Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 10 Desember 2010

Mg Adven III - Yes 35:1-6a.10; Yak 5:7-10; Mat 11:2-11

"Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?"

Mg Adven III : Yes 35:1-6a.10; Yak 5:7-10; Mat 11:2-11

Kedatangan seorang tokoh besar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara maupun beragama pada umumnya sungguh ditunggu-tunggu oleh banyak orang, seperti kedatangan presiden Amerika Serikat, Barack Obama, bulan lalu yang sempat tertunda-tunda akhirnya datang, meskipun tidak lebih dari 24 jam atau satu hari. Apa yang akan dikatakan dan dilakukan oleh Barack Obama jika datang di Indonesia sangat ditunggu-tunggu, apalagi oleh rekannya di masa kecil maupun mantan gurunya. Apa yang dikatakan dan dilakukan oleh seorang tokoh besar pada umumnya mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak pada pendengarnya. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan perihal kedatangan Penyelamat Dunia, antara lain Yohanes Pembaptis, yang berada di penjara mengutus murid-muridnya untuk menanyakan apakah orang yang telah banyak berbuat baik bagi banyak orang, sehingga cukup banyak orang terpesona dan tertarik, adalah Penyelamat Dunia yang dinantikan. "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Mat 11: 3). Menanggapi pertanyaan ini Yesus pun menjawab dengan ajakan mereka melihat dan mendengarkan apa yang Ia kerjakan dan katakan, maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk melihat dan mendengarkan apa yang akan dikerjakan dan dikatakan oleh Penyelamat Dunia, yang kita nantikan kedatanganNya. Marilah kita renungkan atau refleksikan.

 

"Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik."

(Mat 11:5)

   

Sang Penyelamat Dunia, yang kita tunggu-tunggu kedatanganNya antara lain akan membuka mata orang buta, membuat orang lumpuh berjalan, menyembuhkan orang sakit, membuka telinga orang agar dapat mendengarkan dengan baik, membangkitkan yang mati dan memberikan apa yang baik bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Alangkah baik dan indahnya jika yang menantikan kedatanganNya pada saat ini juga melakukan apa yang akan dilakukan oleh Penyelamat Dunia, maka marilah kita mawas diri sejauh mana kita telah melakukannya dan jika telah melakukannya marilah kita perdalam atau tingkatkan:

·  Membuka mata orang buta. Apa yang dimaksudkan dengan 'buta' disini kiranya tidak hanya secara phisik, namun lebih-lebih atau terutama secara spiritual. Buta secara spiritual yang kami maksudkan adalah orang yang bersikap mental materialistis atau duniawi, yang gila akan harta benda/uang, jabatan/kedudukan/pangkat dan kehormatan duniawi. Mereka hanya berorientasi pada apa yang kelihatan dan tidak percaya kepada apa yang tak dapat dilihat dengan mata phisik ini. Baiklah mereka yang bersikap mental materialisitis atau duniawi ini kita ingatkan dan ajak untuk mengimani atau menghayati kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup sehari-hari dalam semua ciptaanNya di bumi ini, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya. Kita ingatkan ajak untuk menghayati bahwa hidup serta segala sesuatu yang kita miliki, kuasai atau nikmati sampai saat ini adalah anugerah Tuhan, dan tanpa Tuhan kita tidak dapat hidup, tumbuh-berkembang sebagaimana adanya saat ini.       

·  Membuat orang lumpuh berjalan. Marilah 'lumpuh' disini juga kita fahami secara spiritual, yang antara lain berarti orang yang 'mandheg/berhenti di tempat' alias bersikap mental 'quitter', tidak sampai 'camper' apalagi 'climber'. Kita ajak dan dorong mereka untuk berusaha bersikap mental 'ongoing education/formation', belajar sepanjang hayat. Untuk itu berarti orang harus memiliki sikap terbuka terhadap aneka kesempatan dan kemungkinan untuk tumbuh berkembang terus menerus sampai mati.   

