Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 06 Agustus 2010

Minggu Biasa XIX - Keb 18:6-9; Ibr II:1-2.8-19; Luk 12:32-48

"Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan."

Mg Biasa XIX: Keb 18:6-9; Ibr II:1-2.8-19;  Luk 12:32-48

 

Jika kita cermati dalam kehidupan atau kinerja kita, ada salah satu kecenderungan umum yang terjadi dalam diri kita, yaitu menunda pekerjaan dan bekerja keras pada minggu, hari, jam atau menit terakhir. Misalnya: para murid atau pelajar serta mahasiwa hanya belajar menjelang ulangan umum atau ujian, bahkan satu jam sebelum ulangan atau ujian masih belajar. Sikap mental macam itu kelak kemudian hari akan berkembang menjadi orang dewasa (pekerja) yang suka menunda tugas pekerjaan serta kerja keras pada hari-hari atau jam-jam terakhir sampai kurang tidur dan kurang makan. Cara kerja mereka bagaikan salah satu ciri wartawan yang harus menulis dan melaporkan kerjanya sesegera mungkin sebelum edit dan pencetakan majalah atau surat kabar dikerjakan. Namun wartawan hemat saya tidak hanya bekerja pada jam-jam terakhir untuk mengejar 'death line' saja, tetapi mereka harus bekerja siang malam terus menerus dalam rangka mencari berita yang baik dan diharapkan. Para wartawan pada umumnya senantiasa siap sedia dan peka terhadap aneka peristiwa maupun issue serta ajakan atau panggilan untuk meliputi kejadian. Memang para wartawan tahu kapan harus batas akhir harus melapor, namun mereka tidak hanya asal lapor saja, tetapi berusaha seoptimal mungkin apa yang dilaporkan akan menjadi berita yang menarik, menyelamatkan dan membahagiakan banyak orang. Masing-masing dari kita tidak tahu kapan kita meninggal dunia atau dipanggil Tuhan, dan sewaktu-waktu, kapan saja dan dimana saja kita dapat meninggal dunia, misalnya karena kecelakaan lalu lintas atau bencana alam. Siapkah kita sewaktu-waktu dipanggil Tuhan atau meninggal dunia? Karena kita tidak tahu kematian kita, marilah kita senantiasa siap sedia untuk meninggal dunia atau dipanggil Tuhan.

 

"Ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Luk 12:39-40)

Yang dimaksudkan dengan kedatangan 'Anak Manusia' disini adalah akhir zaman atau hari kiamat. Bagi kita masing-masing akhir zaman itu berarti kematian kita, ketika dipanggil Tuhan. Siap sediakah kita setiap saat dipanggil Tuhan alias meninggal dunia? Jam-jam atau menit-menit atau detik-detik terakhir hidup orang yang akan dipanggil Tuhan pada umumnya gelisah, jika yang bersangkutan senantiasa hidup dan  bersatu dengan Tuhan maka kegelisahan itu lembut sekali, sebaliknya jika orang tidak bersatu dengan Tuhan dalam hidup sehari-hari maka kegelisahannya luar biasa, antara lain berteriak-teriak, kaki jejak sana-sini, tangan gerak ke sana kemari dst.. (bahasa Jawa -> 'mecati'). Bersama dan bersatu dengan Tuhan berarti hidup baik dan berbudi pekerti luhur, hidup dan bertindak dijiwai oleh iman.

 

Peringatan agar kita senantiasa siap sedia sewaktu-waktu dipanggil Tuhan berarti kita diharapkan hidup baik dan berbudi pekerti luhur. Maka baiklah sekali lagi saya kutipkan ciri-ciri berbudi pekerti luhur di bawah ini untuk kita fahami, refleksikan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari, yaitu: "bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet " (Prof.Dr.Sedyawati: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka, Jakarta 1997). Kiranya kita tak mungkin menghayati semua ciri tersebut sepenuhnya, tetapi hemat kami ketika kita unggul dalam salah satu ciri tersebut  di atas berarti secara inklusif ciri-ciri yang lain dihayati juga.  Maka baiklah masing-masing dari kita mengusahakan nilai atau ciri mana yang paling cocok atau memadai untuk dengan unggul kita hayati dalam hidup kita sehari-hari.

