Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 21 Agustus 2010

22 Agustus - Yes 66:18-21; Ibr 12:5-7.11-13; Luk 13:22-30

"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!"

 

Mg Biasa XXI : Yes 66:18-21; Ibr 12:5-7.11-13; Luk 13:22-30



Kebiasaan menyontek di antara para murid/pelajar/mahasiswa di dalam ulangan umum atau ujian masih marak di dunia pendidikan Indonesia. Kebiasaan itu sering memperoleh dukungan atau bahkan dorongan dari para guru atau dosen. Kebiasaan jalan pintas atau 'budaya instant' itulah yang sungguh memprihatinkan dan merusak sikap mental atau kepribadian manusia Indonesia. Kebiasaan itu menggejala dalam bentuk lain antara lain: ingin cepat-cepat menikmati enaknya hubungan seksual di antara muda-mudi maupun mereka yang bernafsu seks besar, yang berakibat dengan pengguguran atau perpecahanan keluarga atau perceraian. Ada juga orang ingin ingin cepat-cepat kaya dan kemudian tergerak untuk melakukan korupsi atau mencuri/merampok,dst.. Mereka menelusuri 'jalan tol/bebas hambatan' yang leluasa dalam waktu singkat, dan dampaknya mereka akan menderita dalam waktu yang panjang atau bahkan seumur hidup. Memang untuk hidup baik, berbudi pekerti luhur, bermoral, dicintai oleh Tuhan dan sesama, harus menghadapi aneka tantangan, masalah maupun hambatan, sebagaimana disabdakan oleh Yesus:"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Luk 13: 24). Maka sebagai umat beriman yang berhasrat untuk setia dalam penghayatan iman, marilah kita renungkan atau refleksikan sabda Yesus tersebut.

 

"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Luk 13:24).

Mengikuti atau menjadi murid-murid Yesus Kristus berarti harus menelusuri jalan salib untuk mendaki bukit Kalvari alias siap sedia untuk menderita bersamaNya. Dengan kata lain kita dipanggil untuk hidup dan bertindak mengikuti 'proses', sedikit-sedikit dan lama-lamaan menjadi bukit. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal panggilan dan tugas masing-masing, sejauh mana hidup dan bertindak mengikuti proses yang benar dan menuju ke keselamatan atau kebahagiaan sejati:

1)                  Peserta didik/pelajar/mahasiswa: Kami harapkan para peserta didik, pelajar dan mahasiswa dalam melaksanakan tugas utama belajar bersemangat mengikuti 'proses mengajar-belajar' dan 'eksplorasi'. Keutamaan mendengarkan dengan rendah hati yang mendalam sangat dibutuhkan di dalam belajar, yang disertai keterbukaan dan kesiap-sediaan akan segala kemungkinan dan kesempatan untuk belajar, tumbuh dan berkembang. Hendaknya minimal selama 8 (delapan) jam per hari secara efektif melaksanakan tugas belajar, entah di dalam sekolah maupun rumah. Maka ketika di sekolah kurang lebih selama 6(enam)jam efektif belajar, hendaknya di rumah belajar, entah mengulangi apa yang tadi diajarkan atau mempersiapkan pelajaran yang akan datang selama 2 (dua) jam efektif. Mengikuti proses berarti jujur dan disiplin serta tidak menyontek dalam ulangan atau ujian, sedang bersemangat 'eksplorasi' berarti senantiasa merasa haus dan lapar akan aneka pengetahuan dan dengan demikian belajar terus menerus, 'auto-didak'. Usahakan agar semakin terampil dalam belajar. 

2)                  Para pekerja: Kami berharap kepada para pekerja setia pada jati dirinya sebagai pekerja, dengan kata lain pertama-tama dan terutama manfaatkan waktu kerja untuk sungguh-sungguh bekerja dengan semangat belajar dan eksplorasi. Hendaknya berpegang pada ajaran Yesus bahwa seorang pekerja layak memperoleh upah atau imbal jasa yang memadai. Semangat belajar dalam dan selama bekerja berarti senantiasa siap sedia diberi tugas atau pekerjaan baru, sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan usaha dimana anda bekerja. Hendaknya bekerja keras dengan jujur dan disiplin, serta jauhkan menggunakan waktu kerja untuk urusan pribadi atau bercanda, ngobrol saja.   Usahakan agar anda semakin terampil bekerja.

