Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 11 Februari 2011

13 Feb - Mg Biasa VI 0 Sir 15:15-20; 1Kor 2:6-10; Mat 5:17-37

"Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga."

Mg Biasa VI: Sir 15:15-20; 1Kor 2:6-10; Mat 5:17-37


Pada awal tahun ini atau bulan Januari 2011 yang lalu ada sesuatu yang menarik perhatian kita, antara lain perihal 'Aneka kebohongan' yang diangkat oleh para tokoh agama serta instruksi presiden untuk mengusut tuntas kasus 'Gayus' ( korupsi dan pajak). Apa yang diangkat oleh para tokoh agama membangkitkan semangat para pejuang kebenaran dan keadilan, yang nampak dalam aneka pertemuan para tokoh atau pemuka masyarakat serta 'posko kebohongan'. Sementara itu kasus 'Gayus' menimbulkan gejolak kuat di antara para politisi dan pejabat pemerintahan disamping keraguan sementara orang perihal kesuksesan instruksi presiden tersebut. Dari semuanya itu muncul rumor: menyelesaikan satu masalah dengan menimbulkan masalah-masalah baru, sehingga masalah semakin bertumpuk dan tak tertangani. Semuanya itu terjadi, hemat kami karena 'hidup keagamaan mereka tidak benar': mereka terampil dalam omongan namun lemah dan rapuh dalam perilaku. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk merenungkan sabda-sabda Yesus hari ini

 

"Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala" (Mat 5:22).

 

"Marah" hemat saya merupakan 'bahasa di tingkat menengah', sedangkan yang paling lembut adalah mengeluh dan yang paling kasar adalah membunuh. Maka kiranya cukup banyak di antara kita yang mudah mengeluh jika ada sesuai yang tidak berkenan di hati kita atau tidak sesuai dengan selera pribadi. Mereka yang marah atau mengeluh hemat kami tidak perlu dihukum sudah terhukum dengan sendirinya, antara lain yang bersangkutan akan dijauhi oleh teman-temannya, ia telah memboroskan waktu dan tenaga yang tidak ada gunanya. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang mudah marah atau mengeluh untuk segera bertobat atau memperbaiki diri secepat mungkin.

 

Orang yang mudah marah atau mengeluh hemat saya berpedoman pada 'like and dislike' = suka atau tidak suka, bukan sehat atau tidak sehat. Hendaknya berpedoman bahwa apa yang sehat dinikmati saja, meskipun tidak enak atau tidak sesuai dengan selera pribadi. Kebiasaan berpedoman pada apa yang sehat ini hendaknya sedini mungkin ditanamkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua atau bapak-ibu. Hal yang biasa dan mungkin sulit adalah makanan atau minuman;jika orang mengalami kesulitan dalam hal makan artinya hanya menikmati apa yang sesuai dengan selera pribadi pada umumnya akan mudah marah atau mengeluh. Ingat dan hayati enak dan tidak enak dalam hal makanan atau minuman itu hitungannya hanya detik, yaitu di lidah. Maka jika makanan atau minuman dirasa tidak nikmat atau enak di lidah namun sehat, hendaknya langsung telan saja, karena Tuhan telah menganugerahkan mesin pengolah yang canggih dalam usus kita.

 

Kami juga mengingatkan perihal pergaulan dengan sesama manusia. Marilah kita renungkan sapaan atau ajakan Paulus ini, yaitu: "yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita" (1Kor 2:7). Yang sering membuat kita marah dalam pergaulan antara lain apa yang diomongkan atau dibicarakan, yang mungkin terasa keras dan pedas. Marilah kita lihat apa yang di balik omongan atau pembicaraan tersebut, yaitu kehendak baik. Dengan kata lain marilah kita lihat dan imani kehendak baik dari saudara-saudari kita agar kita tidak mudah marah atau mengeluh. Kehendak baik merupakan kehendak Tuhan yang menggema melalui omongan atau pembicaraan.   

 

"Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya."(Mat 5:2-28)

"Memandang perempuan dan menginginkannya"  pada umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki hidung belang alias mereka ingin menjadikan sang perempuan sebagai obyek nafsu seksualnya. Setiap manusia diciptakan oleh Allah sebagai gambar atau citra Allah dan manusia merupakan ciptaan terluhur atau termulia di dunia ini, maka kita dipanggil untuk saling menghormati, meluhurkan dan memuliakannya tanpa pandang bulu, jenis kelamin atau SARA.

