Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 25 Juni 2010

27 Juni - 1Raj 19:16b.19-21; Gal 5:1.13-18; Luk 9:51-62

"Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."

Mg Biasa XIII: 1Raj 19:16b.19-21; Gal 5:1.13-18; Luk 9:51-62

Dalam acara seminar atau lokakarya perihal 'kebudayaan dan pendidikan' ada seorang pembicara menyampaikan sindirian sebagai berikut: "Salah satu cermin budaya suku/bangsa antara lain ada pada tarian. Tarian Jawa/kasunanan Solo atau kasultanan Yogya adalah 'bedoyo', di mana sang penari nampak maju satu langkah dan mundur dua langkah. Bukankah hal ini mencerminkan sementara orang Jawa yang bersikap mental 'nrimo' (=menerima) dan kurang bergairah untuk melangkah maju dengan bereksplorasi atau mencoba-coba hal baru?".  Sindiran ini rasanya erat kaitannya dengan Warta Gembira hari ini, dimana dikisahkan orang yang ingin mengikuti Yesus, tetapi ketika Yesus mengatakan bahwa "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.", orang tersebut mengundurkan diri dengan alasan yang nampak logis, namun yang benar adalah orang tersebut tidak siap untuk melangkah ke depan bersama Yesus karena takut terhadap aneka tantangan, hambatan atau masalah. Mungkinkah kita juga termasuk orang yang takut melangkah ke depan karena aneka macam tantangan, hambatan atau masalah yang harus dihadapi? Marilah kita mawas diri!.

 

"Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."(Luk 9:62)

 

Ada dua alasan yang ditampilkan dalam warta gembira hari ini perihal orang-orang yang 'menoleh ke belakang', yaitu:

 

1) "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku." (Luk 9:59)

Minta izin tidak bekerja atau tidak belajar dengan alasan 'layat'  pada umumnya dengan mudah diizinkan serta jarang ditolak. Maka sering ada pekerja atau pelajar tertentu, yang malas dan ingin membolos, minta izin dengan alasan hendak melayat saudaranya atau kenalannya. "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku"  merupakan alasan licik bagi orang malas untuk maju, tumbuh dan berkembang; alasan yang tak mungkin dibicarakan atau didiskusikan lagi. Orang yang demikian ini pada umumnya hanya ingin mengikuti dan mempertahankan pendapat atau ide atau cita-citanya sendiri samibl berkata 'pokoknya ini'. 

 

2) "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku."(Luk 9:61)

"Pamitan dahulu dengan keluargaku"  berarti orang begitu dikuasai oleh  atau terikat pada semangat/ mental orangtua, dan dengan demikian tidak sedia untuk hidup dan bertindak sesuai dengan charisma atau spiritualitas atau visi hidup baru dimana yang bersangkutan mulai menapaki atau menghayatinya. Sebagai contoh: sudah menjadi suami-isteri tetapi baik sang suami maupun sang isteri hanya mau mengikuti kehendak dan keinginan sendiri sebagaimana telah ditanamkan dan diterima dari orangtua masing-masing, menjadi anggota lembaga hidup bakti (biarawan atau birawati) tidak sedia hidup dan bertindak sesuai dengan charisma pendiri melainkan hanya mau mengikuti keinginan atau kemauan sendiri, dst… Dengan kata lain orang masih kekanak-kanakan alias belum dewasa.

 

Kepada mereka yang memiliki sikap mental sebagaimana saya angkat di atas ini kami harapkan untuk bertobat atau memperbaharui diri, dan marilah mengikuti Tuhan dengan penuh kesetiaan dan ketaatan. Memang untuk mengikuti Tuhan kita harus berani meneladan Yesus dengan hidup sebagaimana Ia gambarkan ini, "serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya". Mengikuti Tuhan berarti siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban meninggalkan segala keinginan dan kehendak sendiri serta kemudian mengikuti perintahNya atau meneladan cara hidup Yesus, yang kaya tetapi memiskinkan DiriNya, yang besar dan mulia tetapi merendahkan diri. Dengan kata lain mengikuti Tuhan berarti melaksanakan atau menghayati aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing: hidup dan bertindak sesuai dengan janji yang pernah kita ikrarkan atau spiritualitas pendiri organisasi.