·  Menyembuhkan orang sakit. Marilah kita fahami 'sakit' disini lebih-lebih sakit hati atau sakit jiwa. Ciri-ciri orang sakit hati pada umumnya memiliki banyak musuh, mudah ngambek, dan tertutup; ia tidak menyadari kelemahan dan kerapuhan dirinya, mudah tersinggung dst..Sedangkan orang sakit jiwa pada umumnya  mudah marah-marah dan pada suatu saat ketika tidak kuat marah lagi menjadi sinthing alias gila. Menyembuhkan orang sakit hati dan sakit jiwa antara lain pertama-tama kita ajak untuk menghayati diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa, dan kemudian mohon kasih pengampunan Tuhan, sehingga ia menjadi orang beriman sejati, yaitu menyadari diri sebagai pendosa yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan untuk mewartakan kabar baik.   

·  Membuka telinga orang tuli. Tuli secara spiritual berarti menutup diri; yang bersangkutan tidak mau tahu atas segala sesuatu yang terjadi di lingkungan hidupnya, dengan kata lain yang bersangkutan kurang lebih bersifat egois, yang penting dan utama saya selamat, sedangkan orang lain terserah, begitulah sikapnya. Orang yang bersikap mental demikian kita ingatkan dan ajak untuk menyadari dan menghayati bahwa dirinya dapat hidup dan berkembang sebagaimana adanya saat ini tak terlepas dari kebaikan dan kemurahan hati Tuhan melalui orang-orang yang telah berbuat baik kepadanya. Kiranya yang bersangkutan tak mungkin menghitung berapa orang yang telah berbuat baik kepadanya. Maka kita ajak orang yang bersangkutan untuk terbuka dan dengan rela serta tulus hati berkorban bagi keselamatan atau kebahagiaan sesamanya.       

·  Membangkitkan yang loyo, frustrasi atau lesu Harapan itulah yang kita tawarkan kepada mereka yang loyo, frustrasi atau lesu, sesuai dengan semangat adven. Kita ingatkan mereka , sekiranya kurang diperhatikan oleh orang lain yang kemudian membuat dirinya frustrasi, loyo atau lesu, bahwa Tuhan tak pernah melupakan ciptaanNya, terutama manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citraNya.  

·  Membawa kabar baik bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Secara phisik apa yang baik bagi mereka yang miskin dan berkekurangan adalah harta benda atau uang, maka baiklah kepada mereka kita sumbangkan sebagian harta benda atau uang kita. Namun yang cukup sulit adalah membawa kabar baik bagi mereka yang miskin secara spiritual. Orang seperti Gayus, yang memanipulasi pajak, adalah contoh orang yang miskin secara  spiritual. Pendekatan secara phisik atau tatap muka mungkin sulit untuk menyadarkan atau menginsyafkan orang seperti Gayus, maka baiklah kita dekati juga secara spiritual, artinya kita doakan. Marilah di masa adven ini kita tingkatkan hidup doa kita.

Melaksanakan hal-hal tersebut di atas kiranya butuh kesabaran, maka baiklah kita renungkan sapaan atau peringatan Yakobus di bawah ini.

 

"Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat! (Yak 5:7-8)

"Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kesabaran rasanya sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan banyak orang tidak sabar, misalnya di jalanan, muda-mudi yang terjebak pergaualan seks bebas, dst.. Hendaknya kesabaran dibiasakan pada anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua/bapak-ibu.

 

Berbahagialah orang yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung,TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya. TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya" (Mzm 146:7-10)

 

Jakarta, 12 Desember 2010


11 Des - Sir 48:1-4.9-11; Mat 17:10-13

"Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis."

