Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 16 Oktober 2010

Minggu Biasa XXIX - Kel 17:8-13; 2Tim 3:14-4:2; Luk 18:1-8

"Mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu".

Mg Biasa XXIX: Kel 17:8-13; 2Tim 3:14-4:2; Luk 18:1-8


Izin untuk mendirikan tempat ibadat (gereja/kapel, masjid/surau dst.) konon bagi kelompok minoritas di daerah yang bersangkutan dipersulit oleh kelompok mayoritas. Di beberapa daerah beribadat bersama di rumah/tempat  tinggal juga dilarang, dengan alasan tidak sesuai dengan IMB. Kasus yang menimpa umat HKBP di Bekasi beberapa waktu yang lalu kiranya terkait dengan masalah IMB, dimana mereka beribadat di tempat tinggal/rumah. Aneh dan nyata jika mencermati yang terjadi di Jabotabek ini: izin mendirikan tempat ibadat dipersult, demikian juga beribadat bersama di rumah/tempat tinggal dilarang, tetapi ada ruko-ruko yang difungsikan untuk panti pijat terselubung alias pelacuran dibiarkan saja. Apakah hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan dari kita tidak atau kurang memahami apa itu 'ibadat', 'berdoa' atau sikap mental materialistis begitu menjiwai. Sila pertama dari Pancasila berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak bangsa Indonesia diharapkan didasari oleh keimanannya kepada Tuhan, dan dengan demikian senantiasa sering berkomunikasi secara khusus dengan Tuhan, seperti beribadat, seluruh cara hidup dan cara bertindak bagaikan sedang beribadat atau berdoa kepada Tuhan.

 

"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu" (Luk 18:1)  

 

Dalam kesempatan mengantarkan beberapa bruder dan suster, para provinsial, untuk berkunjung di pertapaan Trapistine Gedono-Salatiga, Jawa Tengah beberapa tahun lalu ada dialog yang cukup menarik dan mengesan bagi saya pribadi. Salah satu dari suster provinsial bertanya kepada pemimpin Biara Trapistine tersebut :"Kapan atau jam berapa saja acara berdoa bagi para suster/rahib di sini?". "Oh, kami berdoa sepanjang hari, karena bagi kami bekerja juga merupakan doa, persembahan diri kepada Tuhan", demikian jawaban sang pemimpin biara. "Ora et labora" = berdoa dan bekerja, demikian kata sebuah motto. Maksud dari motto ini adalah bahwa berdoa dan bekerja tak dapat dipisahkan dan hanya dapat dibedakan, maka sabda Yesus bahwa 'harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu'  kiranya dapat berarti menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dengan doa-doa kita atau doa hendaknya jangan terpisahkan dari hidup dan cara bertindak sehari-hari.

 

Dalam Warta Gembira hari ini berdoa dengan tak jemu-jemu digambarkan dengan seorang janda yang dengan rendah hati mohon keadilan kepada sang hakim. Yesus mengakhiri perumpamaanya dengan bersabda "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk 18:7-8). Dengan ini kami mengingatkan kita semua sebagai orang beriman dan beragama untuk menyadari dan menghayati diri sebagai 'orang-orang pilihan Allah', sehingga sungguh menjadi milik Allah. Sebagai milik Allah selayaknya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah dalam situasi atau kondisi apapun, kapanpun dan dimanapun. Hendaknya kita juga merefleksikan sabdaNya "adakah Ia mendapati iman di bumi?".

 

Pertanyaan 'adakah Ia mendapati iman di bumi'  kiranya merupakan peringatan atau ajakan bagi kita semua umat beriman untuk dengan semangat iman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain semakin berpartisipasi dalam hal-ikhwal atau seluk-beluk duniawi hendaknya semakin suci, semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia. Kita dipanggil untuk mengusahakan kesucian hidup dengan membumi atau mendunia. Maka baiklah jika kita menghadapi aneka macam tata tertib atau kebijakan yang merangsang orang untuk berbuat dosa, hendaknya sesegera mungkin diluruskan atau dibetulkan, sehingga aneka macam tata tertib atau kebijakan menjadi sarana atau pendukung dalam mengusahakan kesucian hidup.

 

"Hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2Tim 3:14-16)  

 

Sejak kita dilahirkan di bumi ini dari rahim ibu kita masing-masing, kiranya tak jemu-jemunya orangtua kita, khususnya ibu kita masing-masing mendidik, mengasuh, membina dan mengasihi kita dengan berbagai macam cara dan bentuk, berupa 'kebenaran-kebenaran' atau apa yang benar dan baik.  Bukankah kata-kata atau tindakan orangtua kita merupakan kepanjangan sabda dan kehendak Allah, dengan kata lain diilhamkan oleh Allah dan dengan demikian 'memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran'?. Maka marilah kita tetap berpegang teguh pada aneka macam teladan hidup, nasihat, saran, petuah dst.. dari orangtua kita masing-masing, dan dimana perlu untuk masa kini diperbaharui, diperdalam atau disesuaikan sesuai dengan tuntutan atau perkembangan zaman.