 

"Diam-diam anak-anak suci dari orang yang baik mempersembahkan korban dan sehati membebankan kepada dirinya kewajiban ilahi ini: orang-orang suci sama-sama akan mengambil bagian baik dalam hal-hal yang baik maupun dalam bahaya. Dalam pada itu sebelumnya sudah mereka dengungkan lagu-lagu pujian para leluhur" (Keb 18:9)

 

Kita semua diharapkan menjadi orang yang suci dan baik. Suci berarti senantiasa mempersembahkan atau menyisihkan diri seutuhnya kepada Tuhan di dalam hidup sehari-hari, sehingga hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Ingat bahwa dibaptis berarti disucikan, dan ketika dibaptis antara lain dahi kita dicurahi air diiringi dengan kata-kata "…aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus'. Dalam kebiasaan beberapa aliran/sekte  Kristen pembaptisan dilakukan dengan menenggelamkan seluruh tubuh dalam air kolam. Dahi dicurahi air berarti otak atau pikiran kita dibersihkan atau disucikan. Apa yang akan kita lakukan hari ini tergantung apa yang ketika bangun pagi kita pikirkan, yang ada dalam pikiran kita masing-masing. Semoga dalam pikiran kita senantiasa apa yang suci dan baik. Ingat juga bahwa ketika dibaptis kita diharapkan berpakaian putih bersih yang melambangkan kesucian; semoga kita setia menjaga kesucian hati, jiwa, pikiran dan tubuh kita.

 

"Orang-orang suci sama-sama akan mengambil bagian baik dalam hal-hal yang baik maupun dalam bahaya", demikian peringatan penulis kitab Kebijaksanaan. Peringatan ini kiranya senada dengan kutipan dari surat Ibrani ini,yaitu "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita" (Ibr 11:1-2)  Yang mungkin baik kita refleksikan kiranya adalah bahwa orang-orang suci mengambil bagian dalam  bahaya, mengingat dan memperhatikan banyak di antara kita cenderung untuk menghindari atau melepaskan diri dari bahaya begitu saja tanpa alasan. Tumbuh berkembang dalam iman atau kesucian atau setia hidup suci memang tak akan terlepas dari aneka macam bahaya, termasuk bahaya mati atau dipanggil Tuhan sewaktu-waktu. Orang-orang suci takkan takut terhadap aneka macam bahaya.

 

Apa yang saya kutipkan dari surat Ibrani di atas selayaknya kita renungkan dan hayati juga, yaitu bahwa 'iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat'. Apa yang disebut dengan harapan memang tak terlihat atau masih samara-samar dan tidak jelas secara akal sehat. Kita semua memliki harapan, entah harapan untuk sukses dalam belajar atau bekerja, harapan sukses menghayati hidup terpanggil sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster, dst.. Iman mendasari harapan berarti jika kita mendambakan apa yang kita harapkan terwujud atau menjadi kenyataan, kita diharapkan dengan sungguh-sungguh dalam belajar atau bekerja, dalam menghayati hidup terpanggil, setia dan mentaati aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan.

 

"Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya, untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan. Jiwa kita menanti-nantikan TUHAN. Dialah penolong kita dan perisai kita! Kasih setia-Mu, ya TUHAN, kiranya menyertai kami, seperti kami berharap kepada-Mu."

 (Mzm 33:18-20.22)

Jakarta, 8 Agustus 2010   


7 Agustus - Hab 1: 12-2:4; Mat 17:14-20

"Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?"