(Sir 48:1-4.9-11; Mat 17:10-13)

 

"Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?" Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka." Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis." (Mat 17:10-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Nabi Elia adalah nabi besar pada zamannya dan sangat mengesan bagi umat yang percaya kepadanya, maka ketika tampil seseorang yang cukup besar namanya juga, yaitu Yohanes Pembaptis, umat bertanya-tanya apakah benar bahwa Elia telah datang kembali. Menanggapi pertanyaan tersebut Yesus, dengan kata-kata yang mungkin kurang jelas bagi mereka, mengatakan bahwa Elia memang telah datang kembali dalam diri Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis datang untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Penyelamat Dunia, maka ia lebih besar daripada Elia, namun demikian banyak orang kurang mengenal dia. Warta Gembira hari ini mengingatkan kita semua bahwa Sang Penyelamat Dunia yang kita nantikan kedatanganNya akan datang dengan kesederhanaan dan kerendahan hati, maka hanya mereka yang hidup sederhana dan rendah hati akan mampu menerima dan memahami kedatangan Yohanes Pembaptis, bentara Penyelamat Dunia, maupun Sang Penyelamat Dunia. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk hidup sederhana dan rendah hati, agar kita siap sedia menyambut kedatangan Penyelamat Dunia. Jauhkanlah aneka bentuk pemborosan dan foya-foya seraya mengingat dan memperhatikan saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan. Selama masa adven kiranya juga diselenggarakan kegiatan aksi adven berupa pengumpulan uang atau harta benda, yang kemudian disumbangkan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk berpartisipasi dalam kegiatan adven di lingkungan masing-masing, entah di sekolah, tempat kerja maupun di lingkungan umat Allah.


·   "Dalam olak angin berapi engkau diangkat, dalam kereta dengan kuda-kuda berapi. Engkau tercantum dalam ancaman-ancaman tentang masa depan untuk meredakan kemurkaan sebelum meletus, dan mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan segala suku Yakub. Berbahagialah orang yang telah melihat dikau, dan yang meninggal dengan kasih mereka, sebab kamipun pasti akan hidup pula" (Sir 48:9-11), demikian berita perihal anugerah Tuhan dalam diri Elia, nabi besar. "Berbahagilah orang yang telah melihat dikau, dan yang meninggal dengan kasih mereka, sebab kamipun pasti akan hidup pula", inilah yang mungkin baik kita renungkan atau refleksikan dalam rangka menantikan kedatangan Penyelamat Dunia. Marilah kita saling melihat anugerah Tuhan dalam diri kita, alias melihat dan mengimani aneka keutamaan dan nilai-nilai kehidupan yang kita hayati di dalam hidup sehari-hari. Nabi adalah orang yang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Roh Kudus dan masing-masing dari kita sebagai orang beriman memiliki dimensi kenabian dalam diri kita, maka kita juga diharapkan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Roh Kudus, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh Kudus seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Kita lihat dan imani buah-buah Roh tersebut dalam diri kita maupun sesama kita, dan kemudian kita perdalam dan tingkatkan penghayatan buah-buah Roh tersebut di masa adven ini. Salah satu buah Roh yang mungkin baik saya angkat untuk direfleksikan adalah penguasaan diri, mengingat dan memperhatikan menguasai diri sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan. Jika kita tidak mampu menguasai diri dengan baik , maka berrelasi dengan orang lain kita pasti akan menindas atau melecehkan, sebaliknya jika kita dapat menguasai diri dengan baik, maka berrelasi dengan orang lain akan melayani dan membahagiakan. Hendaknya penguasaan diri ini sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua.

