"Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib tetapi orang sakit"
(Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13)
"Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Matius, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kami yakin atau percaya bahwa kita semua sedang menderita sakit alias tidak 100% sehat wal'afiat, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh. Namun belum tentu kita semua merasa sakit dan merasa butuh pengobatan atau penyembuhan, mungkin karena sakitnya belum begitu parah dan baru 5% s/d 20% sakit, sehingga masih dengan bebas dapat kesana kemari mengkuti kemauan dan keinginan sendiri. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian dengan rendah hati untuk menyadari penyakit atau dosa pribadi masing-masing dan kemudian mohon bantuan penyembuhan kepada Tuhan serta melalui saudara-saudari kita yang baik hati. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang sakit dan berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman. Karena masing-masing dari kita sedang menderita sakit, maka marilah dengan rendah hati juga saling menyembuhkan, karena kami percaya jenis sakit yang kita alami berbeda satu sama lain. Kami juga mengingatkan kita semua untuk tidak dengan keras mengingatkan atau memerintahkan orang lain untuk berobat, bahkan sampai marah-marah, karena dengan demikian berarti anda sendiri yang sedang menderita sakit dan membuat orang lain semakin sakit juga. Penyakit yang kiranya paling banyak diderita adalah sakit jiwa, sebagai tanda atau gejalanya adalah mudah marah dan berselisih atau bermusuhan, membenci. Mereka yang mudah marah hemat saya sedang menderita sakit jiwa atau sakit hati, dan jika mereka tidak menyadari serta mohon penyembuhan, maka penyakitnya akan dibawa sampai mati: detik-detik atau menit-menit menjelang kematiannya atau dipanggil Tuhan pasti marah-marah dan memberontak seperti salah satu penjahat yang disalibkan bersama Yesus, yang menghina dan mencela Yesus.
· "Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Ef 4:1-2). Sebagai orang beriman kita diharapkan hidup dan bertindak dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar serta saling membantu dalam kasih. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan diri", sedangkan "sabar ialah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Keutamaan-keutamaan di atas hemat saya merupakan kekuatan untuk bertahan hidup sehat maupun untuk membantu penyembuhan bagi yang sedang menderita sakit. Sebagai contoh: hadapi mereka yang sedang marah dengan rendah hati, lemah lembut dan sabar, dengan demikian akan berkurang amarah mereka atau bahwa mereka sembuh dari kemarahan. Sebaliknya bagaimana jika saya sendiri tergerak dan terdorong untuk marah? Baiklah kita marah dalam Tuhan, artinya sebelum mengungkapkan dan mewujudkan kemarahan hendaknya berdoa lebih dahulu kepada Tuhan dan diawali dengan membuat tanda salib. Kami percaya jika kita marah dalam Tuhan dan bersama dengan Yang Tersalib, kemarahan kita akan bermanfaat untuk mempertobatkan dan menyembuhkan orang lain, alias tidak semakin membuat parah penyakit.
"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (MMzm 19:2-5)
Jakarta, 21 September 2010
0 komentar:
Posting Komentar