 

Marilah kita kenangkan kasih ibu sebagaimana sering disenandungkan 'kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia'. Mengenangkan kasih ibu tersebut berarti dalam hidup dan cara bertindak kita masa kini atau saat ini sungguh saling mengasihi satu sama lain baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. Hendaknya tak jemu-jemu mengasihi saudara-saudari kita dalam kondisi atau situasi apapun. Hidup kita adalah kasih karunia dan segala sesuatu yang menyertai diri kita, atau kita miliki dan kuasai sampai kini juga kasih karunia, maka selayaknya kita senantiasa menghadirkan dan menampilkan diri sebagai kasih karunia bagi sesama dimanapun dan kapanpun.       

 

"Terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih kuatlah Israel, tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih kuatlah Amalek." (Kel 17:11). Kutipan ini menggambarkan bahwa bersama dan bersatu dengan Tuhan kita dapat mengalahkan kejahatan atau setan. Hidup dan bertindak saling mengasihi satu sama lain adalah bentuk kebersamaan dan kesatuan dengan Tuhan, maka marilah sebagai orang-orang beriman atau ber-Tuhan kita perdalam dan perteguh persaudaraan atau persahabatan sejati tanpa pandang bulu atau SARA.  Persaudaraan atau persahabatan sejati masa kini begitu mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebar-luaskan mengingat dan memperhatikan masih maraknya permusuhan dan tawuran sebagaimana disiarkan atau diberitakan oleh berbagai media masa, entah cetak atau elektronik. Marilah kita bersama-sama mengangkat tangan ke atas artinya berdoa bersama sesuai dengan keyakinan atau cara kita masing-masing setiap hari.

 

"Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. TUHANlah Penjagamu, TUHANlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya."

 (Mzm 121)    ihiduHidu

Jakarta, 17 Oktober 2010


Jumat, 15 Oktober 2010

16 Okt - Ef 1:15-23; Luk 12:8-12

"Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan."

(Ef 1:15-23; Luk 12:8-12)

 

"Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni. Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan." (Luk 12:8-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sabda hari ini meneruskan kemarin, dimana kita diajak dan dipanggil untuk jujur, transparan tanpa munafik dalam menghayati atau melaksanakan aneka ajaran agama kita masing-masing, yang kiranya semuanya bersumber dari dan bermuara pada 'cintakasih'. Dengan kata lain kita dipanggil untuk senantiasa hidup dan bertindak dalam kasih, saling mengasihi satu sama lain tanpa pandang bulu atau SARA.  Hidup dan bertindak saling mengasihi berarti hidup dan bertindak dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga menghasilkan buah-buah Roh, yaitu "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Dengan menghayati keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh ini kita tidak perlu kuatir menghadapi aneka tantangan, masalah atau hambatan, termasuk berhadapan dengan pemerintah atau penguasa. Dengan dan dalam keutamaan-keutamaan tersebut kita tak akan kehabisan akal maupun kata-kata dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Hendaknya kita menghayati aneka ajaran agama atau iman kita dalam dan dengan keutamaan-keutamaan tersebut. Sabda hari ini juga mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mengimani bahwa malaikat Allah senantiasa mendampingi dan menyertai perjalanan hidup kita sehari-hari, sebagai tanda atau bukti kesetiaan Allah terhadap diri kita manusia, yang lemah dan rapuh ini. Marilah kita dengarkan dan perhatikan bisikan, arahan atau petunjuk dari malaikat Allah tersebut dalam diri kita masing-masing melalui suara hati kita.