3)                  Yang merasa terpanggil untuk hidup berkeluarga/menjadi suami-isteri: Kami berharap kepada para suami-isteri untuk menghayati 'sakramen perkawinan' atau 'janji perkawinan' sebagai 'SIM'/ Surat Izin Mengasihi, awal langkah untuk membuktikan bahwa anda berdua saling mengasihi. Maka baiklah ajaran Paulus perihal kasih ini menjadi pedoman atau pegangan dalam saling mengasihi, yaitu: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan" (1Kor 13:4-8a). Saling mengasihi harus dijiwai dengan saling berkorban dengan rendah hati, dan jika anda berdua sungguh saling mengasihi maka anda berdua semakin lama semakin nampak sebagai manusia kembar. Usahakan agar anda berdua terampil dalam mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati. 

4)                  Yang merasa terpanggil untuk hidup sebagai imam, bruder atau suster: Sebagai yang terpanggil untuk 'hidup wadat atau tidak menikah demi Kerajaan Allah', kami harapkan semakin dikuasai atau dirajai oleh Allah dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari dalam aneka kesibukan, pelayanan atau tugas pekerjaan, dengan kata lain semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama  manusia. Siapapun yang bertemu dengan atau melihat kita sebagai yang terpanggil tergerak untuk semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada. Tuhan. Kesaksian hidup dan kerja anda sebagai yang terpanggil merupakan cara utama dan pertama dalam rangka promosi panggilan.

 

"Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibr 12:5-6)

     

Kutipan dari surat Ibrani di atas ini kiranya baik menjadi permenungan dan pegangan kita semua sebagai orang beriman, orang-orang yang dikasihi Tuhan. Marilah kita menghayati diri sebagai anak yang sedang dididik agar tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman. Kita sadari dan hayati kebodohan dan kedegilan kita serta kebutuhan untuk dididik dan ditumbuh-kembangkan. Bentuk tindakan mendidik tidak semuanya enak di tubuh, hati, jiwa maupun akal budi, dan sering membuat kita kesakitan atau menderita. Sakit dan menderita karena setia pada panggilan dan tugas pengutusan adalah jalan keselamatan atau kebahagiaan sejati, maka ketika anda harus sakit dan menderita hendaknya tidak menjadi putus asa, melainkan semakin berharap kepada atau menggantungkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi/Tuhan. Kita diingatkan bahwa 'janganlah anggap enteng didikan Tuhan'. Didikan Tuhan antara lain kita terima melalui arahan, nasihat, ajaran, petuah, ketedanan dst.. dari mereka atau siapapun yang mengasihi kita, maka hendaknya semuanya itu tidak disikapi bagaikan 'angin berlalu', melainkan sebagai peringatan yang memacu kita semua untuk terus melangkah maju. Dididik berarti dirubah dan siap sedia berubah, dan setiap perubahan membutuhkan pengorbanan dan perjuangan serta harapan. "Jer basuki mowo beyo" = untuk hidup mulia dan damai sejahtera, orang harus berjuang dan berkorban.

 

"Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!"

 (Mzm 117)

      

Jakarta, 22 Agustus 2010


21 Agustus - Yeh 43:1-7a; Mat 23:1-12

"Barangsiapa terbesar hendaklah ia menjadi pelayan".

(Yeh 43:1-7a; Mat 23:1-12)

"Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Pius X, Paus, dengan ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Para Uskup ketika mendoakan Doa Syukur Agung senantiasa menyatakan diri sebagai 'hamba yang hina dina', sedangkan Paus menyatakan diri sebagai 'hamba dari para hamba yang hina dina'. Dengan pernyataan tersebut baik para Uskup maupun Paus, yang terbesar di dalam Gereja Katolik, berhasrat untuk sungguh melayani umat Allah yang menjadi tanggungjawabnya, menghayati panggilan dengan semangat melayani dengan rendah hati yang mendalam. Sebagai umat Allah kita hendaknya mendukung para gembala kita tersebut, antara lain sering mendoakannya dan kita sendiri senantiasa juga berusaha untuk hidup dan bertindak yang dijiwai oleh semangat melayani yang rendah hati dan mendalam. Cirikhas seorang pelayan atau pembantu rumah tangga/ komunitas yang baik antara lain: tanggap terhadap yang harus dilayani, siap sedia melakukan apa saja demi kebahagiaan yang dilayani, sehat wal'afiat, ceria/gembira, kerja keras, hidup sederhana dst… Apa yang menjadi cirikhas pelayan yang baik tersebut hendaknya juga menjadi cirikhas kita sebagai umat Allah, umat yang percaya kepada Yesus Kristus, yang datang ke dunia untuk melayani bukan dilayani. Kami berharap semangat melayani ini sedini mungkin ditanamkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari para orangtua. Demikian juga kami berharap kepada para pemimpin dalam bidang kehidupan atau pelayanan apapun untuk menghayati kepemimpinannya dengan semangat melayani yang rendah hati dan mendalam.

·   "Kemuliaan TUHAN masuk di dalam Bait Suci melalui pintu gerbang yang menghadap ke sebelah timur, Roh itu mengangkat aku dan membawa aku ke pelataran dalam, sungguh, Bait Suci itu penuh kemuliaan TUHAN" (Yeh  43:4-5), demikian penglihatan yang dialami oleh Yeheskiel. "Roh itu mengangkat aku dan membawa aku ke pelataran yang penuh kemuliaan Tuhan", inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Apakah kita senantiasa dibawa ke tempat yang penuh dengan kemuliaan Tuhan, tempat Tuhan lebih dimuliakan dari segala sesuatu?  "Ad maiorem Dei gloriam" = Demi bertambah besarnya kemuliaan Tuhan, itulah salah satu spiritualitas St.Ignatius Loyola. Marilah kita senantiasa mengusahakan apapun yang kita kerjakan atau dimanapun kita berada guna bertambah besarnya kemuliaan Tuhan dan penghayatan diri kita sendiri yang  semakin kecil, tiada arti. Dengan kata lain kita semua dipanggil untuk saling memuliakan dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Memuliakan berarti juga membahagiakan dan menyelamatkan, lebih-lebih atau terutama kebahagiaan dan keselamatan jiwa. Maka hendaknya kebahagiaan dan keselamatan jiwa senantiasa menjadi pedoman dan barometer keberhasilan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita. Dimana semakin banyak jiwa diselamatkan dan dibahagiakan  ke situlah kita semua dipanggil, meskipun untuk itu kita harus bekerja keras, berjuang dan berkorban. Dalam dunia atau pelayanan pendidikan hal itu berarti lebih mengutamakan agar para peserta didik tumbuh berkembang menjadi baik, berbudi pekerti luhur, cerdas spiritual daripada pandai atau cerdas intelektual. Maka kami berharap kepada para pengurus, pengelola maupun pelaksana pelayanan pendidikan untuk senantiasa bekerjasama dalam rangka mendampingi para peserta diri agar tumbuh berkembang sebagai pribadi cerdas beriman/spiritual. Kerjasama penting dan mutlak karena anak adalah 'korban kerjasama' dari bapak-ibu, orangtua masing-masing.

 

"Sesungguhnya keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga kemuliaan diam di negeri kita. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit. Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan akan membuat jejak kaki-Nya menjadi jalan."

 (Mzm 85:10-14)

   Jakarta, 21 Agustus 2010


Rabu, 18 Agustus 2010

20 Agustus - Yeh 37:1-14; Mat 22:34-40

"Hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?".

(Yeh 37:1-14; Mat 22:34-40)

 

"Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Mat 22:34-40), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Bernardus, Abas dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Di dalam kehidupan atau kerja bersama senantiasa ada aneka macam tata tertib yang harus dihayati atau dilakukan oleh siapapun yang ada di dalam kebersamaan tersebut. Aneka tata tertib hemat saya dibuat dan diundangkan atau diberlakukan berdasarkan kasih akan Allah dan sesama  manusia, maka hendaknya disikapi dan dihayati dalam dan oleh kasih juga. Dalam sabda Yesus hari ini kita dipanggil untuk mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi. "Segenap" berarti seutuhnya atau total, tidak kurang sedikitpun. Kalau kurang berarti sakit hati, sakit jiwa atau sakit akal budi, dan dengan demikian tidak mungkin dapat mengasihi dengan baik dan benar, sebagaimana diharapkan oleh Allah. Maka hendaknya kita sungguh menjaga dan mengusahakan agar hati, jiwa dan akal budi kita senantiasa dalam keadaan sehat, segar bugar, agar kita dapat mengasihi dengan benar. Kasih kepada Allah harus menjadi nyata dalam kasih terhadap sesama, dan yang kiranya dapat diinderai atau disaksikan adalah kasih terhadap sesama, maka marilah kita berusaha untuk hidup saling mengasihi dimanapun dan kapanpun juga. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah 'buah kasih' atau 'yang terkasih', buah kasih Allah melalui orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/tenaga. Jika kita dapat menghayati diri sebagai 'buah kasih' atau  'yang terkasih', maka panggilan untuk hidup saling mengasihi dengan mudah dapat kita laksanakan, karena bertemu dengan orang lain/sesama manusia berarti 'yang terkasih' bertemu dengan 'yang terkasih' dan dengan demikian secara otomatis saling mengasihi. Marilah kita perdalam penghayatan diri sebagai 'yang terkasih'.

·   "Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup kembali dan Aku akan membiarkan kamu tinggal di tanahmu. Dan kamu akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan membuatnya, demikianlah firman TUHAN." (Yeh  37:14), demikian firman Tuhan kepada kita semua melalui nabi Yeheskiel.  Dari firman ini kiranya kita dapat mengimani bahwa hidup kita adalah milik Tuhan yang dianugerahkan kepada kita melalui orangtua kita masing-masing yang saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tubuh/ tenaga. Maka kita tak mungkin hidup hanya untuk diri sendiri, mengikuti kemauan dan keinginan pribadi, melainkan harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena hidup kita adalah anugerah Tuhan, maka segala sesuatu yang menyertai hidup kita, yang kita miliki atau kuasainya sampai saat ini adalah anugerah Tuhan. Hendaknya kita memfungsikan segala sesuatu yang kita miliki atau kuasai demi kemuliaan Tuhan dan kesucian hidup diri kita sendiri maupun sesama kita. Misalnya bagi para gadis atau perempuan yang dianugerahi tubuh seksi, kecantikan dan kesehatan yang baik serta mempesona, hendaknya senantiasa menghadirkan diri dimanapun dan kapanpun agar anda sendiri semakin suci, dan orang lain yang menyaksikan cara hidup dan cara bertindak anda juga semakin suci, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui sesamanya. Bagi mereka yang kaya akan harta benda atau uang hendaknya memfungsikan harta atau uangnya sebagai 'jalan ke sorga', bukan 'jalan ke neraka'.. Bagi mereka yang dianugerahi kecerdasan atau keterampilan hendaknya senantiasa memfungsikan kecerdasan dan keterampilan demi keselamatan seluruh umat manusia. St.Bernardus yang kita kenangkan pada hari ini dikenal sebagai pribadi yang mempersembahkan seluruh hidup demi kemuliaan Tuhan, dengan hidup taat, murni dan miskin meneladan Yesus, yang meskipun kaya telah menjadi miskin guna memperkaya umat manusia yang miskin dan berkekurangan. Semoga apa yang dilakukan oleh St.Bernardus dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.

 

"Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan, yang dikumpulkan-Nya dari negeri-negeri, dari timur dan dari barat, dari utara dan dari selatan. Ada orang-orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota tempat kediaman orang tidak mereka temukan; mereka lapar dan haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka." (Mzm 107:2-5)

Jakarta, 20 Agustus 2010  


19 Agustus - Yeh 36:23-28; Mat 22:1-14

"Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih"

(Yeh 36:23-28; Mat 22:1-14)


"Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja.Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih." (Mat 22:2-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Banyak yang melamar tetapi hanya beberapa yang dipilih, banyak yang berminat tetapi hanya satu dua yang dapat memenuhi tuntutan panggilan. Dalam menanggapi panggilan atau undangan memang beraneka ragam, dan ada yang atau mungkin kebanyakan merasa jika tiada keuntungan atau kenikmatan duniawi yang diperoleh maka tiada gunanya mendatangi panggilan atau undangan tersebut, apalagi jika harus bekerja keras, melayani dengan rendah hati dan lemah lembut. Sikap mental materialistis dan egois memang masih merasuki banyak orang masa kini, yang antara lain ditandai dengan kemerosotan hidup terpanggil, entah hidup berkeluarga, imam, bruder atau suster. Yang menjadi batu sandungan dan godaan saat ini pada umumnya adalah kenikmatan duniawi atau seksual. Karena rayuan kenikmatan tersebut orang enggan menanggapi panggilan secara positif, atau dengan mudah menyeleweng dari panggilan. Memang kesetiaan pada panggilan pada masa kini sungguh berat dan harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan atau godaan berat. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah  dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).

·   "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya" (Yeh 36:26-27). Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan bagi kita semua: bagi yang setia pada panggilan dan perutusan, firman di atas dapat menjadi peneguh atau penguat kesetiaan yang telah dihayati, sedangkan bagi yang kurang atau tidak setia kiranya firman tersebut dapat menjadi ajakan untuk bertobat. Marilah kita lihat, baca dan fahami kembali aneka macam aturan dan tatanan hidup atau tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, dan kemudian kita hayati atau laksanakan dengan penuh kesetiaan, pengorbanan dan perjuangan. Kita resapkan ke dalam hati dan batin kita isi tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Kami percaya jika telah meresap dalam hati atau batin pasti akan mempengaruhi cara hidup atau cara bertindak kita. Baiklah jika isi utama dari tata tertib tersebut secara singkat kita tulis dengan huruf yang besar dan mudah dibaca, kemudian ditempelkan di daun pintu kamar atau ruangan yang setiap kali kita kunjungi, misalnya tempat tidur, kamar mandi/toilet, dst.. Kami yakin jika setiap hati mata kita melihat tulisan, yang tidak lain atau tata tertib, maka mau tidak mau pelan-pelan kita akan hidup dan bertindak sesuai dengan tata tertib tersebut. Kiranya di antara kita juga memiliki motto dengan kata-kata indah, padat berisi dan berkwalitas, maka baiklah motto tersebut kita resapkan dalam hati atau batin agar menjiwai cara hidup atau cara bertindak.

 

"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu." (Mzm 51:12-15)

Jakarta, 19 Agustus 2010


18 Agustus - Yeh 34:1-11; Mat 20:1-16

"Orang yg terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yg terakhir"

(Yeh 34:1-11; Mat 20:1-16)


"Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya….. Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Mat 20:1-2.10-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Perumpamaan perihal "Kerajaan Sorga" ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi bagi orang yang mudah irihati dan tidak tahu berterima kasih serta bermurah hati. Mereka merasa banyak berjasa dan berharap akan memperoleh imbalan, entah berupa pujian, harta benda/uang atau sanjungan yang lebih besar daripada mereka yang kurang atau tidak berjasa. Mereka yang dimaksudkan dalam perumpamaan ini adalah para tokoh/ pejabat pemuka hidup bermasyarakat dan beragama, mereka iri akan kemurahan hati Tuhan yang disampaikan kepada orang lain. Di Indonesia hal itu antara lain terjadi di antara para pegawai tetap yang menerima imbal jasa sesuai dengan peraturan sering merasa iri terhadap pendapatan para pedagang kaki lima, sedangkan para pejabat tinggi sering iri kepada para pengusaha. Warta Gembira hari ini juga mengingatkan kita semua penting 'bermurah hati' di dalam hidup bersama dimanapun dan kapanpun. Murah hati berarti hatinya dijual dengan harga murah, maksudnya dengan mudah memberi perhatian kepada siapapun, terutama bagi mereka yang terpinggirkan atau kurang memperoleh perhatian. Kami berharap keutaman 'bermurah hati' ini sedini mungkin ditanamkan dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan konkret dari orangtua. Bermurah hatilah terhadap saudara-saudari kita yang kurang memperoleh perhatian. Ingat dan hayati bahwa kita semua telah menerima kemurahan hati Tuhan melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita atau mengasihi kita, sehingga kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang seperti apa adanya saat ini.

