Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 20 Maret 2010

21 Mar - Yes 43:16-21; Flp 3:8-14; Yoh 8:1-11

"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."

Mg Prapaskah V : Yes 43:16-21; Flp 3:8-14; Yoh 8:1-11


Pagi-pagi benar, dimana kebanyakan orang pada umumnya masih tidur nyenyak, dikumandangkan adzan, suatu panggilan atau ajakan bagi umat Islam untuk berdoa. Mendengar suara adzan tersebut ada beberapa atau sementara orang merasa terganggu dan marah, serta mungkin sambil mengeluh "mengganggu orang tidur". Yang lain berdoa dan ada yang marah-marah juga, itulah yang terjadi. Bagi saya yang menarik adalah bahwa pagi-pagi terbangun langsung marah-marah, dan rasanya hal ini mirip dengan apa yang terjadi dalam kisah, kutipan Injil Yohanes hari ini : "Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka. Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" (Yoh 8:2-5)  Pagi-pagi  benar di depan bait Allah/tempat beribadat Yesus harus menghadapi serangan fajar dari musuh-musuhNya, suatu pertanyaan yang memang sulit dijawab. Jika Yesus menyetujui usul mereka berarti Yesus sama dengan mereka, sebaliknya jika Yesus melawan usul mereka berarti Ia tidak taat pada hukum Taurat, maka Yesus menjawab :"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (Yoh 8:7). Mendengarkan jawaban Yesus ini "pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua" (8:9b). Maka baiklah kita renungkan sabda atau jawaban Yesus tersebut.

 

"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (Yoh 8:7)

 

Cukup menarik reaksi orang-orang Farisi setelah mendengarkan sabda ini, yaitu mereka meninggalkan Yesus mulai dari yang tertua, dengan kata lain semakin tua, tambah usia, tambah pengalaman dst.. berarti juga bertambah dosa-dosanya. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua bahwa kita adalah orang-orang berdosa, terutama yang lebih tua hendaknya semakin menyadari dosa-dosanya. Tentu saja kita tidak berhenti pada kesadaran saja, tetapi kemudian bertobat dan memperbaharui diri. Semakin tua, tambah usia, pandai, cerdas, kaya dst. hendaknya juga semakin rendah hati, sebagaimana dikatakan oleh pepatah "tua-tua keladi/padi, makin tua dan berisi semakin menunduk'.

 

"Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka –Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap kita tidak saling 'melemparkan batu', artinya saling melecehkan dan merendahkan. Hendaknya juga disadari dan dihayati bahwa yang lebih muda berarti pada umumnya juga lebih suci, lebih-lebih anak-anak balita. Maka kami berharap kepada anak-anak kita beri penghormatan selayaknya dengan semangat pelayanan. Tanda bahwa kita, orangtua, sungguh melayani anak-anak antara lain anak-anak kelak tumbuh berkembang menjadi lebih baik atau bermutu daripada orangtuanya, demikian juga generasi tua terhadap generasi muda. Dengan ini kami angkat rumor tahun tujuh-puluhan dari para mahasiswa, yaitu "Kera Kentot" (=Kenakalan remaja terjadi karena kenakalan orangtua). Sebagai anggota Gereja, kami berharap kepada kita semua untuk mendukung dan meneladan para gembala kita, yang senantiasa berusaha dan menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina.

 

"Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus" (Flp 3:13-14)

 

Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Filipi di atas ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Marilah kita bersama-sama mengarahkan diri kita ke masa depan untuk semakin menghayati panggilan Allah, dengan kata lain marilah berlomba dalam kesetiaan pada panggilan dan tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/ edit.: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997 hal 24). Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua, guru, pemimpin, atasan dan pejabat dapat menjadi teladan dalam kegairahan menghayati kesetiaan pada panggilan dan tugas pengutusan.

