"Anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula" (Kej 27:1-5.15-19; Mat 9:14-17) " Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya." (Mat 9:14-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta Hati Tersuci SP Maria hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · SP Maria merupan pioneer Perjanjian Baru, pribadi yang dipilih oleh Allah dalam rangka mewujudkan janji Allah untuk menyelamatkan umat manusia di seluruh dunia. Hari ini kita kenangkan hatinya yang tersuci, sehari setelah mengenangkan Hati Kudus Yesus. SP Maria adalah teladan umat beriman, maka marilah kita sebagai umat beriman meneladannya, antara lain dengan memperbaharui hati kita agar semakin suci. Dalam perjalanan hidup, tugas dan panggilan kita masing-masing, kita telah menerima aneka siraman rohani (nasihat, tegoran, perintah, ajaran, kritik dst..), yang menurut saya berfungsi untuk memperbaharui cara hidup dan cara bertindak kita, sehingga hati kita juga semakin suci. Maka sabda Yesus agar 'anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula', hendaknya difahami dan dihayati sebagai peringatan atau ajakan bagi kita semua untuk memperbaharui diri terus menerus, senantiasa siap berubah, tentu saja berubah semakin baik, suci dan berbudi pekerti luhur, sehingga semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia. Ingatlah dan sadari bahwa apa yang abadi alias terus-menerus terjadi, tumbuh dan berkembang di dunia ini adalah perubahan, maka siapapun yang tidak siap sedia berubah pasti terlindas dan loyo. Kami berharap agar aneka sentuhan, sapaan dan perhatian dari orang lain disikapi dan dihayati sebagai kasih atau perhatian Allah, dan hendaknya tidak lewat begitu saja melalui diri kita, melainkan direnungkan dan diresapkan dalam-dalam, sehingga memperbaharui cara hidup dan cara bertindak kita. Marilah kita sebagai sahabat-sahabat Yesus, yang berarti juga menjadi putera-puteri SP Maria, meneladan ketaatan dan kesetiaan iman SP Maria, yang dijiwai dengan luapan hati tersuci, yaitu "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Luk 1:38). Semoga aneka perkataan saudara-saudari kita, sebagai wujud kasih sungguh terjadi dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. · "Maka sekarang, ambilllah senjatamu, tabung panah dan busurmu, pergilah ke padang dan burulah bagiku seekor binatang; olahlah bagiku makanan yang enak, seperti yang kugemari, sesudah itu bawalah kepadaku, supaya kumakan, agar aku memberkati engkau, sebelum aku mati" (Kej 27:3-4), demikian kata Iskak yang telah lanjut usia, hampir mati, kepada anaknya, Esau. Apa yang dikatakan dan akan dilakukan oleh Iskak ini kiranya dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi para orangtua maupun anak-anaknya. Anak-anak adalah rahmat atau berkat Tuhan, maka hendaknya orangtua senantiasa memberkati dengan sepenuh hati kepada anak-anaknya, mewariskan semuanya kepada anak-anak, sedangkan anak-anak hendaknya bersyukur dan berterima kasih dengan melakukan apa yang baik bagi orangtuanya. Hemat saya apa yang baik bagi orangtua, sebagaimana sering dikatakan oleh orang Jawa, yaitu "mikul dhuwur, mendhem jero asmane wong tuwo", yang berarti menjunjung tinggi dan menghormati orangtua dengan sepenuh hati, sehingga orangtua sungguh berbahagia melihat anak-anaknya. Kebahagiaan sejati orangtua hemat saya ada pada keberhasilan atau kesuksesan anak-anak, yang tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, berbudi pekerti luhur, bermoral, sehingga semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya. Maka dengan ini kami berharap kepada anak-anak untuk tidak mengewakan orangtua, semoga di masa tua orangtua kita masing-masing, kita sebagai anak sungguh dapat menjadi hiburan yang membahagiakan bagi orangtua. Marilah kita hayati aneka macam nasihat, petuah dan saran dari orangtua kita masing-masing, kita tanggap dambaan dan kerinduan orangtua, yang tidak lain agar anak-anak tumbuh berkembang menjadi pribadi dewasa dalam iman. "Pujilah nama Tuhan, pujilah, hai hamba-hamba Tuhan, hai orang-orang yang datang melayani di rumah Tuhan, di pelataran rumah Allah kita! Pujilah Tuhan, sebab Tuhan itu baik, bermazmurlah bagi namaNya, sebab nama itu indah!" (Mzm 135:1-3) Ign 2 Juli 2011