·   "Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman" (Yeh 34:3-4), demikian firman Tuhan melalui nabi Yeheskiel kepada para tokoh atau pemimpin bangsa terpilih. Kutipan di atas ini memang baik untuk direnungkan oleh siapapun yang merasa dirinya menjadi pemimpin atau de facto menjadi pemimpin dalam hidup bersama di ranah apapun. Kami harapkan.para pemimpin dapat menjadi 'gembala yang baik bagi domba-dombanya' (orangtua bagi anak-anaknya, atasan bagi bawahannya, pemimpin bagi anggotanya), antara lain dengan menggembalakan mereka sedemikian rupa sehingga mereka senantiasa dalam keadaan sehat, segar bugar dan selamat. Mereka yang lemah dikuatkan, yang sakit diobati, yang luka dibalut, yang tersesat dibawa pulang, yang hilang dicari. Semoga rakyat atau pegawai/buruh tidak menjadi 'sapi perah' bagi para pejabat atau manejer/ direktur bersama stafnya. Semoga para orangtua, pemimpin atau atasan dalam melaksanakan fungsinya bersikap mental melayani dengan rendah hati dan lemah lembut, serta tidak dengan kekerasan atau 'tangan besi'. Mereka yang sering bertindak keras atau kejam kami harapkan bertobat, memperbaharui diri menjadi melayani dengan rendah hati dan lemah lembut. Kami juga berharap kepada para orangtua atau suami-isteri, antara lain tidak hanya berhenti dengan enak dan nikmatnya hubungan seksual, tetapi kasihilah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tenaga 'buah kasih/kenikmatan' anda yaitu anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada anda berdua.

 

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa."

(Mzm 23)

Jakarta, 18 Agustus 2010   


Minggu, 15 Agustus 2010

17 Agustus - HR Kemerdekaan RI : Sir 10: 1-8; 1Ptr 2:13-17; Mat 22:15-21

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."

HR Kemerdekaan RI : Sir 10: 1-8; 1Ptr 2:13-17; Mat 22:15-21


Peralihan dari Orde Baru ke Orde Reformasi memang menimbulkan aneka macam reaksi maupun peristiwa, yang bersifat positif maupun negatif. Yang bersifat positif antara lain 'gerakan demokrasi' yang ditandai adanya kebebasan berpendapat dan berorganisasi, sehingga muncul partai-partai politik baru. Orde Reformasi juga ditandai dengan 'gerakan desentralisasi pemerintahan', yang ditandai dengan otonomi daerah, pemberian beberapa wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus diri sendiri. Dalam suasana yang demikian itu para pejuang kebenaran dan kejujuran tanpa takut dan gentar menyuarakan kebenaran-kebenaran serta memperjuangkan kebenaran-kebenaran melalui aneka kesempatan dan kemungkinan. Sedangkan yang bersifat negatif antara lain terjadi pemerataan korupsi, dimana para pejabat daerah dengan bebas melakukan korupsi. Karena korupsi yang dilakukan oleh para pejabat daerah inilah kiranya muncul reaksi atau komentar di sementara lingkungan rakyat kecil "Masa Orde Baru lebih enak dari pada masa Reformasi ini".  Reformasi berarti pembaharuan, dan memang dalam proses pembaharuan pada umumnya terjadi aneka macam gesekan dan pertentangan, apalagi ada tokoh-tokoh yang bersikap mental 'status quo', yang menentang pembaharuan. Aneka macam ketegangan dan kekacauan terjadi karena kurang setia mentaati aneka kewajiban, maka baiklah kami mengajak anda sekalian dalam rangka mengenangkan Kemerdekaan Negara kita untuk mawas diri dengan cermin dari sabda-sabda hari ini.