 

Selain mengarahkan diri ke depan, kita juga diajak untuk 'melupakan apa yang telah di belakangku'. Hal ini tidak berarti apa yang telah kita alami atau kita lalui musnah, lenyap, melainkan tetap ada serta menjadi bahan mawas diri agar kita dapat mengarahkan diri ke masa depan dengan tepat atau lebih memadai. Pengalaman akan menjadi pelajaran yang bermanfaat jika sungguh direfleksikan. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua pentingnya kebiasaan berrefleksi di dalam hidup sehari-hari. Baiklah secara konkret kami mengajak anda sekalian untuk selama kurang lebih 15 menit setiap hari mawas diri, misalnya tiap menjelang istirahat malam. Tinggalkan aneka sarana-parasarana alat alat-alat media dan berdiamlah selama kurang lebih lima belas menit sambil memutar film kehidupan sejak pagi hari sampai saat ini menjelang istirahat malam. Lihat dan cermati cara hidup dan cara bertindak macam apa saja yang baik atau buruk, kecenderungan hati yang baik dan buruk, dst.., kemudian mohon kasih pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan serta membuat niat bahwa besok pagi akan memperbaiki apa yang salah dan buruk serta meningkatkan dan memperdalam apa yang benar dan baik.

 

"Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung unta, sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara, untuk memberi minum umat pilihan-Ku; umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku" (Yes 43:18-21). Seruan Tuhan melalui nabi Yesaya ini hendaknya menjadi pedoman atau pegangan jalan hidup kita dalam rangka memperbaiki apa yang salah dan buruh serta meningkatkan dan memperdalam apa yang baik dan benar, sehingga sebagai umat Allah kita "akan memberitakan kemasyhuran Tuhan", mewartakan kebaikan-kebaikan kepada saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Marilah kita saling memuliakan dan berbuat baik, saling menghormati dan melayani, bukan saling melecehkan dan merendahkan.

 

"Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!"TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb!Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya"

 (Mzm 126:2-6) .

 

Jakarta, 21 Maret 2010  


Kamis, 18 Maret 2010

19 Mar - 2Sam 7:4-5a.12-14a.16; Rm 4:13.16-18.22; Mat 1:16.18-21.24a

"Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum"

HR ST YUSUF SUAMI SP MARIA: 2Sam 7:4-5a.12-14a.16; Rm 4:13.16-18.22;  Mat 1:16.18-21.24a

 

"Setiap tahun terjadi 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia atau setiap jamnya terdapat 300 wanita telah menggugurkan kandungannya dengan cara yang membahayakan jiwanya sendiri itu. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siswanto Agus Wilopo, di Jakarta, Kamis, mengatakan, data aborsi tersebut meliputi kasus aborsi yang terjadi secara spontan maupun dengan induksi."Dari jumlah itu, 700 ribu diantaranya dilakukan oleh remaja atau perempuan berusia di bawah 20 tahun," kata Ketua Minat Kesehatan Ibu dan Anak/Reproduksi Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) itu." (www.antara.co.id/ tgl 23/11/06). 700 ribu per tatun berarti kurang lebih 2 per hari, yaitu 2 (dua) remaja atau perempuan menggugurkan kandungan. Remaja atau gadis yang menggugurkan kandungan-nya mungkin karena pergaulan bebas serta ditinggal lari oleh pacarnya, yang tidak bertanggungjawab. Bergitulah sikap mental beberapa remaja laki-laki atau pemuda, yang sering hanya cari enaknya dan tak bersedia bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya. Hari ini kita kenangkan St.Yusuf, 'suami SP Maria' atau tunangan SP Maria, yang mengetahui bahwa Maria mengandung, tergerak untuk meninggalkannya, tetapi ia juga tidak mau mencemarkan nama Maria di muka umum. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan pesta St.Yusuf, suami SP Maria, hari ini saya mengajak lebih-lebih para rekan laki-laki untuk berhati tulus dan tidak mau mencemarkan nama orang lain di muka umum.

