Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 13 Februari 2010

15 Feb - Yak 1:1-11; Mrk 8:11-13

"Mengapa angkatan ini meminta tanda?"

(Yak 1:1-11; Mrk 8:11-13)

 

"Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari sorga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: "Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda." Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang" (Mrk 8:11-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang Farisi begitu menekankan aneka peraturan tertulis, logis dan kelihatan jelas serta kurang atau tidak mampu melihat sesuatu yang tak kelihatan dan melampaui akal sehat. Mereka tidak atau kurang percaya pada Penyelenggaran Ilahi dalam kehidupan di dunia ini. Mereka tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi Manusia atau berasal dari sorga diutus untuk menyelamatkan dunia, maka mereka mencobai Yesus dengan "meminta dari padaNya suatu tanda dari sorga". Sesuatu yang kontradiktif: tidak percaya berusaha bertanya, maka Yesus tidak menanggapi pertanyaan mereka yang bermaksud jahat itu, untuk mencobaiNya. Sebagai orang beriman ada kemungkinan kita juga memperoleh pencobaan sebagaimana dialami oleh Yesus, misalnya ditanyai oleh mereka yang bersikap mental materialistis perihal Tuhan yang kita imani. Usaha macam itu pernah terjadi pada zaman Orde Lama, yang dilakukan oleh para anggota atau simpatisan PKI, antara lain ada guru Taman Kanak-Kanak (TK) yang mencobai murid-muridnya. "Anak-anak, Tuhan itu ada atau tidak?", demikian pertanyaan bu guru TK, dan tentu saja anak-anak tidak dapat menjawab. Maka bu guru berkata :"Anak-anak, sekarang tutup mata anda, dan berdoa 'Tuhan saya minta manisan'". Anak-anaknya melaksanakan perintah bu guru. "Buka mata", dan anak-anakpun membuka matanya, "Tuhan memberi manisan tidak?". "Tidaaak..", jawaban serentak anak-anak. "Sekarang tutup mata lagi, dan berkata 'Bu guru, saya minta manisan", perintah bu guru selanjutnya. Anak-anaknya melakukannya dan sementara itu bu guru membagi manisan pada anak-anak. "Buka mata", perintah bu guru, dan anak-anaknya membuka matanya dan dilihat ada manisan di depannya. "Siapa yang memberi manisan?", pertanyaan bu guru pada anak-anak. "Bu guruuuu..", jawaban anak-anak. "Jadi yang ada Tuhan atau bu guru..?", pertanyaan lebih lanjut bu guru.. "Bu guru.." , jawab anak-anak serentak. "Jadi Tuhan ada atau tidak?", pertanyaan bu guru. "Tidaaak", jawaban  anak-anak. Contoh pencobaan macam itu dalam bentuk lain kiranya juga masih terjadi pada masa kini, maka jika anda menerima pencobaan macam itu, diamkan saja, tak usah ditanggapi.

·   "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan" (Yak 1:2-3), demikian nasihat Yakobus. Pencobaan terhadap orang beriman pasti akan datang bertubi-tubi, tiada henti. Baiklah ketika menghadapi pencobaan kita tetap tegar, bergairah dan bergembira karena hal itu merupakan "ujian terhadap imanmu dan menghasilkan ketekunan". "Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan dan terus-menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 27). Menghadapi pencobaan yang menghasilkan buah ketekunan ini hendaknya dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak, entah di dalam keluarga maupun sekolah, dengan dukungan teladan dari para orangtua maupun bapak-ibu guru. Berbagai sarana komunikasi dan hiburan modern masa kini, seperti TV, permainan elektronik, dll ..merupakan salah satu bentuk godaan atau pencobaan untuk mengesampingkan tugas utama atau pokok, entah itu belajar atau bekerja, maka kami berharap pada kita semua untuk tekun dalam melaksanakan tugas utama atau pokok, mengerjakan tugas pekerjaan selesai pada waktunya serta tidak menunda-nunda. Menunda-nunda tugas pekerjaan juga merupakan godaan atau pencobaan tersendiri. Salah satu cara untuk tahan terhadap aneka pencobaan antara lain keteraturan dalam hidup dan bekerja, yang dijiwai oleh kedisiplinan dan kejujuran. Pada masa kini godaan atau pencobaan yang sering juga kita hadapi adalah uang: mereka yang memiliki uang, entah banyak atau secukupnya, ada godaan untuk hidup dan bertindak seenaknya, mengikuti  selera pribadi, cari kenikmatan duniawi, yang akan berdampak pada kehancuran. Setia dalam pemfungsian uang sesuai dengan maksud pemberi ('intentio dantis') merupakan bentuk ketahanan iman juga.

