Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 24 September 2010

Minggu Biasa XXVI - Am 6:1a.4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31

"Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita."

Mg Biasa XXVI: Am 6:1a.4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31


Dalam perjumpaan dengan Bapak Kardinal, Gus Dur (alm.) menyampaikan 'joke' sebagai berikut: "Bapak Kardinal ini nanti setelah dipanggil Tuhan dan di sorga enak sekali, lebih enak dan nikmat daripada saya". "Mengapa Gus", tanggapan Bapak Kardinal. "Selama di dunia ini kami sebagai orang Islam tidak boleh makan daging babi, sedangkan Bapak Kardinal, para pastor, bruder dan suster selama di dunia ini tidak boleh menikah. Di sorga nanti khan yang diperbolehkan oleh Tuhan untuk dikerjakan dan dinikmati apa yang tidak boleh dinikmati selama hidup di dunia ini. Maka di sorga nanti kami hanya boleh makan dan manikmati daging babi, sedangkan Bapak Kardinal dapat dengan bebas memilih dan menikmati hidup bersama dengan perempuan-perempuan cantik, bahenol sepuas-puasnya", demikian penjelasan Gus Dur. Apa yang dikatakan Gus Dur ini hemat kami sungguh merupakan permenungan yang mendalam dan sesuai dengan isi Warta Gembira hari ini, maka marilah kita renungkan Warta Gembira hari ini dan kita hayati makna dan maksudnya.

 

"Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita." (Luk 16:25)

Selama hidup di dunia, dalam panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing ada aneka tata tertib yang harus kita perhatikan, hayati dan sebarluaskan di dalam hidup sehari-hari. Kita juga telah menikmati berbagai macam jenis makanan, minuman, sentuhan, perlakuan dst.. yang kita terima dari mereka yang mengasihi kita. Bagaimana kita menyikapi aneka tata tertib ataupun segala sesuatu yang kita terima dari mereka yang mengasihi kita? Marilah kita mawas diri dengan jujur, terbuka dan rendah hati:

·  Hendaknya kita setia dalam mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing dimanapun dan kapanpun. Memang untuk setia dan taat pada tata tertib sungguh membutuhkan perjuangan, pengorbanan diri dan kerja keras, agar tata tertib dapat kita laksanakan dengan baik, sehingga kita selamat, damai dan bahagia. Jika selama hidup di bumi ini anda tidak setia mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan anda, maka setelah meninggal dunia nanti akan diajar dan dipaksa untuk melakukan tata tertib selamanya, sedangkan jika anda setia mentaati dan melaksanakan tata tertib selama hidup di bumi ini, maka setelah meninggal dunia nanti diperkenankan hidup bebas, seenaknya.

·  Dalam suratnya kepada umat di Galatia, Paulus antara lain mengetengahkan 'perbuatan daging dan buah Roh' yang saling bertolak belakang, yaitu "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. …Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:19-23). Kutipan ini kiranya dapat menjadi bahan mawas diri bagi kita semua: jika selama hidup di bumi  ini kita hanya mengikuti keinginan daging dan melakukan perbuatan daging, maka setelah meninggal dunia nanti kita akan dilatih dan diajar untuk bertindak sesuai dengan kehendak Roh, sebaliknya jika selama hidup di bumi ini kita senantiasa hidup sesuai dengan kehendak Roh sehingga menghasilkan buah-buah Roh, maka setelah meninggal dunia nanti kita diperkenakan melakukan perbuatan daging seenaknya dan sepuas mungkin. Kami berharap selama hidup di bumi ini senantiasa kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Roh, sehingga menghasilkan buah-buah Roh.