 

"Ya Allah semesta alam, kembalilah kiranya, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Indahkanlah pohon anggur ini, batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu! Kiranya tangan-Mu melindungi orang yang di sebelah kanan-Mu, anak manusia yang telah Kauteguhkan bagi diri-Mu itu, maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu" (Mzm 80:15-16.18-19)

 

Jakarta, 11 Desember 2010


Selasa, 07 Desember 2010

9 Des - Yes 41:13-20; Mat 11:11-15

"Yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya"

(Yes 41:13-20; Mat 11:11-15)

 

"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya. Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya. Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes dan -- jika kamu mau menerimanya -- ialah Elia yang akan datang itu. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" (Mat 11:11-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yohanes Pembaptis memang nabi besar pada zamannya, namun Yesus lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, "yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya". Kita dalam masa adven, masa menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, dan untuk itu kita dipanggil untuk menjadi 'pendengar yang baik', "siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar". Memang dalam masa penantian yang dijiwai pengharapan kita harus mendengarkan segala sesuatu yang terjadi di lingkungan hidup kita sebagai tanda kehadiran Tuhan dalam hidup sehari-hari. Dengan kata lain kita diharapkan memiliki sikap terbuka dan siap siaga agar kita sungguh siap menerima kedatanganNya. Dia yang kita nantikan kedatanganNya ialah Allah 'yang melepaskan kebesaranNya atau ke-AllahanNya dan menjadi manusia sama seperti kita kecuali dalam hal dosa', maka tanda bahwa kita terbuka dan siap sedia menerima kedatanganNya antara lain kita juga harus berani 'melepaskan aneka kebesaran atau atribut' yang dikenakan pada kita atau kita miliki. Marilah kita angkat dan utamakan dalam penghayatan hidup dan cara bertindak kita apa yang sama di antara kita, yaitu sama-sama manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Jika kita dapat menghayati apa yang sama di antara kita ini dengan mendalam, maka berarti kita siap sedia menerima kedatanganNya. Kami berharap kepada mereka yang memiliki kelekatan tak teratur pada harta benda/uang, pangkat/kedudukan/jabatan maupun kehormatan duniawi untuk bertobat dan memperbahaui diri, sehingga menjadi orang yang lepas bebas. Sikap lepas bebas dan tak memiliki kelekatan tak terhatur pada ciptaan-ciptaan lain di dunia inilah yang harus kita perdalam, perteguh dan sebar-luaskan.  


·   "Aku akan membuat sungai-sungai memancar di atas bukit-bukit yang gundul, dan membuat mata-mata air membual di tengah dataran; Aku akan membuat padang gurun menjadi telaga dan memancarkan air dari tanah kering. Aku akan menanam pohon aras di padang gurun, pohon penaga, pohon murad dan pohon minyak; Aku akan menumbuhkan pohon sanobar di padang belantara dan pohon berangan serta pohon cemara di sampingnya, supaya semua orang melihat dan mengetahui, memperhatikan dan memahami, bahwa tangan TUHAN yang membuat semuanya ini dan Yang Mahakudus, Allah… , yang menciptakannya" (Yes 41:18-20). Apa yang dikatakan oleh Yesaya sebagaimana saya kutipkan di atas ini merupakan sesuatu yang membesarkan hati umat terpilih dalam rangka menuju tanah terjanji atau menantikan kedatangan Penyelamat Dunia. Maka marilah kita dalam rangka menantikan kedatangan Penyelamat Dunia mawas diri: dalam keadaan, situasi atau kondisi apapun hendaknya kita tetap berharap dan bergairah. Harapan dan kegairahan kita akan membuat hati, jiwa, akal budi dan tubuh kita segar, sehat wal'afiat, dan dengan demikian kita senantiasa dalam keadaan siap sedia untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia. Kedatangan Tuhan, Penyelamat Dunia, ini bagi kita juga berarti kematian kita atau saat kita dipanggil Tuhan. Hendaknya kita juga senantiasa mengusahakan hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan setiap hari, artinya senantiasa hidup baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga sewaktu-waktu dipanggil Tuhan kita tidak takut dan gentar, melainkan dengan penuh senyum siap dipanggil Tuhan alias meninggal dunia, karena dengan demikian akan hidup mulia selama-lamanya di sorga, yang suasananya antara lain sebagaimana digambarkan dalam kutipan di atas. Marilah kita hayati bahwa masa depan kita sungguh cerah dan menggembirakan, hendaknya tidak takut dan gentar menghadapi masa depan. Untuk itu hendaknya apa yang ada dihadapan anda saat ini sungguh dikerjakan sebaik mungkin jika itu pekerjaan, sedangkan kalau yang ada di depan kita adalah manusia marilah kita kasihi dalam keadaan atau situasi apapun.

