Mg Biasa XI : 2Sam 12:7-10.13; Gal 2:16.19-21; Luk 7:36-8:3
" Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih"
Kesan pertama kali pada umumnya akan begitu membekas di dalam hati,
apalagi apa yang dilihat pertama kali kemudian juga sering terjadi.
Itulah yang hidup dalam kebersamaan kita di masyarakat. Di masyarakat
kita berlaku kebiasaan bahwa sekali orang berbuat jahat akan dengan
mudah dipandang sebagai penjahat, dengan kata lain ada sikap mental
dalam diri kita ini lebih mudah mengadili orang lain, yang berarti
memandangnya sebagai orang jahat daripada dengan rendah hati melihat
kemungkinan bagi orang untuk bertobat dari kejahatannya. Pada masa
Orde Baru pernah terjadi gerakan yang disebut 'Bersih Diri' dan
'Bersih Lingkungan', dalam rangka mengusahakan pemerintahan yang
bersih. Yang dimaksudkan dengan 'Bersih Diri' adalah bahwa orang sama
sekali tidak terlibat dalam 'Gerakan 30 September' (G30S) PKI,
sedangkan 'Bersih Lingkungan' dimasudkan bahwa orang yang bersangkutan
tidak ada ikatan/relasi keluarga dengan tokoh PKI. Masa itu orang yang
tak 'bersih diri' maupun 'bersih lingkungan' tidak dapat menjadi
pegawai negeri apalagi pejabat pemerintahan. Itulah sikap mental
Farisi pada masa itu, mereka merasa bersih, padahal sebenarnya adalah
penjahat kelas kakap, antara lain berbuat jahat dengan korupsi,
memeras hak rakyat. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan perihal
Yesus yang mengampuni pendosa besar, karena sang pendosa dengan rendah
hati mohon kasih pengampunanNya.
"Sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon:
"Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak
memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi
kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak
mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium
kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia
meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.Sebab itu Aku berkata kepadamu:
Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat
kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat
kasih." (Luk 7:44-47)
Perempuan yang mendatangi Yesus serta membasaki kakiNya dengan air
mata dan menyekanya dengan rambutnya adalah pendosa besar, dan di
tengah masyarakat dikenal sebagai pelacur klas kakap. Pendosa macam
ini kiranya dinilai sebagai 'sampah masyarakat', karena
mengkomersiel-kan kemolekan tubuhnya untuk memenuhi nafsu seksual
lelaki, dan dengan demikian menjadi batu sandungan untuk berdosa alias
menyebabkan orang lain berdosa. Ada kemungkinan perempuan macam ini
terpaksa melacurkan diri yang disebabkan oleh lelaki yang tak
bertanggungjawab; dengan kata lain dari hatinya yang terdalam ada
kerinduan untuk bertobat, maka ketika menerima sentuhan hati Yesus
yang murah hati serta penuh dengan belas kasih pengampunan ia pun
bertobat.
Kita mungkin dapat meneladan sang perempuan yang bersangkutan atau
meneladan Yesus. Meneladan sang perempuan berarti betapa besar atau
kecil dosa kita, marilah dengan rendah hati kita mohon kasih
pengampunan Tuhan, serta tidak melakukan dosa lagi. Sebagai wujud
terima kasih atas kasih pengampunanNya kita hidup mengasihi siapapun
tanpa pandang bulu. Meneladan Yesus berarti hidup dan bertindak dengan
kasih pengampunan kepada orang lain tanpa pandang bulu. Secara konkret
hal ini antara lain dapat kita wujudkan: sebagai orangtua ketika
melihat anaknya kurang ajar hendaknya dididik dan didampingi dengan
penuh kasih agar bertobat, sebagai guru atau pendidik ketika melihat
peserta didik 'bodoh' alias kurang dapat menerima dan memahami
pengajaran yang disampaikannya, hendaknya peserta didik yang
bersangkutan dididik dan didampingi dengan penuh kesabaran dan
kerendahan hati.
Kepada kita semua marilah kita sadari dan hayati bahwa kepada kita
Tuhan menganugerahi kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat atau
memperbaharui diri. Kami percaya dalam kehidupan sehari-sehari di
tengah masyarkat pasti ada kemungkinan dan kesempatan bagi kita semua
untuk bertobat atau memperbaharui diri, maka ketika ada kesempatan dan
kemungkinan hendaknya segera dimanfaatkan dan tidak disia-siakan.
Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk senantiasa
memberi kesempatan dan kemungkinan bagi orang lain untuk bertobat atau
memperbaharui diri. Ingatlah dan sadari serta hayati bahwa Tuhan juga
menganugerahi kesempatan dan kemungkinan kepada kita semua untuk
bertobat. Jika sampai kini kita masih dianugerahi kehidupan itu
berarti kita dianugerahi kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat dan
memperbaharui diri, maka marilah kita senantiasa berusaha untuk
bertobat, berubah menjadi semakin suci, semakin bermoral atau semakin
berbudi pekerti luhur.
"Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku
hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku
hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi
aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak kasih
karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka
sia-sialah kematian Kristus" (Gal 2:19-21)
"Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan
lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam
aku", inilah yang kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan.