·  Hiburan dan menderita? Yang dimaksudkan disini kiranya lebih bersifat duniawi, artinya jika selama hidup di bumi ini kita siap sedia untuk menderita karena setia dan taat pada panggilan dan tugas pengutusan, maka setelah meninggal dunia nanti akan menikmati hiburan sejati bersama Tuhan di sorga untuk selamanya. Sebaliknya jika kita selama hidup di bumi ini enak-enak dan menikmati hiburan-hiburan duniawi melulu, seperti yang berhubungan dengan seks, makanan dan minuman, maka setelah meninggal dunia nanti akan menderita untuk selama-lamanya,

 

"Engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi " (1Tim 6:11-12)

 

Marilah pesan Paulus kepada Timoteus di atas ini kita hayati atau laksanakan bersama-sama, bekerja sama satu sama lain dalam rangka mengusahakan hidup kekal selamanya di sorga. Ada beberapa keutamaan yang hendaknya kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup kita sehari-hari, yaitu:

1). Keadilan. Keadilan yang paling mendasar hemat saya adalah hormat sepenuhnya terhadap harkat martabat setiap manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Tuhan. Maka hendaknya cara hidup dan cara bertindak maupun cara  bicara kita tidak melecehkan atau merendahkan harkat martabat manusia.

2). Ibadah. Beribadah berarti senantiasa mempersembahkan dan mengandalkan diri seutuhnya kepada Tuhan, hidup penuh syukur dan terima kasih dimanapun dan kapanpun, karena kita telah menerima kasih dan anugerah Tuhan secara melimpah melalui saudara-saudari kita. Maka sebagai tanda bahwa kita sungguh beribadah antara lain kita saling bersyukur dan beterima kasih di dalam hidup sehari-hari.

3). Kesetiaan. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr.Edi Seedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur – Balai Pustaka, Jakarta 1997, hal 24). Marilah kita hayati aneka perjanjian yang telah kita ikrarkan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.   

4). Kasih. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7). Apa yang diajarkan perihal kasih ini kiranya cukup jelas, maka marilah saling membantu untuk menghayatinya. Kasih lebih untuk dihayati atau dilakukan daripada diomongkan atau didiskusikan.

5). Kesabaran. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr.Edi Sedyawati/edit: --ibid--).  Orang sabar disayang Tuhan dan sesamanya, maka marilah kita saling berlomba dalam hal kesabaran dalam sepak-sepak terjang maupun kesibukan kita setia hari dimanapun dan kapanpun.

6). Kelembutan. Orang yang lembut menunjukkan bahwa yang bersangkutan saleh ('sumeleh'), tidak pernah mengeluh, marah, menggerutu dalam menghadapi atau menerima apapun. Ia tidak serakah, tidak tergesa-gesa dan tidak khawatir.

 

"Yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya.TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya!" (Mzm 146:7-10)

 

Jakarta, 26 September 2010


25 Sept - Pkh 11:9-12:8; Luk 9:43b-45

"Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia."

(Pkh 11:9-12:8; Luk 9:43b-45)

 

"Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:"Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia." Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya" (Luk 9:43b-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Seorang pemimpin sejati selayaknya menyerahkan diri seutuhnya kepada yang dipimpin, demikian pula orangtua bagi anak-anaknya, guru bagi para peserta didiknya, suami bagi isteri dan sebaliknya,dst.. Pemimpin yang demikian ini masa kini sungguh dibutuhkan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak pemimpin hanya mengutamakan kepentingan sendiri, keluarga atau kelompoknya saja. Memang di era atau masa yang diwarnai sikap mental materialistis dan egoisme ini pemimpin yang bertindak demikian sering menjadi pertanyaan atau tak terpahami oleh kebanyakan orang. Hal senada juga masih terjadi ketika ada seseorang ingin menjadi imam, bruder atau suster. "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia", demikian sabda Yesus kepada para muridNya, kepada kita semua yang percaya kepadaNya untuk dicamkan dan diresapkan dalam hati sehingga menjiwai cara hidup dan cara bertindak. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk bersikap mental dan bertindak sosial, memiliki kepedulian besar terhadap orang lain, terutama bagi mereka yang miskin dan berkekurangan dalam berbagai hal. Maka marilah kita buka mata dan telinga hati, jiwa dan tubuh kita terhadap lingkungan di sekitar kita, dimana setiap hari kita memboroskan waktu dan tenaga kita. Adakah di antara sesama atau  saudara-saudari kita yang membutuhkan bantuan dan perhatian demi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mereka?  Kami percaya jika kita sungguh membuka mata dan telinga, pasti akan melihat dan mendengar bahwa ada saudara-saudari kita yang membutuhkan bantuan. Marilah kita wujudkan sila kelima dari Pancasila "Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Dalam kenyataan belum semua rakyat menikmati keadilan sosial, maka berarti masih ada yang membutuhkan bantuan dan perhatian kita. Bukalah hati, jiwa, akal budi dan tenaga atau tubuh anda bagi mereka yang membutuhkan bantuan atau perhatian.