 

Pertama-tama saya mengajak dan mengingatkan rekan-rekan perempuan, entah masih gadis atau sudah menjadi ibu/isteri, untuk tidak menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga merangsang kaum laki-laki tergerak untuk berbuat dosa atau jahat. Hendaknya berpakaian pantas dan sederhana, pendek kata cara berpakaian jangan sampai merangsang gairah seksual kaum laki-laki, yang bukan suaminya atau pasangan hidupnya. Yang merangsang pada umumnya tidak kelihatan dan mungkin hanya terlihat samar-samar saja. Kepada rekan-rekan laki-laki kami berharap: ketika melihat rekan perempuan yann cantik, mempesona dan menarik hendaknya tergerak untuk bersyukur kepada dan memuji Allah, karena karya ciptaanNya yang indah, luhur dan mulia itu.  

 

 

"Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat " (Mat 5:37).

Sabda ini mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak jujur. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –Jakarta 1997, hal 17). Kami angkat lagi kutipan perihal jujur ini mengingat dan memperhatikan kebohongan semakin menjadi-jadi dalam kasus penanganan kasus Bank Century maupun "Gayus".  Para elite politik atau pejabat pada umumnya sekali berbohong akan terus berbohong dan kebohongannya semakin kentara.

 

Kejujuran hendaknya sedini mungkin dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dan diperdalam serta diperkembangkan di sekolah-sekolah. "Kejujuran terhadap orang lain, terhadap lembaga, terhadap masyarakat, terhadap diri sendiri" (Linda & Richard Eyre: Mengajarkan Nilai-Nilai kepada Anak, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 1997, hal 3),itulah aneka bentuk kejujuran yang hendaknya dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak. Mungkin pertama-tama adalah 'jujur terhadap diri sendiri', karena ketika orang dapat jujur dengan diri sendirinya dengan mudah ia akan jujur terhadap yang lain. Hendaknya orangtua dan guru dapat menjadi teladan dalam hal kejujuran terhadap diri sendiri bagi anak-anak dan peserta didik.

 

"Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN. Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati, Engkau sendiri telah menyampaikan titah-titah-Mu, supaya dipegang dengan sungguh-sungguh. Sekiranya hidupku tentu untuk berpegang pada ketetapan-Mu!"

 (Mzm 119:1-2.4-5)

 

Jakarta, 13 Februari 2011


12 Feb - Kej 3:9-24; Mrk 8:1-10

"HatiKu tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini"
(Kej 3:9-24; Mrk 8:1-10)