 

"Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum" (Mat 1:19)

 

Tulus hati berarti memiliki hati yang mulus dan bersih alias suci, dan secara konkret untuk masa kini antara lain "tidak mencemarkan nama orang lain di muka umum". Pada masa kini kiranya cukup banyak orang yang suka mencemarkan nama baik orang lain yaitu dengan 'ngrumpi/ngrasani', yang pada umumnya membicarakan kekurangan, kelamahan dan dosa orang lain, dimana orang yang dijadikan bahan pembicaraan tidak ada di depannya. Orang yang berbuat demikian berarti melecehkan atau merendahkan orang lain alias melanggar atau menginjak-injak hak asasi manusia. Saya sering mendengar keluhan dari beberapa orang, entah suami atau isteri, yang merasa kurang puas dalam pelayanan kebutuhan pribadi di rumah atau di tempat tidur, dengan mudah menceriterakan kepada rekan kerjanya yang berlainan jenis perihal kekurangan atau kelemahan pasangan hidupnya. Dampaknya adalah kerenggangan hubungan suami-isteri yang dibumbui dengan perselingkuhan.

 

"Tidak mencemarkan nama baik orang lain di muka umum" antara lain berarti menceriterakan apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada dalam diri sesamanya, dengan kata lain senantiasa 'berpikiran positif' (positive thinking). Kami percaya dalam diri kita masing-masing pasti lebih banyak apa yang baik, indah, luhur dan mulia daripada apa yang buruk, remeh, jorok dan kotor. Apa yang baik, luhur, indah dan mulia dalam diri kita antara lain keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh, yaitu :" kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Kami berharap kebiasaan berpikir positif ini sedini mungkin ditanamkan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu saja antara lain dengan teladan konkret dari orangtua/bapak ibu. Apa yang telah dibiasakan di dalam keluarga tersebut hendaknya kemudian diperdalam dan diteguhkan di dalam sekolah-sekolah dan masyarakat. Para pemimpin atau pejabat kami harapkan ketika mengunjungi atau mendatangi bawahannya tidak mencari-cari kelemahan dan kekurangan mereka agar nampak lebih unggul dan wibawa, tetapi lebih melihat apa yang baik, luhur, indah dan mulia. Biarkanlah pada waktunya mereka dengan rendah hati dan jujur menceriterakan sendiri kelemahan dan kekurangannya.

 

"Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman." (Rm 4:13)

Bapa Abraham adalah bapa dan teladan umat beriman, maka siapapun yang mengaku beriman hendaknya meneladan Bapa Abraham, sebagaimana dikatakan Paulus ini "Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Rm 4:18). Apa yang dimaksudkan dengan 'dasar untuk berharap'  adalah segala sesuatu yang masuk akal alias dapat difahami dengan akal budi atau logis, dapat dirasakan oleh panca indera kita. Apa yang disebut harapan memang tidak/belum kelihatan, belum dapat dinikmati atau disarakan, jika sudah kelihatan dan dapat dinikmati berarti bukan harapan. Janji merupakan harapan dan belum kelihatan, dan kita semua kiranya pernah berjanji, maka marilah kita mawas diri sejauh mana telah berusaha agar janji tersebut menjadi kenyataan atau terwujud.

 

Marilah berbagai macam janji yang pernah kita ikrarkan kita hayati berdasarkan iman, yang berarti kita mempersembahkan diri seutuhnya pada janji yang pernah kita ikrarkan beserta aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan janji. Kita hayati janji dengan semangat kasih, hukum utama dan pertama, maka marilah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh kita laksanakan aneka kewajiban dan tugas sebagai uraian aturan atau tatanan. Kepada para pelajar/siswa atau mahasiswa yang sedang belajar kami harapkan sungguh belajar, kepada rekan-rekan pegawai atau pekerja kami harapkan sungguh bekerja, melaksanakan tugas yang dibebankan, dst.. Secara  khusus kami mengingatkan dan mengajak anda semua yang hidup berkeluarga sebagai suami-isteri yang diikat dan didasari oleh cintakasih, ajaran utama dan pertama. Hendaknya suami-isteri setia saling mengasihi baik dalam untung dan malang, sehingga anak-anak yang dianugerahkan juga hidup saling mengasihi. Pengalaman hidup saling mengasihi di dalam keluarga akan menjadi modal dan kekuatan untuk dikembangkan dan diperdalam lebih lanjut di dalam masyarakat.