·   "Segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu" (Ef 1:22-23). Sebagai umat yang beriman kepada Yesus Kristus kita adalah anggota-anggota Tubuh Kristus, dan masing-masing dari kita berbeda satu sama lain sesuai dengan fungsi, panggilan atau tugas pengutusan kita masing-masing. Sebagai sesama anggota yang berbeda satu sama lain kita dipanggil untuk bekerjasama, sebagai tanda kepenuhanNya, yang memenuhi semua dan segala sesuatu. Ingat belum lama ini, yaitu bulan Juni yang lalu, perhatian kita terarah kepada pertandingan sepak-bola, Piala Dunia. Cukup menarik jika diperhatikan dengan cermat, mengapa Negara-negara dari Amerika Latin yang dalam kenyataan memiliki pemain-pemain hebat dan terampil dikalahkan oleh Negara-negara Eropa. Salah satu kekuatan yang hidup dalam klub sepak bola Eropa, antara lain Portugal, Belanda dan Jerman yang masuk empat besar dan akhirnya Portugal menjadi pemenang atau juara adalah kerjasama.  Kerjasama dari sebelas pemain  begitu indah dan enak untuk ditonton, dimana antara lain kurang nampak pemain yang begitu lama mengolah bola, melainkan begitu menerima bola segera diteruskan kepada rekannya. Dengan kata lain dibalik kerjasama ada kemurahan hati atau sosial bukan egois. Marilah kita jauhkan aneka macam bentuk egois dan kita tingkatkan dan perdalam kerjasama antar kita dimanapun dan kapanpun; kita kembangkan dan perdalam sikap mental sosial kita. Kepada mereka yang masih hidup serakah dan egois kami harapkan bertobat jika mendambakan hidup damai sejahtera dan selamat atau menjadi pemenang. Marilah kita belajar kerjasama dari anggota-anggota tubuh kita masing-masing yang bekerjasama begitu indah dan kompak, sebagai contoh tugas 'makan': mata hanya melihat makanan, hidung hanya mencium, tangan hanya mengambil, mulut hanya mengunyah dst…dan itu semua berlangsung begitu cepat dan akurat.

 

"Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam. Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mzm 8:2-5)

Jakarta, 16 Oktober 2010   


Kamis, 14 Oktober 2010

15 Okt - Ef 1:11-14; Luk 12:1-7

"Karena itu jangan takut karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit."

(Ef 1:11-14; Luk 12:1-7)

 

"Sementara itu beribu-ribu orang banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi. Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Karena itu apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah. Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia! Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Luk 12:1-7), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Teresa dari Yesus, perawan dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Takut kiranya menjangkiti semua orang, memang betapa takut seseorang tergantung dari kepribadiannya maupun masalah atau perkara yang menimbulkan ketakutan. Setia pada iman, tumbuh berkembang sebagai orang beriman pasti akan menghadapi aneka macam tantangan, hambatan maupun masalah. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk tidak takut menghadapi aneka macam tantangan, hambatan maupun masalah, yang mungkin juga mengancam hidup kita. Bersama dan bersatu dengan Tuhan dalam hidup sehari-hari alias hidup baik atau berbudi pekerti luhur tiada sedikitpun ketakutan menghadapi tantangan, hambatan atau masalah, karena semuanya itu merupakan wahana untuk mempertebal, memperdalam atau memperteguh iman kita. Seandainya tantangan, hambatan atau masalah berasal dari mereka yang jahat dan tak bermoral, percayalah bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengatasinya.  Memang ketika kita tidak jelas 'putih' atau 'hitam' alias 'abu-abu', bersama Tuhan atau bersama dengan setan, maka  kita sering  takut. Sebaliknya jika kita jelas bersama Tuhan atau bersama setan tidak akan ada ketakutan, karena bersama Tuhan kita dapat mengalahkan setan dan jika kita bersama setan berarti bertemu teman. Maka kami mengajak anda sekalian untuk tidak takut menghadapi aneka macam perubahan, termasuk diri kita sendiri harus berubah. Marilah meneladan St.Teresa, perawan dan pujangga Gereja, dengan menjadi saksi-saksi iman dalam hidup sehari-hari.

·   "Aku katakan "di dalam Kristus", karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan -- kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya --supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya" (Ef 1:11-12). Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita diharapkan senantiasa di dalam Kristus, artinya hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindakNya atau melaksanakan sabda-sabdaNya kapanpun dan dimanapun. Kita adalah 'sahabat-sahabat Yesus Kristus', sehingga cara hidup dan cara bertindak kita mencerminkan cara hidup dan cara  bertindakNya. Sebagaimana Yesus Kristus telah mengalahkan setan dan menghapus dosa dunia dengan penderitaan dan wafatNya di kayu salib, maka beriman kepadaNya berarti dipanggil untuk mempersembahkan diri seutuhnya demi keselamatan seluruh dunia atau lingkungan hidup kita. Untuk itu memang kita tak akan terlepas dari penderitaan, namun ingat dan hayati bahwa penderitaan yang lahir karena setia pada iman, panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati, maka jika harus menderita hendaknya tetap tegar, ceria dan gembira. Dengan dan dalam ketegaran, keceriaan dan kegembiraan aneka macam bentuk penderitaan ringan adanya. Gembira, ceria dan tegar dalam penderitaan menjadi puji-pujian bagi kemuliaanNya. Baiklah kami mengingatkan dan mengajak secara khusus kepada para orangtua untuk tidak memanjakan anak-anaknya, melainkan dibiasakan siap sedia menderita karena kesetiaan pada iman, panggilan atau tugas pengutusan.