Sebagai orang beriman kita semua diharapkan hidup dan bertindak dalam
Tuhan, bukan hidup dan bertindak seenaknya sendiri, mengikuti selera
atau keinginan pribadi. Dalam hidup bersama dimana pun kita akan
menghadapi tata tertib atau aturan, maka langkah awal agar kita dapat
hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan alias di
dalam Tuhan tidak lain adalah setia melaksanakan aneka tata tertib
atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan
kita masing-masing.
Semua aturan atau tata tertib bersumber dari dan bermuara pada
cintakasih, maka marilah kita senantiasa hidup dalam dan oleh
cintakasih, karena kita semua diciptakan, diperkembangkan atau
dibesarkan dalam dan oleh cintakasih, tanpa cintakasih kita tak
mungkin hidup sebagaimana adanya pada saat ini. Sekali lagi kami
ingatkan dan angkat bahwa salah satu wujud cintakasih yang sangat
mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan pada masa
kini adalah 'memboroskan waktu dan tenaga bagi yang terkasih'. Maka
dengan rendah hati kami ajak para orangtua untuk sungguh memboroskan
waktu dan tenaga bagi anak-anaknya, terutama anak-anak pada usia
balita. Kepada para pemimpin atau atasan kami harapkan sungguh
memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dipimpin atau bawahan.
Ibu Teresa dari Calcuta menasihati kita semua agar senantiasa dengan
dan dalam cintakasih yang besar dalam melakukan segala sesuatu. "Bukan
besarnya pekerjaan yang penting, melainkan pekerjaan sekecil apapun
hendaknya dilaksanakan atau dilakukan dengan cinta kasih besar".
Cintakasih besar hemat saya senada dengan pemborosan waktu dan tenaga
bagi yang terkasih. Dengan ini kami berharap kepada kita semua:
marilah tugas pekerjaan atau kewajiban sekecil apapun kita laksanakan
dengan cintakasih yang besar. Dengan cintakasih yang besar pekerjaan
sebesar dan seberat apapun juga dapat diselesaikan dengan baik dan
memuaskan. Ketika kita semua melakukan segala sesuatu dengan
cintakasih yang besar, maka hidup bersama dimana pun dan kapan pun
akan damai sejahtera, nikmat dan selamat, menarik, memikat dan
mempesona.
"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya
ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak
diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! Dosaku
kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku
berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,"
dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Engkaulah persembunyian
bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi
aku, sehingga aku luput dan bersorak."
(Mzm 32:1-2.5.7)
Ign 16 Juni 2013
" Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih"
Kesan pertama kali pada umumnya akan begitu membekas di dalam hati,
apalagi apa yang dilihat pertama kali kemudian juga sering terjadi.
Itulah yang hidup dalam kebersamaan kita di masyarakat. Di masyarakat
kita berlaku kebiasaan bahwa sekali orang berbuat jahat akan dengan
mudah dipandang sebagai penjahat, dengan kata lain ada sikap mental
dalam diri kita ini lebih mudah mengadili orang lain, yang berarti
memandangnya sebagai orang jahat daripada dengan rendah hati melihat
kemungkinan bagi orang untuk bertobat dari kejahatannya. Pada masa
Orde Baru pernah terjadi gerakan yang disebut 'Bersih Diri' dan
'Bersih Lingkungan', dalam rangka mengusahakan pemerintahan yang
bersih. Yang dimaksudkan dengan 'Bersih Diri' adalah bahwa orang sama
sekali tidak terlibat dalam 'Gerakan 30 September' (G30S) PKI,
sedangkan 'Bersih Lingkungan' dimasudkan bahwa orang yang bersangkutan
tidak ada ikatan/relasi keluarga dengan tokoh PKI. Masa itu orang yang
tak 'bersih diri' maupun 'bersih lingkungan' tidak dapat menjadi
pegawai negeri apalagi pejabat pemerintahan. Itulah sikap mental
Farisi pada masa itu, mereka merasa bersih, padahal sebenarnya adalah
penjahat kelas kakap, antara lain berbuat jahat dengan korupsi,
memeras hak rakyat. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan perihal
Yesus yang mengampuni pendosa besar, karena sang pendosa dengan rendah
hati mohon kasih pengampunanNya.
"Sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon:
"Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak
memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi
kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak
mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium
kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia
meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.Sebab itu Aku berkata kepadamu:
Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat
kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat
kasih." (Luk 7:44-47)
Perempuan yang mendatangi Yesus serta membasaki kakiNya dengan air
mata dan menyekanya dengan rambutnya adalah pendosa besar, dan di
tengah masyarakat dikenal sebagai pelacur klas kakap. Pendosa macam
ini kiranya dinilai sebagai 'sampah masyarakat', karena
mengkomersiel-kan kemolekan tubuhnya untuk memenuhi nafsu seksual
lelaki, dan dengan demikian menjadi batu sandungan untuk berdosa alias
menyebabkan orang lain berdosa. Ada kemungkinan perempuan macam ini
terpaksa melacurkan diri yang disebabkan oleh lelaki yang tak
bertanggungjawab; dengan kata lain dari hatinya yang terdalam ada
kerinduan untuk bertobat, maka ketika menerima sentuhan hati Yesus
yang murah hati serta penuh dengan belas kasih pengampunan ia pun
bertobat.