 

Selain berdasarkan iman, kita juga diharapkan hidup dan bertindak karena kebenaran. Apa yang disebut benar atau baik senantiasa berlaku secara umum atau universal. Salah satu kebenaran dari jati diri kita sebagai manusia adalah sebagai 'gambar atau citra Allah', maka selayaknya kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah, tidak mengikuti selera atau keinginan pribadi atau kelompok saja. Dengan kata lain kita dipanggil untuk hidup dan bertindak dengan pedoman dan acuan kesejahteraan atau kebahagiaan umum (bonum commune). Para pemimpin atau pejabat kami dambakan dapat menjadi teladan dalam hidup dan bertindak atau memfungsikan jabatan atau kedudukannya demi kesejahteraan atau kebahagiaan umum atau rakyat.

 

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mzm 89:2-5)

 

Jakarta, 19 Maret 2010


Rabu, 17 Maret 2010

18 Mar - Kel 32:7-14; Yoh 5:31-47

"Pekerjaan yang Kukerjakan sekarang itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa yang mengutus Aku".

(Kel 32:7-14; Yoh 5:31-47)

 

"Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan yang bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat,dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya." (Yoh 5:31-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Apa yang disebut 'saksi' pada umumnya menyampaikan kebenaran-kebenaran, menceriterakan apa yang dilihat atau dialami apa adanya, dengan jujur dan tanpa takut. Saksi-saksi di dalam proses pengadilan sungguh penting, meskipun apa yang dikatakan oleh saksi sering juga menimbulkan perbantahan atau ketegangan. Dalam warta gembira hari ini Yesus juga berbicara perihal saksi, dan yang dimaksudkan dengan kesaksian adalah pekerjaan, apa yang dikerjakan sesuai dengan perintah yang mengutus. Maka kami mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah di masa Prapaskah ini kita mawas diri sejauh mana kita telah menjadi saksi iman dalam hidup sehari-hari, dalam aneka kesibukan dan pelayanan kita. Dengan kata lain apakah cara hidup dan cara bertindak kita sesuai dengan kehendak Tuhan, apakah saya setia melaksanakan janji-janji yang pernah kita ikhrarkan, dst.. Ada pepatah "pohon dikenal melalui buahnya', dan memang kebanyakan orang lebih cenderung melihat dan memperhatikan buah daripada pohonnya, lebih memperhatikan penampilan daripada jati diri orangnya, dst… Maka marilah kita tampilkan atau hadirkan diri kita sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga memikat, mempesona dan menarik siapapun yang melihat cara hidup dan cara bertindak kita. Dan tentu saja penampilan diri tersebut perlu diimbangi dengan kesucian hati, jiwa dan akal budi serta tubuh, sehingga penampilannya bukan sandiwara atau penipuan belaka. Kesaksian iman merupakan cara utama dan pertama dalam tugas panggilan untuk mewartakan Kabar Baik.

·    "Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban" (Kel 32:7-8), demikian firman Tuhan kepada Musa. Dalam perjalanan menuju 'tanah terjanji', bangsa terpilih telah menyeleweng. Apa yang dialami bangsa terpilih ini kiranya juga terjadi dalam diri kita, dalam perjalanan mengarungi dan menghayati panggilan, melaksanakan tugas pekerjaan atau  pengutusan. Berbagai macam tantangan, hambatan dan masalah masa kini merupakan rayuan atau godaan untuk menyeleweng atau berselingkuh. Dengan jujur dan rendah hati marilah kita mengakui dan menghayati diri bahwa kita telah menyeleweng atau berselingkuh, artinya kurang atau tidak setia pada panggilan kita, namun demikian kita masih nampak setia pada panggilan. Maka baiklah kita saling mengingatkan dan mengakui dengan jujur perihal penyelewengan dan perselingkuhan: kepada yang diperingatkan hendaknya dengan rendah hati berterima kasih kepada yang mengingatkan, sebaliknya yang mengingatkan hendaknya dengan rendah hati juga memperlakukan yang diingatkan. Penyelewenagan yang rasanya banyak dilakukan adalah 'penyembahan atau pembaktian diri pada aneka macam sarana teknologi modern', seperti HP dan internet atau  harta benda dan uang. HP dan internet yang memang didukung oleh uang pada masa kini sungguh merupakan godaan atau rayuan untuk menyeleweng dan berselingkuh. Maka kami harapkan kita dapat mengendalikan diri dalam pemanfaatan HP maupun internet.