(Hab 1: 12-2:4; Mat 17:14-20)

 

"Ketika Yesus dan murid-murid-Nya kembali kepada orang banyak itu, datanglah seorang mendapatkan Yesus dan menyembah, katanya: "Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air. Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya." Maka kata Yesus: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!" Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itu pun sembuh seketika itu juga. Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?" Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu" (Mat 17:14-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Salah satu cirikhas yang menandai atau mewarnai hampir semua orang antara lain 'takut', misalnya takut berada di rumah sendirian pada malam hari, takut berjalan sendirian melintasi area makam/kuburan, takut bertemu dengan orang yang nampak seram dank eras, takut dioperasi untuk menyembuhkan penyakitnya, dst… Kepada mereka ini saya sering menyampaikan pertanyaan sebagai berikut: "Anda ini bersama dengan Tuhan atau setan? Jika bersama dengan Tuhan, maka ketika berhadapan dengan setan anda pasti menang, sebaliknya jika bersama dengan setan, maka berhadapan dengan setan berarti bertemu teman atau sahabatnya. Dengan kata tak perlu takut, namun karena kita tidak jelas apakah bersama Tuhan atau bersama setan, alias tidak putih dan tidak hitam melainkan 'abu-abu', maka selayaknya menjadi takut". Bersama dan bersatu dengan Tuhan tiada ketakutan sedikitpun, bersama dan bersatu dengan Tuhan berarti beriman, dan dengan iman yang kuat serta tangguh kita dapat menghadapi aneka tantangan, hambatan atau  masalah, dengan kata lain mampu mengusir setan. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, - maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu", demikian sabda Yesus. Marilah kita sikapi dan hadapi segala sesuatu dalam dan dengan iman tanpa takut dan gentar sedikitpun. Dengan dan dalam iman berarti mengerahkan seluruh pribadi kita dalam mengerjakan sesuatu dan mengandalkan diri sepernuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi atau rahmat Tuhan. Dalam dan dengan iman 'takkan ada yang mustahil bagimu'.

·   "Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (Hab 2:4), demikian firman Tuhan melalui nabi Habakuk. Membusungkan dada berarti sombong dan senantiasa mengandalkan kekuatan diri sendiri dalam mengerjakan segala sesuatu, maka juga tidak lurus hati alias tidak jujur. Mereka pura-pura mengerti dan mampu, namun sebenarnya tidak tahu dan tidak mampu. Sebaliknya orang benar senantiasa akan hidup dan berperilaku dengan rendah hati, mengerahkan diri seutuhnya sekaligus mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi. Sombong merupakan akar dosa atau kejahatan, sedangkan rendah hati adalah akar aneka keutamaan atau nilai kehidupan. Sebagai orang beriman diharapkan senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati dimanapun dan kapanpun. Kepercayaan pada Penyelenggaraan Ilahi atau rahmat Tuhan dihayati dengan percaya dengan rendah hati kepada sesamanya atau saudara-saudarinya. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua untuk membangun, memperdalam dan memperkuat kepercayaan antar kita, antar anggota keluarga, antar rekan kerja, antar atasan dan bawahan, pemimpin dan anggota, dst.. Sekali lagi saya angkat disini bahwa HP maupun CCTV sedikit banyak mengurangi saling percaya antar kita. Suami atau isterinya jelas bepergian di suatu tempat untuk acara penting, namun entah  isteri atau suaminya setiap kali mengontrol melalui HP-nya; bos toko atau restoran mengawasi pegawainya melalui CCTV, dst.. Secara jujur harus diakui bahwa cara bertindak demikian itu didasari oleh kecurigaan atau ketidak-percayaan antar manusia, dan orang lebih percaya para harta benda daripada manusia. Jika orang sulit menjadi percaya satu sama lain dengan mereka yang setiap hari hidup bersama dengannya, maka yang bersangkutan pasti kurang beriman alias cenderung untuk 'membusungkan dada'.