 

"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Engkau baik dan berbuat baik; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak"(Mzm 119:67-68.71-72)

           

Jakarta, 15 Februari 2010


Jumat, 12 Februari 2010

14 Feb - Yer 17:5-8; 1Kor 15:12.16-20; Luk 6:17.20-26

"Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah."

Mg Biasa VI : Yer 17:5-8; 1Kor 15:12.16-20; Luk 6:17.20-26


"Deso mowo coro, negoro mowo toto" (= desa memiliki adat istiadat, negara memiliki hukum), demikian kata pepatah Jawa. Pepatah tersebut menggambarkan bahwa hidup bersama dimanapun dan kapanpun terikat pada aturan, entah tertulis atau lisan. Di dalam kehidupan bersama masing-masing pribadi harus mentaati dan melaksanakan aturan yang telah disepakati dan dimaklumkan jika mendambakan kebahagiaan dan keselamatan. Aturan-aturan tersebut merupakan pedoman atau petunjuk untuk hidup bahagia, damai sejahtera dan selamat. Sebagai orang/kelompok yang beriman kepada Yesus Kristus kita juga dipanggil untuk melaksanakan atau menghayati pedoman yang diajarkan oleh Yesus. Ada banyak ajaran dan kutipan sabdaNya hari ini, sabda bahagia, hemat saya dapat menjadi acuan atau pedoman hidup kita, maka baiklah secara sederhana saya sampaikan refleksi atas sabda-sabda  Yesus hari ini:

 

·        "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah" (Luk 6:20).

"Kemiskinan adalah benteng dan ibu hidup membiara", demikian kata St.Ignatius Loyola. Kata 'hidup membiara' kiranya juga dapat diganti dengan 'hidup beriman', maka semangat hidup miskin adalah benteng dan ibu hidup beriman. Sikap mental hidup miskin berarti lebih mengandalkan diri pada Allah atau Penyelenggaraan Ilahi daripada harta benda duniawi. Maka apa yang dikatakan dengan "Berbahagialah, hai kamu yang miskin" dalam sabda bahagia hari ini kiranya dapat diartikan sebagai ajakan untuk memfungsikan harta benda duniawi sedemikian rupa sebagai sarana untuk semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci, semakin dirajai atau dikuasai oleh Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindaknya. Dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua: marilah kita tinggalkan dan berantas semangat materialistis dalam kehidupan bersama kita, jika kita mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera sejati. .   

 

·        "Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa" (Luk 6:21).

Lapar dan menangis berarti sedang mengalami kekurangan sesuatu, dan pada umumnya mereka yang sedang lapar dan menangis senantiasa siap untuk dibantu. Marilah hal ini kita fahami secara spiritual, yang berarti mengalami kekurangan dalam ilmu-ilmu atau nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan untuk hidup bahagia dan damai sejahtera lahir batin. Dengan kata lain maksud sabda bahagia diatas adalah "Berbahagialah mereka yang dengan penuh pengorbanan dan perjuangan siap sedia untuk dibina dan dididik, ditumbuh-kembangkan terus menerus". Sebagai orang beriman menyadari dan menghayati diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa serta dipanggil oleh Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia. Sebagai manusia menyadari dan menghayati diri sebagai 'tanah liat yang senantiasa siap dibentuk' oleh orang lain melalui berbagai kesempatan dan kemungkinan (pendidikan/ sekolah, pergaulan, kerja, dst..). Lapar dan menangis tetap berbahagia berarti berbahagia dalam perjuangan dan pengorbanan.   

 

·        "Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi  ".(Luk 6:22-23)

Hidup sungguh beriman, baik, berbudi pekerti luhur sering merasa berada 'di ujung tanduk', dalam ancaman dan bahaya terus-menerus di tengah-tengah kehidupan bersama yang masih sarat dengan aneka bentuk kemerosotan moral  masa kini. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, kita dipanggil untuk meneladan Dia, yang awal kedatanganNya di dunia ini mengalami aneka penderitaan dan pada akhir tugas perutusanNya dalam rangka menyelamatkan dunia harus menderita dan wafat di kayu salib. "Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya" (1Kor 15:22-23), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus. Kesaksian Paulus ini kiranya senada dengan pepatah Jawa "Jer basuki mowo beyo" (= Untuk hidup bahagia, damai sejahtera, orang harus berjuang dan berkorban).

Kami berharap pada kita semua, umat beriman, untuk tidak takut dan malu menghayati imannya di mana saja dan kapan saja. Iman lebih berarti untuk dihayati daripada dibicarakan, maka penghayatan iman merupakan cara utama dan pertama dalam pewartaan kabar baik. Biarlah karena kesaksian iman kita dengan tetap setia pada iman meskipun harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, orang akan tertanya-tanya dalam dirinya "Ada kekuatan apa dalam diri mereka?". Sebagai orang yang telah dibaptis dan mengenakan nama baptis, kami ajak untuk hidup dan bertindak meneladan santo atau santa yang menjadi pelindung kita masing-masing, yang namanya kita abadikan dalam diri kita.