 

"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih" (Gal 5:13) 

 

"Layanilah seorang akan yang lain oleh kasih", inilah yang baik menjadi permenungan atau refleksi kita, sebagai orang beriman yang telah 'dipanggil untuk merdeka'. Melayani berarti membahagiakan dan mensejahterakan, pelayan yang baik senantiasa tidak pernah mengecewakan yang dilayani. Pelayan yang baik senantiasa dijiwai oleh kasih, yaitu "sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7)     

 

"Tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain"  inilah yang kiranya baik kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini, mengingat dan memperhatikan masih maraknya aneka bentuk kemarahan di sana-sini yang menimbulkan korban manusia maupun harta benda. Marah berarti menghendaki yang dimarahi tidak ada; bentuk kemarahan yang paling lembut adalah mengeluh dan yang paling kasar adalah membunuh/memusnahkan. Orang yang mudah mengeluh hemat saya orang yang sedang menderita sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi maupun sakit tubuh. Makanan, minuman, cuaca, situasi dst. dapat menjadi bahan mengeluh. Pendek kata apa yang tidak sesuai dengan selera atau keinginan pribadi dapat menjadi sumber mengeluh atau marah. 

 

Orang yang suka menyimpan kesalahan orang lain pada umumnya juga mudah marah, karena isi otak atau pikirannya adalah kesalahan-kesalahan orang lain maupun kesalahan diri sendiri. Ingat dan sadari bahwa apa yang akan kita lakukan pada hari ini tergantung apa yang sedang ada dalam pikiran atau otak kita, maka jika yang ada di dalam otak atau pikiran kita adalah kesalahan-kesalahan dengan sendirinya kita akan mudah marah karena tidak pernah puas atau nikmat dalam hidup ini. Orang yang mudah menyimpan kesalahan-kesalahan memang tak mungkin dapat nikmat dan bahagia atau sejahtera di dalam hidup di dunia masa kini. Orang yang senang menyimpan kesalahan-kesalahan pada umumnya juga perfektionis, yang dikehendaki sempurna adanya, padahal di dunia ini banyak hal yang tidak sempurna. Mereka juga kurang melayani dan lebih senang untuk dilayani.     

 

Kita semua dipanggil untuk merdeka, dan marilah kita hayati atau fungsikan kemerdekaan kita untuk hidup saling melayani satu sama lain dalam dan oleh kasih.

 

"Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku. Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa"

 (Mzm 16:7-11)

Jakarta, 27 Juni 2010

 


Kamis, 24 Juni 2010

26 Juni - Rat 2:2.10-14.18-19; Mat 8:5-17

"Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya."

(Rat 2:2.10-14.18-19; Mat 8:5-17)

 

"Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya: "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita." Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya." (Mat 8:5-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang Israel atau Yahudi memang kurang atau tidak percaya kepada Yesus, sebagai Mesias, sebagaimana dijanjikan oleh Allah kepada mereka, maka ketika ada seorang perwira Israel datang kepada Yesus untuk mohon penyembuhan bagi hambanya, Ia bersabda: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai seorangpun di antara orang Israel". Iman sang perwira tersebut menjadi kenyataan alias terwujud, apa yang diharapkan menjadi kenyataan. Pengalaman sang perwira ini kiranya baik menjadi bahan permenungan bagi kita semua umat beriman. Beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan/Penyelenggaraan Ilahi, dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindak dikuasai oleh Tuhan alias sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka marilah kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan, jika kita mendambakan apa yang kita cita-citakan menjadi kenyataan alias terwujud. Kepada mereka yang sedang menderita sakit kami harapkan menyadari dan menghayati kelemahan atau kerapuhan dan kemudian mempersembahkan diri kepada Tuhan melalui saudara-saudari yang berbaik hati membantu penyembuhan. Kepada para mahasiswa atau pelajar kami harapkan sungguh belajar setiap hari sehingga sukses dalam belajar, demikian juga kepada para pekerja kami harapkan sungguh bekerja agar terampil bekerja. Kepada para suami-isteri yang mendambakan setia saling mengasihi sampai mati kami harapkan dalam suka atau duka, sehat maupun sakit tetap saling mengasihi.