 

"Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; mereka menukar Kemuliaan mereka dengan bangunan sapi jantan yang makan rumput.Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir: perbuatan-perbuatan ajaib di tanah Ham, perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau." (Mzm 106:19-22)

       

Jakarta, 18 Maret 2010


Selasa, 16 Maret 2010

17 Mar - Yes 49:8-15; Yoh 5:17-30

"Apa yang dikerjakan Bapa itu juga yang dikerjakan Anak"

(Yes 49:8-15; Yoh 5:17-30)

 

"Ia berkata kepada mereka: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga." Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah. Maka Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi dari pada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya. Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia." (Yoh 5:17-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dua orang atau kelompok yang saling tidak percaya dan curiga, ketika salah satu pihak membuka jati diri yang sebenarnya pada umumnya relasi keduanya semakin tegang dan runcing. Demikianlah yang terjadi dengan Yesus dan orang-orang Yahudi, yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Penyelamat Dunia, yang telah dijanjikan bagi mereka. Setelah Yesus menyatakan bahwa DiriNya adalah Anak Allah, maka orang-orang Yahudi semakin tergerak untuk menyingkirkan Yesus. Apa yang terjadi antara Yesus dan orang-orang Yahudi ini rasanya dapat terjadi dalam hidup terpanggil, entah menjadi imam, bruder dan suster(setelah kaul akhir) atau suami-isteri/ berkeluarga. Masa lima tahun pertama setelah tahbisan imam, kaul akhir membiara atau hidup berkeluarga, adalah masa-masa dimana masing-masing mulai membuka diri dengan jujur, entah sadar atau tidak sadar, atau dikenali kelemahan dan kekurangannya. Ada kecenderungan pada masa lima tahun pertama tersebut orang hidup dan bertindak seenaknya sendiri, tiada sandiwara kehidupan lagi. Masa lima tahun pertama memang boleh dikatakan masa krisis, maka siapa dapat melewati krisis tersebut dengan baik ia akan semakin mantap dan setia menghayati panggilan hidupnya, sebaliknya ketika mereka tak mampu melewati krisis pada umumnya akan terjadi perceraian atau pengunduran diri dari panggilan. Maka kami berharap pada masa lima tahun pertama menelusuri hidup terpanggil tersebut hendaknya tidak melupakan peran dan karya Tuhan; dengan kata lain jangan melupakan hidup doa, rohani atau spiritual, dan jangan sampai mabuk kerja, dst…

·   "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau" (Yes 49:15). Kutipan ini menggambarkan kesetiaan Tuhan kepada umatNya. Perempuan atau ibu yang baik kiranya senantiasa menyayangi anak kandungnya dalam keadaan atau situasi dan kondisi apapun. Kasih sayang ibu terhadap anak kandungnya hemat saya tidak hanya terbatas pada makanan, minuman, uang, pakaian dst.. melainkan lebih-lebih dan terutama kebersamaan hidup maupun pendampingan pada saat-saat penting. Memang tidak berarti memanjakan, melainkan dapat berpedoman pada motto bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro, yaitu "ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani" (keteladanan, pemberdayaan dan motivasi). Yang mungkin baik saya angkat atau ingatkan adalah keteladanan dan pemberdayaan, karena hal ini berarti ada komunikasi atau relasi yang baik dan memadai, terjadi pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih. Hendaknya anak-anak jangan merasa kurang kasih sayang dari orangtuanya, maka dengan ini kami berharap para ibu sungguh memperhatikan anak-anak kandungnya pada masa/usia balita, memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anak kandung yang masih berumur di bawah lima tahun. Kecenderungan keluarga-keluarga atau ibu-ibu muda masa kini dengan mudah meninggalkan anak balitanya demi karier atau gengsi, bahkan tidak menyusui anaknya secara memadai. Jika terjadi demikian ada kemungkinan anak-anak merasa dilupakan, kurang disayangi oleh ibunya, namun Tuhan tidak akan melupakannya, tetap menyayangi melalui orang-orang yang baik hati dan penuh pengorbanan menyayangi anak-anak yang kurang kasih sayang.