 

·   "Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!" (Pkh 12:1). Masa muda kita semua pada umumnya penuh keceriaan, kegairahan dan kebebasan sebagai anugerah Allah Pencipta. Karya penciptaan memang ditandai oleh keceriaan, kegairahan dan kebebasan. Kita semua diharapkan mengenangkan pengalaman tersebut, artinya pada masa kini dalam usia berapapun hendaknya tetap bergairah, ceria dan bebas, tentu saja dijiwai oleh cintakasih. Hidup sekali hendaknya jangan bersedih, mengeluh, menggerutu atau frustrasi, melainkan tetap gembira saja. Tidak ada alasan untuk tidak gembira karena Allah Pencipta senantiasa menganugerahi dan mendampingi hidup kita. Jika kita dapat hidup gembira, ceria, bergairah dan bebas dalam cintakasih, maka kita pasti senantiasa dalam keadaan sehat wal'afiat, segar bugar, tahan dan tabah dalam menghadapi aneka jenis virus penyakit yang menyerang. Kegembiraan, keceriaan, kegairahan dan kebebasan kita tidak karena kita dapat hidup bebas seenaknya alias semau gue, melainkan karena kita dapat dan boleh hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka kepada mereka yang merasa gembira dan bergairah hanya karena aneka kenikmatan duniawi, seperti makan-minum, tidur, seks dst,.. "ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!"(Pkh 11:9). Hendaknya jangan hanya mencari dan mengusahakan kenikmatan duniawi melulu, yang pada umumnya menghancurkan hidup anda, melainkan dalam hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi usahakan kesucian, semakin mendunia hendaknya juga semakin suci. Urus dan kelolalah seluk-beluk duniawi sesuai dengan kehendak Allah Pencipta, yaitu agar semua ciptaan di bumi ini senantiasa baik adanya.

 

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm 90:3-6)

 

Jakarta, 25 September 2010


Kamis, 23 September 2010

24 sept - Pkh 3:1-11; Luk 9:18-22)

"Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua"

(Pkh 3:1-11; Luk 9:18-22)

 

"Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: "Kata orang banyak, siapakah Aku ini?" Jawab mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit." Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah." Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun. Dan Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." (Luk 9:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pengakuan atau penyataaan diri sebagai orang katolik atau pengikut Yesus Kristus secara terus terang, terbuka di hadapan umum bagi beberapa orang sering menakutkan, maka di hadapan umum sering menyembunyikan identitas dirinya sebagai pengikut Yesus Kristus. Ada ketakutan atau kekhawatiran ketika dirinya diketahui sebagai orang katolik atau pengikut Yesus Kristus akan menghadapi aneka ejekan, cemoohan, ancaman melalui berbagai cara, termasuk dikucilkan dari lingkungan hidup maupun kerjanya. Itulah kiranya yang juga masih dialami oleh Petrus dan teman-temannya ketika secara vokal ia mengakui Yesus sebagai "Mesias dari Allah", kemudian Yesus melarang mereka memberitahukan hal tersebut. Orang-orang Yahudi kiranya masih akan salah faham perihal Mesias: Mesias yang mereka dambakan adalah yang terhormat dan terkenal, sedangkan Yesus harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh. Mengimani Yesus sebagai Mesias atau Penyelamat Dunia memang berarti harus siap sedia untuk menderita, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak percaya kepadaNya. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan sekalian yang beriman kepada Yesus, untuk tidak takut dan gentar mengakui sebagai pengikut Yesus di muka umum. Percayalah dan imanilah bahwa jika kita tetap hidup baik dan berjalan di jalan yang benar, sesuai dengan kehendak Tuhan, kita pasti akan selamat dan berbahagia. Memang ada kemungkinan harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan, namun demikian ingat dan hayati bahwa tantangan dan hambatan yang muncul karena kesetiaan iman adalah jalan kebahagiaan atau keselamatan sejati.