"Pada waktu itu ada pula orang banyak di situ yang besar jumlahnya, dan karena mereka tidak mempunyai makanan, Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh." Murid-murid-Nya menjawab: "Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?" Yesus bertanya kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" Jawab mereka: "Tujuh." Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan, dan mereka memberikannya kepada orang banyak. Mereka juga mempunyai beberapa ikan, dan sesudah mengucap berkat atasnya, Ia menyuruh supaya ikan itu juga dibagi-bagikan. Dan mereka makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, sebanyak tujuh bakul. Mereka itu ada kira-kira empat ribu orang. Lalu Yesus menyuruh mereka pulang. Ia segera naik ke perahu dengan murid-murid-Nya dan bertolak ke daerah Dalmanuta." (Mrk 8:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini." (Mrk 8:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•    Hati adalah pusat seluruh kepribadian manusia, maka orang sakit hati pada umumnya yang bersangkutan rapuh kepribadiannya, sebaliknya hati yang terbuka bagi sesamanya membahagiakan dan menyelamatkan, sebagai Hati Yesus tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak yang kelaparan. Kiranya di lingkungan hidup kita masih ada yang kelaparan, entah secara phisik maupun spiritual, maka baiklah kita buka hati kita bagi mereka yang sedang kelaparan. Dengan kata lain marilah kita hayati, perdalam dan sebarluaskan `kepedulian kita kepada orang lain, terutama bagi mereka yang miskin, menderita atau kelaparan'. Marilah `to be man or woman with/for others'. Pertama-tama dan terutama marilah kita sadari dan hayati bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kuasai atau nikmati saat ini adalah anugerah Allah yang kita terima melalui orang lain, mereka yang telah berbuat baik kepada kita, membantu kita atau hidup dan bekerja bersama dengan kita. Sendirian saja kita tak dapat berbuat apa-apa. Allah menghendaki agar harta benda atau aneka kekayaan yang kita miliki dihayati dan digunakan dengan semangat sosial, dengan kata lain harta benda atau aneka kekayaan pada dasarnya berfungsi sosial. Kami berharap semakin kaya akan harta benda, semakin pandai/cerdas, semakin berkedudukan berarti juga semakin sosial. Sebagai warga Negara Indonesia marilah kita hayati dan usahakan bersama sila kelima dari Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh bangsa".
•    "Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?"(Kej 3:11), demikian firman Allah kepada Adam, manusia pertama. Mendengar pertanyaan tersebut Adam menuduh Hawa, isterinya, dan ketika isterinya ditanyai oleh Allah ia menuduh ular yang mempedayakannya. Saling melempar tanggungjawab dan akhirnya dilempar ke binatang yang tidak dapat menjawab itulah yang terjadi. Dalam kehidupan kita bersama hal itu juga sering terjadi, misalnya orang marah terhadap orang tertentu tidak berani langsung memarahi, melainkan merusak atau menghancurkan harta benda miliknya atau kesayagannya, atau ada orang marah kemudian membanting pintu atau menutup pintu keras-keras, menendang binatang piaraannya yang tidak bersalah, dst… Saling menyalahkan dan menuduh yang demikian itu juga terjadi di dalam pengadilan dalam rangka mengusahakan kebenaran. Jika kita perhatikan proses pengadilan sungguh mahal, gara-gara orang tidak pernah berani berterus terang mengakui kesalahan atau kelemahannya. Maka baiklah dengan ini kami mengajak kita semua untuk dengan rendah hati dan jujur berani mengakui kesalahan atau kekurangan kita masing-masing, tanpa menutupi atau mengalihkan perhatian, dst..  Secara khusus kami berharap kepada para penegak atau pejuang kebenaran untuk setia pada tugas pengutusannya, tidak melempar tanggunjawab kepada orang lain. Tanggungjawab ini hemat saya sedini mungkin perlu dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga, antara lain dengan teladan konkret dari orangtua atau bapak-ibu. Orangtua atau bapak-ibu hendaknya tidak malu mengakui kesalahan dan kelemahannya dihadapan anak-anaknya. Jika kita sungguh bertanggungjawab, maka meskipun kita `telanjang' tak akan malu sedikitpun.

"Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu"
(Mzm 90:2-6).

Jakarta, 12 Februari 2011




Kamis, 10 Februari 2011

11 Feb - Kej 3:1-8; Mrk 7:31-37

"Ia menjadikan segala-galanya baik"

(Kej 3:1-8; Mrk 7:31-37)

 

"Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata." (Mrk 7: 31-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yesus adalah Penyelamat Dunia, datang untuk menyelamatkan dunia, maka dimana ada bagian dunia yang tidak selamat atau tidak baik segera diselamatkan atau diperbaiki, terutama manusia, ciptaan terluhur di dunia ini. Maka kita yang beriman kepadaNya dipanggil untuk meneladanNya, melakukan sebagaimana dilakukan oleh Yesus. Maka baiklah kita lihat dan perhatikan secara cermat dan tekun apakah ada di antara saudara-saudari kita, di lingkungan masyarakat atau tempat kerja, yang segera perlu diselamatkan atau diperbaiki, misalnya yang 'tuli atau buta' baik secara phisik, sosial, emosional, intelektual maupun spiritual. Tentu saja pertama-tama dan terutama kami berharap hal ini terjadi di dalam keluarga-keluarga kita sendiri, dengan pengandaian orangtua atau bapak-ibu dalam keadaan selamat atau baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, sehat wal'afiat secara phisik maupun spiritual. Jika kita melakukan perbaikan dan penyelamatan di dalam keluarga kita masing-masing, maka dengan mudah usaha perbaikan dan penyelamatan dilakukan dalam lingkungan hidup yang lebih luas. Keteladanan para orangtua atau bapak-ibu sebagai pribadi yang baik, berbudi pekerti luhur dan selamat sungguh diharapkan. Ketika seluruh anggota keluarga baik dan selamat, maka lingkungan hidup sekitarnya juga baik dan selamat dan dengan demikian kebersamaan hidup sungguh menarik, mempesona dan mendorong semua orang untuk berbuat baik. Kepada mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama di tingkat apapun kami harapkan senantiasa berusaha melakukan apa yang baik bagi kehidupan bersama, dengan kata lain tanda keberhasilan pemimpin dalam melaksanakan tugasnya adalah rakyat sejahtera lahir maupun batin, jasmani maupun rohani.


