Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 19 November 2011

HR Kristus Raja


HR YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM: Yeh 34:11-12.15-17; 1Kor 15:20-26a.28; Mat 25:31-46
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku"
"Bapak teko, awake dewe poso" (= Bapak berkunjung, kita semua berpuasa), demikian keluh kesah atau gerutu para pedagang kaki lima dan tukang becak di wilayah kota Semarang ketika Presiden Suharta berkunjung ke Semarang guna membuka Konggres Bahasa Jawa di sebuah hotel beberapa tahun lalu. Mengapa para pedagang kali lima dan tukang becak menggerutu dan merasa harus berpuasa, karena selama dua hari mereka 'tidak boleh bekerja' alias tidak boleh berdagang dan 'mbecak', demi kebersihan jalan-jalan kota Semarang yang mendapat kunjungan Presiden. Tidak bekerja berarti tak ada masukan sedikitpun bagi mereka, maka benarlah bahwa mereka mengatakan harus berpuasa. Pada tahun yang sama secara kebetulan Paus Yohanes Paulus II berkunjnng ke Indonesia, antara lain ke Yogyakarta bagi umat wilayah Keuskupan Agung Semarang. Pada peristiwa kunjungan Paus di Yogyakarta ini baik pedagang kaki lima maupun tukang becak sungguh diuntungkan, karena banyak orang yang memakai jasa mereka. Dan memang Paus pun juga minta agar diundang 20 tamu VVIP dalam kunjungannya, dan yang dimaksudkan dengan tamu VVIP tidak lain adalah mereka yang sakit, cacat, lansia, bayi dst.. . Pemimpin dunia memang berbeda dengan pemimpin agama, menejemen bernegara memang berbeda dengan menejemen menggereja. Pada Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam hari ini kita diajak untuk mengenangkan dan merefleksikan makna 'raja' serta fungsinya sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, maka marilah kita renungkan isi Warta Gembira hari ini.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat 25:40)
Yesus, Raja Semesta Alam, datang dan melayani dalam kesederhanaan dan kemiskinanNya serta berpihak pada/bersama dengan yang miskin dan berkekurangan atau 'yang paling hina'. Sebagai umat beriman atau beragama, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil untuk meneladanNya, khususnya mereka yang berfungsi sebagai pemimpin maupun yang berpartisipasi dalam kepemimpinannya. Paus, pemimpin Gereja Katolik senantiasa menyatakan diri sebagai 'hamba dari para hamba yang hina dina', sedangkan  para uskup menyatakan diri sebagai 'hamba yang hina dina'.
"Preferential option for/with the poor" = Keberpihakan kepada/bersama yang miskin, itulah salah satu prinsip hidup menggereja sebagai paguyuban umat beriman, yang harus kita hayati dan sebarluaskan. Untuk itu kita sendiri hendaknya hidup dan bertindak secara sederhana serta memiliki sifat-sifat sebagaimana dihayati oleh orang-orang miskin yang baik dan berbudi pekerti luhur. Maka baiklah di akhir tahun Liturgy ini kita mawas diri: apakah kita semakin tumbuh berkembang dalam iman sehingga semakin meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus, yang sederhana dan miskin serta datang untuk memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan dengan rendah hati. Orang-orang miskin dan hina baik secara material maupun spiritual kiranya ada di sekitar kita, berada di lingkungan hidup maupun kerja kita, maka marilah kita perhatikan mereka dengan penuh pelayanan dan kerendahan hati. Cirikhas orang miskin yang baik dan berbudi pekerti luhur, antara lain: bekerja keras dan senantiasa siap sedia untuk mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan kepadanya.