 

"Bersorak-sorailah, hai orang-orang benar, dalam TUHAN! Sebab memuji-muji itu layak bagi orang-orang jujur. Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN" (Mzm 33:1-2.4-5).

 

Jakarta, 15 Oktober 2010


Selasa, 12 Oktober 2010

14 Okt - Ef 1:1-10; Luk 11:47-54

"Dari angkatan ini dituntut darah semua nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan"

(Ef 1:1-10; Luk 11:47-54)

 

"Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka. Dengan demikian kamu mengaku, bahwa kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya. Sebab itu hikmat Allah berkata: Aku akan mengutus kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul dan separuh dari antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya, supaya dari angkatan ini dituntut darah semua nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan, mulai dari darah Habel sampai kepada darah Zakharia yang telah dibunuh di antara mezbah dan Rumah Allah. Bahkan, Aku berkata kepadamu: Semuanya itu akan dituntut dari angkatan ini. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi." Dan setelah Yesus berangkat dari tempat itu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus-menerus mengintai dan membanjiri-Nya dengan rupa-rupa soal. Untuk itu mereka berusaha memancing-Nya, supaya mereka dapat menangkap-Nya berdasarkan sesuatu yang diucapkan-Nya." (Luk 11:47-54), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sabda Yesus hari ini melanjutkan kemarin: peringatan bagi orang-orang Farisi. Nampaknya apa yang tertulis dalam Warta Gembira hari ini sedikit banyak diwarnai 'hukum karma', maka kiranya sabda Yesus hari ini baik untuk menjadi bahan refleksi atau permenungan bagi siapapun yang bersikap mental Farisi atau munafik. Pengalaman atau pengamatan menunjukkan bahwa penderitaan anak-cucu terjadi karena dosa atau kebejatan moral orangtua atau nenek-moyang mereka. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk tidak bersikap mental Farisi atau munafik agar anak-cucu atau penerus kita tidak menderita. Marilah aneka macam keutamaan atau nilai-nilai kehidupan yang kita ketahui juga kita hayati atau laksanakan dalam hidup kita sehari-hari. Jika kita memiliki 'kunci pengetahuan' hendaknya kita fungsikan untuk lebih mengetahui dan memahami aneka pengetahuan, keutamaan atau nilai-nilai kehidupan dan tentu saja kemudian kita hayati atau laksanakan. Peringatan atau ajakan ini secara khusus kami sampaikan kepada rekan-rekan pastor, guru, orangtua atau para penceramah dalam berbagai kesempatan, yang sering memberi nasihat, saran atau petuah-petuah. Hendaknya tidak hanya memberitahukan atau menyampaikan nasihat, saran dan petuah saja, tetapi sekaligus juga melaksanakan atau menghayati apa yang telah dikatakan, sehingga terjadilah kesatuan antara kata dan tindakan atau perilaku. Dalam kesatuan antara kata dan tindakan atau perilaku kiranya kita akan semakin disegani oleh orang lain.

·   "Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya" (Ef 1:5-6). Sebagai orang beriman kita diingatkan bahwa kita adalah anak-anak Allah, artinya orang-orang yang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, senantiasa mendengarkan dan melaksanakan firman-firman atau sabda-sabda Allah, yang antara lain sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak sedemikian rupa sehingga semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia dimanapun dan kapanpun. Jika cara hidup dan cara bertindak atau perlaku kita baik, bermoral atau berbudi pekerti luhur, maka dengan demikian kita memuliakan dan menghormati orangtua atau nenek-moyang kita, 'mendhem jero, mikul dhuwur' = mengubur dalam-dalam dan mengangkat tinggi-tinggi, demikian kata pepatan Jawa. Marilah kita kubur dalam-dalam apa yang tidak baik dan kita angkat tinggi-tinggi apa yang baik, artinya kita tinggalkan aneka macam yang tidak baik dan kita hayati dengan sepenuh hati aneka macam yang baik. Jika ada cara hidup atau cara bertindak orangtua atau nenek-moyang kita hendaknya tidak ditiru melainkan ditinggalkan, sebaliknya cara hidup dan cara bertindak mereka yang baik kita tiru dan perdalam serta perluas dalam kehidupan kita masa kini, sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Jika kita sungguh baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, kiranya kita juga terbuka terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan untuk semakin memperdalam dan memperluas apa yang baik sesuai dengan perkembangan zaman yang terjadi. Dengan kata lain hendaknya kita peka terhadap tanda-tanda zaman dan menanggapinya sesuai dengan kehendak Tuhan.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!" (Mzm 98:1-4)

 

Jakarta, 14 Oktober 2010


13 Okt - Gal 5:18-25; Luk 11:42-46

"Celakalah kamu hai orang-orang Farisi"