·   "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." (Pkh 3:1). Kutipan ini kiranya merupakan penghiburan bagi kita umat beriman yang setia pada imannya. Ada waktu untuk berbuat baik dan ada waktu untuk berbuat jahat, itulah inti dari segala sesuatu ada waktunya. Kami percaya bahwa kebanyakan dari kita lebih menggunakan banyak waktu untuk berbuat baik atau melakukan apa yang baik dan menyelamatkan serta membahagiakan. Maka marilah kita manfaatkan waktu yang ada untuk senantiasa berbuat baik kepada saudara-saudari kita. Kepada yang masih sering berbuat jahat, kami ingatkan manfaatkan waktu yang masih ada di depan untuk bertobat atau memperbaharui diri, tiada kata terlambat untuk berubah menjadi baik dan  berbudi pekerti luhur alias bertobat. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir"(Pkh 3:11) . Marilah kita mengerti, selami dan hayati karya Allah atau Penyelenggaraan Ilahi dalam hidup kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun, karena Allah berkarya terus menerus tiada henti. Karya-karyaNya antara lain membuat manusia lahir, menanam, menyembuhkan, membangun, tertawa, menari, mengasihi, dst.., dengan kata lain apa-apa saja yang membuat manusia selamat, gembira dan damai-sejahtera. Kita berpartisipasi dalam karya Allah atau Penyelenggaraan Ilahi jika kita melakukan apa-apa yang baik dan menyelamatkan tersebut. Marilah kita wujudkan iman kita kepada Allah dengan saling berbuat baik dan menyelamatkan serta membahagiakan. Apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan kiranya merupakan dambaan semua orang yang berkehendak baik, tanpa pandang bulu ata SARA.

 

"Terpujilah TUHAN, gunung batuku, yang mengajar tanganku untuk bertempur, dan jari-jariku untuk berperang; yang menjadi tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, kota bentengku dan penyelamatku, perisaiku dan tempat aku berlindung, yang menundukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasaku! Ya TUHAN, apakah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, dan anak manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya? Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat." (Mzm 144:1-4)

 

Jakarta, 24 September 2010


Selasa, 21 September 2010

23 Sept - Pkh 1:2-11; Luk 9:7-9

"Siapa gerangan Dia ini yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?"

(Pkh 1:2-11; Luk 9:7-9)

 

"Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan ia pun merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati. Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit. Tetapi Herodes berkata: "Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?" Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus" (Luk 9:7-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Pius Padre Pio , imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hidup terpanggil secara khusus menjadi imam, bruder atau suster atau membujang sering menjadi pertanyaan bagi mereka yang tidak atau kurang memahaminya, apalagi jika yang bersangkutan memeperoleh rahmat khusus dari Allah sebagaimana dialami oleh Padre Pio, yang memperoleh anugaerah 'stigmata'. . Mereka yang tidak atau kurang memahami hidup terpanggil tersebut akan bertanya-tanya seperti Herodes mempertanyakan Yesus, "Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?". Hal senada kiranya juga menjadi pertanyaan ketika dalam hidup bersama ada orang baik, jujur, disiplin, tertib alias tidak melakukan korupsi di tempat kerja atau tugas pada masa yang masih sarat dengan tindakan korupsi saat ini. Maka kami berharap kepada siapapun yang terpanggil secara khusus maupun hidup baik dan berbudi pekerti luhur untuk tetap setia hidup dan bertindak sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusannya. Biarlah cara hidup dan cara bertindak yang demikian menjadi pertanyaan bagi mereka yang mendengar atau melihat. Jika yang bertanya-tanya tersebut berkehendak baik, percayalah bahwa mereka akan meniru apa yang kita hayati dan lakukan, sebaliknya jika mereka berkehendak jahat, percayalah bahwa mereka akan kecewa dan ada kemungkinan tergerak untuk menyingkirkan yang menimbulkan pertanyaaan tersebut. Hidup setia pada panggilan atau tugas pengutusan pada masa kini sungguh mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang yang tidak atau kurang setia pada panggilan dan tugas pengutusan mereka. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).