·   "Ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah."(Kej 3:1). Kecerdikan ular telah menjatuhkan manusia pertama ke dalam dosa, melanggar perintah-perintah Allah. Cerdik tanpa iman memang membahayakan atau mengancam hidup bersama, sebagaimana telah terjadi di negeri kita tercinta masa kini, dimana cukup banyak orang cerdik melakukan kejahatan seperti korupsi, manipulasi dan kebohongan, sehingga kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan bersama masih jalan terus. Usaha mengatasi hal ini hemat saya antara lain melalui pendidikan, maka baiklah saya kutipkan arah pendidikan sebagaimana digariskan oleh Gereja Katolik, sebagai berikut: "Pendidikan yang sejati harus meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir dari manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan para remaja hendaknya dibina sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh citarasa tanggungjawab yang semakin sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan tepat, pun pula dapat berperan-serta dalam kehidupan sosial secara aktif"  (KHK kan 795). Pelayanan pendidikan entah secara formal maupun informal hendaknya berpegung teguh pada arah ini, yaitu "pembentukan pribadi manusia seutuhnya". Dengan kata lain hemat saya pendidikan yang baik pertama-tama adalah mengusahakan agar para peserta didik tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur, bukan 'pandai/pinter'. Orang pandai atau pinter dengan mudah 'minteri' (mengelabuhi?) orang lain sehingga menderita sengsara. Mendidik anak atau peserta didik agar menjadi baik memang tidak mudah.

 

"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!" (Mzm 32:1-2)

 

Jakarta, 11 Februari 2011


Rabu, 09 Februari 2011

10 Feb - Kej 2:18-25; Mrk 7:24-30

"Seorang ibu datang dan tersungkur di kakiNya"

(Kej 2:18-25; Mrk 7:24-30)

 

"Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan. Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Tetapi perempuan itu menjawab: "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." Maka kata Yesus kepada perempuan itu: "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu." Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar." (Mrk 7:24-30), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Skolastika, perawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


·   Perempuan atau ibu pada umumnya lebih saleh dan lembut daripada laki-laki atau bapak, serta lebih rajin berdoa alias 'datang dan tersungkur di kakiNya' , lebih beriman. Perempuan atau ibu juga dianugerahi kelebihan dalam hal peka terhadap orang lain, lebih-lebih anaknya yang pernah dikandung di dalam rahimnya selama kurang lebih sembilan bulan serta disusuinya selama masa bayi. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan seorang ibu yang peka terhadap anaknya yang kerasukan setan dan menyadari hanya Tuhanlah yang mampu mengusir atau menyembuhkannya. Dengan kepekaan dan imannya ia datang dan tersungkur di kaki Yesus mohon penyembuhan anaknya. Keimanan dan kasih karunia Tuhan telah menyembuhkan, mengusir setan yang merasuki anak. Maka baiklah seraya mengenangkan St.Skolastika, perawan, hari ini saya mengajak dan mengingatkan secara khusus rekan-rekan perempuan atau para ibu untuk dapat menjadi saksi keimanan yang lembut dan saleh serta kepekaan terhadap penderitaan orang lain, to be woman with/for others. Maaf, kalau agak porno sedikit, bukankah para ibu telah dengan rela dan lemah lembut serta cintakasih telah 'membuka vagina' bagi 'penis' bapak yang terkasih. Dengan kata lain kami berharap para ibu atau perempuan juga menjadi saksi keterbukaan terhadap yang lain, aneka kemungkinan dan kesempatan untuk berbuat baik atau mengasihi. Perdalam dan teguhkan sikap hati yang 'tersungkur di kaki Tuhan'  alias dengan rendah hati dan terbuka untuk menerima Penyelenggaraan Ilahi sampai mati.