Berinspirasi pada Warta Gembira hari ini kita diharapkan memperhatikan mereka yang lapar, haus, terasing, telanjang, terpenjara dan sakit, entah secara material maupun spiritual. Untuk itu kita memang harus siap sedia berjuang dan berkorban. Memperhatikan secara material berarti siap sedia untuk mengorbankan sebagian kekayaan atau harta benda/uang kita bagi mereka yang lapar, haus, terasing, telanjang, terpenjara atau sakit. Sedangkan secara spiritual antara lain kita harus dengan suka rela dan jiwa besar berani memboroskan waktu dan tenaga kita bagi mereka yang 'terasing, terpejara dan sakit' maupun 'lapar, haus dan telanjang' secara spiritual alias mereka yang kurang diperhatikan alias yang paling hina. Kunjungan bersama kepada mereka  yang sedang dipenjara, yang diasuh di aneka panti asuhan kiranya juga merupakan salah satu bentuk penghayatan iman kepada Yesus, Raja Semesta Alam, yang berpihak pada/bersama yang miskin dan berkekurangan. Selanjutnya marilah kita renungkan sapaan Paulus kepada umat di Korintus di bawah ini.
"Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus" (1Kor 15:22)
Kutipan di atas ini kiranya mengingatkan kita semua perihal janji baptis, yaitu ketika dibaptis kita berjanji 'hanya mau mengabdi Tuhan Allah saja serta menolak semua godaan setan'. Maka baiklah pada Hari Minggu Terakhir tahun Liturgy atau Hari Raya Tuhan kndaita Yesus Kristus Raja Semesta Alam hari ini kita mawas diri perihal perkembangan penghayatan janji baptis, yang telah kita ikrarkan dengan bangga dan gembira ketika dibaptis.
Pertama-tama marilah kita mawas diri perihal 'mati dalam persekutuan dengan Adam' atau janji menolak semua godaan setan: apakah kita senantiasa menolak godaan setan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Godaan setan dalam menggejala dalam bentuk tawaran atau rayuan untuk 'gila terhadap harta benda/uang, jabatan/pangkat/kedudukan atau kehormatan duniawi'. Yang paling menggoda pada masa kini kiranya harta benda atau uang sebagaimana telah menguasai para koruptor, karena dengan uang orang dapat hidup dan bertindak menurut kemauannya sendiri, meskipun untuk itu akhirnya akan menderita selamanya. Orang yang dirajai atau dikuasai oleh uang ketika tidak memiliki uang lagi pasti akan gila atau sinthing. Harta benda atau uang adalah 'jalan ke neraka atau jalan ke sorga', maka marilah sebagai umat beriman kita hayati uang sebagai 'jalan ke sorga', yang berarti semakin kaya akan uang hendaknya semakin suci, berbakti sepenuhnya kepada Tuhan.
"Mengabdi Tuhan Allah" berarti menjadikan Allah adalah Raja kita dan kita dikuasai atau dirajai olehNya. Kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintahNya, dan kiranya semua perintah atau kehendakNya dalam dipadatkan ke dalam perintah untuk 'saling mengasihi satu sama lain sebagaimana Allah telah mengasihi' kita. Allah telah mengasihi kita secara total sehingga kita dapat hidup sebagaimana adanya pada saat ini. Saling mengasihi berarti saling memboroskan waktu dan tenaga satu sama lain, maka marilah kita saling memboroskan waktu dan tenaga alias saling memperhatikan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan/tenaga. Jika kita hidup dan bertindak saling mengasihi berarti kita sungguh mengimani bahwa Yesus Kristus adalah Raja Semesta Alam. 
"Jikalau Aku membuat binatang buas berkeliaran di negeri itu, yang memunahkan penduduknya, sehingga negeri itu menjadi sunyi sepi, dan tidak seorang pun berani melintasinya karena binatang buas itu, dan biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang tadi, demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, mereka tidak akan menyelamatkan baik anak-anak lelaki maupun anak-anak perempuan; hanya mereka sendiri akan diselamatkan, tetapi negeri itu akan menjadi sunyi sepi. Atau jikalau Aku membawa pedang atas negeri itu dan Aku berfirman: Hai pedang, jelajahilah negeri itu!, dan Aku melenyapkan dari negeri itu manusia dan binatang"(Yeh 14:15-17). Kutipan dari Kitab Yehiskiel di atas ini kiranya menunjukkan betapa maha kuasanya Allah. Mereka yang tidak beriman kepadaNya pasti akan segera dimusnahkan atau dihancurkan. Dengan kata lain kehancuran serta aneka macam musibah dan bencana alam yang sering terjadi masa kini antara lain karena kejahatan atau keserakahan manusia, buah ketidak-taatan manusia kepada Allah, Raja Semesta Alam.
"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya "(Mzm 23:1-3)
Ign 20 November 2011

