Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Kamis, 05 April 2012

Malam Paska


MALAM PASKA:

Kej 1:1-2:1; Kel 14:15-15:1; Bar 3:9-15.32-4:4; Rm 6:3-11; Mrk 16:1-8

"Sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea"


Pertama-tama kami ucapkan "SELAMAT PASKA 2012" kepada anda sekalian, semoga kebangkitan Yesus dari mati juga membangkitkan penghayatan iman kita sehingga kita tak takut dan gentar menjadi saksi iman dalam hidup kita sehari-hari kapan pun dan dimana pun. Cukup menarik dan mengesan bagi saya bahwa yang menjadi saksi kebangkitan Yesus dari mati yang pertama kali adalah para wanita, dimana "setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus.Dan pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke kubur" (Mrk 16:1-2). Hari-hari itu para rasul kiranya masih berada dalam ketakutan: jangan-jangan mereka juga akan disalibkan seperti Yesus, maka mereka takut untuk keluar dari rumah atau tempat tinggal mereka. Perintah malaikat kepada para wanita, setelah mereka melihat makam Yesus kosong, kiranya sungguh menarik untuk kita renungkan atau refleksikan, maka baiklah dengan sederhana saya coba merefleksikannya.

"Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia.Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu." (Mrk 16:6-7)

Makam atau kuburan adalah  tempat orang mati alias mayat dikuburkan. Memang tidak semua orang berani di malam atau pagi-pagi hari berjalan sendirian di tengah-tengah makam atau kuburan, melewati jalan dekat makam pun takut. Ketakutan akan lebih besar ketika ada orang yang baru saja meninggal dan dimakamkan serta yang bersangkutan menjadi korban kebencian atau permusuhan, sehingga rekan-rekan dari orang yang meninggal tersebut kiranya sangat takut. Suasana macam itulah yang terjadi hari Minggu pagi setelah wafat Yesus. Dalam suasana yang demikian pada umumnya orang yang kuat secara phisik seperti laki-laki takut, sedangkan mereka yang dipandang lemah seperti para wanita tidak takut, maka para wanita lah yang di hari Minggu pagi-pagi benar tersebut pergi ke makan Yesus dan akhirnya menjadi saksi kebangkitan yang pertama.

Para wanita tersebut 'keluar' atau 'dikeluarkan oleh Allah' dari ketakutan dan persembunyian karena cintakasihnya kepada Yesus, sebagaimana Yesus juga telah dibangkitkan oleh Allah dari mati, dari kuburnya. Apa yang mereka lakukan kiranya merupakan kenangan akan para leluhurnya yang dikeluarkan dari pengasingan di Mesir untuk kembali ke tanah terjanji. "Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat. Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering.Tetapi sungguh Aku akan mengeraskan hati orang Mesir, sehingga mereka menyusul orang Israel, dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya, keretanya dan orangnya yang berkuda, Aku akan menyatakan kemuliaan-Ku" (Kel 14:15-17), demikian firman Allah kepada Musa yang diminta untuk memimpin bangsanya keluar dari Mesir.

"Jangan takut", demikian sapaan Allah melalui malaikatNya kepada para wanita yang sedang mencari Yesus. Keberanian mereka diteguhkan oleh Allah untuk selanjutnya memberi tahu kepada para muridNya agar mereka menemukan Yesus yang bangkit di tempat tinggal mereka, yaitu di Galilea, karena mereka adalah orang-orang Galilea. Pesan 'Jangan takut' juga terarah bagi kita semua untuk tidak takut memberitakan bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati, dan dalam kemuliaanNya Ia hidup dan berkarya dalam diri kita maupun saudara-saudari kita yang beriman kepadaNya, terutama di tempat tinggal atau tempat kerja kita masing-masing, dimana kita memboroskan waktu dan tenaga kita setiap hari. Dengan kata lain dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari kita tidak perlu takut untuk menjadi saksi iman, keluar dari diri kita masing-masing dengan berbuat baik atau memberitakan apa yang baik dan menyelamatkan kepada saudara-saudari kita.

"Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia.Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah.Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus." (Rm 6:8-11)

"Kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus", inilah yan hendaknya kita refleksikan dan hayati di dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari kapan pun dan dimana pun. Kami percaya bahwa kebanyakan dari kita belum lama ini telah mengaku dosa serta menerima rahmat kasih pengampunan Allah sebagai kekuatan untuk 'hidup baru', hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus, meninggalkan aneka perbuatan dosa yang telah kita lakukan. Hidup bagi Allah berarti senantiasa membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah, sehingga dalam kondisi dan situasi apapun orang setia kepada kehendak Allah, tak pernah melawan atau melanggar kehendak dan perintah Allah alias tidak melakukan dosa.

Yesus yang telah bangkit dari mati hadir dan berkarya dimana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan tentu saja di antara orang-orang yang beriman kepadaNya. Jika kita sungguh setia pada kehendak dan perintah Allah, maka sabda ini akan menjadi kenyataan atau terwujud dalam car hidup dan cara tertindak kita, yaitu keadaan manusia ketika diciptakan oleh Allah:"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (Kej 1:26). Akibat dosa memang manusia tidak lagi menjadi gambar atau citra Allah, dan kita semua yang beriman kepada Yesus dipanggil untuk mengembalikannya, membuat sesama dan saudara-saudari kita sebagai gambar atau citra Allah; tentu saja kita sendiri senantiasa juga menjadi gambar atau citra Allah.

Menjadi gambar atau citra Allah berarti siapapun yang melihat kita atau hidup dan bekerja bersama dengan akan melihat Allah yang hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini, dan dengan demikian juga akan tergerak atau termotivasi untuk semakin membaktikan diri sepenuhnya  kepada Allah, hidup bagi Allah dalam kondisi dan situasi apapun dan dimana pun. Marilah kita meneladan para wanita, saksi kebangkitan Yesus yang pertama, yang dengan rendah hati memberi tahu kepada para muridNya bahwa Ia telah mendahului keberadaan mereka. Menjadi gambar atau citra Allah juga berarti bahwa kita senantiasa mengimani bahwa Allah telah mendahului perjalanan penghayatan panggilan dan pelaksanaan tugas pengutusan kita masing-masing. Allah mendahului hadir dan berkarya dalam tugas dan kewajiban yang akan kita hadapi dan kerjakan, maka hendaknya tidak takut dan gentar menghadapi dan mengerjakan tugas dan kewajiban seberat dan sebesar apapun.        

"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu."

(Mzm 51:12-15)

"SELAMAT PASKA, ALLELUYA, ALLELUYA"

Ign 7 April 2012


Jumat Agung


JUMAT AGUNG:

Yer 52:13-53:12; Ibr 4:14-16; 5:7-9;Yoh 18:1-19:42

"Kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita"

Imam Besar adalah "imam agung bangsa Yahudi yang berasal dari golongan aristokrat Yahudi. Ia berwibawa besar baik dalam bidang sipil maupun agama, sejauh mewakili bangsanya di hadapan penguasa Roma. Ia mengepalai 'Mahkamah Agama', namun baik hak-haknya maupun kewajiban-kewajibannya terutama menyangkut 'peribadatan'. Setelah dilantik dengan pengurapan khusus dan dianugerahi kesucian, ia mempersembahkan 'korban harian', ia mengetuai semua acara besar, dan seorang diri ia memasuki tempat yang 'terkudus pada hari raya Perdamaian" (Xavier Leon – Dufour: Ensiklopedi Perjanjian Baru, Penerbit Kanisius – Yogyakarta 1990, hal 280-281). Kutipan ini saya angkat untuk mengajak anda sekalian dalam rangka mengenangkan Yesus Kristus, Imam Besar Agung, yang mempersembahkan Diri seutuhnya kepada Allah dan dunia, demi keselamatan seluruh umat manusia, dengan wafat di kayu salib pada hari ini.

"Ibu, inilah, anakmu!" (Yoh 19:26)

Kutipan diatas ini adalah sabda Yesus di puncak kayu salib kepada Bunda Maria seraya memandang murid yang terkasih. Kata-kata yang keluar dari mulut seseorang menjelang kematiannya pada umumnya mengesan alias sungguh didengarkan dan dilaksanakan atau ditanggapi secara positif. Bunda Maria adalah Bunda umat beriman, yang setia bersama dengan 'Puteranya' sampai detik terakhir; ia diserahi murid terkasih untuk selanjutnya didampingi dalam perjalanan penghayatan imannya. Murid terkasih Yesus berarti menjadi sahabat Yesus, hidup dan bertindak dengan meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus maupun melaksanakan sabda-sabdaNya. Kita percaya bahwa Bunda Maria setia pada sabda Yesus tersebut di atas, yaitu sampai kini ia setia mendampingi umat beriman dengan doa-doanya, terutama bagi mereka yang sungguh berkehendak untuk menjadi sahabat-sahabat Yesus, dan tentu saja secara khusus bagi para imam.

