"Mengapa angkatan ini meminta tanda?"
(Yak 1:1-11; Mrk 8:11-13)
"Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari sorga. Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: "Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda." Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang" (Mrk 8:11-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Orang-orang Farisi begitu menekankan aneka peraturan tertulis, logis dan kelihatan jelas serta kurang atau tidak mampu melihat sesuatu yang tak kelihatan dan melampaui akal sehat. Mereka tidak atau kurang percaya pada Penyelenggaran Ilahi dalam kehidupan di dunia ini. Mereka tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi Manusia atau berasal dari sorga diutus untuk menyelamatkan dunia, maka mereka mencobai Yesus dengan "meminta dari padaNya suatu tanda dari sorga". Sesuatu yang kontradiktif: tidak percaya berusaha bertanya, maka Yesus tidak menanggapi pertanyaan mereka yang bermaksud jahat itu, untuk mencobaiNya. Sebagai orang beriman ada kemungkinan kita juga memperoleh pencobaan sebagaimana dialami oleh Yesus, misalnya ditanyai oleh mereka yang bersikap mental materialistis perihal Tuhan yang kita imani. Usaha macam itu pernah terjadi pada zaman Orde Lama, yang dilakukan oleh para anggota atau simpatisan PKI, antara lain ada guru Taman Kanak-Kanak (TK) yang mencobai murid-muridnya. "Anak-anak, Tuhan itu ada atau tidak?", demikian pertanyaan bu guru TK, dan tentu saja anak-anak tidak dapat menjawab. Maka bu guru berkata :"Anak-anak, sekarang tutup mata anda, dan berdoa 'Tuhan saya minta manisan'". Anak-anaknya melaksanakan perintah bu guru. "Buka mata", dan anak-anakpun membuka matanya, "Tuhan memberi manisan tidak?". "Tidaaak..", jawaban serentak anak-anak. "Sekarang tutup mata lagi, dan berkata 'Bu guru, saya minta manisan", perintah bu guru selanjutnya. Anak-anaknya melakukannya dan sementara itu bu guru membagi manisan pada anak-anak. "Buka mata", perintah bu guru, dan anak-anaknya membuka matanya dan dilihat ada manisan di depannya. "Siapa yang memberi manisan?", pertanyaan bu guru pada anak-anak. "Bu guruuuu..", jawaban anak-anak. "Jadi yang ada Tuhan atau bu guru..?", pertanyaan lebih lanjut bu guru.. "Bu guru.." , jawab anak-anak serentak. "Jadi Tuhan ada atau tidak?", pertanyaan bu guru. "Tidaaak", jawaban anak-anak. Contoh pencobaan macam itu dalam bentuk lain kiranya juga masih terjadi pada masa kini, maka jika anda menerima pencobaan macam itu, diamkan saja, tak usah ditanggapi.
· "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan" (Yak 1:2-3), demikian nasihat Yakobus. Pencobaan terhadap orang beriman pasti akan datang bertubi-tubi, tiada henti. Baiklah ketika menghadapi pencobaan kita tetap tegar, bergairah dan bergembira karena hal itu merupakan "ujian terhadap imanmu dan menghasilkan ketekunan". "Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan dan terus-menerus serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 27). Menghadapi pencobaan yang menghasilkan buah ketekunan ini hendaknya dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak, entah di dalam keluarga maupun sekolah, dengan dukungan teladan dari para orangtua maupun bapak-ibu guru. Berbagai sarana komunikasi dan hiburan modern masa kini, seperti TV, permainan elektronik, dll ..merupakan salah satu bentuk godaan atau pencobaan untuk mengesampingkan tugas utama atau pokok, entah itu belajar atau bekerja, maka kami berharap pada kita semua untuk tekun dalam melaksanakan tugas utama atau pokok, mengerjakan tugas pekerjaan selesai pada waktunya serta tidak menunda-nunda. Menunda-nunda tugas pekerjaan juga merupakan godaan atau pencobaan tersendiri. Salah satu cara untuk tahan terhadap aneka pencobaan antara lain keteraturan dalam hidup dan bekerja, yang dijiwai oleh kedisiplinan dan kejujuran. Pada masa kini godaan atau pencobaan yang sering juga kita hadapi adalah uang: mereka yang memiliki uang, entah banyak atau secukupnya, ada godaan untuk hidup dan bertindak seenaknya, mengikuti selera pribadi, cari kenikmatan duniawi, yang akan berdampak pada kehancuran. Setia dalam pemfungsian uang sesuai dengan maksud pemberi ('intentio dantis') merupakan bentuk ketahanan iman juga.
"Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Engkau baik dan berbuat baik; ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak"(Mzm 119:67-68.71-72)
Jakarta, 15 Februari 2010