Kamis, 17 November 2011

19 Nov


"Di hadapan Dia semua orang hidup."
(1Mak 6:1-13; Luk 20:27-40)
" Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup." Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali." Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus." (Luk 20:27-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Sesuatu yang kontradiktif, tidak percaya akan kebangkitan orang mati menanyakan perihal kebangkitan orang mati, itulah orang-orang Saduki. Tidak percaya kepada kebangkitan orang mati berarti tidak percaya kepada Allah, maka menanggapi pertanyaan orang-orang Saduki, Yesus menjawab: "Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup". Maka baiklah kami mengajak semua umat beriman atau beragama untuk merefleksikan sabda Yesus di atas ini, yaitu bahwa 'di hadapan Dia/Allah semua orang hidup'. Berada di hadapan Allah mau tak mau akan tunduk atau taat pada Allah dan dikuasai oleh Allah, harus melaksanakan kehendak atau perintah Allah. Apakah kita sebagai umat beriman atau beragama semakin tambah usia dan berpengalaman dalam hidup juga semakin berada 'di hadapan Allah'?  Kami percaya bahwa sebagai umat beragama sering berdoa atau bahkan setiap hari berdoa, berusaha untuk berada 'di hadapan Allah', namun apakah hal itu terjadi secara formal atau liturgis melulu serta kurang dihayati, kiranya boleh dipertanyakan. Jika setiap berdoa kita sungguh berdoa alias berada 'di hadapan Allah', maka selayaknya kita semakin mesra hidup bersama dan bersatu dengan Allah, dan dengan  demikian juga percaya bahwa setelah mati atau meninggal dunia nanti akan hidup mulia selamanya bersama Allah di sorga, dan selama hidup di dunia ini juga lebih mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi daripada pada manusia, harta benda atau uang.
·   "Teringatlah aku sekarang kepada segala kejahatan yang telah kuperbuat kepada Yerusalem dengan mengambil perkakas perak dan emas yang ada di kota itu dan dengan menyuruh bahwa penduduk Yehuda harus ditumpas dengan sewenang-wenang. Aku sudah menjadi insaf bahwa oleh karena semuanya itulah maka aku didatangi malapetaka ini. Sungguh aku jatuh binasa dengan sangat sedih hati di negeri yang asing" (1Mak 6:12-13), demikian kata sang raja setelah menerima berbagai peringatan dari orang yang mendatanginya. Kutipan di atas ini mungkin baik menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi para koruptor, yang dengan seenaknya mengambil milik atau hak orang lain. Namun sayang, mungkin para koruptor tidak membaca renungan saya ini, maka kepada mereka yang menerima email saya, silahkan diteruskan kepada para koruptor. Tindakan korupsi atau tindakan pembusukan hidup bersama, sehingga hidup bersama busuk alias tidak sedap lagi, tidak menarik, tidak mempesona dan tidak memikat. Perilaku korupsi sebenarnya sudah terlatih sejak masih dalam sekolah atau dunia pendidikan yaitu 'kebiasaan menyontek', maka kami berharap kepada para pengelola atau pelaksana pendidikan/guru untuk memberlalukan 'dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian' di lingkungan sekolahnya. Membiarkan atau memberi kemungkinan kepada para peserta didik untuk menyontek baik dalam ulangan maupun ujian hemat saya berarti mempersiapkan diri para koruptor untuk masa depan. Sadarlah bahwa kebiasaan menyontek menjadi modal untuk berbuat jahat: mencuri atau korupsi.
"Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib; aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi, sebab musuhku mundur, tersandung jatuh dan binasa di hadapan-Mu. Engkau telah menghardik bangsa-bangsa, telah membinasakan orang-orang fasik; nama mereka telah Kauhapuskan untuk seterusnya dan selama-lamanya" (Mzm 9:2-4.6)
Ign 19 November 2011

18 Nov


"Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ"
(1Mak 4:36-37.52-59; Luk 19:45-48)
" Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ,  kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia" (Luk 19:45-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Bait  Allah berarti 'tempat Allah bertahta atau tempat tinggal Allah' alias tempat suci, seperti gereja/ kapel, masjid/surau, candi, tempat peziarahan dst.. Siapa pun yang datang ke tempat suci pada umumnya memiliki harapan atau kerinduan agar dirinya semakin suci, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Allah atau agar dirinya pun juga semakin menjadi 'bait Allah'. Dengan kata lain sebenarnya kita sebagai umat beriman atau beragama diharapkan dapat menjadi 'bait Allah' alias dalam keadaan suci. Maka baiklah di hari-hari terakhir tahun Liturgi ini saya mengajak kita semua, khususnya umat Katolik, untuk mawas diri apakah semakin tambah usia dan berpengalaman juga semakin suci, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi, tidak materialistis.  Melalui orang suci orang dapat mengintip siapa sebenarnya Tuhan dan sesama manusia dan apa harta benda atau uang. Manusia adalah gambar atau citra Tuhan, sedangkan aneka macam jenis harta benda atau uang merupakan bantuan bagi manusia agar dapat menjadi gambar atau citra Tuhan yang baik. Harta benda atau uang adalah sarana bukan tujuan. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk tidak bersikap mental materialistis, lebih-lebih bagi para pemimpin agama maupun mereka yang terlibat dalam kepemimpinan agama, seperti dewan paroki, pengurus gereja/masjid, dst.. Kami sering mendengar masih ada seksi-seksi social di paroki-paroki yang bersikap mental materialistis, yang berarti berlawanan atau bertolak belakang dengan fungsinya. Kami juga berharap kepada para orangtua maupun guru/pendidik untuk mendidik anak-anak atau peserta didik agar tidak bersikap mental materialistis.
·   "Delapan hari lamanya perayaan pentahbisan mezbah itu dilangsungkan. Dengan sukacita dipersembahkanlah korban bakaran, korban keselamatan dan korban pujian. Bagian depan Bait Allah dihiasi dengan karangan-karangan keemasan dan utar-utar. Pintu-pintu gerbang dan semua balai diperbaharui dan pintu-pintu dipasang padanya. Segenap rakyat diliputi sukacita yang sangat besar. Sebab penghinaan yang didatangkan orang-orang asing itu sudah terhapus" (1Mak 4:56-58). Kutipan dari Kitab Makabe di atas ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi kita bersama. Marilah kita hiasai bait Allah atau gereja, masjid atau tempat ibadat kita sebaik mungkin sehingga menarik dan memikat semua orang untuk berdoa atau beribadat. Hendaknya aneka sarana-prasarana ibadat dirawat sebaik mungkin, kebersihan lingkungan tempat ibadat, entah bagian luar maupun dalam sungguh diperhatikan, dst.. Kita sering melihat lingkungan rumah begitu indah dan asri, tetapi lingkungan tempat ibadat kelihatan kumuh, demikian juga pakaian dan perhiasan yang dipakai umat bagus dan baru, tetapi pakaian para petugas ibadat seperti pakaian misdinar, kasula dll kelihatan kotor.  Bukankah hal ini menunjukkan bahwa umat kurang memperhatikan perawatan atau pemeliharaan tempat ibadat beserta lingkungannya maupun sarana-prasarananya? Secara khusus kami ingatkan juga perihal tujuan kepemilikan harta benda gerejawi, misalnya uang, yaitu untuk "mengatur ibadat ilahi, memberi sustentasi yang layak kepada klerus serta pelayan-pelayan lain, melaksanakan karya-karya kerasulan suci serta amal kasih, terutama terhadap mereka yang berkekurangan" (KHK kan 1254). Kami berharap para pastor paroki maupun dewan paroki dalam hal pengelolaan harta benda atau uang sungguh berpedoman pada tujuan di atas ini. Fungsikan harta benda atau uang gereja untuk membina umat Allah agar semakin suci dan beramal kasih. Ingatlah bahwa uang atau harta gereja berasal dari umat Allah, maka hendaknya juga difungsikan bagi pelayanan umat Allah.
"Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan" (1Taw 29:11-12)
Ign 18 November 2011

