap anggota lembaga hidup bakti untuk memperdalam
penghayatan semangat atau karisma pendiri, sedangkan kita semua yang
beriman kepada  Yesus Kristus hendaknya memperdalam penghayatan iman
kepada Yesus Kristus, sehingga layak disebut sebagai sahabat-sahabat
Yesus.
"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan
pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan
malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan
tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka
terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi.
Ia  memasang kemah di langit untuk matahari,"
 (Mzm 19:2-5) Ign 21 September 2011

Senin, 19 September 2011

20 spt


"Yang mendengarkan firman Allah dan melalukannya"
(Ezr 6:7-8.12b.14-20; Luk 8:19-21)

" Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau." Tetapi Ia menjawab mereka: "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya." (Luk 8:19-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Andreas Kim Taegon, imam, dan Paulus Chong Hasang dkk., martir-martir di Korea hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sbb.:

•       Para martir Korea yang kita kenangkan hari ini mayoritas adalah kaum
awam yang bersaksi iman dalam aneka tantangan dan penderitaan karena
kesetiaan pada imannya. Mayoritas anggota Gereja atau Umat Allah
adalah kaum awam juga, maka dalam rangka mengenangkan para martir
Korea ini perkenankan secara khusus kami mengajak dan mengingatkan
rekan-rekan awam untuk menghayati panggilan kemartiran dalam hidup
sehari-hari dengan menjadi saksi iman dimanapun dan kapanpun. Dengan
kata lain marilah kita hayati sabda Yesus "IbuKu dan saudara-saudaraKu
ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya".

"Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. …mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada sesama" (Vatikan II: LG no 31). Kami berharap rekan-rekan awam merenungkan dan menghayati ajakan Gereja di atas ini: melaksanakan aneka tugas dengan semangat Injil atau menjadi saksi iman, harapan dan cinta kasih dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimanapun dan kapanpun. Salah satu bidang kehidupan yang mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan masa kini adalah pengelolaan atau pengurusan harta benda dan uang dengan baik dan benar, mengingat dan memperhatikan korupsi masih marak di sana-sini.
•       "Untuk pentahbisan rumah Allah ini mereka mempersembahkan lembu jantan seratus ekor, domba jantan dua ratus ekor dan anak domba empat ratus ekor; juga kambing jantan sebagai korban penghapus dosa bagi seluruh orang Israel dua belas ekor, menurut bilangan suku Israel. Mereka juga menempatkan para imam pada golongan-golongannya dan orang-orang Lewi pada rombongan-rombongannya untuk melakukan ibadah kepada Allah yang diam di Yerusalem, sesuai dengan yang ada tertulis dalam kitab Musa" (Ezr 6:17-18). Sebagai umat beriman atau umat Allah marilah kita sadari dan hayati bahwa tubuh kita adalah 'rumah Allah', karena Allah hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Maka marilah kita jaga dan rawat tubuh kita agar tetap suci adanya, dan hendaknya jangan mencemarkan anggota tubuh kita satupun dengan perbuatan dosa atau jahat atau amoral, dan tentu saja hendaknya juga jangan menyakiti tubuh orang lain dengan cara apapun. Pencemaran anggota tubuh sering terjadi dengan tindakan seksual yang menyimpang seperti melacurkan diri atau berhubungan seks dengan orang lain yang bukan pasangan hidupnya atau suami/isterinya sendiri atau pergaulan seks bebas di kalangan remaja dan muda-mudi. Jagalah dan rawatlah semua anggota tubuh anda agar tetap bersih, suci dan sehat serta segar, sehingga menarik dan mempesona bagi orang lain: laki-laki semakin tampan dan perempuan semakin cantik. Ketika melihat laki-laki tampan atau perempuan cantik hendaknya tidak tergoda untuk berbuat jahat atau amoral, melainkan hendaknya memuji dan memuliakan Tuhan.Hormatilah dan pujilah apa yang baik, indah, menawan dan bagus dalam  diri anda sendiri maupun saudara-saudari kita, karena semuanya itu merupakan anugerah dan karya Allah. Kami berharap kepada para suami-isteri maupun rekan remaja dan muda-mudi untuk saling menjaga dan membantu usaha kesucian tubuh masing-masing. Dalam hal makan dan minum hendaknya tidak mengkonsumsi apa yang dapat membuat anggota tubuh sakit atau kurang berfungsi secara penuh, misalnya aneka jenis  narkoba dst..

"Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi kerumah TUHAN." Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem. Hai Yerusalem, yang telah didirikan sebagai kota yang bersambung rapat, ke mana suku-suku berziarah, yakni suku-suku TUHAN, untuk bersyukur kepada nama TUHAN sesuai dengan peraturan bagi Israel.Sebab di sanalah ditaruh kursi-kursi pengadilan, kursi-kursi milik keluarga raja Daud." (Mzm 122;1-5)

Ign 20 September 2011

Minggu, 18 September 2011

19 spt


"Semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya"
(Ezr 1:1-6; Luk 8:16-18)

"Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan
tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia
menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke
dalam rumah dapat melihat cahayanya. Sebab tidak ada sesuatu yang
tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang
rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan. Karena itu,
perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai,
kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya
akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya." (Luk 8:16-18),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Setiap manusia menerima anugerah Tuhan, antara lain berupa bakat,
hobby atau keterampilan, tergantung dari lingkungan hidupnya. Dalam
iman kiranya harus kita hayati bahwa semua anugerah tersebut kita
terima secara cuma-cuma dari Tuhan, maka selayaknya kita bagikan
dengan murah hati kepada saudara-saudari kita dalam lingkungan hidup
dan kerja maupun pergaulan kita dimanapun dan kapanpun. "Tidak ada
orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau
menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas
kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat
cahayanya", demikian sabda Yesus. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa
keterampilan semakin dibagikan kepada orang lain tidak akan berkurang
melainkan semakin bertambah dan handal, demikian juga dengan bakat,
hobby, kecerdasan/kepandaian dll… Sumbangkan keterampilan, bakat,
hobby, kecerdasan/kepandaian anda kepada sesama anda dimanapun dan
kapanpun, hendaknya jangan pelit untuk membagikan atau
menyumbangkannya. Selain diberikan atau disumbangkan kepada orang
lain, baiklah jika keterampilan, bakat, hobby, kepandaian atau
kecerdasan tersebut juga terus diperdalam dan dikuatkan dengan belajar
terus-menerus, misalnya mengikuti aneka kursus atau pendidikan yang
terkait atau sesuai dengan keterampilan, bakat, hobby dan kecerdasan
anda. Hendaknya jangan malu menampilkan atau menghadirkan diri dengan
penuh aktif dan proaktif dalam hidup bersama untuk membagikan
keterampilan, bakat, hobby atau kecerdasan tersebut, yang anda miliki.
Mereka yang pelit membagikannya akan menjadi orang 'kerdil' dalam
segala hal.
•       "Berkemaslah kepala-kepala kaum keluarga orang Yehuda dan orang
Benyamin, serta para imam dan orang-orang Lewi, yakni setiap orang
yang hatinya digerakkan Allah untuk berangkat pulang dan mendirikan
rumah TUHAN yang ada di Yerusalem.Dan segala orang di sekeliling
mereka membantu mereka dengan barang-barang perak, dengan emas, harta
benda dan ternak dan dengan pemberian yang indah-indah, selain dari
segala sesuatu yang dipersembahkan dengan sukarela" (Ezr 1:5-6).
Mungkin pada saat ini di lingkungan hidup atau tempat tinggal dan
kerja anda sedang ada kegiatan pembangunan, entah phisik maupun
spiritual. Secara phisik misalnya pembangunan aneka macam
sarana-prasarana untuk kepentingan umum seperti gedung pertemuan,
tempat ibadat, dll.., hendaknya anda tidak berpangku tangan, melainkan
marilah meneladan umat di sekitar Yerusalem pada waktu itu: "membantu
mereka dengan barang-barang perak, dengan emas, harta benda dan ternak
dan dengan pemberian indah-indah, selain dari segala sesuatu yang
dipersembahkan dengan sukarela". Jika kita tidak memiliki harta benda
atau uang, baiklah kita sumbangkan tenaga dan waktu kita bagi
pembangunan tersebut. Yang tidak kalah penting adalah pembangunan
kehidupan bersama sebagai umat Allah. Kami berharap kita senantiasa
dapat berpartipasi dalam pembangunan hidup bersama sebagai umat Allah,
sehingga kebersamaan hidup umat Allah mempesona, menarik dan
menggairahkan. Secara konkret dalam kehidupan beragama sering ada
perjumpaan bersama seperti ibadat di tempat ibadat, pendalaman iman
atau doa bersama di lingkungan atau tempat kerja dst..  Kami mengajak
anda sekalian untuk aktif dan proaktif serta selalu menghadiri
perjumpaan-perjumpaan umat Allah tersebut.  Ingatlah, sadari dan
hayati bahwa dalam kebersamaan pada umumnya kita akan diperkaya dengan
berbagai pengalaman melalui curhat atau percakapan, dimana
masing-masing membagikan pengalamannya. Percayalah bahwa jika hatim,
jiwa dan akal budi kita baik, maka perjumpaan antar kita dalam bentuk
apapun dan dimanapun akan membuahkan hasil-hasil yang menyelamatkan
dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa.
"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti
orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan
tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah
orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar
kepada orang-orang ini!" TUHAN telah melakukan perkara besar kepada
kita, maka kita bersukacita" (Mzm 126:1-3)

Ign 19 September 2011