(Gal 5:18-25; Luk 11:42-46)

 

"Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan suka menerima penghormatan di pasar. Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya." Seorang dari antara ahli-ahli Taurat itu menjawab dan berkata kepada-Nya: "Guru, dengan berkata demikian, Engkau menghina kami juga." Tetapi Ia menjawab: "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jari pun" (Luk 11:42-46), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kiranya cukup banyak pemimpin atau atasan yang hanya suka memberi perintah, namun yang bersangkutan tidak pernah/belum pernah melakukan sendiri apa yang mereka perintahkan, dan ketika yang diperintah melakukan tidak baik atau tidak berhasil kemudian mereka marah-marah. Maka orang-orang yang demikian itu langsung menerima celaka atau mengalami kegagalan. Sabda Yesus kepada orang-orang Farisi pada hari ini kiranya cukup keras, dan dapat menjadi bahan refleksi atau renungan bagi para pemimpin atau atasan yang bersikap mental Farisi alias tukang memberi perintah dan tidak pernah melakukan sendiri apa yang diperintahkan. Maka dengan ini kami berharap kepada para pemimpin atau atasan untuk berani dengan rendah hati memberi contoh atas apa yang mereka perintahkan alias pernah mengalami atau melakukan apa yang mereka perintahkan. Dengan kata lain alangkah baiknya jika memberi perintah mereka juga sekaligus melakukan bersama-sama dengan yang diperintah. Misalnya ketika memberi perintah bawahan atau pembantu untuk membersihkan lingkungan hidup, entah menyapu atau memangkas rumput yang tak teratur, hendaknya yang memberi perintah juga melakukannya. Dengan bersama-sama melakukan apa yang mereka perintahkan kiranya wibawa pemimpin atau atasan akan semakin handal dan berpengaruh pada yang dipimpin atau anggota-anggotanya. Secara khusus kami berharap kepada para orangtua atau bapak-ibu dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya di dalam keluarga dalam hal melakukan apa yang mereka nasihatkan atau sarankan kepada anak-anaknya, karena pengalaman di dalam keluarga akan sangat berpengaruh dalam kehidupan bersama yang lebih luas seperti di masyarakat atau tempat kerja, dst…

·   "Buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Sebagai orang beriman kita hidup dari dan oleh Roh, maka hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh tersebut. Baiklah disini saya angkat buah Roh yang kiranya mendesak dan up to date untuk kita hayati atau sebarluaskan pada masa kini, yaitu kesabaran dan penguasaan diri. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Marilah pertama-tama dan terutama kita sabar di perjalanan atau dalam berlalu-lintas, karena kesabaran dalam berlalu-lintas hemat saya dapat menjadi cermin kwalitas hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memang kesabaran ini perlu sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan atau contoh dari orangtua atau bapak-ibu. Kami juga berharap kepada generasi muda, muda-mudi, untuk melatih kesabaran dalam rangka menghadapi rangsangan seksual, sehingga tidak terjebak ke dalam pergaulan seks bebas, hamil sebelum menjadi suami-isteri dan kemudian melakukan aborsi. Kuasailah diri anda sedemikian rupa sehingga tidak larut ke dalam aneka macam rangsangan ke perilaku amoral atau jahat. Ketika anda dapat menguasai diri maka kelak terhadap yang lain akan melayani, sebaliknya ketika anda tak dapat menguasai diri maka kelak terhadap yang lain pasti akan menindas atau melelehkan orang lain alias bersikap mental Farisi. Kami juga berharap kepada para pelajar atau mahasiswa untuk sabar atau menguasai diri dalam menghadapi rangsangan untuk menyontek dalam ulangan maupun ujian.

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin." (Mzm 1:1-4)

 

Jakarta, 13 Oktober 2010


Senin, 11 Oktober 2010

12 Okt - Gal 4:31b-5:6; Luk 11:37-41

"Kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan".

(Gal 4:31b-5:6; Luk 11:37-41)

 