Rabu, 16 November 2011

17 nov


"Engkau tidak mengetahui saat bilamana Allah melawat engkau"
(1Mak 2:15-29; Luk 19:41-44)
" Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau." (Luk 19:41-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Elisabeth dari Hungaria, biarawati, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Elisabeth yang kita kenangkan hari ini adalah seorang puteri raja yang telah bersuami dan dianugerahi 3 (tiga) anak. Namun ketika suaminya meninggal dan karena panggilan Tuhan ia menitipkan ketiga anaknya yang dapat dipercaya serta kemudian menanggalkan atribut keningratan untuk menjadi biarawati Ordo Ketiga Fransiskan serta mengabdikan diri sepenuhnya kepada orang-orang miskin dan yang menderita sakit. Ia menemukan damai sejahtera sebagai biarawati yang membaktikan diri sepenuhnya kepada yang miskin dan menderita. Kita semua kiranya mendambakan hidup damai sejahtera secara lahir dan batin, sehingga ketika pada suatu saat Allah memanggil kita untuk meninggalkan dunia ini kita sungguh siap sedia dan rela dengan sepenuh hati. Kita semua tidak tahu kapan Allah memanggil kita atau kita meninggal dunia, kapan saja dan dimana saja dapat terjadi. "Engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau", demikian sabda Yesus. Karena kita tidak mengetahui pelawatan atau panggilanNya secara khusus, yaitu kematian kita, maka marilah kita senantiasa siap sedia. Dengan kata lain marilah kita dimana pun dan kapan pun senantiasa hidup bersama dan bersatu dengan Allah alias senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Allah dalam keadaan apa pun, dimana pun dan kapan pun. Dengan terbiasa hidup bersama dan bersatu dengan Allah alias senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur berarti kita senantiasa siap sedia menerima pelawatan atau panggilan Allah.
·   "Semoga Tuhan mencegah bahwa kami meninggalkan hukum Taurat serta peraturan-peraturan Tuhan. Titah raja itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!" (1Mak 2:21-22), demikian kata Matatias. Apa yang dikatakan oleh Matatias ini hendaknya menjadi acuan, pedoman atau pegangan hidup kita sebagai umat beriman atau beragama. Marilah kita karena pendampingan dan rahmat Tuhan tidak pernah 'meninggalkan peraturan-peraturan …dan tidak menyimpang dari ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri'. Hendaknya kita senantiasa beribadah kepada Tuhan kapan pun dan dimana pun, maka marilah kita hayati hidup, tugas dan pekerjaan kita sebagai ibadah kepada Tuhan. Dengan kata lain marilah rekan hidup maupun rekan kerja kita hayati sebagai rekan beribadah, sikap terhadap aneka sarana-prasarana hidup dan kerja bagaikan menyikapi sarana-prasarana ibadah, suasana hidup bersama maupun kerja bersama bagaikan sedang beribadah.  Penghayatan hidup maupun pelaksanaan tugas pekerjaan atau kewajiban hendaknya semakin mendorong kita untuk semakin beribadah atau berbakti sepenuhnya kepada Tuhan, sebagaimana dihayati oleh Matatias. "Siapa saja yang rindu memegang hukum Taurat dan berpaut pada perjanjian hendaeknya ia mengikuti aku! ", demikian kata Matatias selanjutnya. Kami berharap kepada kita semua umat beriman dan beragama untuk tidak takut menawari dan meugajak orang lain untuk bertobat, meninggalkan cara hidup dan cara bertindak yang tidak baik atau tidak bermoral. Ajakan dapat berbentuk vocal tetapi juga dapat berbentuk tindakan alias teladan atau kesaksian. Hemat saya ajakan yang baik adalah teladan atau kesaksian, maka marilah saling membantu dan bekerjasama sebagai umat beriman atau beragama agar kita semua dapat menjadi teladan atau saksi pelaksana-pelaksana peraturan atau kehendak Tuhan. Ketteladanan atau kesaksian merupakan cara utama dan pertama dalam melaksanakan tugas pewartaan kabar baik.
"Yang Mahakuasa, TUHAN Allah, berfirman dan memanggil bumi, dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya.Dari Sion, puncak keindahan, Allah tampil bersinar."Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan!"Langit memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim" (Mzm 50:1-2.5-6)
Ign 17 November 2011
 