·   "Berteriaklah kepada Tuhan dengan nyaring, hai, puteri Sion, cucurkanlah air mata bagaikan sungai siang dan malam; janganlah kauberikan dirimu istirahat, janganlah matamu tenang! Bangunlah, mengeranglah pada malam hari, pada permulaan giliran jaga malam; curahkanlah isi hatimu bagaikan air di hadapan Tuhan, angkatlah tanganmu kepada-Nya demi hidup anak-anakmu, yang jatuh pingsan karena lapar di ujung-ujung jalan!" (Rat 2:18-19). Kutipan ini kiranya baik menjadi acuan atau panduan kita dalam beriman  atau beragama. Sebagai orang beriman atau beragama kita diharapkan tidak pernah melupakan hidup doa, entah doa pribadi ataupun doa bersama. Berdoa berarti membuka hati sepenuhnya kepada Tuhan seraya mohon rahmat yang kita butuhkan sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. "Curahkanlah isi hatimu bagaikan air mata di hadapan Tuhan" , inilah nasihat atau saran yang selayaknya kita hayati atau lakukan. Apa isi hati anda, janganlah dikubur di dalam hati, melainkan curahkanlah, persembahkanlah kepada Tuhan. Persembahkan dambaan, kerinduan, harapan dan cita-cita anda kepada Tuhan, serta percayalah bahwa Tuhan akan menganugerahkan apa yang terbaik demi keselamatan jiwa kita. Anugerah yang terbaik dari Tuhan tidak lain adalah Roh Kudus, sehingga kita yang menerima anugerah Roh Kudus akan hidup dan bertindak oleh atau karena  Roh Kudus dan dengan demikian mengahasilkan buah-buah Roh Kudus seperti " kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Buah-buah Roh inilah yang kita butuhkan dalam hidup dan kerja kita sehari-hari agar kita dapat hidup damai sejahtera dan bahagia selama-lamanya.

 

"Mengapa, ya Allah, Kaubuang kami untuk seterusnya? Mengapa menyala murka-Mu terhadap kambing domba gembalaan-Mu? Ingatlah akan umat-Mu yang telah Kauperoleh pada zaman purbakala, yang Kautebus menjadi bangsa milik-Mu sendiri! Ingatlah akan gunung Sion yang Engkau diami. Ringankanlah langkah-Mu ke tempat yang rusak terus-menerus; segala-galanya telah dimusnahkan musuh di tempat kudus.Lawan-lawan-Mu mengaum di tempat pertemuan-Mu dan telah mendirikan panji-panji mereka sebagai tanda."

(Mzm 74:1-4)

Jakarta, 26 Juni 2010


25 Apr - 2Raj 25:1-12; Mat 8:1-4

"Aku mau jadilah engkau tahir."

(2Raj 25:1-12; Mat 8:1-4)

 

"Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka." (Mat 8:1-4)

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Penyembuhan pasien atau orang sakit di rumah sakit hemat saya ada tiga faktor yang menentukan, yaitu: dokter dengan obat-obatnya, perawatan dan semangat pasien. Dokter dan perawatan merupakan bantuan, dan hemat saya semangat pasien sangat menentukan, sebagaimana dalam warta gembira hari ini ada seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus serta mohon untuk disembuhkan "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku". Maka dengan ini kami berharap kepada siapapun yang sedang menderita sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh, entah sedang dirawat di rumah sakit atau tinggal di rumah: hendaknya memiliki semangat untuk disembuhkan. Sembuh dari penyakit erat kaitannya dengan iman, penyerahan diri secara total kepada Tuhan melalui mereka yang dapat membantu penyembuhan. Siap sedia dengan penuh gairah untuk disembuhkan itulah yang kami harapkan bagi mereka yang sedang menderita sakit serta menghendaki untuk sembuh. Dan ketika telah sembuh hendaknya hidup dan bertindak sesuai dengan aturan kesehatan: makan dan minum sesuai pedoman hidup sehat, istirahat atau tidur memadai dan teratur, berolahraga secara teratur, dst.. "Persembahkan persembahan yang diperintahkan Musa sebagai bukti bagi mereka", itulah pesan Yesus kepada orang yang sakit kusta yang telah disembuhkan. "Serahkan diri anda kepada aneka aturan dan tatanan hidup sehat" itulah saran atau nasihat bagi anda yang telah disembuhkan dari penyakit. Kepada mereka yang sehat kami harapkan dapat menjadi teladan dalam hal mentaati atau melaksanakan aturan atau tatanan hidup sehat, serta dengan rendah hati memberitakan pengalaman kepada sesamanya.