 

"TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu. Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan"

(Mzm 145:9-13b)

Jakarta, 9 Desember 2010


Hari Raya SP Maria Dikanding Tanpa Dosa - Kej 3: 9-15.20; Ef 1:3-6.11-12; Luk 1:26-38

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."

HR SP MARIA DIKANDUNG TANPA DOSA: Kej 3: 9-15.20; Ef 1:3-6.11-12; Luk 1:26-38

 

"Dalam perkembangan sejarah, Gereja menjadi sadar bahwa Maria 'dipenuhi dengan rahmat' oleh Allah (Luk 1:28) sudah ditebus sejak ia dikandung. Dan itu diakui oleh doga 'Maria dikandung tanpa noda dosa' , yang diumumkan pada tahun 1854 oleh Paus Pius IX. Bahwa Maria 'sejak saat pertama ia dikandung, dikaruniai cahaya kekudusan yang istimewa' (LG 56) hanya terjadi berkat jasa Kristus: 'Karena pahala Puteranya ia ditebus secara lebih unggul' (LG 53). Lebih dari pribadi tercipta mana pun Bapa 'memberkati dia dengan segala berkat RohNya oleh persekutuan dengan Kristus di dalam sorga' (Ef 1:3). Allah telah memilih dia sebelum dunia dijadikan, supaya ia kudus dan tidak bercacat di hadapanNya" (Kamus Gereja Katolik no 491-492). Kutipan ini kiranya baik menjadi pegangan atau acuan kita dalam rangka mengenangkan pesta SP Maria Dikandung Tanpa Dosa.

 

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."  (Luk 1:38) 

 

Jawaban SP Maria atas panggilan Tuhan melalui malaikat sebagaimana saya kutipkan di atas ini kiranya sungguh merupakan jawaban luar biasa. Secara manusiawi kita dapat membayangkan bagaimana seorang perawan tiba-tiba mengandung, padahal belum bersuami, atau seorang gadis/perawan dengan sungguh dan tulus ikhlas dihamili oleh seorang laki-laki; aneka kritik, cemoohan dan kemarahan pasti akan tertuju kepadanya. Memang sungguh mujizat dan luar biasa bahwa SP Maria dengan rendah hati menerima panggilan atau tugas pengutusan dari Tuhan untuk mengandung karena Roh Kudus dan melahirkan Sang Penyelamat Dunia, yang dinantikan kedatangan atau kelahiranNya oleh banyak orang. SP Maria adalah teladan umat beriman, maka marilah kita renungkan jawaban SP Maria atas panggilan Tuhan tersebut.

 

"Hamba Tuhan"  adalah orang yang sungguh taat dan setia pada kehendak Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun. Sebagai umat beriman kita juga memiliki dimensi kehambaan dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, demikian juga hamba Tuhan, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Jika kita sungguh mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan berarti kita hidup suci tanpa noda dosa: diri kita dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai atau nikmati saat ini kita persembahkan seutuhnya kepada Tuhan. Aneka harta benda atau uang, kekerampilan, kecakapan, kecantikan, ketampanan dst.. menjadi sarana atau wahana untuk berbakti kepada Tuhan; semakin kaya akan harta benda/uang, semakin pandai, semakin berpengalaman, semakin tambah usia dst. berarti semakin suci, semakin berbakti kepada Tuhan melalui sesamanya dimanapun dan kapanpun.