Kita mungkin dapat meneladan sang perempuan yang bersangkutan atau
meneladan Yesus. Meneladan sang perempuan berarti betapa besar atau
kecil dosa kita, marilah dengan rendah hati kita mohon kasih
pengampunan Tuhan, serta tidak melakukan dosa lagi. Sebagai wujud
terima kasih atas kasih pengampunanNya kita hidup mengasihi siapapun
tanpa pandang bulu. Meneladan Yesus berarti hidup dan bertindak dengan
kasih pengampunan kepada orang lain tanpa pandang bulu. Secara konkret
hal ini antara lain dapat kita wujudkan: sebagai orangtua ketika
melihat anaknya kurang ajar hendaknya dididik dan didampingi dengan
penuh kasih agar bertobat, sebagai guru atau pendidik ketika melihat
peserta didik 'bodoh' alias kurang dapat menerima dan memahami
pengajaran yang disampaikannya, hendaknya peserta didik yang
bersangkutan dididik dan didampingi dengan penuh kesabaran dan
kerendahan hati.
Kepada kita semua marilah kita sadari dan hayati bahwa kepada kita
Tuhan menganugerahi kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat atau
memperbaharui diri. Kami percaya dalam kehidupan sehari-sehari di
tengah masyarkat pasti ada kemungkinan dan kesempatan bagi kita semua
untuk bertobat atau memperbaharui diri, maka ketika ada kesempatan dan
kemungkinan hendaknya segera dimanfaatkan dan tidak disia-siakan.
Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk senantiasa
memberi kesempatan dan kemungkinan bagi orang lain untuk bertobat atau
memperbaharui diri. Ingatlah dan sadari serta hayati bahwa Tuhan juga
menganugerahi kesempatan dan kemungkinan kepada kita semua untuk
bertobat. Jika sampai kini kita masih dianugerahi kehidupan itu
berarti kita dianugerahi kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat dan
memperbaharui diri, maka marilah kita senantiasa berusaha untuk
bertobat, berubah menjadi semakin suci, semakin bermoral atau semakin
berbudi pekerti luhur.
"Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku
hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku
hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi
aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak kasih
karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka
sia-sialah kematian Kristus" (Gal 2:19-21)
"Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan
lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam
aku", inilah yang kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan.
Sebagai orang beriman kita semua diharapkan hidup dan bertindak dalam
Tuhan, bukan hidup dan bertindak seenaknya sendiri, mengikuti selera
atau keinginan pribadi. Dalam hidup bersama dimana pun kita akan
menghadapi tata tertib atau aturan, maka langkah awal agar kita dapat
hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan alias di
dalam Tuhan tidak lain adalah setia melaksanakan aneka tata tertib
atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan
kita masing-masing.
Semua aturan atau tata tertib bersumber dari dan bermuara pada
cintakasih, maka marilah kita senantiasa hidup dalam dan oleh
cintakasih, karena kita semua diciptakan, diperkembangkan atau
dibesarkan dalam dan oleh cintakasih, tanpa cintakasih kita tak
mungkin hidup sebagaimana adanya pada saat ini. Sekali lagi kami
ingatkan dan angkat bahwa salah satu wujud cintakasih yang sangat
mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan pada masa
kini adalah 'memboroskan waktu dan tenaga bagi yang terkasih'. Maka
dengan rendah hati kami ajak para orangtua untuk sungguh memboroskan
waktu dan tenaga bagi anak-anaknya, terutama anak-anak pada usia
balita. Kepada para pemimpin atau atasan kami harapkan sungguh
memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dipimpin atau bawahan.
Ibu Teresa dari Calcuta menasihati kita semua agar senantiasa dengan
dan dalam cintakasih yang besar dalam melakukan segala sesuatu. "Bukan
besarnya pekerjaan yang penting, melainkan pekerjaan sekecil apapun
hendaknya dilaksanakan atau dilakukan dengan cinta kasih besar".
Cintakasih besar hemat saya senada dengan pemborosan waktu dan tenaga
bagi yang terkasih. Dengan ini kami berharap kepada kita semua:
marilah tugas pekerjaan atau kewajiban sekecil apapun kita laksanakan
dengan cintakasih yang besar. Dengan cintakasih yang besar pekerjaan
sebesar dan seberat apapun juga dapat diselesaikan dengan baik dan
memuaskan. Ketika kita semua melakukan segala sesuatu dengan
cintakasih yang besar, maka hidup bersama dimana pun dan kapan pun
akan damai sejahtera, nikmat dan selamat, menarik, memikat dan
mempesona.
"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya
ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak
diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! Dosaku
kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku
berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,"
dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Engkaulah persembunyian
bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi
aku, sehingga aku luput dan bersorak."
(Mzm 32:1-2.5.7)
Ign 16 Juni 2013