Berkehendak untuk menjadi sahabat Yesus berarti siap sedia untuk meneladanNya, antara lain senantiasa menjadi suci dalam hidupnya. Yesus telah menyucikan dunia seisinya dengan menderita dan wafat di kayu salib, maka berkehendak menjadi suci berarti senantiasa siap sedia untuk menderita dan mati karena kesetiaan dan ketaatan pada iman dan panggilan. Mungkin kita tidak akan menderita dan mati seperti Yesus, tetapi ada kemungkinan bahwa kita harus sungguh mempersembahkan diri seutuhnya demi penghayatan panggilan dan tugas pengutusan kita. Sebagai umat beriman kita memiliki dimensi imamat umum kaum beriman, sedangkan para imam memiliki rahmat imamat khusus. Pertama-tama kepada para rekan imam kami ajak untuk senantiasa siap sedia menderita dan mati demi keselamatan jiwa umat yang harus dilayani, antara lain sebagaimana dihayati oleh Romo Dewanta SJ di Timor Leste/Timur beberapa tahun lalu ketika terjadi kerusuhan atau perang antar suku. Sedangkan kepada segenap umat beriman kami ajak untuk setia menghayati imannya dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari atau "dalam semangat imam kristiani hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berasaskan Pancasila dan UUD 45".

 "Inilah ibumu" (Yoh 19:27), demikian sabda Yesus kepada murid terkasih. Kita semua berkehendak menjadi murid-murid terkasih Yesus, maka marilah kita sungguh-sungguh menghayati Bunda Maria sebagai ibu kita, teladan umat beriman. Untuk mengenangkan kasih Bunda Maria kepada kita semua yang beriman kepadanya, kiranya dapat dibantu dengan lagu ini, yaitu "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia". Orang yang tidak mengasihi ibunya, yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkannya dengan aneka cara hemat saya tak tahu syukur dan terima kasih, sehingga cara hidup dan cara bertindaknya tak beriman alias amburadul, tak bermoral dan kurangajar. Kita dipanggil meneladan ibu yang mengasihi tanpa batas dan hanya memberi tak harap kembali. Penderitaan dan wafat Yesus di puncak kayu salib juga merupakan bentuk atau wujud kasih yang tak terbatas. PengorbananNya sekali dan berlaku untuk selama-lamanya.

"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibr 4:14-15)

Setia pada iman, panggilan dan tugas pengutusan memang tak akan terlepas dari aneka cobaan untuk berbuat dosa atau melakukan apa yang jahat, tidak baik. Jika menghadapi cobaan-cobaan, kita diharapkan tetap setia dan tabah, serta tidak melakukan dosa sedikitpun. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita telah mengimaniNya sebagai imam besar, yang sama dengan kita, hanya tidak berbuat dosa. MengimaniNya sebagai imam besar berarti kita semua dipanggil untuk menghayati imamat umum kaum beriman.

Salah satu fungsi imam adalah menjadi 'penyalur' rahmat Allah kepada umat manusia  serta doa-doa umat manusia kepada Allah. Penyalur yang baik adalah yang tak pernah korupsi sedikitpun atau tak pernah menyakiti yang lain. Anggota tubuh kita, yang kelihatan, yang berfungsi menjadi penyalur hemat saya adalah 'leher'.  Bukankah makanan, minuman dan udara segar masuk ke perut melalui leher, dan leher tidak pernah mengambil atau menikmati sedikitpun yang lewat, melainkan apa yang diterima semuanya segera diteruskan. Dengan kata lain kita semua sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil pertama-tama dan terutama tidak pernah melakukan tindak korupsi sedikitpun. Tidak melakukan korupsi pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebar-luaskan mengingat korupsi masih merebak di sana-sini.