|
Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id
Jumat, 01 Juli 2011
2 Juli - Kej 27:1-5.15-19; Mat 9:14-17
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 16.34 0 komentar
Kamis, 30 Juni 2011
1 Juli - HR HATI YESUS YANG MAHAKUDUS: Ul 7:6-11; 1Yoh 4:7-16; Mat 11:25-30
"Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil"
HR HATI YESUS YANG MAHAKUDUS: Ul 7:6-11; 1Yoh 4:7-16; Mat 11:25-30
Sebut saja namanya "Netrahartana", nama samara. Ia adalah orang kaya, sarjana yang dikenal cukup bijak dan pandai dalam rangka mengelola perusahaannya, sehingga ia semakin kaya juga. Pada suatu saat ia memiliki hajat untuk menikahkan anaknya, maka ia berusaha agar peristiwa pernikahan ini sungguh mengesan dan mendapat pujian dari siapapun, mengingat dan memperhatikan ia sendiri menjadi orang yang terpandang di masyarakat. Upacara saling menerima Sakramen Perkawinan diselenggarakan di gereja katedral, penuh semarak dan gemerlapan. Mereka yang menghadiri upacara di katedral pun memenuhi gedung gereja itu, dan memang relasi-relasinya adalah orang-orang kaya dan pejabat. Tak kalah semarak dan mengagumkan pesta ramah-tamah juga diselenggarakan besar-besaran dengan menyewa gedung pertemuan yang besar full AC. Juga dihitung secara nominal dalam rupiah, kiranya tidak kurang dari satu milyard rupiah dana yang dialokasikan untuk upacara pernikahan tersebut. Orang pandai dan bijak memang lebih mengandalkan otaknya daripada hatinya, apalagi mereka juga kaya akan harta benda atau uang, sementara itu hidup beriman atau perihal Kerajaan Allah lebih erat kaitannya pada hati daripada otak. Maka marilah dalam rangka mengenangkan pesta Hati Yesus Yang Mahakudus hari ini kita mawas diri perihal keimanan kita.
"Aku bersyukur kepadaMu Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil" (Mat 11:25)
Mereka yang tergolong atau termasuk kecil, miskin, bodoh dan berkekurangan pada ummnya lebih memiliki krterbukaan dan kerendahan hati daripada yang besar, kaya, pandai dan berlebihan, lebih-lebih ketika mereka didekati atau disapa dengan dan dalam cintakasih. Sebagai contoh adalah anak kecil/bayi atau binatang kecil/yang baru saja lahir Anak kecil/bayi ketika didekati atau diperlakukan dalam dan oleh kasih siapapun pasti akan menyerahkan diri seutuhnya tanpa takut atau was-was. Demikian juga orang-orang miskin atau rakyat kecil ketika diminta bantuannya pasti dengan siap dan ceria menanggapinya. Orang-orang desa atau pelosok pada umumnya juga hidup dalam persaudaraan sejati, yang antara lain nampak dalam gotong-royong atau bekerja bersama membuat rumah, memperbaiki jalan dst, tanpa dibayar atau diberi imbal jasa.
Saya pribadi memiliki pengalaman yang begitu mengesan dan menyentuh, yaitu ketika ditabiskan menjadi imam. Pastor paroki saya hadir dalam tahbisan saya, dan dalam ramah-tamah ia bertanya kepada saya: "Nanti mau misa pertama di gereja paroki atau di kapel stasi anda?". "Di kapel stasi saja", jawaban saya singkat. "Kapel stasimu sedang dalam perbaikan dan belum selesai", tanggapan pastor paroki. "Tidak apa-apa", reaksi saya. Misa perdana bagi umat paroki saya akan saya laksanakan satu minggu setelah tahbisan. Suatu peristiwa yang mengesan bagi saya: umat lingkungan desa saya begitu tahu bahwa saya akan misa perdana di kapel stasi, maka seluruh umat, tua-muda, besar-kecil, bergotong-royong selama enam hari untuk menyelesaikan perbaikan kapel. Mereka kerja dari pagi sampai sore hingga selesailah perbaikan kapel tersebut. Mereka adalah buruh harian sebagai pekerjaan mereka, yang menjadi sumber nafkah sehari-hari keluarga. Maka ketika enam hari bergotong-royong berarti enam hari tak memperoleh gaji atau pendapatan, melainkan seluruh tenaga mereka persembahkan untuk perbaikan kapel. Kami merasa mereka sungguh meneladan janda miskin, yang menyerahkan seluruh nafkahnya atau pribadinya.