16 Nov


"Setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi"

(2Mak 7:26-31; Luk 19:11-28)

" Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota. Dan hamba yang ketiga datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan tuan menuai apa yang tidak tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku adalah orang yang keras, yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kauberikan kepada orang yang menjalankan uang? Maka sekembaliku aku dapat mengambilnya serta dengan bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai sepuluh mina. Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku." Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem." (Luk 19:15-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Semakin orang memiliki banyak pekerjaan/fungsi/jabatan pada umumnya juga akan semakin bekerja keras: efisien, efektif dan afektif dalam menggunakan waktu dan tenaga, sehingga menghasilkan 'buah pekerjaan maupun keterampilan' yang memperkaya dirinya maupun orang lain. Sebaliknya orang yang hanya memiliki satu pekerjan/fungsi/jabatan sering dengan seenaknya melaksanakan tugasnya atau fungsi/jabatannya. Pada hari-hari terakhir dalam kalendarium/tahun Liturgi ini kita diajak uutuk mawas diri: sejauh mana kita telah menumbuh-kembangkan iman, keterampilan, bakat atau aneka macam anugerah Tuhan dalam rangka "meneruskan perjalanan ke Yerusalem", artinya menuju akhir hidup kita, sewaktu-waktu kita dipanggil Tuhan. Dengan kata lain: apakah kita semakin suci, semakin baik dan berbudi pekerti luhur, semakin berbakti kepada Tuhan dengan rendah hati, sebagaimana pepatah mengatakan 'tua-tua keladi/bulir padi semakin berisi akan semakin menunduk'. Kami percaya bahwa umur kita bertambah, kesejahteraan hidup secara ekonomis juga bertambah, namun apakah juga semakin beriman, suci, rendah hati, baik dan berbudi pekerti luhur kiranya boleh dipertanyakan. Kita semua diharapkan menjadi 'hamba-hamba yang baik', yang senantiasa berbuat baik kepada siapa pun dan di mana pun.

·   "Aku mendesak, ya anakku, tengadahlah ke langit dan ke bumi dan kepada segala sesuatunya yang kelihatan di dalamnya. Ketahuilah bahwa Allah tidak menjadikan kesemuanya itu dari barang yang sudah ada. Demikianpun bangsa manusia dijadikan juga. Jangan takut kepada algojo itu. Sebaliknya, hendaklah menyatakan diri sepantas kakak-kakakmu dan terimalah maut itu, supaya aku mendapat kembali engkau serta kakak-kakakmu di masa belas kasihan kelak." (2Mak 7:28-29), demikian kata seorang ibu kepada anaknya yang akan menerima hukuman mati karena kesetiaan imannya. Kata-kata di atas ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita sebagai umat beriman atau beragama ketika karena kesetiaan dalam penghayatan iman harus menghadapi aneka macam ancaman, masalah maupun hambatan. Ingatlah dan hayatilah bahwa kita pernah tidak ada sama sekali dan keberadaan kita sampai saat ini merupakan anugerah atau karya Tuhan. Maka segala sesuatu yang ada di dunia ini, termasuk tubuh kita, sungguh bersifat sementara, hidup kita hanya sementara, sebagaimana dikatakan dalam pepatah Jawa bahwa 'urip iku koyo wong mampir ngombe". Memang karena hanya sementara ada dua kemungkinan orang menyikapinya, yaitu hidup seenaknya menuruk keinginan pribadi dan berpesta pora atau bekerja keras tanpa kenal lelah seraya membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah. Tentu saja sebagai umat beriman atau beragama kita diharapkan memilih yang kemudian itu, yaitu bekerja keras tanpa kenal lelah seraya membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah. Maka marilah kita mawas diri apakah kita semakin membaktikan sepenuhnya kepada Allah dengan mengerahkan waktu dan tenaga kita sepenuhnya pada penghayatan panggilan, pelaksanaan tugas pengutusan atau kewajiban, apakah kita semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia dimana pun dan kapan pun.    

"Langkahku tetap mengikuti jejak-Mu, kakiku tidak goyang. Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku."