Selain tidak melakukan korupsi kita semua juga dipanggil untuk menjadi penyalur rahmat atau berkat Allah, yang berarti senantiasa melakukan apa yang baik dan benar, sehingga siapapun yang melihat kita atau hidup bersama dengan kita akan merasa enak, aman dan tenteram, serta tidak merasa terancam sedikitpun. Secara konkret panggilan sebagai penyalur berkat Allah dapat kita wujudkan dengan memberi perhatian kepada orang lain, entah secara phisik atau spiritual. Secara phisik berarti memberi sumbangan berupa harta benda atau uang kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, sedangkan secara spiritual berarti dengan rela dan senang hati berani memboroskan waktu dan tenaga bagi mereka yang kurang menerima perhatian alias menemani atau tinggal bersama mereka.

"Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan. Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia -- begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi -- demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami" (Yes 52:13-15). Apa yang dikatakan oleh nabi Yesaya ini memang merupakan ramalan atas Yesus, Penyelamat kita, yang menderita dan wafat di kayu salib, tetapi kiranya juga terarah bagi kita semua yang beriman kepadaNya. Marilah jika karena hidup jujur alias tidak melakukan korupsi sedikitpun, kemudian kita diincar untuk disingkirkan dari pekerjaan atau jabatan, sehingga merasa dirinya berada di ujung tanduk, kita tetap tabah, tenang dan tak takut sedikitpun. Percayalah bahwa kebenaran dan kejujuran pasti akan menang dan berjaya. 

"Di hadapan semua lawanku aku tercela, menakutkan bagi tetangga-tetanggaku, dan menjadi kekejutan bagi kenalan-kenalanku; mereka yang melihat aku di jalan lari dari padaku. Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah. Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!" Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku" (Mzm 31:12-13.15-16)

Ign 6 April 2012


Selasa, 03 April 2012

Kamis Putih


Kamis Putih: Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15

"Jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu"

Hari ini adalah Hari Ulang Tahun para imam, dan para imam di dalam Perayaan Ekaristi atau Misa Krisma bersama dengan para Uskup memperbaharui janji imamat. Sedangkan di dalam Perayaan Ekaristi Kamis Putih para imam dalam mengenangkan imamatnya 'membasuh kaki dua belas orang', sebagai kenangan Yesus membasuh kaki para rasulnya, suatu tindakan yang menunjukkan bahwa menjadi imam berarti menjadi pelayan, melayani umat Allah yang harus digembalakannya. Membasuh kaki dalam tradisi bangsa Yahudi merupakan tugas pekerjaan para pelayan, dalam rangka menyambut para tamu atau orang-orang yang menghadiri pesta perjamuan cintakasih. Pembasuhan kaki juga merupukan symbol cintakasih, dan pada Hari Raya Kamis Putih ini kita semua diajak mawas diri dalam hal hidup saling mengasihi satu sama lain, maka marilah kita refleksikan pewartaan Kabar Gembira hari ini.

"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu" (Yoh 13:14).

Kaki adalah anggota tubuh kita yang berada paling bawah, dan ketika tanpa alas kaki apapun berarti kaki senantiasa bersentuhan dengan tanah dan dengan demikian akan menjadi bagian anggota tubuh yang paling kotor. Pembasuhan kaki para rasul yang dilakukan oleh Yesus merupakan teladan bagi para murid atau rasul agar dalam cara hidup dan cara bertindak senantiasa memperhatikan mereka yang berada paling bawah dalam kehidupan bersama, entah itu berarti mereka yang bodoh, miskin, tersingkir, anak-anak, dst.. 

Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan para gembala umat (uskup dan para pastor beserta para pembantunya) untuk menghayati salah satu cirikhas hidup menggereja yaitu "preferential option for/with the poor" (=keberpihakan pada atau bersama dengan yang miskin dan berkekurangan). Selain memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan secara financial, hendaknya juga memperhatikan mereka yang kurang memperoleh perhatian di dalam kehidupan bersama, entah itu yang jauh dalam hal jarak maupun kurang menerima perhatian dari saudara-saudarinya.

Para pemimpin karya atau perusahaan kami harapkan juga sering 'turun ke bawah' (turba) untuk memberi perhatian kepada para pembantu atau karyawan/pekerja satu per satu di tempat tugas mereka masing-masing. Semoga anda sebagai pemimpin karya atau usaha tidak hanya duduk-duduk di kursi empuk di kamar kerja anda seraya mengawasi para pegawai atau pekerja melalui sarana CCTV saja. Dengan kata lain mereka yang memiliki fungsi memimpin dalam hidup dan kerja bersama dimana pun dan kapan pun kami harapkan menghayati fungsinya dengan rendah hati. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/ edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24).

"Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" (1Kor 11:24-25)

Kutipan di atas ini setiap kali diulangi di dalam Perayaan Ekaristi dalam Konsekrasi. Hari Raya Kamis Putih juga merupakan kenangan akan Perayaan Ekaristi. "Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita mengadakan Korban Ekaristi Tubuh dan DarahNya. Dengan demikian Ia mengabadikan Korban Salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja , MempelaiNya yang terkasih, kenangan Wafat dan KebangkitanNya: sakramen cintakasih, lambang kesatuan, ikatan cintakasih, perjamuan Paska. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang" (Vatikan II: Konstitusi Liturgi no 47).

Berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi serta menerima komuni kudus atau Tubuh Kristus diharapkan hidup dalam cintakasih sehingga terjadilah persaudaraan atau persahabatan sejati alias kesatuan dalam Tuhan. Maka marilah kita galang, usahakan dan perdalam serta tingkat hidup persaudaraan atau persahabatan antar kita, antar umat beriman. Hidup penuh persaudaraan atau persahabatan yang dijiwai oleh cintakasih pada dirinya bersifat missioner, dan tentu saja akan menarik, memikat dan mempesona bagi orang lain, serta mereka yang menyaksikannya akan tergerak untuk menggabungkan diri. Kami berharap sungguh terjadi persaudaraan atau persahabatan sejati antar umat di tingkat lingkungan atau stasi.

Secara khusus kami juga mengharapkan komunitas basis, yaitu keluarga atau komunitas imam, bruder atau suster juga dapat menjadi teladan dalam hidup saling mengasihi sehingga terjadilah kesatuan, persaudaraan atau persahabatan sejati. Para pastor paroki dalam satu pastoran hendaknya menjadi teladan dalam kesatuan dan hidup saling mengasihi bagi umat yang harus dilayani atau menjadi tanggungjawabnya. Ingatlah peran atau fungsi pastor merupakan partisipasi dalam fungsi uskup sebagai pemersatu umat. Hendaknya dijauhkan aneka bentuk perpecahan antar pastor dalam satu pastoran atau paroki (maklum sampai kini masih ada saja dua pastor dalam satu pastoran tidak dapat hidup damai dan bersaudara, melainkan jalan sendiri-sendiri).

"Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku? Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN,.. Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.Ya TUHAN, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka ikatan-ikatanku! Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN, akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya"

 (Mzm 116:12-13.15-18)

Ign 5 April 2012


4 April


"Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku."

(Yes 50:4-9a; Mat 26:14-25)

" Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala.5 Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: "Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?" Jawab Yesus: "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku." Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah. Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?" Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan." Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: "Bukan aku, ya Rabi?" Kata Yesus kepadanya: "Engkau telah mengatakannya." (Mat 26:14-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaa hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Secara manusiawi kiranya Yudas Iskariot akan dinilai sebagai pengkhianat, namun secara imani atau spiritual kiranya apa yang dilakukan oleh Yudas Iskarot untuk menyerahkan Yesus kepada musuh-musuhNya merupakan kehendak Allah. Pengkhiatan Yudas mungkin menjadi kekecewaan bagi banyak orang, tetapi mungkin juga menjadi hiburan. Yang kami maksudkan dengan menjadi hiburan adalah jika kita mendidik sekian banyak murid atau anak-anak dan ada yang tidak berhasil, hendaknya tidak perlu mengeluh atau menggerutu, karena Yesus pun mendidik dua belas orang, ternyata yang satu berkhianat. Yesus memang harus diserahkan kepada musuh-musuhNya untuk memenuhi tugas pengutusanNya sebagai Penyelamat Dunia. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua, segenap umat beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus, untuk mawas diri: apakah kita siap sedia untuk diserahkan kepada 'musuh-musuh' kita. Yang kami maksudkan dengan musuh-musuh adalah apa-apa atau segala sesuatu yang tidak sesuai dengan selera pribadi kita atau tidak kita senangi, namun hal itu menjadi kwajiban atau tugas pengutusan kita. Dengan kata lain apakah kita tetap setia dan taat pada tugas pengutusan, meskipun untuk itu harus menghadapi ancaman, masalah dan tantangan. Marilah kita persembahkan diri kita seutuhnya kepada aneka tugas atau kewajiban yang diserahkan atau dibebankan kepada kita, tanpa mengeluh atau menggerutu. Jika ada orang yang menyakiti atau mengecewakan kita, hendaknya tidak usah marah, mengeluh atau menggerutu, melainkan terimalah sebagai kasih karunia Tuhan yang harus kita nikmati.