 

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." (Mat 22:21)

Kutipan sabda Yesus di atas ini kiranya yang menjiwai Mgr.A.Sugijapranata SJ (alm) menciptakan motto bagi umat Katolik "Jadilah 100% warganegara dan 100% Katolik".  Apa yang wajib kita berikan kepada 'Kaisar'/pemerintah dan apa yang wajib kita persembahkan kepada Allah? Salah satu bentuk kewajiban utama warganegara adalah membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam bidang kehidupan dan pelayanan atau usaha masing-masing. Pendapatan dari pajak pada umumnya merupakan bagian terbesar pendapatan Negara guna membeayai perjalanan pemerintahan. Ada aneka macam pajak, misalnya pajak pribadi, pajak kendaraan, pajak perusahaan/usaha, pajak turis atau wisatawan, dst.. Untuk menggalakkan dan mendisiplinkan pembayaran pajak hemat saya para pejabat atau petugas pajak di tingkat atau bagian pelayanan apapun harus jujur, disiplin dan tidak korupsi, sehingga rakyat atau wajib pajak suka melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak. Tetapi ketika pajak dikorupsi oleh pejabat atau pegawai pajak, sebagaimana masih terjadi di Indonesia pada saat ini, para wajib pajak ragu-ragu untuk membayar pajak dengan benar dan jujur, bahkan ada kecenderungan untuk korupsi juga. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan para pejabat atau petugas yang terlibat dalam aneka perpajakan  untuk jujur dan disiplin dalam melaksanakan tugasnya. "Pemerintah yang bijak mempertahankan ketertiban pada rakyatnya, dan pemerintahan orang arif adalah teratur." (Sir 10:1)

 

Hidup kita dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai atau nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, maka kewajiban kepada Allah antara lain bersyukur dan berterima kasih kepadaNya serta mewujudkan syukur dan terima kasih tersebut kepada sesama manusia dimanapun dan kapanpun, selain dalam doa atau beribadat. Kepada rekan-rekan umat beragama kami berharap untuk setia dalam berdoa maupun beribadat sesuai dengan ketentuan atau peraturan agama masing-masing. Kami berharap juga, entah kepada pemerintah maupun rekan umat beragama untuk memberi kebebasan kepada para penganut agama apapun untuk berdoa dan beribadat sesuai dengan keyakinan iman masing-masing. Hendaknya perizinan untuk mendirikan rumah ibadat tidak dipersulit. Aneh dan nyata: izin untuk mendirikan hotel atau losmen begitu mudah, tetapi izin untuk mendirikan rumah ibadat begitu sulit dan berbelit-belit, padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa sementara hotel atau losmen menjadi tempat maksiat atau pelacuran terselubung. Marilah kita saling bersyukur dan berterima kasih dalam keadaan atau kondisi apapun, sebagai wujud bahwa kita sungguh beriman kepada Allah, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah.

 

"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!" (1Ptr 2:16-17)

         

 "Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu"  inilah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Kita semua adalah manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah, maka kita dipanggil untuk saling menyikapi dan memperlakukan diri sebagai 'bait Allah'. Allah hidup dan berkarya di dalam diri kita masing-masing, maka marilah kita saling menghormati dan mengasihi.   "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7), demikian ajaran kasih Paulus, marilah kita hayati ajaran kasih ini di dalam hidup kita sehar-hari, sebagai perwujudan bahwa kita adalah orang-orang yang bebas merdeka.

 

Memperhatikan dan mencermati masih maraknya aneka bentuk kebohongan yang terjadi masa kini, maka hemat saya berbuat benar dan menjadi pewarta kebenaran sebagai perwujudan kasih sungguh mendesak dan up to date.  Berbuat benar berarti jujur dan disiplin; "berdisiplin adalah kesadaran akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri sesuai degan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan", sedangkan "jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata benar apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10 dan 17).

Sebagai orang yang bebas merdeka kita semua dipanggil untuk menghayati sabda ini:"Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apapun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu" (Sir 10:6)  Nafsu yang mempengaruhi hidup kita untuk berbuat jahat antara lain nafsu seks, nafsu uang, kedudukan atau jabatan, dst, yang ketika kita turuti atau hayati begitu saja pasti akan menimbulkan kebencian. Kepada mereka yang melakukan kesalahan demikian itu kita diharapkan tidak membenci, melainkan mengasihi, maka baiklah kita doakan mereka agar bertobat atau jika mungkin kita dekati dengan rendah hati dan kasih untuk dibimbing menuju perbuatan-perbuatan yang benar, menyelamatkan dan membahagiakan sesamanya.

 

"Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela: Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan hatiku di dalam rumahku. Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku.Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku. Orang yang hidup dengan cara yang tak bercela, akan melayani aku. Orang yang melakukan tipu daya tidak akan diam di dalam rumahku, orang yang berbicara dusta tidak akan tegak di depan mataku."