·   "Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari" (Pkh 1:2-3). Apa yang dikatakan oleh kitab Pengkhotbah ini hemat kami merupakan suatu peringatan bagi kita semua bahwa apa yang ada di dunia ini bersifat sementara alias tidak abadi/tidak kekal. Dengan kata lain hendaknya jangan bersikap mental materialistis di dalam hidup sehari-hari, baik di dalam masyarakat maupun tempat kerja/tugas. Pengalaman dan pengamatan menunjukkan bahwa mereka yang bersikap materialistis ketika terjadi musibah seperti kebakaran atau kebanjiran dimana harta kekayaannya musnah, maka yang bersangkutan stress, stroke, bahkan ada yang gila atau sinthing. "Segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?". Peringatan ini kiranya mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup sederhana, karena dengan hidup sederhana pasti akan tetap tegar dan tak berubah dalam menghadapi aneka macam musibah maupun gejolak kehidupan seperti krisis moneter. Memang ketika segala sesuatu didekati dan disikapi dengan sikap mental bisnis, pada umumnya orang tak mungkin hidup sederhana, karena yang menjadi acuan atau pedoman hidup adalah untung-rugi dan dengan demikian senantiasa mengejar keuntungan kapan saja dan dimana saja tiada henti. Marilah kita sikapi segala sesuatu sebagai anugerah Allah, yang kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita, karena dengan demikian kita akan tergerak untuk hidup sederhana. Mereka yang hidup sederhana di bumi ini pasti akan tahan terhadap aneka macam ancaman, krisis maupun godaan. Kami ingatkan juga bahwa orang yang pandai atau cerdas sejati pada umumnya dapat menyampaikan atau mengajarkan apa yang sulit dan berbelit-belit dengan sederhana dan dengan demikian dapat dimengerti oleh siapapun juga, demikian orang suci pada umumnya juga hidup sederhana.

 

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu" (Mzm 90:3-6)

 

Jakarta, 23 September 2010


22 Sept - Ams 30:5-9; Luk 9:1-6

"Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang"

(Ams 30:5-9; Luk 9:1-6)

 

"Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju. Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ. Dan kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka." Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat." (Luk 9:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Rasul adalah seseorang yang diutus, hidup dan bertindak sesuai dengan perintah dari yang mengutus. Yesus memanggil kedua belas murid atau rasulNya dan "mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang". Sebagai orang beriman kita semua memiliki dimensi rasuli, dan dengan demikian kita juga memperoleh tugas pengutusan 'untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang'. Kerajaan Allah berarti Allah yang meraja atau menguasai, maka memberitakan Kerajaan Allah antara lain berarti mengajak dan mendorong sesama kita agar siap sedia untuk dirajai atau dikuasai oleh Allah dan selanjutnya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah dalam hidup sehari-hari alias senantiasa berbuat baik kepada orang lain atau berbudi pekerti luhur. Hal itu hemat saya senada dengan 'menyembuhkan orang'  dari penyakit, entah sakit jiwa, sakit hati, sakit akal budi maupun sakit tubuh. Mereka yang sedang menderita sakit antara lain karena hidup dan bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah, melainkan hanya mengikuti kemauan atau keinginan diri sendiri alias seenaknya sendiri, semau gue, 'sak penake dhewe'. Dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan ini kita diharapkan tidak mengandalkan  atau tergantung pada aneka macam sarana-prasarana, harta benda atau uang, melainkan mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi serta diri kita yang dirajai atau dikuasai oleh Allah. Dengan kata lain sebagai orang beriman yang memiliki dimensi rasuli kita diharapkan senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, setia mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib yang terkait dengan panggilan, tugas pengutusan kita masing-masing. Marilah kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada senantiasa berusaha untuk 'memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang dari aneka macam penyakit'.