"Ketika Yesus selesai mengajar, seorang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Maka masuklah Ia ke rumah itu, lalu duduk makan. Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Tetapi Tuhan berkata kepadanya: "Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu" (Luk 11:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ada orang atau kelompok menyelenggarakan pesta dengan dana pinjaman, maka setelah pesta mereka harus bersedih dan bekerja keras karena ditagih hutang. Demikian juga orang-orang Jawa pada umumnya bagian luar atau depan bangunan rumah nampak begitu indah dan menarik, tetapi bagian dalam kotor dan amburadul, sebaliknya orang-orang Tionghoa sering bagian depan atau luar bangunan rumahnya nampak sederhana namun di bagian dalamnya bersih, indah dan menarik. Demikian juga ada orang nampak cantik, mempesona dan menarik, namun sebenarnya yang bersangkutan adalah penjahat atau pelacur, nampak tampan dan gagah namun yang bersangkutan sebenarnya pencopet atau koruptor. Itulah sikap mental Farisi yang menjangkiti cukup banyak orang masa kini alias bersikap munafik atau bersandiwara dalam kehidupan. Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua pertama-tama untuk jujur terhadap diri sendiri, entah secara pribadi, keluarga atau kelompok. Kita juga diharapkan hati dan jiwa kita sungguh bersih dan jernih alias suci, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita juga bersih dan jernih, tiada pemalsuan atau permainan sandiwara apapun. Apa yang ada di luar, seperti cara berpakaian atau menampilkan diri hendaknya sesuai dengan apa yang ada di dalam yaitu yang ada di dalam hati dan jiwa kita. Jika kita tidak dapat jujur terhadap diri sendiri, mustahil kita dapat jujur terhadap orang lain, sebaliknya jika kita dapat jujur terhadap diri sendiri, maka dengan mudah kita jujur terhadap orang lain maupun lingkungan hidup kita. Kejujuran pada masa kini hemat saya mendesak untuk dihayati dan disebarluaskan, dan kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin dibiasakan untuk hidup dan bertindak jujur dengan teladan dari bapak-ibu atau orangtua.

·   "Saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka"(Gal 4:31), demikian kesaksian iman atau peringatan Paulus kepada umat di Galatia, kepada kita semua umat beriman. Marilah kita hayati diri sebagai orang-orang yang bebas merdeka, tentu saja lebih-lebih dan terutama bebas merdeka dari aneka macam bentuk kejahatan atau perilaku yang tidak baik. Kemerdekaan sejati adalah bebas dari aneka macam bentuk penjajahan setan atau kejahatan alias senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan kapanpun dan dimanapun. Bersama atau bersatu dengan Tuhan berarti senantiasa berbuat baik kepada sesama dan lingkungan hidupnya, sehingga semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama  manusia. Bebas merdeka sejati berarti berbudi pekerti luhur, maka orang yang sungguh bebas merdeka akan unggul dalam salah satu cirikhas berbudi pekerti luhur ini dan ciri-ciri lain secara inklusif dihayati juga, yaitu : "  bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet "(Prof.Dr.Sedyawati/edit: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka, Jakarta 1997). Cirikhas mana yang sebaiknya kita hayati dan sebarluaskan dalam lingkungan hidup kita sehari-hari?

 

"Kiranya kasih setia-Mu mendatangi aku, ya TUHAN, keselamatan dari pada-Mu itu sesuai dengan janji-Mu,.. Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-Mu. Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya. Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu" (Mzm 119:41.43-45).

 

 Jakarta, 12 Oktober 2010    


Minggu, 10 Oktober 2010

11 Okt - Gal 4:22-24.26-27.31-5:1; Luk 11:29-33

"Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang"

(Gal 4:22-24.26-27.31-5:1; Luk 11:29-33)


"Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: "Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini. Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama orang dari angkatan ini dan ia akan menghukum mereka. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengarkan hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo! Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!" "Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya" (Luk 11:29-33), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Cara hidup dan cara bertindak seseorang mencerminkan keyakinan iman atau kepribadiannya atau sebagai tanda macam apakah orang yang bersangkutan. Demikian juga cara berpakaian juga mencerminkan pribadi yang bersangkutan. Warta Gembira hari ini meningatkan dan mengajak kita dua hal, yaitu (1) hendaknya kita hidup dan bertindak sesuai dengan iman atau ajaran kita masing-masing dan (2) hendaknya kita peka terhadap cara hidup dan cara bertindak saudara-saudari kita untuk mengenali siapakah dia sebenarnya. Pertama-tama dan terutama marilah kita hayati iman kita dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari alias dalam atau dengan semangat iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita transformasikan aneka macam nilai dan keutamaan hidup yang telah kita terima atau dengarkan atau ketahui ke dalam cara berperilaku kita sehari-hari. Keunggulan hidup beriman terletak pada cara hidup dan cara bertindak atau berperilaku. Selanjutnya hendaknya kita peka akan tanda-tanda zaman, entah dalam aneka peristiwa yang terjadi di lingkungan hidup kita maupun dalam apa yang dilakukan oleh saudara-saudari kita. Jika kita peka terhadap aneka macam tanda-tanda atau gejala yang ada di lingkungan hidup kita kiranya kita akan hidup dan bertindak dengan bijak dan menyelamatkan. Mungkin latihan kepekaan ini pertama-tama dan terutama peka terhadap apa yang terjadi dalam tubuh kita masing-masing, sehingga kita dapat menempatkan diri dengan baik dalam kehidupan bersama dimanapun dan kapanpun. Apa yang terjadi dalam diri kita antara lain: bagi rekan-rekan perempuan adalah pengalaman atau peristiwa menjelang, saat atau sesudah mentruasi, sedangkan bagi rekan-rekan laki-laki terkait dengan kesehatan antara lain ketika bangun pagi badan terasa pegal atau tidak enak ada kemungkinan ada kelebihan kolesterol atau trikeserit dalam tubuh kita, dst..