     

·         "Celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu."(Luk 6 24-26) 

 

Ada pepatah "Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian".  Pepatah ini mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup penuh pengorbanan dan perjuangan demi kebahagiaan abadi. Sayang cukup banyak orang terbalik, bukan bersakit-sakit dahulu dan bersenang-senang kemudian, melainkan bersenang-senang dahulu dan sakit berlama-lama atau selama hidup. Hal ini nampak dalam aneka macam jenis penyakit yang muncul saat ini, misalnya: HIV, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, kurang gizi, dst.., yang menunjukkan bahwa orang hidup berfoya-foya seenaknya dan kemudian baru berhenti setelah muncul penyakit yang mengancam hidupnya.

 

Kami berharap kepada mereka yang gila akan kekayaan, makanan dan minuman maupun kehormatan duniawi untuk menyadari diri dan bertobat. Mereka yang bersikap mental materialistis dan duniawi kami harapkan menyadari diri bahwa hal itu akan membawa masa depan anda ke penderitaan berkepanjangan, dimana masa tua atau lansia akan menderita karena penyakit yang ada dalam dirinya maupun karena menyaksikan anak cucu yang juga sakit-sakitan. Sabda Yesus di atas cukup keras bagi mereka yang bersikap mental materialistis. Marilah kita renungkan seruan Yeremia ini : "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN" (Yer 17:5-7)   

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil."(Mzm 1:1-3)

Jakarta, 14 Februari 2010.

"Gong Xi Fa Chai"

Happy 'Valentine day'


13 Feb - 1Raj 12:26-32; 13:33-34; Mrk 8:1-10

"HatiKu tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini"

(1Raj 12:26-32; 13:33-34; Mrk 8:1-10)

 

"Pada waktu itu ada pula orang banyak di situ yang besar jumlahnya, dan karena mereka tidak mempunyai makanan, Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh." Murid-murid-Nya menjawab: "Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?" Yesus bertanya kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" Jawab mereka: "Tujuh." Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan, dan mereka memberikannya kepada orang banyak. Mereka juga mempunyai beberapa ikan, dan sesudah mengucap berkat atasnya, Ia menyuruh supaya ikan itu juga dibagi-bagikan. Dan mereka makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, sebanyak tujuh bakul. Mereka itu ada kira-kira empat ribu orang. Lalu Yesus menyuruh mereka pulang. Ia segera naik ke perahu dengan murid-murid-Nya dan bertolak ke daerah Dalmanuta."(Mrk 8:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Mengumpulkan harta benda/uang untuk tujuh turunan", demikian rumor atau motto yang sering saya dengar dalam berbagai percakapan. Sikap mental macam itu jelas berlawanan dengan sikap Yesus ketika melihat orang banyak mengikuti Dia dan tidak mempunyai makanan alias kelaparan.  "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh.", demikian sabdaNya. Mujizat pun akhirnya dilakukan oleh Yesus : "tujuh roti" dibagi-bagikan kepada ribuan orang dan mereka dapat makan kenyang. Marilah kita sedikit bermistik: angka tujuh kiranya pada masa kini boleh menunjuk pada 'tujuh sakramen' (baptis, penguatan, komuni, tobat, minyak suci/orang sakit, perkawinan, imamat). Dengan peristiwa penggandaan roti tersebut di atas, kita diingatkan dan diajak untuk menghayati sakramen-sakramen, anugerah Allah, yang telah kita terima. Penghayatan atas sakramen-sakramen yang telah kita terima kiranya akan menggerakkan hati kita oleh belas kasihan kepada orang banyak yang membutuhkan pertolongan kita. Kita telah menerima aneka macam anugerah Allah dengan cuma-Cuma, temasuk sakramen-sakramen, maka marilah kita fungsikan segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai saat ini sebagai anugerah, sehingga kita hidup penuh syukur dan terima kasih, dan kemudian syukur dan terima kasih kita wujudkan secara konkret dengan membantu saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan.