Kami merasa dan mengalami bahwa mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan lebih kaya akan perhatian terhadap sesamanya, dengan kata lain hatinya lebih berperan daripada otaknya. "Marilah datang kepadaKu, mereka yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang, dan belajarlah dari padaKu, karena hatiKu lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan" (Mat 11: 28-29), demikian sabda Yesus. Marilah sabdaNya ini kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari. Kita semua dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan lemah lembut dan rendah hati, keutamaan dasar dan utama bagi umat beriman. Ketenangan jiwa dan lemah lembut serta rendah hati bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Orang yang lemah lembut dan rendah hati akan semakin tenang jiwanya, sebaliknya orang yang tenang jiwanya akan semakin lemah lembut dan rendah hati. Marilah belajar pada Hati Yesus yang terluka atau ditusuk oleh tombak serta kemudian dari HatiNya keluar air dan darah segar, lambang kehidupan dan keceriaan atau kebahagiaan. Bervosi atau berbakti kepada Hati Kudus Yesus berarti dari hati kita keluar apa yang menghidupkan dan menyegarkan, dan secara konkret semua sepak terjang, kesibukan atau pelayanan kita senantiasa menghidupkan dan menyegarkan orang lain. Berdevosi kepada Hati Kudus Yesus berarti hidup dengan penuh syukur dan terima kasih.
"Saudara-saudaraku, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah, dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1Yoh 4:7-8)
Sapaan atau peringatan dari Yohanes ini sungguh baik untuk kita renungkan dan hayati. Masing-masing dari kita diciptakan/diadakan dalam cintakasih, yaitu cinta kasih orangtua kita masing-masing, dan bapak-ibu kitapun juga saling menhayati diri sebagai kasih atau anugerah Allah, demikian juga kita yang telah dikandung dan dilahirkan oleh ibu kita masing-masing adalah buah kasih atau yang terkasih. Ajakan Yohanes di atas ini dengan mudah dapat kita hayati atau laksanakan jika masing-masing dari kita menyadari dan menghayati diri sebagai yang terkasih atau buah kasih.
Kasih kiranya berpusat dalam hati kita masing-masing, maka saling mengasihi berarti saling memperhatikan atau saling mempersembahkan isi hati masing-masing, yang secara konkret berani mencurahkan atau memboroskan waktu dan tenaga bagi yang kita kasihi. Bukankah ketika hati terluka orang menjadi lemah lesu, loyo dan frustrasi, sebaiknya ketika lukanya tertusuk oleh cintakasih, maka yang bersangkutan berbunga-bunga, ceria, bergairah, sebagai tanda bahwa Allah hidup dan berkarya dalam dirinya yang lemah dan rapuh. Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua atau bapak itu untuk tidak pelit saling memboroskan waktu dan tenaga bagi pasangannya, dan kemudian bersama-sama memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anak yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Kami berharap juga kepada siapapun yang berpengaruh di dalam kehidupan bersama untuk dapat menjadi telah saling mengasihi, memboroskan waktu dan tenaga bagi saudara-saudarinya atau mereka yang menjadi tanggungjawabnya untuk dilayani. Ingat dan sadari bahwa melayani memang harus memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dilayani. Secara khusus bagi berharap kepada rekan-rekan imam, bruder dan suster, yang telah berserah-setia kepada Allah, dapat menjadi teladan dalam pemborosan waktu dan tenaga bagi umat yang dilayani maupun beban pekerjaan yang diberikan oleh atasan kepada anda semua. "Allah adalah kasih", demikian peringatan Yohanes, maka sebagai orang beriman, yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dipanggil untuk saling mengasihi, karena Allah mengusai dan merajai diri kita yang lemah dan rapuh ini. Hati adalah symbol kasih, maka berdevosi kepada Hati Kudus Yesus berarti saling mengasihi, sehingga dari cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa berbuah apa yang menghidupkan dan menggairahkan orang lain.
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah namaNya yang kudus, hai batinku! Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah melupakan segala kebaikanNya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu. Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat" (Mzm 103:1-4)
Ign 1 Juli 2011
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 15.45 0 komentar
Rabu, 29 Juni 2011
30 Juni - Kej 22:1-19; Mat 9:1-8)
"Mengapa kamu memikirkan hal jahat di dalam hatimu?"