·   "Ia membakar rumah TUHAN, rumah raja dan semua rumah di Yerusalem; semua rumah orang-orang besar dibakarnya dengan api. Tembok sekeliling kota Yerusalem dirobohkan oleh semua tentara Kasdim yang ada bersama-sama dengan kepala pasukan pengawal itu. Sisa-sisa rakyat yang masih tinggal di kota itu dan para pembelot yang menyeberang ke pihak raja Babel dan sisa-sisa khalayak ramai diangkut ke dalam pembuangan oleh Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal itu. Hanya beberapa orang miskin dari negeri itu ditinggalkan oleh kepala pasukan pengawal itu untuk menjadi tukang-tukang kebun anggur dan peladang-peladang" (2Raj 25:9-12). Kehancuran kota Yerusalem terjadi karena warganya meninggalkan perintah-perintah Tuhan. Apa yang terjadi dengan kehancuran kota Yerusalem kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Hendaknya sebagai warga masyarakat atau kota, desa tertentu kita setia pada perintah Tuhan, yang antara lain dapat kita temukan dalam aneka aturan atau tatanan hidup bersama, jika kita menghendaki hidup damai sejahtera. Berbagai kekacauan, kesemrawutan dan ketidak-nyamanan hidup bersama terjadi karena kebejatan moral warga, antara lain hidup dan bertindak seenaknya sendiri, hanya mengikuti nafsu dan keinginan sendiri alias egois. Maka dengan ini kami berharap kepada mereka yang bersikap mental egois untuk bertobat atau memperbaharui diri, kemudian hidup sosial, 'to be man or woman with/for others'. Kami berharap agar anak-anak sedini mungkin dibina dalam hal hidup sosial, antara lain dengan teladan konkret dari para orangtua. Pertama-tama hendaknya dibina hidup sosial di dalam keluarga, antar anggota keluarga, kakak-adik, dan kemudian keluarga terhadap tetangga atau warga satu rukun tetangga/RT. Pengalaman hidup sosial sehari-hari di dalam keluarga akan menjadi modal atau dasar kuat untuk hidup sosial di masyarakat luas. Di sekolah-sekolah hendaknya juga dibina atau dididik hidup sosial bagi para peserta didik, dan tentu saja juga disertai teladan konkret dari para pendidik/guru.

 

"Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: "Nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion!" Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing?" (Mzm 137:1-4)

 

Jakarta, 25 Juni 2010


Rabu, 23 Juni 2010

24 Juni - Yes 48:1-6; Kis 13:22-26; Luk 1:57-66.80

"Menjadi apakah anak ini nanti?"


HR KELAHIRAN ST YOHANES PEMBAPTIS: Yes 48:1-6; Kis 13:22-26; Luk 1:57-66.80

 

Kelahiran anak pertama bagi para orangtua, lebih-lebih bagi sang ibu kiranya merupakan kebahagiaan luar biasa. Ketika anak masih berada di dalam rahim atau kandungan pada umumnya calon orangtua/ suam-isteri telah merencanakan nama anak yang akan dilahirkan. Di balik nama yang akan diberikan kepada anak tersirat dambaan atau harapan pada anak yang bersangkutan, agar anak kelak menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur. Elisabeth, yang lanjut usia, melahirkan seorang anak laki-laki dan menurut tradisi anak yang dilahirkan tersebut ditandai atau diberi nama seperti ayahnya, Zakharia. Namun Zakharia menerima wahyu dari Allah agar anaknya diberi nama 'Yohanes', dan dengan demikian menyimpang dari tradisi. Maka sahabat dan kenalannya pun  heran atas pemberian nama Yohanes tersebut, namun, karena mereka percaya kepada Allah, mereka tidak melehkannya melainkan bertanya-tanya "Menjadi apakah anak ini nanti?".  Pertanyaan yang demikian mungkin sering muncul dalam diri kita masing-masing ketika melihat seorang anak yang istimewa, atau para orangtua terhadap anaknya. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan Kelahiran St.Yohanes Pemabaptis hari ini saya mengajak kita semua untuk mawas diri perihal nama-nama yang kita pakai atau dikenakan pada diri kita masing-masing, entah yang kita terima dari orangtua atau lembaga dimana kita berada di dalamnya.

 

"Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia." (Luk 1:66)

    

Hidup kita adalah milik Tuhan, yang dinugerahkan kepada kita, maka selayaknya kita senantiasa disertai oleh Tuhan atau berada dalam Tuhan jika mendambakan hidup bahagia dan damai sejati. Orangtua yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita dengan cintakasih yang sarat dengan pengorbanan kiranya mendambakan agar kita tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman, maka baiklah melalui cara.hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun berusaha untuk menjadi pribadi cerdas beriman. Hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita tidak memalukan keluarga atau orangtua, dan marilah kita hayati motto/perihabasa Jawa ini, yaitu "mikul dhuwur, mendhem jero wong tuo" = 'mengangkat tinggi-tinggi dan mengubur dalam-dalam orangtua', yang berarti memuliakan orangtua.