 (Mzm 17:5-6)

Ign 16 November 2011

 


15 Nov


"Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."
(2Mak 6:18-31; Luk 19:1-10)
"Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa." Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Luk 19:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·     Zakheus adalah orang baik dan berbudi pekerti luhur yang terjebak dalam 'dosa struktural' dengan kerja sebagai kepala pemungut cukai atau pajak. Sebagaimana masih terjadi di Indonesia saat ini dimana perpajakan senantiasa menjadi 'lahan untuk korupsi', demikian juga pada masa itu. Ia termasuk disebut orang berdosa karena pekerjaannya, namun demikian karena sebenarnya ia adalah orang baik dan berbudi pekerti luhur maka ketika Yesus melintasi kota Yerikho dimana Zakheus bertugas, ia tergerak untuk melihat dan bertemu dengan Yesus. Dalam kenyataan hidup kita bersama kiranya juga kita temukan atau hadapi 'yang hilang' atau 'berdosa'  misalnya: bodoh, nakal, kurang ajar, malas, malu, amburadul/tidak teratur, boros dst.. Mereka menjadi demikian itu hemat saya bukan karena kesalahan mereka, melainkan mereka menjadi korban lingkungan hidup, maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk meneladan Yesus yang "datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang", dengan kata lain marilah kita beri perhatian dan kasihi mereka 'yang hilang' tersebut dengan rendah hati dan kerja keras. Secara khusus kami ajak dan ingatkan para orangtua atau guru/pendidik untuk tidak melecehkan atau merendahkan anak-anak atau peserta didik 'yang hilang', tetapi didiklah dan dampingilah dengan semngat 'cinta kasih dan kebebasan'. Secara konkret marilah kita kerahkan atau boroskan waktu bagi yang hilang sehingga 'yang bodoh menjadi cerdas/pandai, yang nakal menjadi baik, yang kurang ajar menjadi tahu ajaran, yang malas menjadi rajin, yang tak teratur menjadi teratur' dst..
·    "Berpura-pura tidaklah pantas bagi umur kami, supaya janganlah banyak pemuda kusesatkan juga, oleh karena mereka menyangka bahwa Eleazar yang sudah berumur sembilan puluh tahun beralih kepada tata cara asing. Boleh jadi mereka kusesatkan dengan berpura-pura demi hidup yang pendek dan fana ini dan dalam pada itu kuturunkan noda dan aib kepada usiaku" (2Mak 6:24-25). Kutipan ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan, yaitu "berpura-pura tidaklah pantas bagi umur kami, supaya janganlah banyak pemuda kusesatkan". Memang pada masa kini cukup banyak orang hidup 'berpura-pura' atau 'bersandiwara", tidak jujur dan terbuka pada diri sendiri. Bodoh pura-pura pandai atau tahu segalanya, pendosa pura-pura suci, miskin pura-pura kaya, dst.; cara hidup dan bertindak pura-pura akan mencelakakan diri sendiri maupun orang lain yang hidup bersama dengan orang yang berpura-pura. Sekali lagi saya berseru dan berharap kepada para orangtua maupun guru/pendidik: hendaknya tidak bersandiwara dalam cara hidup maupun cara bertindak, karena permainan sandiwara kehidupan yang anda lakukan akan mencelakakan diri anda sendiri maupun anak-anak atau peserta didik. Hendaknya anda belajar dari anak-anak kecil yang tak pernah berpura-pura dan bersandiwara dalam kehidupan, melainkan senantiasa jujur dan polos adanya. Anda sendri juga pernah menjadi anak kecil, maka kenangkan sikap hidup yang jujur dan polos pada masa kecil tersebut dan kemudian hayati dan perdalam kejujuran dan kepolosan tersebut untuk masa kini dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Para orangtua maupun guru/pendidik hendaknya dapat menjadi teladan dalam penghayatan kejujuran dan kepolosan bagi anak-anak atau para peserta didiknya.
"Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku. Kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku! Hai orang-orang, berapa lama lagi kemuliaanku dinodai, berapa lama lagi kamu mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan?  Ketahuilah, bahwa TUHAN telah memilih bagi-Nya seorang yang dikasihi-Nya; TUHAN mendengarkan, apabila aku berseru kepada-Nya. Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam" (Mzm 4:2-5)
Ign 15 November 2011