(Kej 22:1-19; Mat 9:1-8)
" Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni." Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: "Ia menghujat Allah." Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: "Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" --lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan orang itupun bangun lalu pulang. Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia." (Mat 9:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Irihati memang dapat berbuahkan pikiran jahat dalam hati, itulah yang terjadi dalam diri ahli-ahli Taurat ketika Yesus menyembuhkan orang lumpuh dengan mengampuni dosanya. Para ahli Taurat kiranya tak mampu melakukan hal itu, maka dalam hati mereka menuduh Yesus 'menghujat Allah', karena mereka juga tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Baiklah kami mengajak kita semua untuk mawas diri apakah kita juga sering berpikiran jahat ketika ada orang melakukan apa yang baik, sementara kita sendiri malas melakukannya. Yesus datang ke dunia untuk mengampuni dosa manusia, maka marilah kita, yang beriman kepadaNya, meneladanNya. Jika masing-masing dari kita dengan jujur mawas diri kiranya akan mengetahui dan menyadari bahwa kita adalah pendosa yang telah menerima kasih pengampunan Allah secara melimpah ruah melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan dan mengasihi kita, terutama orangtua kita masing-masing. Ketika kita bersalah dibiarkan saja alias diampuni, maka selayaknya kita kemudian memuliakan Allah sebagaimana dilakukan orang banyak setelah melihat si lumpuh dapat berjalan karena kasih pengampunan Allah. Kasih pengampunan memang dapat membuat mereka yang lumpuh dapat berjalan normal. Marilah lumpuh ini tidak hanya kita fahami sacara phisik melulu, tetapi juga secara social, emosional maupun spiritual, misalnya mereka yang lesu, loyo, frustrasi, takut, ragu-ragu dst.. Hemat saya mereka menjadi demikian itu karena kurang kasih pengampunan, maka marilah kita salurkan kasih pengampunan Allah kepada mereka itu. Ingatlah dan sadari bahwa tanaman atau binatang dapat hidup, tumbuh dan berkembang karena perawatan atau pemeliharaan yang dijiwai oleh kasih pengampunan, maka selayaknya kita saling merawat dan memelihara dengan kasih pengampunan juga agar kita semua dapat berjalan normal, artinya fungsional dan optimal dalam lingkungan hidup sesuai dengan kemampuan, keterampilan, kesempatan dan kemungkinan yang ada.
· "Jangan kau bunuh anak itu, dan jangan apa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan menyerahkan anakmu yang tunggal kepadaKu" (Kej 22:12), demikian kata malaikat, utusan Allah, kepada Abraham, bapa umat beriman Anak adalah anugerah Allah, maka selayaknya kemudian dipersembahkan kembali kepada Allah, sesuai dengan kehendak Allah, itulah iman Abraham. Marilah kita meneladan bapa Abraham. Mungkin kita tidak akan menerima perintah Allah sebagaimana diperintahkan kepada Abraham, maka baiklah saya mengajak anda semua, khususnya para bapak-ibu atau orangtua, untuk 'mempersembahkan anak yang dianugerahkan Allah kepada Allah'. Secara konkret hal itu antara lain berarti hendaknya anak-anak dibina dan dididik agar tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, berbudi pekerti luhur, unggul dalam kehidupan moral. Akan menjadi apakah anak nanti ketika dewasa terserah kepada kehendak Allah atau panggilan Allah, dan sekiranya mereka terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster, hendaknya dengan rela dan tulus hati mendukungnya sebagaimana dilakukan oleh Abraham. Sekiranya ia mau hidup berkeluarga, dukunglah agar menjadi suami-isteri yang senantiasa berbakti kepada Allah. Ingatlah dan hayati bahwa anak diciptakan atau diadakan dalam dan oleh kasih serta kebebasan, maka hendaknya anak dididik dan didampingi terus menerus dalam kasih dan kebebasan, maka kami berharap para orangtua tidak dengan mudah memproyeksikan diri begitu saja kepada anak-anaknya, artinya orangtua sebagai pedagang atau pengusaha, maka anak-anak kelak juga harus menjadi pedagang atau pengusaha, dst.. Yang penting dan utama anak-anak kita didik dan bina sebaik mungkin, akan menjadi apakah mereka nanti terserah kepada kehendak Allah.