·   "Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu"(Kej 2:24-25). Dari kutipan ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal 'telanjang, tetapi tidak merasa malu', tentu saja tidak secara phisik, melainkan lebih-lebih atau terutama secara spiritual. Suami dan isteri saling terbuka secara phisik tidak malu karena dijiwai oleh kasih sejati, maka kami berharap para suami-isteri atau bapak-ibu dapat menjadi teladan dalam keterbukaan dan transparansi dalam cara hidup dan cara bertindak. Pengalaman terbuka satu sama lain dalam keluarga akan menjadi modal atau kekuatan untuk terbuka di tempat tugas atau bekerja, melawan aneka bentuk kebohongan dan kepalsuan. Dari tindakan terbuka satu sama lain antar suami-isteri antara lain menghasilkan 'buah kasih', anak maanusia yang menarik, mempesona dan ceria. Maka kami percaya jika dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun kita saling terbuka satu sama lain akan terjadi persaudaraan atau persahabatan sejati antar kita dan kebersamaan kita akan menghasilkan 'kasih' yang luar biasa. Hendaknya dijauhkan aneka bentuk sandiwara kehidupan atau formalitas-formalitas yang tiada aritnya bagi keselamatan jiwa manusia. Orang yang telanjang pada umumnya tidak meerangsang untuk berpikiran jahat, sedangkan yang merangsang adalah yang agak telanjang, dengan kata lain keterbukaan tidak akan mengundang kejahatan, sedangkan keragu-raguan menimbulkan kejahatan. Keterbukaan dan ketegasan bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Ketegasan yang baik senantiasa dijiwai keterbukaan, tanpa keterbukaan ketegasan berarti kekerasan atau penindasan.

 

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN."

 (Mzm 128:1-4)

 

Jakarta, 10 Februari 2011


Selasa, 08 Februari 2011

9 Feb - Kej 2: 4b-9.15-17; Mrk 7:14-23

"Apa yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya"

(Kej 2: 4b-9.15-17; Mrk 7:14-23)


"Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." [Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!] Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Mrk 7:14-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Apa yang masuk ke dalam atau mendatangi diri kita, entah itu makanan, minuman, udara segar, kata-kata, sapaan atau sentuhan dari luar/orang lain, hemat saya merupakan wujud kasih Allah kepada kita melalui orang-orang yang berbuat baik atau memperhatikan kita maupun alam raya yang kaya akan sumber kehidupan ini. Sebaliknya yang keluar dari kita sering merupakan dosa atau melawan kasih Allah, misalnya "segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hojat, kesombongan, kebebalan". Maka baiklah hendaknya kita senantiasa dengan rendah hati, syukur dan terima kasih ketika menerima aneka macam masukan dari orang lain mapun alam raya ini, dan kita hindari aneka macam bentuk kenajisan keluar dari hati kita masing-masing, entah melalui kata-kata, tindakan, sikap atau penampilan diri. Kami juga mengingatkan kita semua: hendaknya senantiasa menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga tidak merangsang orang lain untuk berbuat jahat atau melakukan dosa, misalnya cara berpakaian dengan segala assesori atau hiasannya, penempatan aneka macam harta benda atau uang dst.. Entah dengan kata-kata, sikap atau tindakan hendaknya jangan merangsang orang lain untuk berbuat jahat alias menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk berbuat jahat. Sebagaimana saya katakan diatas bahwa yang masuk ke dalam diri kita merupakan kasih Allah, maka baiklah kita wujudkan terima kasih dan syukur kita kepada Allah melalui saudara-saudari kita dengan senantiasa berbuat baik kepada mereka.


·   "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kej 2:16-17) , demikian perintah Allah kepada manusia. Yang ada di taman ini berarti segala sesuatu yang secara resmi dan syah menjadi milik kita, entah itu harta benda/uang, manusia alias dengan kata lain suami atau isteri, dst..  Yang ada di taman tersebut merupakan kasih karunia Allah, maka hendaknya dinikmati dalam kasih Allah juga. Dalam dan oleh kasih anda dapat berbuat apapun, sebagaimana para suami-isteri saling mengasihi. Sedangkan yang disebut dengan 'pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat' antara lain harta benda/uang atau milik orang lain. Mengambil atau menikmati milik orang lain tanpa izin dari yang bersangkutan berarti mencuri atau merampok. Ketika anda melakukan tindakan jahat pertama kali tersebut kiranya anda akan sadar perihal apa yang baik dan yang jahat, yang sebelumnya hanya tahu apa yang baik saja. Maaf, ada orang yang mengartikan 'pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat' adalah seks atau alat kelamin, misalnya vagina dan penis. Maka menikmati vagina atau penis milik orang lain tanpa izin dari yang bersangkutan jelas berdosa, dan karena alat kelamin sering juga disebut 'kehormatan', maka melecehkan fungsi alat kelamin berarti dosa. Yang kami maksudkan melecehkan alat kelamin adalah hanya demi kenikmatan phisik melulu, bukan partisipasi dalam karya penciptaan Allah. Para suami dan isteri yang dalam hubungan seks hanya demi kenikmatan phisik melulu hemat saya juga melanggar kasih Allah, apalagi sering saya dengar adanya 'pemerkosaan' suami terhadap isteri atau sebaliknya, artinya keinginan hanya sepihak saja bukan saling menginginkan atau menghendaki.