Minggu, 13 November 2011

14 Nov


"Tuhan supaya aku dapat melihat!"
(1Mak 1:10-15.41-43.54-57.62-64; Luk 18:35-43)
"Waktu Yesus hampir tiba di Yerikho, ada seorang buta yang duduk di pinggir jalan dan mengemis. Waktu orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya: "Apa itu?" Kata orang kepadanya: "Yesus orang Nazaret lewat." Lalu ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Maka mereka, yang berjalan di depan, menegor dia supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" Lalu Yesus berhenti dan menyuruh membawa orang itu kepada-Nya. Dan ketika ia telah berada di dekat-Nya, Yesus bertanya kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang itu: "Tuhan, supaya aku dapat melihat!" Lalu kata Yesus kepadanya: "Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Dan seketika itu juga melihatlah ia, lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah." (Luk 18:35-43), demikian kutipan Warta Gembira hari ibni.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   Mata merupakan salah satu indera kita yang penting, karena dengan penglihatan yang baik kita akan menyaksikan aneka keindahan alam, sesama manusia yang tampan atau cantik dst.. sebagai ciptaan Tuhan, apalagi melihat dalam dan dengan kaca mata iman. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan seorang buta yang mendengar Yesus melewatinya dan kemudian mohon "Tuhan, supaya aku dapat melihat", dan karena imannya orang buta itu pun disembuhkan serta kemudian dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Memang orang buta pada umumnya dianugerahi kepekaan mendengarkan dengan baik, sehingga ia dapat mendengarkan aneka suara di lingkungan hidupnya dengan baik. Alangkah indahnya jika kita semua dapat mendengarkan dan melihat dengan baik. Kami percaya mayoritas dari kita tidak buta dan tidak tuli, namun apakah dapat mendengarkan dan melihat segala sesuatu dengan baik dapat dipertanyakan. Agar kita dapat mendengarkan dan melihat dengan baik dibutuhkan kerendahan hati, tanpa rendah hati kita tak akan dapat melihat dan mendengarkan dengan baik. Rendah hati juga merupakan salah satu perwujudan iman yang utama. Beriman berarti membuka diri sepenuhnya terhadap Penyelenggaraan Ilahi, sedangkan rendah hati adalah 'sikap dan perrilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Marilah kita dengarkan dan lihat segala sesuatu di lingkungan hidup dan kerja kita dengan rendah hati.
·   "Di masa itu tampil dari Israel beberapa orang jahat yang meyakinkan banyak orang dengan berkata: "Marilah kita pergi dan mengadakan perjanjian dengan bangsa-bangsa di keliling kita. Sebab sejak kita menyendiri maka kita ditimpa banyak malapetaka." Usulnya itu diterima baik.Maka beberapa orang dari kalangan rakyat bersedia untuk menghadap raja. Mereka diberi hak oleh raja untuk menuruti adat istiadat bangsa-bangsa lain" (1Mak 1:11-13). Para penjahat memang cenderung untuk hidup menyendiri, menjauhi sahabat-sahabatnya dan bekerja sama dengan orang lain, yang sama-sama berkehendak jahat. Mereka lebih suka bekerjasama dengan orang asing daripada saudara-saudarinya sendiri, dengan kata lain meereka membutakan diri terhadap saudara-saudarinya. Rasanya di lingkungan hidup kita juga ada orang-orang yang bertindak demikian; mereka akrab dengan orang-orang lain di luar keluarga atau komunitasnya, tetapi tak bersahabat dengan saudara-saudari sekeluarga atau sekomunitas. Dengan kata lain mereka kurang atau tidak beriman: mampu melihat apa yang jauh, tetapi buta terhadap yang dekat; terhadap orang lain kelihatan melayani namun yang benar adalah menindas atau menguasai. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk tidak meniru orang-orang yang demikian itu, melainkan marilah dengan rendah hati, cermat dan teliti serta tekun saling melihat dan mengakui alias mengimani apa yang baik di antara saudara-saudari kita sekeluarga, sekomunitas atau setempat kerja. Jika kita dapat dengan terampil mengasihi yang dekat dengan kita, maka terhadap otang lain akan melayani dan membahagiakan, sebaliknya jika kita tak mampu mengasihi yang dekat dengan kita, maka terhadap yang lain akan menindas dan menguasai alias mencelakakannya. Para pemimpin hendaknya peka melihat anak buahnya yang berkehendak jahat, dan sedini mungkin dicegah agar mereka tidak berbuat jahat.
"Aku menjadi gusar terhadap orang-orang fasik, yang meninggalkan Taurat-Mu. Tali-tali orang-orang fasik membelit aku, tetapi Taurat-Mu tidak kulupakan" (Mzm 119:53.61)
Ign 14 November 2011