"Allah kita di sorga, Ia melakukan apa yang dikehendakiNya. Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia" (Mzm 115:3-4)
Ign 30 Juni 2011
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 01.13 0 komentar
29 Juni - HR ST PETRUS DAN ST PAULUS: Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19
"Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk"
HR ST PETRUS DAN ST PAULUS: Kis 12:1-11; 2Tim 4:6-8.17-18; Mat 16:13-19
Kalau tinggal di rumah/komunitas terus menerus alias jarang bepergian dianggap tidak punya pekerjaan, sebaliknya kalau jarang di rumah alias senantiasa bepergian dianggap tidak krasan, itulah anggapan atau penilaian sementara orang terhadap yang jarang pergi dan selalu bepergian. Hari ini kita kenangkan dua tokoh Gereja Purba, Petrus dan Paulus, yang berbeda satu sama lain dalam hal kepribadian, tugas pelayanan/kesibukan. Petrus sebagai wakil Kristus, pemimpin Gereja Kristus, tinggal dan bertahta di Roma, sementara itu Paulus bepergian terus menerus, berkeliling dunia. Didalam Gereja kita kenal apa yang disebut hirarki dan karisma, yaitu mereka yang bertugas dalam kepemimpinan Gereja dan mereka yang terpanggil secara khusus untuk mewartakan Kabar Baik ke seluruh dunia, yang secara konkret adalah Paus/Uskup/Pastor Paroki dan Anggota Lembaga Hidup Bakti, yang memiliki karisma tertentu. Berbeda fungsi tetapi satu tugas perutusan, itulah yang terjadi, dan diharapkan perbedaan ini tidak menjadi hambatan melainkan merupakan kekuatan untuk bersama-sama mengemban tugas pengutusan dari Yesus dalam mewartakan Kabar Baik ke seluruh dunia. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan St.Petrus dan Paulus ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri dalam hal bekerjasama menghayati panggilan dan melaksanakan tugas pengutusan.
"Ikatlah pinggangmu dan kenakanlah sepatumu…Kenakanlah jubahmu dan ikutilah aku" (Kis 12:8)
Kutipan di atas ini adalah kata malaikat kepada Petrus, yang di dalam penjara karena kesetiaan imannya, dan merupakan panggilan untuk membebaskan diri dari penjara. Kata-kata tersebut secara inklusif mengindikasikan bahwa itulah jati diri seorang pemimpin Gereja, yaitu: mengikat pinggang, mengenakan sepatu, mengenakan jubah dan mengikuti kehendak Allah. Perintah malaikat ini kiranya boleh menjadi petunjuk tugas panggilan segenap jajaran hirarki dari Paus sampai dengan Pastor Paroki beserta para pembantunya. Maka baiklah saya akan merefleksikan secara sederhana apa yang diperintahkan oleh malaikat tersebut, dan mungkin berguna bagi para gembala umat:
1). Salah satu fungsi ikat pinggang adalah untuk memperindah penampilan tubuh, sehingga menarik dan mempesona bagi orang lain, maka diharapkan sepak terjang dan kehadiran para gembala dimanapun dan kapanpun senantiasa menarik dan mempesona orang lain, sehingga mereka juga tergerak untuk mendekat dan mengasihinya. Tentu saja yang diharapkan menarik dan mempesona dari para gembala bukan tubuh, melainkan cara hidup dan cara bertindak yang baik dan berbudi pekerti luhur, dengan kata lain cara hidup dan cara bertindak para gembala diharapkan dapat menjadi teladan bagi umat Allah khususnya dan masyarakat pada umumnya, sehingga umat Allah dan masyarakat tergerak semakin beriman, semakin suci.
2). Para gembala, khususnya paus dan para uskup pada umumnya kemana-mana bersepatu. Sepatu antara lain berfungsi untuk melindungi telapak kaki, anggota tubuh yang paling bawah, agar tetap bersih dan aman serta sehat. Bolehlah kiranya kalau hal ini kita refleksikan sebagai opsi para gembala, yaitu senantiasa berpihak pada dan bersama dengan mereka yang miskin dan berkekurangan maupun pernyataan para gembala yang menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina. Maka kami berharap kepada mereka yang berfungsi dalam kepemimpinan atau pelayanan umat Allah, di tingkat apapun, untuk senantiasa berpihak pada atau bersama dengan mereka yang miskin dan berkekurangan, agar mereka terangkat dari kemiskinan dan berkekurangannya serta kemudian hidup damai sejahtera baik lahir maupun batin.