 (Mzm 101:2-3.6-7)

Jakarta, 17 Agustus 2010 .  


16 Agustus - Yeh 24:15-24; Mat 19:16-22)

"Perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"

(Yeh 24:15-24; Mat 19:16-22)

 

"Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah." Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya" (Mat 19:16-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kita semua mendambakan 'untuk memperoleh hidup yang kekal'  setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia nanti. Syarat untuk itu memang sungguh berat, yaitu "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutilah Aku". Rasanya tak akan mungkin bagi kita semua untuk menjual segala milik kita dan kemudian memberikan uang penjualan tersebut kepada orang miskin. Maka baiklah sabda Yesus tersebut kita hayati tidak secara harafiah, tetapi inti maksudnya, yaitu hendaknya kita memfungsikan segala milik kita sebagai sarana sosial, karena semua harta benda atau milik hemat saya pada dirinya bersifat sosial. Semakin kaya akan harta benda atau uang hendaknya semakin sosial, maka kepada mereka yang kaya akan harta benda atau uang hendaknya harta benda atau uang tersebut 'dijalankan' demi orang-orang miskin dan berkekurangan. Harta benda atau uang diam saja tidak ada artinya dan akan berarti jika 'berjalan-jalan', maka jangan menyimpan harta benda atau uang dalam almari besi saja. Mengingat dan memperhatikan masih begitu banyak tenaga kerja yang menganggur, maka dengan ini kami berharap kepada para pengusaha untuk membuka dan menyelenggarakan usaha yang menyerap lebih banyak tenaga kerja. Memang usaha seperti pertambangan dan perkebunan nampak lebih menguntungkan secara financial, akan memperoleh keuntungan besar, tetapi usaha tersebut hemat saya kurang sosial, bahkan merusak lingkungan hidup, yang pada gilirannya memiskinkan rakyat. Usahakan lebih 'padat karya' daripada 'padat modal' mengingat dan memperhatikan begitu banyak tenaga kerja yang menganggur.

·   "Hai anak manusia, lihat, Aku hendak mengambil dari padamu dia yang sangat kaucintai seperti yang kena tulah, tetapi janganlah meratap ataupun menangis dan janganlah mengeluarkan air mata" (Yeh 24:16), demikian firman Tuhan kepada kita semua melalui nabi Yeheskiel. Apa atau siapa yang sangat saya cintai? Relakah saya bahwa yang sangat saya cintai tersebut diambil oleh Tuhan. Mungkin yang dimaksud diambil oleh Tuhan tidak hanya berarti meninggal dunia saja, tetapi dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan. Jika kita yang terkasih diminta untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan kiranya ada kemungkinan, maka marilah kita mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan di dalam hidup sehari-hari. Dengan kata lain hendaknya tidak hidup demi dirinya sendiri saja. "Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan." (Rm 14:7-8), demikian kesaksian atau nasihat Paulus kepada umat di Roma, kepada kita semua umat beriman. Hendaknya kita hidup dan bertindak demi semakin banyak orang, melakukan aneka perkerjaan yang berdampak pada keselamatan lebih banyak orang. Secara khusus kami berharap kepada anak-anak dan generasi muda untuk berani membuka diri terhadap kemungkinan dipanggil untuk menjadi imam, bruder atau  suster, sedangkan kepada para orangtua hendaknya dengan rela hati dan gembira ketika salah seorang anaknya minta izin untuk menjadi imam, bruder atau suster. Kepada semuanya kami berharap untuk mengusahakan, meningkatkan dan memperdalam kepedulian kepada sesama, lebih-lebih atau terutama kepada mereka yang miskin dan berkekurangan.

 

"Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau. Ketika TUHAN melihat hal itu, maka Ia menolak mereka, karena Ia sakit hati oleh anak-anaknya lelaki dan perempuan. Ia berfirman: Aku hendak menyembunyikan wajah-Ku terhadap mereka, dan melihat bagaimana kesudahan mereka, sebab mereka itu suatu angkatan yang bengkok, anak-anak yang tidak mempunyai kesetiaan" (Ul 32:18-20).

Jakarta, 16 Agustus 2010