·   " Semua firman Allah adalah murni. Ia adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya. Jangan menambahi firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap pendusta" (Ams 30:5-6), demikian kutipan dari kitab Amsal. Seluruh firman Allah atau kehendak Allah kiranya dapat dipadatkan dalam perintah atau firmanNya untuk saling mengasihi satu sama lain dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh. Rasanya kita tak akan mungkin menambahi perintah saling mengasihi ini, dan mungkin malah terbiasa untuk mengurangi dan dengan demikian sering menderita sakit. Segenap berarti seutuhnya atau 100% (seratus persen), kurang dari 100% berarti tidak utuh atau tidak genap dan dengan demikian berarti sedang menderita sakit. Anda yang hidup berkeluarga sebagai suami-isteri kiranya memiliki pengalaman iman mendalam perihal saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh, yang antara lain menjadi nyata dalam hubungan seksual. Maka kami berharap para suami-isteri atau orangtua dapat menjadi saksi atau teladan dalam hal melaksanakan perintah atau firman Allah bagi anak-anak yang dianugerahkan kepada mereka. Pengalaman konkret untuk senantiasa berlindung pada Allah alias saling mengasihi dalam hidup sehari-hari di dalam keluarga akan menjadi kekuatan atau modal luar biasa untuk hidup dan bertindak saling mengasihi dalam lingkungan hidup yang lebih  luas.  Marilah kita juga menjauhkan diri dari aneka dusta alias tidak pernah berdusta pada diri sendiri, sesama maupun Allah.  Jika kita melihat saudara-saudari kita berdusta hendaknya dengan segera dan rendah hati yang bersangkutan ditegor. Ingat dan sadari bahwa berdusta akan mencelakakan diri sendiri daripada orang lain.

 

"Jauhkanlah jalan dusta dari padaku, dan karuniakanlah aku Taurat-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak. Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga. Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu " (Mzm 119:29.72.89.101)

 

Jakarta, 22 September 2010



Senin, 20 September 2010

21 Sept - Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13

"Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib tetapi orang sakit"

(Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13)

 

"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Matius, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kami yakin atau percaya bahwa kita semua sedang menderita sakit alias tidak 100% sehat wal'afiat, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh. Namun belum tentu kita semua merasa sakit dan merasa butuh pengobatan atau penyembuhan, mungkin karena sakitnya belum begitu parah dan baru 5% s/d 20% sakit, sehingga masih dengan bebas dapat kesana kemari mengkuti kemauan dan keinginan sendiri. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian dengan rendah hati untuk menyadari penyakit atau dosa pribadi masing-masing dan kemudian mohon bantuan penyembuhan kepada Tuhan serta melalui saudara-saudari kita yang baik hati. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang sakit dan berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman. Karena masing-masing dari kita sedang menderita sakit, maka marilah dengan rendah hati juga saling menyembuhkan, karena kami percaya jenis sakit yang kita alami berbeda satu sama lain. Kami juga mengingatkan kita semua untuk tidak dengan keras mengingatkan atau memerintahkan orang lain untuk berobat, bahkan sampai marah-marah, karena dengan demikian berarti anda sendiri yang sedang menderita sakit dan membuat orang lain semakin sakit juga. Penyakit yang kiranya paling banyak diderita adalah sakit jiwa, sebagai tanda atau gejalanya adalah mudah marah dan berselisih atau bermusuhan, membenci. Mereka yang mudah marah hemat saya sedang menderita sakit jiwa atau sakit hati, dan jika mereka tidak menyadari serta mohon penyembuhan, maka penyakitnya akan dibawa sampai mati: detik-detik atau menit-menit menjelang kematiannya atau dipanggil Tuhan pasti marah-marah dan memberontak seperti salah satu penjahat yang disalibkan bersama Yesus, yang menghina dan mencela Yesus.

·   "Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Ef 4:1-2). Sebagai orang beriman kita diharapkan hidup dan bertindak dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar serta saling membantu dalam kasih. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan diri", sedangkan "sabar ialah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman  Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta  1997, hal 24). Keutamaan-keutamaan di atas hemat saya merupakan kekuatan untuk bertahan hidup sehat maupun untuk membantu penyembuhan bagi yang sedang menderita sakit. Sebagai contoh: hadapi mereka yang sedang marah dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar, dengan demikian akan berkurang amarah mereka atau bahwa mereka sembuh dari kemarahan. Sebaliknya bagaimana jika saya sendiri tergerak dan terdorong untuk marah? Baiklah kita marah dalam Tuhan, artinya sebelum mengungkapkan dan mewujudkan kemarahan hendaknya berdoa lebih dahulu kepada Tuhan dan diawali dengan membuat tanda salib. Kami percaya jika kita marah dalam Tuhan dan bersama dengan Yang Tersalib, kemarahan kita akan bermanfaat untuk mempertobatkan dan menyembuhkan orang lain, alias tidak semakin membuat parah penyakit.

 

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (MMzm 19:2-5)

 

Jakarta, 21 September 2010