3). Jubah adalah lambang kebesaran atau pakaian resmi dan pada umumnya pasti dipakai ketika sedang memimpin ibadat. Dengan kata lain hemat saya salah satu tugas gembala umat adalah pribadi yang begitu penuh devosi kepada ibadat khususnya Perayaan Ekaristi, sebagai puncak ibadat Gereja Katolik. Perayaan Ekaristi merupakan kenangan akan wafat dan kembangkitan Yesus, maka setiap kali merayakan atau berpartipasi dalam Perayaan Ekaristi berarti sekaligus memperbaharui janji baptis, yaitu 'hanya mengabdi Tuhan saja, serta menolak semua godaan setan'
4). "Hanya mengabdi Tuhan saja" kiranya identik dengan perintah untuk "mengikuti kehendak Tuhan". Maka para gembala diharapkan sungguh taat dan setia pada kehendak Tuhan serta menjadi teladan bagi yang digembalakannya. Kehendak Tuhan antara lain menjadi nyata dalam kehendak baik umat atau sesama manusia, maka selayaknya para gembala melayani umat atau sesama manusia agar mereka hidup bahagia dan damai sejahtera. Untuk itu para gembala diharapkan senantiasa siap sedia mendengarkan suka-duka umat dengan rendah hati, serta kemudian menanggapinya dengan sepenuh hati.
"Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya" (2Tim 4:17)
Kutipan di atas ini kiranya merupakan kesaksian iman Paulus sebagai rasul agung yang berkeliling ke seluruh dunia, maka selayaknya menjadi permenungan atau refleksi bagi segenap anggota lembaga hidup bakti khususnya dan umat Allah pada umumnya, yang memiliki charisma untuk 'memberitakan Injil/kabar baik' kepada manusia seluruh dunia atau warga masyarakat sekitarnya. Maka perkenankan pertama-tama saya mengajak berrefleksi pada segenap anggota lembaga hidup bakti atau religius dan kemudian segenap umat Allah, yang beriman kepada Yesus Kristus:
1). "Kerasulan semua religius pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat" (KHK kan 673). Dibaktikan berarti dipersembahkan atau disisihkan sepenuhnya kepada Tuhan, sehingga para religius layak disebut sebagai sahabat-sahabat Tuhan. Cara hidup dan cara bertindaknya secara pribadi maupun hidup bersama dalam komunitas pada dirinya sendiri bersifat misioner, maka kami berharap komunitas-komunitas hidup bakti/membiara hendaknya sungguh mempesona, menarik dan memikat sehingga siapapun tergerak untuk mendekat dan mendatangi. Dengan kata lain komunitas biara hendaknya bercirikhas 'welcome'/selamat datang keapda siapapun. Agar jati diri dan panggilan ini terpelihara baik, maka hendaknya tidak melupakan hidup doa dan tobat. Dalam hal berdoa kami percaya komunitas bruder dan suster rajin dalam Ibadat Harian, maka kami berharap isi doa Ibadat Harian, mazmur maupun bacaan-bacaan singkat, sungguh diresapkan dalam hati, dicecap dalam-dalam. Bertobat berarti memperbaharui diri terus-menerus, maka kami berharap segenap religius senantiasa terbuka untuk mendengarkan aneka saran, kritik, nasihat, pujian dst.. dari siapapun sebagai wahana untuk memperbaharui diri terus menerus.
2). Kesaksian iman merupakan cara utama dan pertama dalam melaksanakan tugas missioner, dan hemat kami hal ini lebih kena untuk direfleksikan segenap rekan awam, yang setiap hari berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi guna menghidupi kebutuhan hidup pribadi maupun keluarganya. Anda, rekan-rekan awam yang demikian itu, menurut hemat saya merupakan ujung tombak karya missioner, pewartaan kabar baik. Maka kami berharap, entah dalam hidup di dalam keluarga, masyarakat maupun tempat kerja, anda dapat hidup dan bekerja sebaik mungkin, antara lain pada masa kini tidak melakukan korupsi sedikitpun, mengingat dan memperhatikan korupsi masih marak di sana-sini. Kesaksian dalam pengelolaan harta benda atau uang merupakan cara yang mendesak dan up to date untuk dihayati pada masa kini. Semoga anda , rekan-rekan awam dapat menjadi pioneer dalam pewartaan kabar baik bagi segenap warga masyarakat.
"Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu, puji-pujian kepadaNya tetap dalam mulutku. Karena Tuhan jiwaku bermegah, biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarkannya dan bersuka-cita' (Mzm 34: 2-3)
Ign 29 Juni 2011
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 01.12 0 komentar
Senin, 27 Juni 2011
28Juni - Kej 19:15-29; Mat 8:23-27
" Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Tuhan, tolonglah, kita binasa." Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dan heranlah orang-orang itu, katanya: "Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"(Mat 8:23-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Irenius, Uskup dan Martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• Penakut memang dapat mendua: menutup/mengurung diri atau membuka diri dengan rendah hati. Secara jujur kiranya kita semua memiliki ketakutan-ketakutan tertentu, misalnya takut tidak naik kelas/tingkat, tidak lulus ujian, takut gagal, takut berbuat baik, takut maju, tumbuh dan berkembang alias berubah lebih baik dst. .. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua bahwa jika kita merasa takut hendaknya membuka diri dengan rendah hati terhadap aneka bantuan dari orang lain maupun Tuhan. Jika tidak ada orang lain yang siap membantu atau meringankan ketakutan kita, marilah meneladan para murid, yang berseeru "Tuhan, tolonglah, kita binasa". Tumbuh berkembang sebagai pribadi beriman, sebagai yang terpanggil sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster memang tak akan terlepas dari aneka masalah, tantangan dan hambatan yang dapat membuat kita takut tumbuh, berkembang dan maju. Jika kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, ketika merasa takut hendaknya dengan rendah hati segera menghadap Tuhan alias berdoa untuk mohon rahmat dan bantuanNya seraya mengamini bahwa Tuhan yang mengutus, Dia pula yang akan menyelesaikan-nya pula. Bersama dan bersatu dengan Tuhan alias hidup baik, jujur dan berbudi pekerti luhur kita pasti mampu mengatasi ketakutan dan semakin terampil setiap menghadapi aneka tantangan, hambatan maupun masalah. Maka baiklah sebagai orang beriman atau beragama kita tidak melupakan hidup doa, marilah kita awali hidup kita hari ini serta setiap kali akan melaksanakan tugas atau kewajiban dengan doa singkat, sehingga hidup dan kerja ini bagaikan sedang beribadat, lingkungan hidup dan kerja bagaikan lingkungan ibadat, rekan hidup dan kerja bagaikan rekan beribadat, sarana-prasarana hidup dan kerja bagaikan sarana-prasarana beriadat, dengan kata lain marilah kita hayati bahwa Allah ada di dalam segala sesuatu atau segala sesuatu dalam Allah. Marilah kita hayati rahmat kemartiran kita dengan meneladan St.Irenius yang kita kenangkan hari ini.
• "Baiklah, dalam hal inipun permintaanmu akan akan kuterima dengan baik, yakni kota yang telah kau sebut itu tidak akan kutunggangbalikkan. Cepatlah, larilah ke sana, sebab aku tidak dapat berbuat apa-apa, sebelum engkau sampai ke sana" (Kej 19:21-22), demikian kata malaikat kepada Lot, yang dengan rendah hati mohon keselamatannya. Dari pengalaman dan pengamatan kita sering tak mampu menghadapi aneka tantangan, hambatan atau masalah, karena keterbatasan kita, kemungkinan maupun kesempatan. Maka baiklah dengan rendah hati hendaknya kita rela dan besar hati berani mengakui kelemahan dan kerapuhan kita, maka baiklah ketika kita merasa tak berdaya menghadapi tantangan, hambatan atau masalah untuk sementara menyingkir. Pengalaman ini kiranya tidak hanya terjadi di dalam diri Lot, tetapi juga pernah terjadi dalam Keluarga Kudus Nazaret ketika mereka menerima ancaman dari Herodes yang bengis dan serakah. Dengan kata lain hendaknya kita membuka diri terhadap bantuan `orang asing', yang belum kita kenal sebelumnya dengan mempercayai mereka bahwa mereka pasti akan membantu kita dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan; kita dipanggil untuk tidak membatasi diri dengan apa yang telah kita kenal dan nikmati saja, melainkan berani membuka diri terhadap kemungkinan atau kesempatan yang belum kit bayangkan. Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa Tuhan hidup dan berkarya dimana-mana, tiada batas ruang dan waktu, bangsa dan negara, atau SARA. Hendaknya tidak takut terhadap lingkungan, orang-orang atau tugas pekerjaan baru, yang belum kita kenal dan ketahui sebelumaya. Takut berarti tidak beriman atau tidak percaya pada Penyelenggaraan Ilahi.