·    "Kini mungkin kerajaan itu kembali kepada keluarga Daud.  Jika bangsa itu pergi mempersembahkan korban sembelihan di rumah TUHAN di Yerusalem, maka tentulah hati bangsa ini akan berbalik kepada tuan mereka, yaitu Rehabeam, raja Yehuda, kemudian mereka akan membunuh aku dan akan kembali kepada Rehabeam, raja Yehuda."(1Raj 12:26-27), demikian kata raja Yerobeam dalam hatinya.  Hati Yerobeam melihat sesuatu yang baik akan terjadi, yaitu bangsanya bertobat, "mempersembahkan korban di rumah Tuhan ..dan berbalik kepada tuan mereka". Sayang apa yang dilihat dalam hati ini tidak diikuti tetapi malahan dilawan, dimana Yerobeam  melakukan kebalikannya, yaitu melakukan sesuatu yang mendorong orang lain berbuat dosa. Kami berharap kita tidak meniru Yerobeam, melainkan marilah kita jujur terhadap hati kita. Dengan kata lain jika mata hati kita melihat sesuatu yang baik untuk dikerjakan hendaknya segera dikerjakan dan tidak ditunda-tunda; ketika mata hati kita melihat peristiwa baik hendaknya bersyukur dan memuji Tuhan, dst… Marilah kita jaga dan perdalam kesucian hati kita, agar kita dengan gembira dan cekatan berbaik hati kepada saudara-saudari kita yang membutuhkan perhatian atau belas-kasihan. Untuk mengusahakan kesucian hati antara lain setia dalam hidup doa dan suka berkorban bagi sesama; orang siap sedia untuk disakiti hatinya daripada menyakiti hati orang lain, meneladan Hati Yesus, yang tertusuk oleh tombak dan dari HatiNya mengalir darah dan air segar, lambang sakramen-sakramen Gereja yang menyelamatkan. Semoga dari hati kita yang terluka atau disakiti oleh orang lain juga berbuahkan kehidupan dan kesegaran, dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun menghidupkan, menyegarkan atau menggairahkan orang lain. Marilah kita saling berbaik hati dengan sesama kita dimanapun dan kapanpun.

 

"Kami dan nenek moyang kami telah berbuat dosa, kami telah bersalah, telah berbuat fasik. Nenek moyang kami di Mesir tidak mengerti perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib, tidak ingat besarnya kasih setia-Mu"

(Mzm 106:6-7)

 

Jakarta, 13 Februari 2010


Kamis, 11 Februari 2010

12 Feb - 1Raj 11:29-32; 12:9; Mrk 7:31-37

"Terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya"

(1Raj  11:29-32; 12:9; Mrk 7:31-37)

 

"Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata" (Mrk 7:31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang bisu tuli memang mengalami kekurangan-kekurangan: ia tidak dapat mendengarkan, padahal mendengarkan merupakan salah satu indera dan keutamaan yang penting demi pertumbuhan dan perkembangan kita, sedangkan bisu berarti tidak mampu menyampaikan sesuatu dengan jelas.  Dengan kata lain orang bisu tuli mengalami kekurangan dalam hal menerima dan memberi. Mungkin kita tidak bisu tuli secara phisik, melainkan bisu tuli secara spiritual karena kedegilan, ketertutupan hati dan budi kita, karena kedamblegan atau egoisme kita, sehingga kita kurang memberikan diri bagi yang lain alias kurang sosial dan juga kurang kaya akan berbagai informasi dan keutamaan-keutamaan, yang mendewasakan dan mencerdaskan. Marilah kita sadari kebisuan dan ketulian kita dan kemudian dengan rendah hati siap sedia untuk dibawa orang lain untuk dididik dan dibina. Kita buka hati, budi dan jiwa kita; untuk itu memang kita harus siap sedia untuk berubah. Ingatlah bahwa segala sesuatu di dunia ini terus berubah dan masing-masing dari kita pun terus berubah setiap saat, jam dan hari. Kami harapkan tidak hanya berubah tubuhnya, anggota tubuhnya saja, tetapi juga hati, jiwa dan akal budi. Dengan kata lain hendaknya jangan hanya bangga atas kecantikan atau kegantengan secara phisik melulu!. Hendaknya kita semua siap sedia untuk dididik dan dibina terus menerus, maka dengan kata lain hendaknya kita saling mendidik dan membina, saling asah dan saling asuh.  Kepada mereka yang merasa sehat dan segar bugar kami harapkan tetap rendah hati dan siap sedia untuk terus bertumbuh dan berkembang.