 

"TUHAN bersemayam untuk selama-lamanya, takhta-Nya didirikan-Nya untuk menjalankan penghakiman. Dialah yang menghakimi dunia dengan keadilan dan mengadili bangsa-bangsa dengan kebenaran. Demikianlah TUHAN adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak, tempat perlindungan pada waktu kesesakan. Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mzm 9:8-11)

Jakarta, 7 Agustus 2010


Kamis, 05 Agustus 2010

6 Agustus - 2Ptr 1:16-19; Luk 9:28b-36

"Betapa bahagianya kami berada di tempat ini"

(2Ptr 1:16-19; Luk 9:28b-36)

 

"Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa. Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan.Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya: dan kedua orang yang berdiri di dekat-Nya itu. Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya: "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu. Sementara ia berkata demikian, datanglah awan menaungi mereka. Dan ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka. Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." Ketika suara itu terdengar, nampaklah Yesus tinggal seorang diri. Dan murid-murid itu merahasiakannya, dan pada masa itu mereka tidak menceriterakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat itu." (Luk 9:28b-36), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta "Yesus Menampakkan KemuliaanNya" hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pengalaman 'fascinosum' atau mempesona, itulah yang dialami oleh Petrus, Yohanes dan Yakobus, ketika mengalami "Yesus Menampakkan KemuliaanNya", sehingga mereka sungguh merasa bahagia. Ketika orang memgalami yang demikian itu pada umumnya muncul dari kebahagiaan hatinya suatu cita-cita mulia sebagaimana dikatakan oleh Petrus "Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia". Kemah memang merupakan tempat berteduh yang sungguh mempesona dan membahagiakan dan tentu saja hal itu terjadi bagi mereka yang memiliki pengalaman berkemah. Baiklah kami mengajak anda sekalian untuk mengenangkan aneka macam pengalaman mempesona dan membahagiakan dalam perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, misalnya ketika sedang/baru saja menerima Sakramen Baptis, Sakramen Perkawinan, Sakramen Imamat atau Berkaul, dst.. atau mungkin pengalaman konkret lain misalnya para suami-isteri ketika sedang bermesraan berdua dimana saling curhat, membelai, mencium, memeluk dst.. sampai pada hubungan seksual. Ketika anda mengalami tantangan, masalah atau hambatan dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusan baiklah kita kenangkan atau angkat kembali pengalaman yang mempesona tersebut untuk menambah dan memeperkuat keperucayaan diri dalam menghadapi tantangan, hambatan atau masalah.

·   "Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu" (2Ptr 1:19), demikian nasihat Petrus kepada kita semua umat beriman. Ketika di dalam gelap ada pelita bernyala, maka perhatian kita sepenuhnya akan terarah ke pelita tersebut, dan kita sungguh merasa bahagia, bergairah dan aman. Hati kita masing-masing diharapkan senantiasa bahagia dan bergairah dalam menghadapi aneka macam tantangan, masalah dan hambatan kehidupan, dan dengan demikian kita menghadapinya dengan gembira dan ceria. Dalam kegembiraan, keceriaan, kebahagaian dan kegairahan berarti kinerja syaraf serta metabolisme darah di dalam tubuh kita berfungsi secara prima, sehingga kita memiliki keteguhan hati mendalam. Dalam keadaan demikian otak atau pikiran kita 'encer', berada dalam terang sehingga dapat memperhatikan, melihat dan memperlakukan segala sesuatu pada tempat, sesuai dengan fungsinya masing-masing. Hidup sekali hendaknya terus bergembira saja. Punya hutang atau tidak punya hutang, punya masalah atau tak punya masalah lebih baik terus gembira dan ceria daripada sedih atau cemberut. Orang yang gembira dan ceria senantiasa menarik perhatian, sebagaimana terjadi pada mereka yang gila/sakit jiwa, dan pada umumnya tidak pernah menyakiti orang lain. Bukankah ketika ada orang gila/sakit jiwa lewat sambil menyanyi, berjoget, atau asal omong saja, maka mereka yang melihatnya merasa memperoleh hiburan gratis? Marilah kita menjadi orang yang 'gila akan sinar terang sejati/Roh Kudus', sehingga kita senantiasa tetap dalam keadaan gembira, ceria, bahagia dan bergairah serta menarik semua orang.