 

"Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya" (Luk 1:80), demikian apa yang terjadi dalam perkembangan Yohanes Pembaptis. .  Kita semua, sebagai anak,  kiranya bertambah besar tubuh kita, tambah umur, tambah pengalaman, namun apakah juga 'makin kuat roh kita'.  Makin kuat roh berarti semangat hidup, belajar atau bekerja semakin kuat, karena kita hidup dalam dan oleh Roh Kudus, dan cara hidup atau bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh, seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23)

 

Kami berharap agar anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dibina perihal keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut di atas dan kemudian diperkembangkan di sekolah-sekolah maupun masyarakat. Hendaknya di dalam usaha pendidikan, entah di dalam keluarga maupun sekolah, pertama-tama dan terutama diusahakan agar anak-anak tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik dan berbudi pekerti luhur daripada pandai, alias lebih diutamakan agar anak-anak memiliki kecerdasan spiritual daripada kecerdasan intelektual. Memang mendidik dan membina anak agar menjadi baik atau cerdas spiritual lebih sulit daripada menjadi pandai atau cerdas intelektual. Kecerdasan spiritual merupakan dasar dan modal untuk mengusahakan kecerdasan-kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional dan kecerdasan  phisik.

 

"Menjelang kedatangan-Nya Yohanes telah menyerukan kepada seluruh bangsa Israel supaya mereka bertobat dan memberi diri dibaptis.Dan ketika Yohanes hampir selesai menunaikan tugasnya, ia berkata: Aku bukanlah Dia yang kamu sangka, tetapi Ia akan datang kemudian dari padaku. Membuka kasut dari kaki-Nya pun aku tidak layak." (Kis 13:24-25)

Yohanes Pembaptis adalah 'bentara Yesus Kristus', orang yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Yesus Kristus. Rasanya kita semua orang beriman juga dipanggil untuk menjadi 'bentara kedatangan Allah', artinya cara hidup dan cara bertindak kita mengundang dan memotivasi siapapun untuk semakin beriman atau bersembah-sujud kepada Allah sepenuhnya di dalam hidup sehari-hari. Maka baiklah kita meneladan sikap Yohanes Pembaptis yang menyatakan diri bahwa 'membuka kasut dari kaki-Nya pun aku tidak layak', yang berarti senantiasa bersikap rendah hati.

 

"Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kami berharap kepada para orangtua, pejabat, pemimpin atau atasan dalam bidang kehidupan atau pelayanan dimanapun dapat menjadi teladan dalam hal rendah hati bagi anak-anak atau yang dipimpin dan dilayani.  Kami juga berharap kepada siapapun: hendaknya semakin kaya, semakin pandai/cerdas, semakin tambah usia/tua, semakin tinggi jabatan atau kedudukan dst.. juga semakin rendah hati, sebagaimana pepatah mengatakan "bulir/butir padi semakin berisi semakin menunduk" . Ingatlah dan hayati bahwa kekayaan, kepandaian/kecerdasan, kedudukan/ jabatan, usia panjang dst…adalah anugerah Tuhan yang kita terima melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita; maka jika semakin kaya, pandai/cerdas, berkedudukan, tua, dst.. tidak rendah hati berarti tidak beriman.

 

"Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yes 49:6), demikian kesaksian nabi Yesaya. Sebagai orang beriman kita juga memiliki dimensi kenabian, dan dengan demikian kita juga dipanggil untuk 'menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang datang dari padaKu sampai ke ujung bumi'.  Cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapan pun hendaknya menjadi terang bagi sesama atau saudara-saudari kita. Hendaknya kita dapat menjadi fasilitator bagi siapapun untuk semakin beriman, bersembah-sujud seutuhnya kepada Tuhan. Kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapan pun hendaknya memperjelas jati diri sesama, dan dengan demikian mereka dapat menikmati panggilan mereka masing-masing. Marilah meneladan St.Fransiskus Assisi, yang antara lain semangat hidupnya tercermin dalam doa 'Jadikanlah aku pembawa damai', yang antara lain berisi "dimana ada kegelapan kubawa terang". Hendaknya kehadiran dan sepak terjang kita membuat yang amburadul menjadi teratur, yang ngawur menjadi tepat sasaran, dst..