·   "Ambillah bagimu sepuluh koyakan, sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari tangan Salomo dan akan memberikan kepadamu sepuluh suku" (1Raj 11:31), demikian kata nabi Ahia kepada Yerobeam  Karena kebisuan dan ketulian hati dan jiwa Salomo, maka terjadilah perpecahan kerajaan. Memang begitulah juga yang terjadi dengan mereka yang tuli secara phisik, yaitu pada umumnya berjalan mengikuti kemauan dan keinginan sendiri, karena tidak dapat mendengarkan yang lain. Tuli secara phisik saja ketika sedang berjalan dapat membahayakan orang lain atau yang bersangkutan dalam keadaan bahaya, apalagi tuli secara spiritual, yang sering ingin berjalan atau melangkah sendiri alias menurut selera pribadi, 'sak penake wudhele dewe'(Jawa). Mereka yang hanya mengikuti kemauan dan selera pribadi pasti akan terbawa ke perpecahan, entah itu suami-isteri, perusahaan, organisasi, paguyuban dst.. Dengan ini kami berharap dan mendambakan agar anak-anak sedini mungkin dibina dan dididik dalam hal solidaritas, sosial dan kebersamaan hidup dengan yang lain, di dalam keluarga maupun di tempat belajar/sekolah. Hendaknya anak-anak dididik dalam hal 'bertenggang rasa', yaitu "sikap dan perilaku yang mampu mengekang keinginan-keinginan dan kepentingan diri sendiri dalam keseimbangan dengan memperhatikan kepentingan orang lain" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman  Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 14).  Kebersamaan hidup di dalam keluarga yang penuh kasih dan pengorbanan hemat saya merupakan modal dan kekuatan untuk membangun kebersamaan hidup yang lebih luas, maka kami berharap keluarga-keluarga atau suami-isteri dapat menjadi contoh dalam hal kebersamaan dan kesatuan.

 

"Umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku.  Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri! Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku" (Mzm 81:12-15)

 

Jakarta, 12 Februari 2010


Selasa, 09 Februari 2010

11 Feb - 1Raj 11:4-13; Mrk 7:24-30

"Pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu."

(1Raj 11:4-13; Mrk 7:24-30)

 

"Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan. Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Tetapi perempuan itu menjawab: "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." Maka kata Yesus kepada perempuan itu: "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu." Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Mrk 7:24-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan 'Hari Orang Sakit Sedunia' hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Mereka yang sedang menderita sakit hemat saya karena pengaruh 'setan/roh jahat', entah yang secara langsung mempengaruhi pasien yang bersangkutan atau melalui orang lain. Maka untuk menyembukan mereka yang sedang menderita sakit baiklah kita meneladan perempuan Yunani, bangsa Siro-Fenisia, yang memohon Yesus, Tuhan, untuk mengusir setan dari anaknya. Memang sedikit banyak atau sebenarnya seseorang menderita sakit karena pengaruh lingkungan hidupnya, sesama dan saudara-saudarinya yang kurang atau tidak beriman, maka proses penyembuhan pasien hendaknya dimulai dari mereka yang merasa sehat alias keluarga pasien. Keluarga atau saudara-saudari dari pasien yang bersangkutan mungkin tidak sakit secara phisik, tetapi sedang menderita sakit secara spiritual (sakit hati atau sakit jiwa dan sakit akal budi). Meneladan perempuan Yunani, sebagaimana diwartakan dalam Injil hari ini, berarti lebih banyak berdoa atau meningkatkan dan memperdalam hidup doa, sehingga semakin mempersembahkan atau menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Kita, yang merasa sehat, dengan rendah hati mohon penyembuhan sakit hati, sakit jiwa atau sakit akal budi kita. Kami percaya ketika keluarga pasien atau saudara-saudari pasien sungguh sehat dan segar bugar secara phisik dan spiritual, maka proses penyembuhan pasien akan berjalan lancar, mereka yang sakit segera sembuh. Pada 'Hari Orang Sakit Sedunia' ini hendaknya kita semua mawas diri: apakah saya sedang menderita sakit (sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh), dan sekiranya sedang menderita sakit, marilah dengan rendah hati kita mohon penyembuhan dari Tuhan melalui saudara-saudari atau sesama kita, marilah kita saling mengasihi dan mengampuni dalam proses saling menyembuhkan.

·   "Oleh karena begitu kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu" (1 Raj 11:11), demikian firman Tuhan kepada Salomo, yang telah melakukan kejahatan bersama dengan isteri-isterinya. Aneka macam bentuk kejahatan memang akan berdampak atau berbuahkan perpecahan atau permusuhan; berbagai perpecahan atau permusuhan dipicu oleh kejahatan atau dosa. Maka dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri perihal kehidupan atau kerja bersama kita, entah di dalam keluarga/komunitas, masyarakat, tempat kerja, hidup beragama, dst.. Apakah kebersamaan sungguh dijiwai oleh persaudaraan sejati, sehingga kebersamaan tersebut memikat, menarik dan mempesona bagi orang lain? Ataukah dalam kebersamaan hidup dan kerja kita ada sesuatu yang kurang nyaman, sarat dengan ketegangan, nampak damai bagaikan dua rel yang tak pernah bersinggungan, dst..?; jika demikian adanya berarti setan atau roh jahat hidup dan berkarya dalam pribadi-pribadi  yang barada di dalam kebersamaan hidup atau kerja tersebut. Marilah kita kembali ke perjanjian-perjanjian yang telah kita ikrarkan, karena segala perpecahan atau permusuhan dipicu oleh ketidak-setiaan atau ketidak-taatan pada perjanjian. Sebagai yang telah dibaptis kami harapkan kembali ke janji baptis, sebagai suami-isteri kami harapkan kembali ke janji perkawinan, sebagai pelajar atau pekerja kami harapkan kembali ke janji pelajar atau pekerja, sebagai pejabat kami harapkan kembali ke sumpah jabatan, dst..  Damai, kesejahteraan dan keselamatan akan menjadi nyata ketika  semua pihak setia dan taat melaksanakan tugas pengutusan masing-masing dan menghayati janji yang pernah diikrarkan.