 

"TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi. Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya." (Mzm 97:1-2.5-6)

 

Jakarta, 6 Agustus 2010


Rabu, 04 Agustus 2010

5 Agustus - Yer 31:31-34; Mat 16:13-23

"Engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah melainkan apa yang dipikirkan manusia"

(Yer 31:31-34; Mat 16:13-23)


"Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun bahwa Ia Mesias. Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Mat 16:13-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


·   Paradigma atau cara berpikir Allah memang berbeda dengan cara berpikir manusia: cara berpikir manusia pada umumnya lebih dijiwai dan dikuasai oleh sikap mental materialistis, untung-rugi, enak dan tidak enak bukan spiritual, apa yang baik-buruk dan menyelamatkan - menghancurkan jiwa. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk berpikir lebih dijiwai oleh  nilai-nilai spiritual, baik-buruk, keselamatan-kehancuran jiwa. Memang jika kita setia pada iman kita pasti akan menghadapi atau mengalami sebagaimana dihadapi dan dialami oleh Yesus, yaitu "menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan"  "Jer basuki mowo beyo" = untuk hidup mulia orang harus berjuang dan berkorban, demikian kata pepatah Jawa.  Semangat, kesiap-sediaan untuk berjuang dan berkorban demi kemuliaan atau keselamatan jiwa hendaknya sedini mungkin dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu saja antara lain dengan teladan konkret dari orangtua/bapak-ibu. Keselamatan jiwa hendaknya menjadi tolok ukur atau keberhasilan dalam hidup maupun kerja, dalam rangka menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan, keselamatan jiwa kita sendiri maupun saudara-saudari kita. Maka dengan ini kami mengharapkan kepada siapapun yang bersikap mental materialistis untuk bertobat atau memperbaharui diri.


·   "Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku" (Yer 31:33), demikian perjanjian dari Allah kepada umat terpilih, kepada kita semua umat beriman melalui nabi Yeremia. Aneka aturan dan tatanan hidup yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing 'ada di dalam batin dan tertulis dalam hati' kita, itulah yang diharapkan oleh Allah bagi kita semua, umat beriman, sehingga juga layak disebut sebagai umat Allah. Apa yang ada di dalam batin dan hati kita masing-masing pada saat ini? Keingingan pribadi atau bersama? Keselamatan jiwa atau penumpukan uang atau harbenda? Agar aturan atau tatanan ada dalam batin dan tertulis di hati kita masing-masing, hendaknya aneka aturan dan tatanan tersebut sering dibaca dan direnungkan, didiskusikan. Atau mungkin baik kita merenungkan dan meresapkan kata atau ayat dari Kitab Suci yang sungguh mengesan bagi, misalnya sabda Yesus hari ini "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia". Bacakan berkali-kali entah untuk diri sendiri atau orang lain kutipan ayat di atas ini sampai anda sendiri atau orang lain entah membencinya atau terpesona olehnya, agar menjadi jelas apakah kita berpikiran seperti Allah, secara spiritual,  atau hanya secara manusiawi belaka! Kami mendambakan anda akan terpesona oleh sabda tersebut dan kemudian menghayatinya dalam hidup sehari-hari, sehingga senantiasa dimanapun dan kapapun berpikiran secara spiritual, berpedoman pada keselamatan jiwa dalam cara hidup dan cara bertindak. Kami berharap rekan-rekan yang disebut sebagai 'rohaniwan atau rohaniwati' dapat menjadi teladan dalam hal berpikiran seperti Allah.

 

"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu." (Mzm 51:12-15)

        

Jakarta, 5 Agustus 2010


Selasa, 03 Agustus 2010

4 Agustus - Yer 31:1-7; Mat 15:21-28

"Jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki."

(Yer 31:1-7; Mat 15:21-28)

 

"Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak." Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku." Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya." Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh." (Mat 15:21-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes Maria Vianney, imam dan pelindung para imam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yohanes Maria Vianney dikenal sebagai pastor desa, yang dengan penuh kesabaran, kerendahan hati dan matiraga selama berjam-jam duduk di kamar pengakuan untuk menerimakan Sakramen Tobat bagi umat yang datang kepadanya. Baik Yohanes Maria Vianney maupun umat yang datang kepadanya kiranya memiliki sikap iman yang sama yaitu "kasihanilah aku, ya Tuhan" dengan penuh kepercayaan bahwa Tuhan akan menganugerahi apa yang terbaik demi keselamatan jiwa mereka. Maka baiklah kami mengajak rekan pastor khususnya maupun umat pada umumnya untuk memiliki sikap iman tersebut dalam rangka menghayati panggilan, tugas pengutusan maupun melaksanakan aneka kewajiban. Kepada rekan pastor kami berharap untuk senantiasa bersikap rendah hati dan terbuka bagi siapapun yang datang untuk minta bantuan atau secara khusus ingin mengaku dosa. Marilah kita melayani umat dengan kerendahan hati yang mendalam. Sedangkan kepada umat pada umumnya kami ajak juga untuk dengan rendah hati menyadari dan menghayati kelemahan dan kerapuhannya maupun kedosaannya serta tanpa malu-malu atau ragu-ragu untuk minta bantuan kepada para pastor, sejauh dibutuhkan, entah untuk berkonsultasi/bimbingan rohani atau mengaku dosa. Hendaknya berani mengimani sabda Yesus "Jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki".

·   "Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu. Aku akan membangun engkau kembali, sehingga engkau dibangun" (Yer 31:3-4), demikian firman Tuhan kepada bangsa terpilih, kepada kita semua umat beriman. Marilah kita imani dan hayati firman ini di dalam hidup kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Kasih setia Tuhan kiranya dapat kita lihat, hayati atau nikmati melalui siapapun yang berbaik hati kepada kita atau memperhatikan kita melalui aneka cara dan bentuk, lebih-lebih kita yang merasa lemah dan rapuh. Jika kita jujur dan terbuka kiranya masing-masing dari kita telah menerima kasih setia Tuhan secara melimpah ruah, maka kita juga dipanggil untuk saling membagikan kasih setia tersebut kepada sesama atau saudara-saudari kita. Ketika ada saudara-saudari kita menyalahi atau menyakiti kita hendaknya tidak balas dendam, melainkan kasihi dan ampunilah mereka. Marilah kita saling membangun atau menyehatkan diri, sehingga kebersamaan hidup kita dimanapun dan kapanpun dalam keadaan damai sejahtera dan aman tenteram. Tentu saja kami sungguh berharap bahwa hidup dalam kasih setia satu sama lain ini pertama-tama dan terutama terjadi di dalam keluarga atau komunitas kita masing-masing. Pengalaman hidup dalam kasih setia dalam keluarga atau komunitas akan menjadi modal atau kekuatan dalam hidup kasih setia dalam hidup bersama atau komunitas yang lebih luas seperti tempat kerja atau masyarakat. "Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu", demikian firman Tuhan, maka hendaknya firman Tuhan ini juga menjadi sikap hidup kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Setiap kali bertemu atau berjumpa dengan orang lain dalam hati kita senantiasa berkata "aku melanjutkan kasih setiaku kepadamu". Kita  semua diharapkan menjadi orang-orang yang sosial dengan memberi perhatian kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, yang lemah lesu dan kurang bergairah dalam hidup.

 

"Dengarlah firman TUHAN, hai bangsa-bangsa, beritahukanlah itu di tanah-tanah pesisir yang jauh, katakanlah: Dia yang telah menyerakkan Israel akan mengumpulkannya kembali, dan menjaganya seperti gembala terhadap kawanan dombanya! Sebab TUHAN telah membebaskan Yakub, telah menebusnya dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya. Mereka akan datang bersorak-sorak di atas bukit Sion, muka mereka akan berseri-seri karena kebajikan TUHAN, karena gandum, anggur dan minyak, karena anak-anak kambing domba dan lembu sapi; hidup mereka akan seperti taman yang diairi baik-baik, mereka tidak akan kembali lagi merana." (Yer 31:10-12)

 

Jakarta, 4 Agustus 2010     


Senin, 02 Agustus 2010

3 Agustus - Yer 30:1-2.12-15.18-22; Mat 14:22-36

"Hai orang yang kurang percaya mengapa enkau bimbang"

(Yer 30:1-2.12-15.18-22; Mat 14:22-36)


"Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ. Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" Lalu mereka naik ke perahu dan angin pun redalah. Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah." Setibanya di seberang mereka mendarat di Genesaret. Ketika Yesus dikenal oleh orang-orang di tempat itu, mereka memberitahukannya ke seluruh daerah itu. Maka semua orang yang sakit dibawa kepada-Nya. Mereka memohon supaya diperkenankan menjamah jumbai jubah-Nya. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh." (Mat 14:22-36), demikian kutipan Warta Gembira hari ini


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Bagi orang yang kurang atau tidak beriman ketika menghadapi tantangan, hambatan atau masalah di dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya khawatir, takut atau bimbang, karena yang bersangkutan hidup dan bertindak hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak dijiwai oleh iman kita, sebagaimana dicanangkan oleh berbagai 'NGO/yayasan katolik' dalam anggaran dasarnya yang berbunyi "Dalam semangat iman kristiani berazaskan Pancasila dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara". Hidup dan bertindak dalam iman berarti senantiasa menyadari dan menghayati kehadiran, pendampingan atau penyertaan Tuhan dalam hidup sehari-hari, dan karena Tuhan mahasegalanya maka mau tidak mau kita akan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendakNya. Dengan kata lain Tuhanlah yang hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Jika demikian adanya, maka tiada ketakutan, kekawatiran atau kebimbangan apapun dalam menghadapi aneka tantangan, hambatan dan masalah kehidupan, sebaliknya menjadikan tantangan, hambatan dan masalah guna semakin memperdalam iman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Marilah kita konsekwen dengan jati diri kita sebagai orang beriman, marilah saling mengingatkan dan membantu dalam penghayatan iman sehari-hari.


·   "Kamu akan menjadi umat-Ku, dan Aku akan menjadi Allahmu." (Yer 30:22), demikian janji atau firman Tuhan Allah kepada bangsa terpilih, kepada kita semua umat beriman, melalui nabi Yeremia. Sebagai orang beriman kita juga disebut sebagai umat Allah, artinya umat milik Allah. Karena kita adalah milik Allah maka mau tak mau harus hidup dan bertindak sesuai dengan Allah, yang menjadi Pemilik. Kita sama-sama milik Allah maka juga berarti kita semua adalah saudara atau sahabat satu sama lain. Karena kita adalah sababat atau saudara satu sama lain maka tiada ketakutan, kekawatiran atau kebimbingan apapun di antara kita, demikian juga ketika kita harus berpergian jauh kemanapun: bertemu dengan siapapun adalah bertemu dengan saudara atau sahabat. Memang sering ada kesulitan di antara kita dalam berkomunikasi yaitu perihal bahasa, mengingat dan memperhatikan setiap suku atau bangsa memiliki bahasa sendiri-sendiri. Maka baiklah dalam bertemu dan bekerjasama dengan orang lain, yang berbeda bahasa tersebut, kita gunakan bahasa yang sama yaitu 'bahasa tubuh'. Anggota tubuh kita merupakan sarana untuk berkomunikasi yang canggih, masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri namun bekerjasama dengan baik, itulah karya Tuhan Allah yang mahasegalanya. Dengan bahasa tubuh kita dapat bergaul dan berkasih-kasihan guna membangun dan memperdalam persahabatan atau persaudaraan dengan siapapun dan dimanapun. Seperti Yesus menjamah orang sakit dan jamahanNya menyembuhkan, maka semoga gerakan anggota-anggota tubuh kita juga senantiasa membahagiakan, menyelamatkan dan mensejahterakan orang yang kena dampak gerakan anggota tubuh kita, sebagaimana gerakan-gerakan mereka yang sedang berkasih-kasihan (suami-isteri atau yang sedang bertunangan atau pacaran).

 

"Maka bangsa-bangsa menjadi takut akan nama TUHAN, dan semua raja bumi akan kemuliaan-Mu, bila TUHAN sudah membangun Sion, sudah menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya, sudah berpaling mendengarkan doa orang-orang yang bulus, dan tidak memandang hina doa mereka." (Mzm 102:16-18)

Jakarta, 3 Agustus 2010        

  


Minggu, 01 Agustus 2010

2 Agustus - Yer 28:1-17; Mat 14:13-21

"Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan."