·   "Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami." (Gal 4:27). Kutipan surat Paulus kepada umat di Galatia ini kiranya mengajak dan mengingatkan kita semua agar "hidup tidak hanya untuk diri sendiri tetapi bagi orang lain" alias sosial terhadap saudara-saudari kita. Hidup dan segala sesuatu yang menyertai kita atau kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, maka harus dihayati atas nama Allah demi kebahagiaan atau keselamatan semua orang. Secara khusus mungkin peringatan Paulus tersebut terarah kepada siapapun yang hidup membujang alias tidak kawin/menikah demi Kerajaan Allah, misalnya sebagai pastor, bruder atau suster. Pengalaman saya pribadi sebagai pastor, saya merasa memiliki banyak sahabat dan juga tugas pelayanan yang harus saya laksanakan atau kerjakan. Maka kami berharap kepada rekan-rekan pastor, bruder atau suster dapat menjadi teladan atau saksi hidup melayani semua orang, tanpa pandang bulu atau SARA, sebagai kesaksian iman pada Yesus Kristus, Penyelamat Dunia. Baca apa yang tertulis dalam Kitab Suci perihal Yesus Kristus, yang bergaul dan melayani semua orang, dan memang kepada masing-masing dilayani berbeda-beda sesuai dengan tugas dan panggilannya di dunia ini. Maka kami berharap kepada rekan-rekan pastor, bruder dan suster untuk senantiasa memperdalam dan memperluas pergaulan maupun pelayanan kepada siapapun juga, tanpa pandang bulu atau SARA.

 

"Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN! Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya. Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN. TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit. Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?"

 (Mzm 113:1-6)

 

Jakarta, 11 Oktober 2010


Minggu Biasa XXVIII - 2Raj 5:14-17; 2Tim 2:8-13; Luk 17:11-19


"Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? "

Mg Biasa XXVIII: 2Raj 5:14-17; 2Tim 2:8-13; Luk 17:11-19

 

"Trima kasih seribu, kepada Tuhan Allahku, kar'na dicinta, terima kasih…", demikian kutipan dari sebuah lagu yang sering disenandungkan dalam berbagai kesempatan. Kata-kata itu begitu indah dan mulia, namun apakah hanya manis di mulut tetapi tidak menjadi nyata dalam penghayatan? Memperhatikan dan mencermati berbagai peristiwa, rasanya kata-kata tersebut hanya manis di mulut, tetapi tidak menjadi kenyataan dalam tindakan atau perilaku. Memang benar apa yang dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini bahwa yang tahu berterima kasih pada umumnya mereka yang jauh atau orang asing, sedangkan mereka yang dekat sebagai saudara rasanya jarang melakukan terima kasih, entah dalam kata maupun tindakan. Maka juga benarlah kata sebuah pepatah "Dekat ditendangi, ketika jauh dicari". Warta Gembira hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa hidup dalam terima kasih dan syukur baik dalam kata-kata maupun tindakan, maka marilah kita renungkan sabda Yesus hari ini dengan saksama.

 

"Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?"(Luk 17:17)  

 

Hidup dan segala sesuatu yang menyertai kita, kita miliki dan kuasai sampai saat ini, termasuk jika kita sungguh beriman, sehat wal'afiat, segar bugar dst…adalah anugerah Tuhan yang kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik atau mengasihi kita, antara lain orangtua dan mereka yang setiap hari hidup dan bekerja bersama dengan kita. "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.", demikian sabda Yesus kepada orang yang telah disembuhkan dari penyakit kustanya, dan sedangkan tersungkur di hadapan Yesus untuk menghaturkan terima kasih. Kita dapat berdiri tegak dan bepergian kemana saja setiap hari dengan selamat dan bahagia, bukankah hal itu terjadi karena kasih karunia atau anugerah Tuhan yang kita terima melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita atau mengasihi kita, maka marilah kita senantiasa hidup dalam terima kasih dan syukur.