 

"Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hukum, yang melakukan keadilan di segala waktu! Ingatlah aku, ya TUHAN, demi kemurahan terhadap umat-Mu, perhatikanlah aku, demi keselamatan dari pada-Mu," (Mzm 106:3-4)

Jakarta, 11 Februari 2010

         


10 Feb - 1Raj 10:1-10; Mrk 7:14-23

"Apa yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya"

(1Raj 10:1-10; Mrk 7:14-23)

 

"Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." [Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!] Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Mrk 7:14-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Skolastika, perawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Secara phisik yang keluar dari seseorang antara  lain: kentot,  kencing/air kecil, tinja/air besar, keringat dst.., yang pada umumnya berbau tak sedap dan menjijikkan, secara verbal melalui mulut adalah kata-kata, yang lahir dari hati. Rasanya secara naluriah "dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan". Sedangkan apa yang masuk dalam diri seseorang antara lain: udara, makanan dan minuman, suara dll, yang pada umumnya dibutuhkan demi kesehatan dan kebugaran tubuh seseorang. Mungkinkah dari hati kita lahir apa yang baik, indah, luhur dan mulia? Hal itu hanya mungkin karena rahmat atau anugerah Allah, dan orang yang bersangkutan siap sedia untuk menerima dan menghayati rahmat atau anugerah Allah tersebut, sesuai dengan kehendak Allah. Hidup kita, tubuh kita adalah anugerah atau rahmat Allah, maka baiklah kita fungsikan seluruh anggota tubuh kita sesuai dengan kehendak Allah, yaitu dengan mengabdi, memuliakan, memuji dan menghormati Allah dalam dan melalui ciptaan-ciptaanNya. Dengan kata lain seorang laki-laki yang melihat gadis atau perempuan cantik hendaknya tergerak untuk memuji, memuliakan dan menghormatinya, bukan untuk berbuat zinah atau cabul; ketika kita melihat alam atau taman yang indah hendaknya tergerak untuk memuji dan memuliakan Allah, dst. Terhadap sesama atau saudara-saudari kita hendaknya kita saling melayani dan membahagiakan, bukan menguasai dan melecehkan. Kita dapat meneladan St.Skolastika, perawan, yang kita kenangkan hari ini, dengan menjaga dan merawat kesucian hidup kita, sehingga apa yang keluar dari diri kita menyelamatkan dan membahagiakan orang lain.

·   "Benar juga kabar yang kudengar di negeriku tentang engkau dan tentang hikmatmu, tetapi aku tidak percaya perkataan-perkataan itu sampai aku datang dan melihatnya dengan mataku sendiri; sungguh setengahnya pun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar. Berbahagialah para isterimu, berbahagialah para pegawaimu ini yang selalu melayani engkau dan menyaksikan hikmatmu!"((1Raj 10:6-8), demikian kata ratu negeri Syeba kepada Salomo, setelah ia berdialog dengan Salomo. Baik ratu negeri Syeba maupun Salomo adalah orang-orang yang jujur, terbuka, tidak ada sesuatu sedikit dari dirinya yang ditutup-tutupi. Hidup dan bertindak jujur memang membawa ke mujur alias bahagia, damai sejahera, meskipun untuk itu orang harus berjuang dan berkorban, sebagaimana dilakukan ratu negeri Syeba, yang tidak puas hanya mendengar, melainkan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan mendatangi dan melihat sendiri Salomo, yang dikenal penuh hikmat alias bijaksana itu. Hidup dan bertindak jujur memang mengarah ke bijaksana dan penuh hikmat, maka marilah kita senantiasa hidup dan bertindak jujur dimanapun dan kapanpun. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Apa yang keluar dari orang jujur tidak menajiskan, melainkan menyelamatkan dan membahagiakan, maka baiklah kita perdalam kejujruran dalam hidup dan tindakan kita serta kita sebarluaskan melalui aneka kesibukan dan pelayanan kita setiap hari dimanapun dan kapanpun.