·   "Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi" (Yes 50:4-6). Apa yang disharingkan oleh nabi Yesaya ini hemat kami merupakan penghayatan spiritualitas kemuridan. Murid dalam faham Kejawen senantiasa taat dan setia pada gurunya, ia sungguh mendengarkan dan melaksanakan perintah sang guru, tanpa menolak atau memberontak sedikitpun. Spiritualitas kemuridan hendaknya juga menjadi pegangan atau pedoman hidup orang beriman. Bukankah beriman berarti membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan? Pembaktian diri sepenuhnya kepada Tuhan harus kita wujudkan dalam pembaktian diri kita kepada saudara-saudari atau sesama kita. Para suami-isteri yang saling mengasihi kiranya memiliki pengalaman mendalam dalam hal saling membaktikan diri, antara lain dengan telanjang bulat satu sama lain dan tiada yang tertutupi sedikirpun tubuhnya ketika saling berhubungan seksual sebagai wujud saling mengasihi atau membaktikan diri. Maka kami berharap kepada anda berdua, suami-isteri atau para orangtua untuk dapat menjadi teladan dalam membaktikan diri sepenuhnya bagi orang lain bagi anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada anda berdua. Dan semoga dengan pengalaman pembaktian diri tersebut ada di antara anak-anak anda kemudian terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster.

"Sebab oleh karena Engkaulah aku menanggung cela, noda meliputi mukaku. Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-saudaraku, orang asing bagi anak-anak ibuku; sebab cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku, dan kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku" (Mzm 69:8-10)

Ign 4 April 2012


3 April


"Sebelum ayam berkokok engkau telah menyangkal Aku tiga kali."

(Yes 49:1-6; Yoh 13:21-33.36-38)

" Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Murid-murid itu memandang seorang kepada yang lain, mereka ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya. Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar dekat kepada-Nya, di sebelah kanan-Nya. Kepada murid itu Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: "Tanyalah siapa yang dimaksudkan-Nya!" Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, siapakah itu?" Jawab Yesus: "Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya." Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera." Tetapi tidak ada seorang pun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti, apa maksud Yesus mengatakan itu kepada Yudas. Karena Yudas memegang kas ada yang menyangka, bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin. Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam. Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: "Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera. Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu.  Simon Petrus berkata kepada Yesus: "Tuhan, ke manakah Engkau pergi?" Jawab Yesus: "Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku." Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!" Jawab Yesus: "Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (Yoh 13:21-33.36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Dalam kutipan Warta Gembira hari ini dikisahkan dua murid Yesus yang berbeda satu sama lain, yaitu Yudas Iskariot, yang mengkhianatiNya serta Petrus yang diramalkan oleh Yesus akan mengkhianatiNya juga. Dari dua tokoh ini yang paling dekat dengan pengalaman kita hemat saya adalah Petrus. Bukankah kita sering dengan mudah mengumbar janji kepada seseorang, namun ketika tiba waktunya janji harus diwujudkan dengan mudah juga ingkar janji. Orang baru saja dibaptis berjanji akan hidup baik, orang yang baru saja saling meresmikan hidup bersama sebagai suam-isteri berjanji akan saling mengasihi sampai mati, orang yang baru saja ditahbiskan menjadi imam berjanji menjadi imam yang baik, penuh pelayanan bagi umat, orang yang baru saja berkaul berjanji untuk membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui sesamanya, dst.., namun pada umum seiring dengan perjalanan waktu janji mengalami erosi alias tidak setia pada janji. Maka marilah kita berusaha untuk setia pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain yang lebih menguntungkan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24-25). Hemat saya kesetiaan pada janji pada masa kini sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan.

·   "Firman TUHAN, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya, dan supaya Israel dikumpulkan kepada-Nya -- maka aku dipermuliakan di mata TUHAN, dan Allahku menjadi kekuatanku --, firman-Nya: "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi."(Yes 49:5-6). Menjadi terang bagi bangsa-bangsa sampai ke ujung bumi kiranya juga menjadi panggilan kita semua, segenap umat beriman. Hemat saya orang yang sungguh setia pada janji-janji yang telah diikrarkan dapat menjadi terang bagi sesamanya, dengan kata lain dapat menjadi fasilitator bagi sesamanya untuk semakin beriman, semakin suci, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Yang Ilahi melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Kami berharap para orangtua dapat menjadi teladan kesetiaan bagi anak-anaknya di dalam keluarga, sehingga anak-anak kelak juga akan tumbuh berkembang menjadi orang-orang yang setia pada panggilan dan tugas pengutusannya. Kami juga berharap kepada kita semua untuk tidak dengan mudah mengumbar janji kepada sesamanya.