 

"TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi" (Mzm 139:1-3)

     

Jakarta, 24 Juni 2010


Selasa, 22 Juni 2010

23 Juni - 2Raj 22:8-13; 23:1-3; Mat 7:15-20)

"Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka"

(2Raj 22:8-13; 23:1-3; Mat 7:15-20)

 

"Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka" (Mat 7:15-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pada masa kini memang berkembang aneka macam bentuk pemalsuan atau penyamaran dengan tujuan untuk mencari keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Pemalsuan dalam bentuk barang yang terjadi di sana-sini menunjukkan bahwa masih banyak orang yang tidak jujur terhadap diri sendiri maupun orang lain. Celakanya adalah jika orang tersebut berpengaruh di dalam kehidupan bersama, sehingga apa yang dilakukan dapat mencelakakan banyak orang. Warta Gembira hari ini mengingatkan kita semua untuk waspada terhadap aneka pemalsuan dan penyamaran, serta mengenali orang melalui buahnya, yaitu perilaku atau tindakannya yang jujur. Buah yang terbaik adalah yang menyelamatkan jiwa manusia, maka marilah kita lihat dan cemati berbagai macam cara hidup dan cara bertindak orang apakah berbuahkan keselamatan jiwa manusia, dan dari diri kita sendiri hendaknya senantiasa mengusahakan keselamatan jiwa melalui cara hidup dan cara bertindak kita. Warta Gembira hari ini kiranya juga mengingatkan para orang tua maupun pengelola aneka usaha dan pembinaan/pendampingan manusia: kwalitas hasil jerih payah anda akan terlibat dari 'buah'nya, yaitu anak-anak yang anda lahirkan dan didik, para peserta didik/binaan yang anda bina/didik, dst..  Maka pertama-tama saya senantiasa mengingatkan para orangtua, mengingat dan memperhatikan keluarga merupakan dasar hidup bersama: hendaknya para orangtua berusaha mendidik dan membina anak-anaknya agar tumbuh berkembang menjadi pribadi baik, berbudi pekerti luhur, semakin dikasihi oleh Allah dan sesamanya.

·   "Pergilah, mintalah petunjuk TUHAN bagiku, bagi rakyat dan bagi seluruh Yehuda, tentang perkataan kitab yang ditemukan ini, sebab hebat kehangatan murka TUHAN yang bernyala-nyala terhadap kita, oleh karena nenek moyang kita tidak mendengarkan perkataan kitab ini dengan berbuat tepat seperti yang tertulis di dalamnya." (2Raj 22:13), demikian perintah raja kepada para imamnya. Kutipan ini kiranya baik menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi siapapun yang bertugas untuk menasihati, mengajar, mendidik, membina, mendampingi dst. dalam bidang kehidupan, pelayanan maupun pendidikan apapun. Secara khusus para imam, katekis atau guru agama kami ingatkan dan ajak: hendaknya dalam memberi kotbah, berkatekese atau mengajar senantiasa memungkinkan dan mempermudah para pendengar semakin menghayati atau melaksanakan perintah-perintah Tuhan antara lain semakin hidup saling mengasihi dan melayani, sehingga kehidupan bersama semakin menarik, mempesona, …semakin dikasihi oleh Tuhan dan semua orang. Demikian juga kami mengingatkan para orangtua: hendaknya dalam mendidik, memberi nasihat dan mengarahkan anak-anak lebih mengutamakan agar anak-anak tumbuh berkembang menjadi manusia baik dan berbudi pekerti luhur, dan tentu saja para orangtua sendiri dapat menjadi contoh atau teladan sebagai orang yang baik dan berbudi pekerti luhur. Dengan kata lain ketika ada ketidak beresan atau kekacauan hidup bersama dimanapun ada kemungkinan ada orang-orang yang kurang baik, kurang beriman, dimana cara hidup atau cara bertindaknya senantiasa mengacau dan merusak kehidupan bersama. Mereka ini adalah orang-orang egois, yang hanya mencari keenakan atau keuntungan diri sendiri, kurang peka terhadap sesamanya. Kami juga mengingatkan kita semua untuk senantiasa mentaati dan melaksanakan aneka aturan atau tatanan hidup bersama, yang tertulis atau terpampang di sana-sini.