 

"Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang. Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum; Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah" (Mzm 37:5-6.30-31).

Jakarta, 10 Februari 2010     


Senin, 08 Februari 2010

9 Feb - 1Raj 8:22-23.27-30; Mrk 7:1-13

"Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri".

(1Raj 8:22-23.27-30; Mrk 7:1-13)

 

"Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban -- yaitu persembahan kepada Allah --, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan." (Mrk 7:5-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Apa yang disebut adat istiadat memang begitu mengikat erat suku atau bangsa tertentu, sehingga sangat menentukan cara hidup dan cara bertindaknya. Demi atau alasan adat istiadat orang dapat mencelakakan orang lain atau membuat orang lain menderita. Cukup banyak orang lebih mengikuti adat istiadat daripada perintah Allah dalam menentukan hari maupun jam pernikahan anak-anaknya. Maka sabda Yesus yang cukup keras terhadap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri", kiranya juga terarah kepada kita semua. Dengan kata lain sikap mental Farisi masih hidup dalam diri kita masing-masing, yang nampak dalam cara hidup dan cara bertindak lebih mengikuti adat istiadat daripada perintah Allah. Marilah kita bertobat atau memperbaharui diri: lebih mengutamakan perintah Allah daripada adat istiadat, dengan kata lain jika ada adat istiadat yang sesuai dengan perintah atau kehendak Allah hendaknya kita teguhkan dan perdalam, sedangkan yang bertentangan dengan perintah atau kehendak Allah kita singkirkan atau kesampingkan. Kehendak atau perintah Allah yang utama dan pertama adalah saling mengasihi, maka segala bentuk adat istiadat yang melanggar cintakasih hendaknya disingkirkan, yaitu cara hidup atau cara bertindak yang melecehkan harkat martabat manusia atau melanggar hak asasi manusia. Adat istiadat memang terbatas, hanya berlaku di tempat atau daerah tertentu saja, sedangkan perintah Allah, saling mengasihi berlaku secara universal, dimana saja dan kapan saja.

·   "Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini. Maka berpalinglah kepada doa dan permohonan hamba-Mu ini, ya TUHAN Allahku, dengarkanlah seruan dan doa yang hamba-Mu panjatkan di hadapan-Mu pada hari ini"(1Raj 8:27-28), demikian kata atau doa Salomo. Tuhan hadir dan berkarya dimana saja dan kapan saja, tak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu; Ia tidak hanya hadir dan berkarya di tempat yang disebut suci seperti gereja, kapel, masjid, pura, dst.. atau tempat-tempat peziarahan. Sebagaimana karya Tuhan tak berbatas, demikian juga perintah utamanya 'cintakasih'. Untuk mengimani dan menghayati Tuhan yang hidup dan berkarya dimana saja dan kapan saja ini, antara lain hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih alias saling mengasihi satu sama lain tanpa membedakan SARA, usia, pangkat, kedudukan atau jabatan dan fungsi. Secara sederhana marilah kita imani dan hayati karya Tuhan di tempat tidur kita, di kamar mandi kita, di dapur kita, di tempat kerja/tugas kita, dst..  Kita lihat dan imani apa yang baik, indah, luhur dan mulia di dunia ini sebagai karya Tuhan, entah itu manusia, tanaman, binatang, panorama, dst.. Kami berharap dan mendambakan pada umat beragama, entah agamanya apa, untuk menggalang dan memperdalam persaudaraan atau persahabatan sejati, dengan saling memperdalam penghayatan apa yang sama di antara kita, sama-sama manusia, sama-sama ciptaan Tuhan, sama-sama beriman, dst.. serta 'mengesampingkan' perbedaan-perbedaan yang ada. Ketika apa yang sama di antara kita dihayati secara mendalam dan penuh, maka apa yang berbeda akan semakin memperteguh dan memperdalam persaudaraaan sejati.

 

"Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku! Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau."

(Mzm 84:3-5)

 

Jakarta, 9 Februari 2010


Minggu, 07 Februari 2010

8 Feb - 1Raj 8:1-7.9-13; Mrk 6:53-56

"Semua orang yang menjamahNya menjadi sembuh"

(1Raj 8:1-7.9-13; Mrk 6:53-56)

 