 

"Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tangan-Mu, mereka kenyang oleh kebaikan. Apabila Engkau menyembunyikan wajah-Mu, mereka terkejut; apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi."(Mzm 104:27-30)

Jakarta, 9 Februari  2011       

      


8 Feb - Kej 1:20-2:4a; Mrk 7:1-13

"Firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu"

(Kej 1:20-2:4a; Mrk 7:1-13)


"Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." Yesus berkata pula kepada mereka: "Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban -- yaitu persembahan kepada Allah --, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan." (Mrk 7:5-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dalam berbagai suku atau bangsa apa yang disebut 'adat istiadat' begitu kuat mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak warganya. Memang ada adat istiadat yang baik alias sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan penghayatan iman, tetapi juga ada yang tidak baik. Tentu saja yang sering menonjol dalam pembicaraan adalah yang kurang baik, yaitu yang mencelakakan jiwa manusia.  Memang masalah sering muncul dalam liturgy atau upacara formal, ada hal-hal formal atau liturgis yang mengganggu keselamatan jiwa manusia atau yang tidak penting kemudian diutamakan, sebagaimana dilakukan orang-orang Farisi perihal cuci tangan sebelum makan. Maka baiklah dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda semua untuk tidak memutar-balikkan sarana menjadi tujuan dan tujuan menjadi sarana. Mencuci tangan bertujuan agar tangan bersih, tetapi jika tangan sudah bersih tidak perlu cuci tangan lagi. Ornamen-ornamen atau hiasan-hiasan dalam upacara formal atau liturgy merupakan sarana bukan tujuan, sarana untuk mendukung penghayatan liturgy. Misalnya Perayaan Ekaristi Perkawinan maupun pesta perkawinan : beaya untuk hiasan bunga di kapel atau gereja jutaan rupiah dan pesta perkawinan di gedung atau hotel lebih dari satu milyard, sementara itu hidup keimanan dan kepribadian yang bersangkutan amburadul, sehngga ada kemungkinan mereka yang baru saja menikah dalam waktu singkat bercerai  Pesta begitu mewah tetapi beaya berasal dari pinjaman atau hutang, maka setelah pesta sengsara, dst.. Marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atau sabda-sabda Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci.

·   "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kej 1:28), demikian salah perintah Allah kepada manusia. Manusia dipanggil untuk menguasai bumi, ikan-ikan di laut, burung-burung di udara dan segala binatang yang merayap di bumi. Namun apa yang sering terjadi masa kini adalah sebaliknya: manusia dikuasai oleh bumi, ikan, burung dan binatang; demikian juga panggilan untuk beranak-cucu diputar-balikkan hanya menjadi kenikmatan hubungan seksual belaka. Salah-kaprah atau pemutar-balikkan tersebut terjadi karena keserakahan dan kesombongan sementara manusia. Sebagai contoh kalau burung atau binatang dikurung sendirian di kandang atau kurungan berarti tidak mungkin beranak-cucu dan membutuhkan beaya atau dana besar guna merawatnya. Beaya perawatan burung atau binatang dapat lebih besar atau mahal daripada kebutuhan manusia, pemiliknya. Sementara itu jika burung berterbangan bebas dapat mencari makan sendiri dan berkembang biak. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup dan bertindak dijiwai oleh 'cintakasih dan kebebasan injili'. Cintakasih itu bebas dan kebebasan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih. Cintakasih sejati ialah tidak pernah melecehkan dan merendahkan martabat ciptaan Allah di dunia ini, entah itu manusia, binatang atau tanaman. Dengan kata lain anda dapat bertindak bebas seenaknya asal tidak melecehkan atau merendahkan harkat martabat ciptaan Allah, terutama manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Hendaknya dijauhkan aneka sikap mental dan hidup materialistis yang merusak hidup pribadi maupun bersama. Secara khusus kepada anda para suami-isteri hendaknya tidak dikuasai oleh seks saja, dan semoga saling mengasihi dalam kebebasan sejati.

 

"Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya"

(Mzm 8:4-7)

Jakarta, 8 Februari 2011