 

Orang beriman yang sungguh menghayati dimensi kehambaan kiranya juga dapat menjadi teladan bagi sesamanya di lingkungan hidupnya. Segala macam jenis sapaan, sentuhan, kritik, tegoran atau perlakuan dari orang lain dihayati sebagai kasih Tuhan, dan ditanggapi dengan penuh kasih dan syukur. Maka sungguh beriman dan menghayati kehambaan berarti hidup penuh syukur dan terima kasih, tidak pernah mengeluh, menggerutu atau marah. "Jadilah padaku menurut perkataanmu"  menjadi pegangan atau pedoman menanggapi kata-kata orang lain, entah itu enak atau tidak enak. Orang lain memberi pujian maka kita bersyukur, orang lain mengritik dan marah maka kita dengan rendah hati mawas diri, orang lain memberi tahu maka kita laksanakan atau jalankan dst… Dengan demikian cara hidup dan cara bertindak orang beriman yang menghayati dimensi kehambaan dimanapun dan kapanpun menjadi warta gembira, menarik, memikat dan mempesona, mendorong orang lain untuk semakin berbakti kepada Tuhan, hidup melayani sesamanya.

 

"Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya." (Ef 1:3-6)

Pujian syukur Paulus, sebagaimana saya kutipkan di atas ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama. Kutipan di atas ini rasanya senada dengan apa yang ditulis oleh St.Ignatius Loyola di dalam Latihan Rohani (Azas Dasar), yaitu bahwa 'manusia diciptakan untuk memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan…demi keselamatan jiwanya..dan menggunakan segala ciptaan lainnya untuk membantu mengusahakan tujuan tersebut, yaitu keselamatan jiwa'.  Sejak semula kita dipilih dan diharapkan kudus dan tak bercacat di hadapan Tuhan.

 

Ketika kita masih berada di rahim ibu atau bayi kiranya kita sungguh kudus dan tak bercacat di hadapan Tuhan. Kehadiran dan keberadaan kita sebagai bayi mungil sungguh menarik, memikat dan mempesona. Namun sungguh sayang ketika kita menjadi dewasa semuanya itu pudar kena erosi, dengan kata lain kita kurang atau tidak kudus lagi serta penuh dengan cacat dan cela. Tambah usia dan pengalaman berarti bertambah pula dosa dan kekurangan maupun kelemahan. Meskipun demikian kita tetap dikasihi oleh Tuhan, maka baiklah kami ingatkan bahwa semakin tambah usia dan pengalaman hendaknya berusaha semakin rendah hati, karena juga semakin menerima lebih banyak kasih pengampunan atau kemurahan hati Tuhan.

 

Sebagai yang terpilih dan dikasihi memang tak akan lepas dari aneka macam tantangan atau masalah serta hambatan, sebagaimana telah dilihat atau diramalkan oleh penulis Kitab Kejadian, yaitu "Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya." (Kej 3:15). Ular adalah lambing kelicikan dan perempuan lambang kasih atau kerahiman (ingat perempuan memiliki rahim dan didalam rahim tumbuh berkembang buah kasih). Kelicikan berlawanan dengan kasih atau kerahiman itulah yang terjadi alam kehidupan bersama kita masa kini, atau kelicikan berlawanan dengan ketulusan atau kesucian hati. Memang licik tetapi tidak tulus atau tidak suci pasti akan merusak dan menghancurkan, sementara tulus atau suci tetapi kurang licik mungkin kurang berbuah, maka hemat saya untuk masa kini kelicikan dan ketulusan atau kesucian hati perlu disatukan atau diintegrasikan, sebagai penghayatan sabda Yesus "Hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." (Mat 10:16). Semoga dengan mengenangkan pesta SP Maria Dikandung Tanpa Dosa hari ini kita semakin menjadi cerdas secara spiritual.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!" (Mzm 98:1-4)

 

Jakarta, 8 Desember 2010

   

 


Minggu, 05 Desember 2010

7 Des - Yes 40:1-11; Mat 18:12-14

"Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak ini hilang."