"Ujilah aku ya Tuhan, dan cobalah aku, selidikilah hatiku dan batinku. Sebab mataku tertuju pada kasih setiaMu, dan aku hidup dalam kebenaranMu" (Mzm 26:2-3)
Ign 28 Juni 2011
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 17.39 0 komentar
Minggu, 26 Juni 2011
27 Juni - Kej 18:16-33; Mat 8:18-22
"Aku akan mengikuti Engkau ke mana saja Engkau pergi"
(Kej 18:16-33; Mat 8:18-22)
"Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka."(Mat 8:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Cukup banyak orang dengan mudah mengumbar janji, bangga ketika diangkat menjadi pemimpin atau fungsi/jabatan tertentu seraya berjanji akan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan setia dan sepenuh hati. Hal senada juga terjadi dalam hidup terpanggil, entah sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster: ketika mengawali hidup baru begitu menjanjikan hal-hal yang indah, mulia dan luhur. Namun dalam perjalanan waktu karena aneka tantangan, hambatan dan masalah apa yang mereka janjikan semakin kabur dan bahkan ada yang hancur tak berbekas sedikitpun. Seluruh angggota tubuh kita terus berubah, namun apakah hati, jiwa dan akal budi kita juga berubah sesuai dengan tuntutan zaman, fungsi/jabatan atau tugas pengutusan kiranya menjadi tanda tanya besar. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa siap berubah, tentu saja berubah ke arah yang lebih baik, mulia dan luhur, dan hal itu berhubungan dengan 'budaya', yaitu: cara melihat, cara berpikir, cara merasa, cara bersikap dan cara bertindak. Jika kita senantiasa siap berubah, maka ketika harus menghadapi tantangan, masalah dan hambatan kita tidak akan berkata "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku". Marilah kita saling bekerjasama dan membantu dalam menghayati panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan kita masing-masing, sehingga sebagai suami-isteri layak disebut sebagai suami-isteri, sebagai imam, bruder atau suster layak disebut sebagai imam, bruder atau suster. Dengan kata lain marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan charisma, visi dan misi hidup dan kerja bersama, dimana kita berada di dalamnya. Semoga sebagai pengikut atau murid-murid Yesus kita layak disebut sebagai sahabat-sahabat Yesus atau 'alter Christi'.
· "Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu" (Kej 18:33), demikian firman atau tanggapan Tuhan kepada Abraham, yang dengan susah payah dan kerja keras berusaha menyelamatkan warga Sodom dan Gomora, yang telah rusak cara hidup dan cara bertindaknya. Karena sepuluh orang baik maka ribuan warga Sodom dan Gomora tak jadi dimusnahkan, itulah yang terjadi. Jika kita membaca dan mendengarkan aneka pemberitaan via media masa, entah cetak atau elektronik, pada masa kini kiranya kita tahu bahwa negara kita Indonesia tercinta ini dalam bahaya kehancuran, karena permisifnya tindakan korupsi serta mahalnya kejujuran. Kasus di sebuah SD Negeri di wilayah Kodya Surabaya perihal ujian nasional yang baru lalu sungguh menarik, dimana masyarakat begitu membenci kejujuran atau bahkan mengusir kejujuran. Bukankah hal itu kurang lebih senada dengan Sodom dan Gomora? Maka marilah kita tetap tegar dan bergairah untuk memperjuangkan dan menghayati kejujuran, meskipun harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Percayalah kejujuran pasti akan menang, dapat mengalahkan kebohongan dan korupsi. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Marilah meneladan bapa Abraham yang bekerja keras menemukan orang-orang baik dan jujur, percayalah bahwa di antara saudara-saudari kita pasti ada yang baik dan jujur, maka marilah kita lihat, cari dan ajak bekerjasama untuk menyelamatkan bangsa kita yang dalam bahaya kehancuran ini. Kepada orang baik dan jujur kami ajak untuk bangkit dengan rendah hati: hidup jujur dan memperjuangkan kejujuran di lingkungan hidup dan kerja masing-masing. Jangan takut terhadap aneka macam intimidasi atau tekanan masa yang tidak jujur.
"Pujilah Tuhan hai jiwaku, pujilah namaNya yang kudus hai segenap batinku! Pujilah Tuhan hai jiwaku, dan jangalan lupakan segala kebaikanNya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu; Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat" (Mzm 103:1-4)
Ign 27 Juni 2011
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 04.48 0 komentar