"Setibanya di seberang Yesus dan murid-murid-Nya mendarat di Genesaret dan berlabuh di situ. Ketika mereka keluar dari perahu, orang segera mengenal Yesus. Maka berlari-larilah mereka ke seluruh daerah itu dan mulai mengusung orang-orang sakit di atas tilamnya kepada Yesus, di mana saja kabarnya Ia berada. Ke mana pun Ia pergi, ke desa-desa, ke kota-kota, atau ke kampung-kampung, orang meletakkan orang-orang sakit di pasar dan memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh" (Mrk 6:53-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sehat atau sakit erat kaitannya dengan beriman atau tidak/kurang beriman. Mereka yang sakit-sakitan pada umumnya kurang beriman alias kurang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan atau kurang mentaati dan melaksanakan aneka tatanan dan aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusannya. Yang saya maksudkan dengan sakit, tidak hanya sakit tubuh tetapi juga sakit hati, sakit jiwa atau sakit akal budi. Jika kita jujur mawas diri kiranya kita semua sedang menderita sakit, memang ada merasa tidak sakit padahal sakit, ada yang sakit parah dan ada yang sakit ringan. Maka jika mendambakan sehat, marilah 'menjamah jumbai jubah Yesus', artinya secara konkret pelan-pelan melaksanakan kembali aneka tatanan atau aturan yang telah kita abaikan atau lupakan. Dalam hal makan dan minum ada pedoman 'empat sehat lima sempurna', maka marilah kita mengkonsumsi makanan atau minuman sesuai dengan pedoman tersebut. Terkait dengan kesehatan tubuh ada saran atau nasihat untuk berolahraga teratur, tidur/istirahat teratur dan secukupnya. Berhubungan dengan hidup beragama dalam masing-masing agama ada aneka aturan atau tatanan yang harus dilaksanakan, misalnya berdoa setiap hari atau dalam berbagai kepentingan terkait dengan tugas dan pekerjaan masing-masing. Berhubungan dengan hidup terpanggil, entah menjadi suami-isteri, imam, bruder atau suster, ada janji-janji serta aneka kewajiban yang mengikuti janji-janji tersebut, sebagaimana tertulis dalam pedoman hidup, konstitusi atau anggaran dasar; maka jika kita mendambakan hidup terpanggil yang sehat dan bahagia, hendaknya mentaati dan melaksanakan sepenuhnya janji-janji yang pernah diikrarkan. Jika kita dalam keadaan sehat, segar bugar dan damai sejahtera, maka akan banyak orang datang kepada kita untuk minta tolong, dan hendaknya ditanggapi dengan positif semua permintaan tersebut.

·   "Dalam tabut itu tidak ada apa-apa selain dari kedua loh batu yang diletakkan Musa ke dalamnya di gunung Horeb, yakni loh-loh batu bertuliskan perjanjian yang diadakan TUHAN dengan orang Israel pada waktu perjalanan mereka keluar dari tanah Mesir"(1Raj 8:9). Loh-loh batu bertuliskan perjanjian antara Tuhan dengan umat Israel diterima dalam perjalanan menuju  tanah terjanji. Pengalaman bangsa terpilih ini kiranya juga dapat kita alami dalam perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita. Jika kita mendambakan sukses atau berhasil dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusan, marilah kita dengarkan dan laksanakan sentuhan-sentuhan atau sapaan-sapaan Tuhan melalui seluruh ciptaanNya, terutama dalam diri sesama manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya, dalam perjalanan melaksanakan tugas pekerjaan atau menghayati panggilan. Marilah kita buka telinga hati, budi, jiwa dan tubuh kita terhadap aneka saran, kritik, pujian, sindiran, petunjuk dst..dari saudara-saudari kita; kita dengarkan dan laksanakan semuanya itu demi kesehatan, kebahagiaan dan kesejahteraan kita. Marilah kita perdalam dan teguhkan keutamaan 'mendengarkan' selama menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pekerjaan sehari-hari. Kita dengarkan dengan baik dan rendah hati semua yang 'mendatangi' kita, kemudian kita pilah dan pilih apa yang mungkin dapat segera kita lakukan serta menyelamatkan dan membahagiakan diri kita sendiri maupun sesama kita. Sebagai 'pendengar' yang baik sering juga dapat menyembuhkan mereka yang sedang sakit,  misalnya sakit hati. Dengarkan dengan baik keluh kesah, kemarahan, gerutu, kegelisahan, ketidak-puasan dari saudara kita yang sedang sakit hati; percayalah jika kita dapat mendengarkan dengan baik pasti mengurangsi sakit mereka atau menyembuhkannya. Sebaliknya kepada mereka yang sedang sakit hati kami harapkan untuk membuka diri terhadap siapa yang dapat dipercaya dan dapat mendengarkan dengan baik.

 

"Mari kita pergi ke kediaman-Nya, sujud menyembah pada tumpuan kaki-Nya." Bangunlah, ya TUHAN, dan pergilah ke tempat perhentian-Mu, Engkau serta tabut kekuatan-Mu! Biarlah imam-imam-Mu berpakaian kebenaran, dan bersorak-sorai orang-orang yang Kaukasihi" (Mzm 132: 7-9)