(Yer 28:1-17; Mat 14:13-21)

 

"Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit. Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan."Jawab mereka: "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." Yesus berkata: "Bawalah ke mari kepada-Ku." Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh.Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak" (Mat 14:13-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Peristiwa penggandaan 'lima roti dan dua ikan' dalam Warta Gembira hari ini menggambarkan Yesus yang mempersembahkan Diri seutuhnya bagi keselamatan seluruh bangsa dengan wafat di kayu salib dan kemudian bangkit dari mati, yang setiap kali kita kenangkan dalam Perayaan Ekaristi. Sebagaimana Yesus mencoba menyepi, namun banyak orang senantiasa berusaha bertemu denganNya karena aneka macam muzijat yang telah dilakukanNya, demikian juga sebagai umat Allah yang percaya kepada Yesus Kristus, kita senantiasa juga tergerak untuk berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi, dimana kita diberi kesempatan untuk menerima 'TubuhNya' dalam rupa roti. Roti yang digandakan oleh Yesus telah membuat kenyang ribuan orang, demikian juga 'Tubuh Kristus'/komuni kudus yang telah kita terima membuat kita merasa damai dan dikuatkan dalam iman. Karena kita telah menerima 'Tubuh Kristus" maka dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan meneladan Yesus antara lain dengan membagikan kekayaan kita kepada saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan.serta menjauhkan diri dari aneka macam bentuk keserakahan atau kemewahan alias hidup dan bertindak sederhana. Jika kita semua hidup sederhana kiranya tiada lagi yang kelaparan atau kehausan, bahkan pasti akan berlebihan. Maka dengan ini kami mengingatkan siapapun yang hidup serakah atau bermewah-mewah/berfoya-foya untuk meninggalkan cara hidup yang mencelakakan diri sendiri atau orang lain tersebut.

·   "Dengarkanlah, hai Hananya! TUHAN tidak mengutus engkau, tetapi engkau telah membuat bangsa ini percaya kepada dusta. Sebab itu beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku menyuruh engkau pergi dari muka bumi. Tahun ini juga engkau akan mati, sebab engkau telah mengajak murtad terhadap TUHAN."(Yer 28:15-16), demikian firman Tuhan kepada Hananya  melalui nabi Yeremia. Firman ini juga berlaku bagi siapapun yang mengajak sesamanya murtad terhadap Tuhan, alias para penjahat entah kelas teri maupun kelas kakap. Sebenarnya para penjahat tidak perlu disingkirkan dari muka bumi ini, karena pada umumnya mereka telah menyingkirkan dirinya sendiri atau bersembunyi terus menerus, hidup dalam kegelapan dan senantiasa merasa dirinya terancam. Maka kepada para penjahat  kami ajak untuk bertobat, meninggalkan aneka bentuk kejahatan yang telah dilakukan, dan jika telah mengambil atau merampok 'hak milik' orang lain hendaknya segera dikembalikan. Kejahatan yang memang cukup misterius adalah 'dusta' atau desakan bagi orang lain untuk berdusta. Sebagai contoh adalah ukuran obat yang berada di dalam kemasan: saya pernah menerima keluh kesah seorang pegawai produksi obat di bagian kemasan. Ia merasa tidak enak karena ada kebijakan dari piimpinan pabrik agar botol obat yang tertulis bervolume 100cc, setiap botol dikurangi 5cc sehingga tinggal 95cc. Kiranya jarang atau mungkin tidak konsumen obat berusaha mengukur kembali atau mencek apapun yang tertulis sesuai dengan isinya. Ajakan berdusta macam itu dapat terjadi dimana-mana, yang pada umumnya dilakukan oleh mereka yang bersikap mental materialistis atau hanya mencari keuntungan diri sendiri tanpa mempedulikan keselamatan orang lain.

 

"Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mzm 90:3-6)

 

Jakarta, 2 Agustus 2010