Minggu Biasa XXXIII


"Engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung  jawab dalam perkara yang besar"
Mg Biasa XXXIII: Ams 31:10-13.19-20.30-31; 1Tes 5:1-6; Mat 25:14-30
Para pemimpin atau atasan yang sukses atau berhasil, artinya dapat menghayati tugasnya atau memfungsikan kepemimpinannya sungguh memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan yang dipimpin, pada umumnya berasal dari rakyat kccil atau memiliki pengalaman tinggal dan bekerjasama dengan rakyat kecil. Pemimpin yang bersangkutan pada umumnya juga sederhana, entah dalam cara hidup maupun cara bertindak, cara bicara maupun bekerja. Ia juga mengasihi dan memperhatikan apa yang kccil dan sederhana, entah itu manusia, binatang, tanaman maupun barang atau harta benda. Ia sungguh tidak mensia-siakan aneka keterampilan dan kecakapan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepadanya, sehingga ia juga semakin terampil dan cakap dalam cara hidup dan cara bertindak. Maka marilah kita renungkan apa yang disabdakan oleh Yesus dalam perumpamaan perihal talenta sebagaimana diwartakan dalam Warta Gembira hari ini.
"Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu" (Mat 25:21)
Dalam perjalanan penghayatan hidup, panggilan dan tugas pengutusan, kita menghadapi aneka macam perkara, entah besar atau kecil. Dalam menghadapi perkara besar pada umumnya kita takut serta merasa tidak mampu menghadapinya, maka baiklah kita hadapi dan selesaikan dahulu perkara-perkara kecil. Memperhatikan, menghadapi dan mengerjakan perkara-perkara kecil memang butuh kasih, kerendahan hati, ketekunan, kesabaran dan ketabahan serta ketelitian. Sebagai contoh menghadapi anak kecil harus rendah hati dan sabar dan dengan kasih, demikian juga binatang atau tanaman kecil. Bagian atau 'onderdil' peralatan teknologi semakin lama juga semakin kecil dan apa yang kecil tersebut sungguh menentukan berfungsinya alat yang bersangkutan.
Seorang pemimpin atau menejer yang baik dan sukes berkata "Jika anda tidak dapat mengatur diri sendiri jangan mengatur orang lain, jika anda tidak dapat mengatur kamar dan meja kerja anda sendiri, jangan mengatur kantor, dst..". Kami berharap anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina untuk memperhatikan perkara-perkara atau hal-hal kccil oleh orangtuanya antara lain dengan teladan konkret atau kiranya juga dapat belajar pada para pembantu atau pelayan rumah tangga atau kantor yang pada umumnya setia mengerjakan perkara-perkara atau hal-hal kecil. Kerjakan perkara atau hal kecil dengan cintakasih yang besar. Perkara atau hal kecil di dalam keluarga antara lain/misalnya: membuang sampah pada tempatnya, mematikan listrik atau keran air yang tidak dibutuhkan lagi, mengatur selimut, serandal atau sepatu atau pakaian, dst..
Dalam Warta Gembira hari ini kita diingatkan perihal keutamaan setia, yang harus kita hayati dan sebarluaskan. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain yang lebih menguntungkan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24-25). Hemat saya dalam melaksanakan aneka perjanjian ada perkara-perkara atau hal-hal kecil yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh adalah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan atau suami-isteri: jika anda mendambakan setia sebagai suami-isteri sampai mati, silahkan memperhatikan perkara-perkara atau hal-hal kecil dalam berrelasi atau saling mengasihi, misalnya memberi ciuman, memberi pujian, dst..
Orang yang peka pada perkara-perkara atau hal-hal kecil pada umumnya ialah para administrator keuangan, entah itu akuntan, pemegang kas atau pengawas keuangan. Mereka terbiasa dalam penghitungan uang sampai yang kecil-kecil, maka semoga mereka juga peka terhadap perkara-perkara atau hal-hal kecil dalam bidang kehidupan yang lain. Pengurusan atau pengelolaan harta benda atau uang yang benar dan baik, yang berarti sungguh memperhatikan perkara-perkara atau hal-hal kecil, akan menentukan keberhasilan atau kesuksesan urusan-urusan besar lainnya di kantor atau tempat kerja atau dalam kehidupan bersama di masyarakat. Setialah kepada perkara-perkara kecil, maka anda pada suatu saat akan siap sedia untuk menghadapi atau mengerjakan perkara-perkara besar.
"Kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kamu seperti pencuri, karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar" (1Tes 5:4-6)
Sebagai umat beriman atau beragama kita "adalah anak-anak terang dan anak-anak siang"  dan "tidak hidup di dalam kegelapan", maka marilah kita hayati jati diri kita ini dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Salah satu cirikhas anak terang atau anak siang adalah hidup jujur dalam keadaan atau situasi apapun, kapanpun dan dimana pun, sehingga kehadiran dan sepak terjangnya senantiasa menerangi orang lain serta menjadi fasilitator bagi orang lain. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran. Ini diwujudkan dalam perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang serta rela berkorban untuk mempertahankan kebenaran. Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan Tuhan dan diri sendiri" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17).
Kami berharap mereka yang berpengaruh dalam kehidupan bersama untuk senantiasa hidup dan bertindak jujur kapan pun dan dimana pun. Secara khusus kepada mereka yang bertugas maupun berjuang demi kebenaran, seperti polisi, hakim/jaksa/saksi pengadilan, penuntut dst ..untuk sungguh jujur. Ingatlah dan sadarilah bahwa anda dapat berbuat curang tanpa diketahui sesama manusia, namun Tuhan tahu, dan pada waktunya nanti kecurangan anda pasti juga akan diketahui oleh umum dan anda akan dipermalukan tanpa kenal ampun. Kepada para pejuang dan pembela kebenaran kami harapkan tetap teguh dan tegar dalam memperjuangkan atau membela kebenaran, meskipun harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan ancaman. Ada pepatah 'orang jujur akan hancur', namun percayalah memang orang jujur akan hancur untuk sementara tetapi akan mulia dan bahagia selamanya.
"Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata.Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya." (Ams 31:10-12). "Tidak berbuat sepanjang umurnya" inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama, yang berarti kita dipanggil untuk senantiasa berbuat baik, terus-menerus, sepanjang hidup kita. Kami berharap anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina untuk tidak berbuat jahat dan senantiasa berbuat baik, antara lain dengan teladan konkret para orangtua maupun aneka nasihat, saran dan tuntunan. Ketika anak-anak memiliki kebiasaan berbuat baik, maka kelak kemudian hari mereka akan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang selalu setia pada panggilan, tugas pengutusan maupun pekerjaannya.
"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN. Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu," (Mzm 128:1-5)
Ign 13 November 2011