"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku." (Mzm 71:1-3)

Ign 3 April 2012


Minggu, 01 April 2012

2 April

"Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburanKu"

(Yes 42:1-7: Yoh 12:1-11)

" Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?" Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Maka kata Yesus: "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu." Sejumlah besar orang Yahudi mendengar, bahwa Yesus ada di sana dan mereka datang bukan hanya karena Yesus, melainkan juga untuk melihat Lazarus, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati. Lalu imam-imam kepala bermupakat untuk membunuh Lazarus juga, sebab karena dia banyak orang Yahudi meninggalkan mereka dan percaya kepada Yesus." (Yoh 12:1-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hari-hari menjelang bepergian jauh atau pindah tugas pekerjaan pada umumnya orang menyelenggara-kan makan bersama dengan sahabat-sahabatnya untuk mempererat persaudaraan sejati dan tentu saja juga ada harapan agar persaudaraan tetap jalan terus meskipun tempat berjauhan satu sama lain. Dalam acara tersebut pada umumnya juga ada orang yang dengan murah hati serta penuh kasih memberi sesuatu yang sangat berharga kepada yang akan pergi. Begitulah yang terjadi ketika Yesus makan bersama di rumah Lazarus, Maria, yang pernah disembuhkan atau diampuni oleh Yesus menghaturkan terima kasih dan syukur kepadaNya dengan "setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya". Melihat hal itu, Yudas Eskariot, yang bersikap mental materialistis, menyayangkan perbuatan Maria tersebut, dan Yesus pun menegornya dengan berkata "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.". Marilah kita renungkan atau refleksikan apa yang disabdakan oleh Yesus ini. Dalam minggu suci ini kita diajak untuk membaktikan apa yang paling berharga, yang kita miliki saat ini, kepada Tuhan yang telah menganugerahinya. Apa yang paling berharga bagi kita masing-masing? Harta benda? Uang? pangkat atau kedudukan? Suami atau isteri atau anak-anak? Dst..? Hemat saya yang paling berharga adalah hati kita masing-masing, maka marilah kita persembahkan hati kita kepada Tuhan, yang berarti senantiasa memparhatikan dan melakukan apa-apa yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan bagi kita masing-masing tidak lain adalah keselamatan jiwa, maka hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita senantiasa mengusahakan keselamatan jiwa, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa saudara-saudari kita.

·   "Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara" (Yes 42:6-7). Sabda Tuhan bagi nabi Yesaya ini kiranya juga terarah bagi kita semua, umat beriman atau umat beragama, maka marilah kita renungkan dan hayati. Kita semua dipanggil untuk menjadi "terang untuk bangsa-bangsa", dan tentu saja kita sendiri hendaknya senantiasa berada di dalam terang, tidak berada di dalam remang-remang atau kegelapan, artinya menjadi orang baik, jujur dan berbudi pekerti luhur. Maka marilah kita perhatikan saudara-saudari kita yang buta atau berada di dalam hukuman atau penjara. Mereka yang buta hatinya kita datangi dan terangi agar bersedia membuka hatinya terhadap sapaan dan sabda atau kehendak Tuhan. Mereka yang berada di dalam penjara kita bebaskan, terutama mereka yang terpenjara secara social, emosional maupun spiritual, misalnya orang yang mudah marah atau berperilaku keras terhadap saudara-saudarinya. Kepada mereka ini kita tawarkan keutamaan lemah lembut dan kasih pengampunan, sehingga mereka bertobat menjadi orang yang hidup dan bertindak dengan lemah lembut dan kasih pengampunan. Kepada para orangtua, para guru, para pamong/pembina atau pendamping dalam kehidupan bersama dimanapun kami harapkan untuk bertindak dengan lemah lembut dan kasih pengampunan.

"TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar? Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh. Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itu pun aku tetap percaya" (Mzm 27:1-3)

Ign 2 April 2012