 

"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." (Mzm 145:8-9.17-18)

 

Jakarta, 17 Maret 2010    .        


Senin, 15 Maret 2010

16 Mar - Yeh 47:1-9.12; Yoh 5:1-16

"Jangan berbuat dosa lagi supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk."

(Yeh 47:1-9.12; Yoh 5:1-16)


"Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?"Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat.Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: "Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu." Akan tetapi ia menjawab mereka: "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah."Mereka bertanya kepadanya: "Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?" Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia.Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat."(Yoh 5:5-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Menderita sakit lumpuh selama tiga puluh delapan tahun kiranya sungguh sangat menderita. Pada hari Sabat Yesus menyembuhkan orang tersebut dan menimbulkan kemarahan orang-orang Yahudi, karena Yesus maupun orang yang disembuhkan tersebut dinilai melanggar peraturan. Kasih memang mengatasi atau mendasari aneka macam peraturan, maka yang terutama dan utama adalah kasih bukan peraturan. Pelaksanaan peraturan yang begitu disiplin dan ketat memang sering melupakan atau mengesampingkan kasih. Hukum rimba pada umumnya menyingkirkan atau mengabaikan yang sakit dan lemah, dan hanya yang kuat memiliki kemungkinan untuk beruntung. Bertindak dalam dan oleh kasih sering harus berani melawan arus dengan resiko dibenci dan diancam oleh orang-orang tertentu yang bermental legalistis. Namun kasih sungguh dapat menyembuhkan, dan hal itulah yang dilakukan oleh Yesus ketika Ia menyembuhkan orang yang lumpuh, dan kepada orang yang telah disembuhkan Ia berpesan : "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk". Pesan Yesus ini mungkin juga terarah kepada kita semua, yang telah disembuhkan dari aneka macam bentuk penyakit, maka marilah jika kita telah sembuh dari penyakit kemudian hidup baik dan berbudi pekerti luhur, hidup yang dijiwai dan didasari oleh kasih. Percayalah bahwa jika hidup saling mengasihi, maka tidak akan terjadi sesuatu yang buruk dalam kehidupan bersama kita.

·   "Ke mana saja sungai itu mengalir, segala makhluk hidup yang berkeriapan di sana akan hidup. Ikan-ikan akan menjadi sangat banyak, sebab ke mana saja air itu sampai, air laut di situ menjadi tawar dan ke mana saja sungai itu mengalir, semuanya di sana hidup" (Yeh 47:9). Air memang menjadi sumber kehidupan bagi seluruh ciptaan Tuhan: manusia, binatang dan tanaman atau tumbuh-tumbuhan. Dalam berbagai agama air juga menjadi symbol untuk penyucian atau pembersihan diri, sehingga orang yang telah disucikan, diberkati dengan air suci, menjadi bergairah dan gembira. Karena keserakahan dan kesombongan sementara orang, di beberapa tempat di dunia ini mengalami kesulitan air bersih. Apa yang dikatakan oleh Yeheskiel, sebagaimana saya kutipkan di atas, kiranya mengajak kita semua untuk menjaga dan merawat sumber-sumber air bersih, antara lain menjaga dan merawat aneka jenis tanaman, entah di pegunungan atau dataran rendah. Marilah kita tingkatkan dan perluas gerakan penghijauan lahan, tanah-tanah kering dan bukit-bukit gundul. Kami juga menyayangkan terjadinya komersialisasi air tanah atau sumber air bersih di beberapa tempat di Indonesia masa kini, sehingga terjadi kekeringan di beberapa tempat, yang semua menerima aliran air secara gratis atau cuma-cuma. Komersialisasi air dalam kemasan botol plastik yang marak saat ini hemat saya telah mencemari lingkungan, antara lain dengan memonopoli sumber air dengan uangnya sehingga menimbulkan debu beterbangan di sana-sini, dan sampah plastik (botol) yang merusak tanah. Dengan kata lain boleh dikatakan bahwa komersialisasi air rasanya membuat orang semakin menderita. Moga-moga air sebagai anugerah Tuhan tidak dikomersielkan dengan serakah tanpa perhitungan. Keserakahan mengkomsumsi air masa kini berarti berdosa terhadap anak-cucu atau generasi penerus.