 

Entah telah berapa ribu kali kita mengucapkan 'terima kasih' ketika sedang menerima pemberian yang baik, enak dan nikmat. Namun apakah kita juga berani berterima kasih ketika ditegor, dimarahi, dikritik, diejek, dilecehkan atau direndahkan? Bukankah apa-apa yang tidak enak dan nikmat di hati dan perasaan tersebut juga merupakan perwujudan kasih mereka kepada kita, dan dengan demikian menggembleng atau membina iman kita? Tidak mungkin orang mengejek, menghina, mengritik dst…kita jika mereka tidak mengasihi kita, maka sikapilah semuanya itu sebagai kasih dan tanggapan kita melalui kata-kata singkat dan padat saja, yaitu 'terima kasih'. Kita semua sedikit banyak memiliki penyakit atau sedang menderita sakit, yang berakar pada kesombongan, dengan kata lain kita bagaikan sedang menderita penyakit kusta. Sikapi segala perlakuan yang tidak enak di hati dan perasaan tersebut sebagai obat untuk menyembuhkan kesombongan kita, agar kita dengan rendah hati berani tersungkur atau bersembah-sujud kepada Tuhan melalui saudara-saudari atau sesama  kita.

 

"Imanmu telah menyelamatkan engkau", demikian sabda Yesus. Kita semua mengaku diri sebagai orang beriman, entah apapun agama atau keyakinannya. Yang lebih utama dan pokok adalah iman bukan agama, maka jika kita mendambakan selamat, damai sejahtera dan bahagia marilah kita hayati iman kita dalam hidup sehari-hari. Beriman berarti bersembah-sujud sepenuh kepada Tuhan, dengan rendah hati tersungkur di kaki Tuhan, dan kita percaya bahwa Tuhan hidup dan berkarya dalam diri kita masing-masing. Maka marilah sebagai orang beriman kita saling bersembah-sujud dan tersungkur, berterima kasih dan bersyukur, demi kebahagiaan dan keselamatan kita semua.

 

"Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu. Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal" (2Tim 2:9-10)

 

Percaya kepada Injil atau firman Allah memang harus bersedia dengan rendah hati untuk menderita dengan penuh kesabaran, apalagi pada masa kini yang sedikit banyak ditandai ketergesaan-ketergesaan yang berakibat dengan malapetaka dan korban manusia. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Taat dan setia pada firman Allah pasti akan menghadapi aneka rangsangan yang merongrong ketaatan dan kesetiaan maupun masalah-masalah setiap saat.

 

Firman Allah antara lain dicoba diterjemahkan kedalam aneka tata tertib yang harus dilakukan atau dihayati demi kebahagiaan dan keselamatan hidup bersama. Rangsangan yang sering muncul di hadapan kita antara lain ajakan atau bisikan untuk merelativir atau melanggar tata tertib tersebut. Rangsangan yang cukup banyak kita hadapi adalah nafsu untuk marah ketika kita diperlakukan tidak baik atau tidak sesuai dengan selera pribadi. Jika menghadapi rangsangan tersebut hendaknya disikapi sebagai kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri. Memang mengendalikan dan mendisplinkan diri lebih sulit daripada mengendalikan atau mendisplinkan orang lain, namun ketika kita dapat mengendalikan atau mendisiplinkan diri dengan baik, maka dengan mudah kita mengajak orang lain untuk mengendalikan atau mendisiplinkan diri.

 

Masalah atau perkara yang sering kita hadapi adalah kekayaan/harta benda, nyawa musuh dan umur panjang. Semakin memiliki banyak kekayaan atau harta benda pasti akan menghadapi banyak masalah. Nyawa musuh alias aneka perbedaan atau pardigma dari orang lain  juga merupakan masalah, demikian juga bertambah umur atau usia juga akan semakin menghadapi banyak masalah mengingat dan memperhatikan aneka perkembangan dan pertumbuhan dalam berbagai hal yang begitu cepat pada masa kini. Untuk menghadapi masalah-masalah tersebut dibutuhkan hati yang jernih dan bersih agar dapat mempertimbangkan dan memutuskan masalah dengan baik sesuai dengan kehendak Allah. Maka marilah kita senantiasa mohon hati yang baik dan bijaksana kepada Allah, diiringi atau disertai dengan perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang baik dan bijak. Secara khusus kami berharap kepada para pemimpin atau atasan dalam hidup dan kerja bersama dimanapun untuk sabar dan bijak menghadapi aneka masalah atau perkara. Hendaknya masalah-masalah atau perkara-perkara tersebut dihadapi dengan sabar dan rendah hati, dan jangan dihindari atau disingkirkan. Ingat dan hayati bahwa berbagai masalah atau perkara tersebut merupakan wahana untuk memperdalam dan memperteguh iman kita kepada Allah. "Jer basuki mowo beyo" = untuk hidup mulia, damai sejahtera orang harus berani berjuang dan berkoban, demikian kata sebuah pepatah Jawa.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!"

(Mzm 98:1-4)

Jakarta, 10 Oktober 2010