(Yes 40:1-11; Mat 18:12-14)

 

"Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang." (Mat 18:12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Ambrosius, uskup dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kita semua, manusia diciptakan oleh Allah, berasal dari Allah dan diharapkan kembali kepada Allah setelah meninggal dunia atau dipanggil Tuhan. Maka baiklah di masa adven ini kita mawas diri perihal kebersamaan hidup kita masing-masing: keluarga, masyarakat, tempat kerja dst..: apakah ada di antara kita kurang atau tidak berkumpul dengan kita dalam aneka kesempatan seperti makan bersama, pertemuan, rekreasi dst… Pengalaman dan pengamatan kami jika ada anggota keluarga atau komunitas atau paguyuban jarang atau bahkan tidak pernah bertemu dan curhat dengan saudara-saudarinya berarti yang bersangkutan berada dalam bahaya perihal panggilan dan tugas pengutusannya. Ada kemungkinan yang bersangkutan tersesat, namun tidak merasa dirinya tersesat. Maka baiklah jika ada saudara atau saudari kita yang demikian itu hendaknya segera diingatkan untuk berkumpul dan bercurhat dengan saudara-saudarinya dalam berbagai kesempatan yang ada. Sekiranya secara phisik atau langsung sulit dilakukan baiklah kita doakan,dengan kata lain di masa adven ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua untuk mendoakan saudara-saudari kita yang 'tersesat', dan jika mungkin mereka kita datangi dan ajak untuk kembali ke jalur atau cara hidup yang benar, sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusannya. Marilah kita semua menyadari dan menghayati bahwa pada dirinya manusia itu bersifat sosial, maka tak mungkin hidup bahagia atau damai-sejahtera jika hidup menyendiri. Sosial dari akar kata bahasa Latin socius yang antara lain berarti teman, maka bersifat sosial berarti senantiasa berteman dengan sesamanya dan membangun kehidupan bersama dalam suatu komunitas atau keluarga.


·   "Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN sendiri telah mengatakannya."(Yes 40:3-5). Padang gurun adalah tempat banga terpilih mengarungi perjalanan menuju tanah terjanji. Di padang gurun mereka harus menghadapi aneka tantangan dan masalah, maka  ada di antara mereka cukup banyak yang tidak sampai ke tanah terjanji, antara lain termasuk Musa yang sempat ragu-ragu di dalam perjalanannya. Dengan kata lain kutipan dari kitab Yesaya di atas kiranya juga merupakan suatu ajakan bagi kita semua untuk mawas diri: apakah melalui cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun merupakan persiapan untuk menuju 'tanah terjanji', hidup mulia kembali di sorga setelah dipanggil Tuhan nanti. Dengan kata lain apakah kita senantiasa berujud lurus dalam aneka macam langkah dan tindakan kita alias jujur, disiplin, setia dan taat. Hidup jujur dan disiplin pada masa kini hemat saya sungguh merupakan salah satu bentuk penghayatan iman yang harus kita hayati dan sebar-luaskan. Pertama-tama dan terutama marilah kita jujur terhadap diri sendiri serta disiplin diri; jika kita tidak mungkin jujur terhadap diri sendiri serta  disiplin diri maka mustahil kita mengajak orang lain jujur serta disiplin. Memang hidup jujur dan disiplin pada umumnya butuh keteladanan dari mereka yang berpengaruh dan hidup maupun kerja bersama, maka dengan ini kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam kehidupan atau kerja bersama dapat menjadi teladan dalam hal jujur dan disiplin. Secara khusus kami berharap kepada para pengguna jalan, entah pengendara sepeda motor, sopir maupun pejalan kaki untuk jujur dan disiplin di jalanan, sebagai tanda dan harapan bahwa kita akan selamat sampai tujuan masing-masing.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa." (Mzm 96:1-3)

 

Jakarta, 7 Desember 2010


6 Des - Yes 35:1-10; Luk 5:17-26

"Apakah yang kamu pikirkan dalam hatimu?"