 

"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai. Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi" (Mzm 46:2-3.5-6)

 

Jakarta, 16 Maret 2010

     

     


Minggu, 14 Maret 2010

15 Mar - Yes 65:17-21; Yoh 4:43-54

"Pergilah, anakmu hidup!"

(Yes 65:17-21; Yoh 4:43-54)

 

"Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. Maka setelah Ia tiba di Galilea, orang-orang Galilea pun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiri pun turut ke pesta itu. Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang." Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu ia pun percaya, ia dan seluruh keluarganya. Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea" (Yoh 4:43-54), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sehat dan sakit erat kaitannya dengan beriman dan kurang/tidak beriman.  Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, sehingga cara hidup dan cara bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan, mentaati dan melaksanakan aneka tatanan dan aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusannya. Maka pegawai istana menghadap Yesus, Tuhan, mohon penyembuhan bagi anaknya yang sakit, hampir mati, dan Yesus pun menanggapi "Pergilah, anakmu hidup". Pegawai istana 'pergi' kepada Tuhan dan kemudian diminta 'pergi' kepada anaknya, apa artinya semua ini? Hal itu berarti hidup doa/rohani tak terpisahkan dari hidup sehari-sehari yang mengerahkan tenaga dan waktu. "Ora et labora", berdoa dan bekerja, bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua: apakah kita sedang sakit, dalam keadaan sakit (sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi, sakit tubuh?), jika memang sedang sakit marilah kita berobat atau bertobat. Dengan jujur kiranya kita semua harus mengakui dan menghayati diri sebagai yang sedang sakit, mungkin tidak 100 % sakit, maka marilah kita bersama-sama dan saling membantu untuk meningkatkan dan memperdalam integrasi hidup rohani/doa dan kerja atau kesibukan kita. Dengan kata lain dalam masa Prapaskah ini kami mengajak kita semua untuk semakin tekun dan rajin serta setia baik dalam berdoa maupun bekerja alias melaksanakan tugas pekerjaan sehari-hari.

·   "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati" (Yes 65:17). Tuhan tidak akan mengingat-ingat lagi kesalahan dan dosa-dosa kita masa lalu, maka sebagai orang beriman kita dipanggil juga untuk tidak mengingat-ingat kesalahan, dosa dan kekurangan orang lain maupun diri kita sendiri, dengan kata lain di dalam hidup sehari-hari hendaknya kita senantiasa berpedoman pada 'positive thinking', berpikiran positif. Dengan dan dalam berpikiran positif kita berarti senantiasa melihat dan mengimani apa yang baik, indah, mulia dan luhur baik dalam diri kita masing-masing maupun sesama atau saudara-saudari kita. Dengan demikian kita akan  hidup sehat, segar bugar, panjang usia, sebagaimana tertulis dalam kitab Yesaya "Di situ tidak akan ada lagi bayi yang hanya hidup beberapa hari atau orang tua yang tidak mencapai umur suntuk, sebab siapa yang mati pada umur seratus tahun masih akan dianggap muda" (Yes 65:20). Memang hal ini tidak hanya karena usaha dan jerih payah kita saja, melainkan juga karena anugerah dan rahmat Tuhan. Sebagai usaha dan jerih payah kita antara lain dapat berupa usaha untuk hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan sesuai pedoman 'empat sehat lima sempurna', berolahraga dan beristirahat secara teratur. Maka kami berharap kepada para orangtua yang memiliki anak-anak balita atau remaja untuk memperhatikan hal tersebut, dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua sendiri. Biasakan makan dan minum sesuai pedoman kesehatan, berolahraga yang murah dan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, antara lain berjalan kaki cepat atau lari-lari.

 

"Aku akan memuji Engkau, ya TUHAN, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku. TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur. Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai"

 (Mzm 30:2.4-6)

Jakarta, 15 Maret 2010