 

"Perlihatkanlah kepadaku, ya TUHAN, petunjuk ketetapan-ketetapan-Mu, aku hendak memegangnya sampai saat terakhir. Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati. Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya. Condongkanlah hatiku kepada peringatan-peringatan-Mu, dan jangan kepada laba. Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan "

(Mzm 119:33-37)

 

Jakarta, 23 Juni 2010


22 Juni - 2Raj 19: 5b-11.14-21.31-35a.36; Mat 7:6.12-14

"Lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan"

(2Raj 19: 5b-11.14-21.31-35a.36; Mat 7:6.12-14)

 

"Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."(Mat 7:6.12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Salah satu bentuk 'jalan yang menuju kepada kebinasaan'  adalah hidup dan bertindak mengkuti keinginan sendiri, seenaknya sendiri, sesuai selera pribadi (Jawa:'sak penake dhewe'). Orang bertindak seenaknya tanpa aturan untuk memenuhi gairah nafsunya. Maka Yesus bersabda "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya".  "Masuk melalui pintu yang sesak" berarti hidup dan melangkah atau bertindak sesuai dengan janji-janji yang pernah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji pelajar, mahasiswa, pekerja, dst.., yang disertai dengan aneka aturan dan tatanan untuk ditaati dan dilaksanakan. Perkenankan di sini saya mengangkat 'janji perkawinan' dan mengajak para suami-isteri untuk mawas diri dalam penghayatan hidup berkeluarga sebagai suami-isteri. Hendaknya saling setia pada pasangan masing-masing, tidak selingkuh atau menyeleweng, maka suami memiliki 'WIL' dan isteri memiliki 'PIL'. Hidup setia sebagai suami-isteri, saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati pada masa kini memang sarat dengan tantangan, masalah dan hambatan. Kami percaya bahwa kesetiaan suami-isteri dapat menjadi 'wahana' menuju kehidupan sejati bagi mereka sendiri maupun anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka serta kerabat dan kenalannya. Hidup berkeluarga yang baik merupakan dasar hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

·   " Maka sekarang, ya TUHAN, Allah kami, selamatkanlah kiranya kami dari tangannya, supaya segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya Engkau sendirilah Allah, ya TUHAN." (2Raj 19:19), demikian doa Hizkia, yang mengalami atau menghadapi kesesakan hidup. Apa yang dilakukan oleh Hizkia ini kiranya.dapat menjadi teladan bagi kita semua, yaitu ketika menghadapi kesesakan, tantangan, masalah atau hambatan hendaknya tidak mengandalkan kemampuan diri sendiri saja, tetapi ingat akan Tuhan antara dengan berdoa mohon rahmat dan kekuatan dari Tuhan.  Doa merupakan salah satu cirikhas hidup orang beragama atau beriman, maka kami berharap kita tidak pernah melupakan doa dalam hidup, kesibukan dan pelayanan kita setiap hari, tidak hanya ketika sedang menghadapi kesesakan saja. Percayalah, imanilah bahwa kesesakan, tantangan dan masalah yang harus kita hadapi merupakan jalan menuju kebahagiaan atau hidup sejati, maka jangan dihindari tetapi hadapi bersama dengan Tuhan. Tuhan adalah mahasegalanya, maka bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengatasi segala kesesakan, tantangan dan masalah. Bersama dan bersatu dengan Tuhan juga berarti bersama dan bersatu dengan sesama atau saudara-saudari kita, maka dalam menghadapi kesesakan, masalah dan tantangan berarti kita tidak boleh sendirian, melainkan bekerjasama dengan saudara-saudari kita. Bekerja sendirian bagaikan 'lidi' yang lepas dari ikatan sapu, dan dengan demikian menjadi sampah dan mengganggu, sebaliknya bekerja bersama bagaikan banyak lidi diikat menjadi sapu lidi dan akan fungsional untuk keselamatan, kebersihan dan keindahan. Memang bekerjasama dengan orang lain pada masa kini sungguh menantang, mengingat dan memperhatikan kecenderungan kita masing-masing untuk bekerja sendiri-sendiri, seenaknya sendiri, semau gue. Ingatlah dan hayatilah bahwa masing-masing dari kita adalah hasil atau buah kerjasama (kerjasama bapak dan ibu kita), maka hanya dalam kerjasama kita dapat tumbuh berkembang dengan baik.

 

"Besarlah TUHAN dan sangat terpuji di kota Allah kita! Gunung-Nya yang kudus, yang menjulang permai, adalah kegirangan bagi seluruh bumi; gunung Sion itu, jauh di sebelah utara, kota Raja Besar. Dalam puri-purinya Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai benteng" (Mzm 48:2-4)

      

Jakarta, 22 Juni 2010


Minggu, 20 Juni 2010

21 Juni - 2Raj 17:5-8.13-15a.18; Mat:1-5)

"Jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi."