(Yes 35:1-10; Luk 5:17-26)

 

"Pada suatu hari ketika Yesus mengajar, ada beberapa orang Farisi dan ahli Taurat duduk mendengarkan-Nya. Mereka datang dari semua desa di Galilea dan Yudea dan dari Yerusalem. Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit. Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya di hadapan Yesus. Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni." Tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berpikir dalam hatinya: "Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?" Akan tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu pikirkan dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, dan berjalanlah? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" -- berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu --: "Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan seketika itu juga bangunlah ia, di depan mereka, lalu mengangkat tempat tidurnya dan pulang ke rumahnya sambil memuliakan Allah. Semua orang itu takjub, lalu memuliakan Allah, dan mereka sangat takut, katanya: "Hari ini kami telah menyaksikan hal-hal yang sangat mengherankan." (Luk 5:17-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


·   Orang Farisi dan ahli Taurat tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, Mesias yang dijanjikan dan telah lama ditunggu kedatanganNya, maka ketika Yesus mengampuni dosa orang yang sakit mereka berpikiran jahat. Sakit dan sehat erat kaitannya dengan dosa, mereka yang mudah jatuh sakit kiranya harus menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa, sedangkan mereka yang sehat kami berharap senantiasa berpikiran positif ketika ada orang yang membantu mereka yang berdosa, sakit atau menderita. Maka baiklah di masa adven ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri perihal apa yang setiap hari kita pikirkan. Cara hidup dan cara bertindak kita sangat tergantung pada apa yang sedang kita pikirkan, maka baiklah sebagai umat beriman kita senantiasa berpikiran baik atau positif, dengan kata lain senantiasa berusaha mendengarkan dan melihat karya Roh dalam hidup sehari-hari, dalam diri manusia, tanaman, binatang maupun aneka macam peristiwa., sehingga kita juga dapat berkata "Hari ini kami telah menyaksikan hal-hal yang sangat mengherankan" Dengan sikap dan pikiran macam itu berarti kita juga siap sedia untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, di hari Natal yang akan datang.


·    "Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!"(Yes 35:4), demikian peringatan Yesaya kepada saudara-saudarinya, kepada kita semua umat beriman. Hidup dan bertindak baik pada masa kini memang sarat dengan tantangan, hambatan maupun masalah, maka hendaknya tidak takut menghadapi semuanya itu. "Ia sendiri datang menyelamatkannya", inilah yang hendaknya kita renungkan dan hayati dalam menghadapi aneka macam masalah, tantangan dan hambatan. Dengan kata lain bersama dan bersatu dengan Tuhan kita pasti akan mampu mengatasi aneka masalah, tantangan dan hambatan; bersama dan bersatu dengan Tuhan antara lain senantiasa berpikiran positif sebagaimana saya katakana diatas. Sikap dan hayati aneka tantangan, hambatan dan masalah sebagai sarana atau wahana untuk semakin mempertebal, meneguhkan dan memperdalam iman kita kepada Tuhan. Sebagaimana emas murni tidak terbakar atau hancur karena api yang panas, demikian juga bersama dan bersatu dengan Tuhan tak akan tergoyahkan oleh aneka macam masalah, tantangan dan hambatan, melainkan masalah, tantangan dan hambatan semakin meneguhkan iman kita kepada Tuhan. Janganlah takut menghadapi aneka macam masalah, tantangan dan hambatan. Takut menghadapi tantangan, masalah dan hambatan tidak akan tumbuh berkembang menjadi pribadi dewasa dalam hal iman atau cerdas secara spiritual. Kami berharap sikap positif sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu saja keteladanan orangtua sungguh dibutuhkan. Hendaknya dibangun dan diperdalam sikap positif satu sama lain antar anggota keluarga.

 

"Sesungguhnya keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan" (Mzm 85:10-14).

Jakarta, 6 Desember 2010