(2Raj 17:5-8.13-15a.18; Mat:1-5)

 

"Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Mat 7:1-5), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Aloysius Gonzaga, biarawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Senantiasa berpikiran positif ('positive thinking')  daripada berpikiran negatif ('negative thingking') terhadap sesama atau orang lain, itulah inti Warta Gembira hari ini. Dengan kata lain kita dipanggil untuk bersemangat 'karya penciptaan', yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan ke arah yang baik, benar, mulia dan indah. Kami percaya bahwa di dalam diri kita masing-masing lebih banyak apa yang baik daripada yang buruk, benar daripada salah, mulia daripada jorok, indah daripada amburadul. Maka pertama-tama kami harapkan agar kita sendiri senantiasa berpikiran positif terhadap diri kita sendiri, dan dengan demikian kita akan lebih mudah untuk berpikiran positif terhadap orang lain. Kita semua dipanggil untuk mahir atau ahli kebaikan bukan kejahatan alias ahli Roh Kudus, terampil dalam pembedaan roh (spiritual discernment). Maka kami mengajak anda sekalian untuk membiasakan latihan pembedaan roh atau pemeriksaan batin setiap hari (ingat pemeriksaan batin adalah bagian dari doa malam, doa harian). Hari ini kita kenangkan St.Aloysius Gonzaga, Yesuit muda/ biarawan, yang dikenal kerendahan hati, ketaatan dan ketekunan dalam tugas, dan ia menjadi teladan bagi kawan-kawannya. Kerendahan hati, ketaatan dan ketekunan juga merupakan buah atau kasih karunia Roh Kudus, anugerah Allah. Marilah kita mengusahakan dan memperdalam keutamaan kerendahan hati, ketaatan dan ketekunan, serta dengan rendah hati kita lihat dan akui keutamaan-keutamaan tersebut dalam diri saudara-saudari kita.

·   "Berbaliklah kamu dari pada jalan-jalanmu yang jahat itu dan tetaplah ikuti segala perintah dan ketetapan-Ku, sesuai dengan segala undang-undang yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu dan yang telah Kusampaikan kepada mereka dengan perantaraan hamba-hamba-Ku, para nabi." (2Raj 17:13), demikian nasihat atau pesan para nabi kepada bangsa terpilih. Pesan atau nasihat ini kiranya juga terarah pada kita semua, maka marilah kita renungkan dan hayati atau laksanakan.  Aneka macam bentuk kejahatan membuat kabur penglihatan mati hati kita, suara hati kita semakin buta dan kita tak mampu membedakan apa yang baik dan buruk. Kita diingatkan untuk setia mengikuti dan melaksanakan perintah-perintah Tuhan, yang antara lain dapat kita lihat dalam berbagai kehendak baik saudara-saudari kita, dalam aneka tatanan dan aturan yang terkait dengan panggilan, tugas pengutusan dan kewajiban kita masing-masing. Pertama-tama marilah kita saling melihat dan mendengarkan kehendak baik kita untuk disinerjikan dan kemudian dihayati bersama-sama. Dalam kehidupan bersama senantiasa ada aturan atau tatanan, entah lisan atau tertulis, yang harus kita taati atau laksanakan. Kami angkat lagi perihal peraturan berlalu lintas di jalanan, dimana dapat kita lihat aneka rambu-rambu lalu lintas. Ketaatan pada rambu-rambu lalu lintas atau kedisiplinan berlalu lintas hemat saya merupkan cermin kehidupan bersama: hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketaatan dan kedisiplinan ini kami harapkan sedini mungkin dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga maupun sekolah dengan teladan konkret dari para orangtua maupun para guru/pendidik. Ketaatan utama atau dasar adalah taat kepada kehendak Tuhan, maka kepada mereka yang akrab dan mesra hidup bersama dengan Tuhan selayaknya kehendak, nasihat atau pesannya kita dengarkan dan laksanakan, karena mereka bagaikan nabi-nabi yang diutus oleh Allah untuk mewartakan apa yang baik dan benar.

 

"Ya Allah, Engkau telah membuang kami, menembus pertahanan kami; Engkau telah murka; pulihkanlah kami! Engkau telah menggoncangkan bumi dan membelahnya; perbaikilah retak-retaknya, sebab bumi telah goyang. Engkau telah membuat umat-Mu mengalami penderitaan yang berat, Engkau telah memberi kami minum anggur yang memusingkan." (Mzm 60:3-5)

Jakarta, 21 Juni 2010