"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar" Mg Biasa XXV : Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13
"Small is beautiful" = Kecil itu indah, demikian sebuah motto yang menjadi pedoman atau pegangan cukup banyak orang, khususnya mereka yang sukses dan terhormat dalam karya, usaha maupun jabatan atau fungsinya. Para pengusaha besar yang sukses, berjaya dan berhasil sampai kini hemat kami adalah orang-orang yang mulai dengan usaha-usaha kecil dan sederhana. Berkat atau karena ketekunan, kesungguhan, keuletan serta kasihnya terhadap hal-hal atau perkara-perkara kecil, yang seiring dengan perjalanan waktu perkara yang diurus atau dikelola semakin besar, mereka tetap tegar dan bahagia mengurus atau mengelola perkara-perkara besar. Sebagai pengusaha atau pimpinan usaha yang sukses perhatian mereka terhadap yang kecil juga menjadi nyata dengan memperhatikan para pegawai atau pekerja kecil/rendah di perusahaan atau kantor mereka, misalnya para satpam, petugas kebersihan, pengemudi, pramuria dst.. Pemimpin Negara yang sukses alias sungguh melayani rakyat, berjuang dan berkorban demi rakyat dalam jabatan atau fungsinya, para umumnya juga berasal dari kalangan rakyat kecil, atau ketika masa kecil mereka telah terbiasa setia para perkara-perkara kecil dalam hidup sehari-hari mereka. Maka baiklah kami mengajak anda sekalian untuk sungguh berrefleksi serta menghayati sabda Yesus yang diwartakan pada hari ini.
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar" (Luk 16:10)
Apa yang sungguh kita butuhkan dalam kebutuhan hidup sehari-hari kita maupun kita kerjakan sebenarnya perkara-perkara atau hal-hal kecil dan sederhana, misalnya makan dan minum, berbicara dalam aneka pertemuan atau perjumpaan, tidur/istirahat alias meletakkan tubuh kita di tempat yang telah tersedia apa adanya, berjalan, dst.. ..Aneka macam peralatan elektronik yang canggih pada saat ini juga kecil. Perkara-perkara atau hal-hal kecil macam apa saja yang selayaknya dengan setia kita urus atau kelola? Perkenankan di sini saya mengajukan beberapa contoh, semoga membantu untuk berrefleksi: 1) Anak kecil/bayi. Merawat atau mengurus anak kecil atau bayi memang tidak mudah, membutuhkan kasih pengorbanan, dedikasi, kesabaran, kelemah-lembutan, kerendahan hati dst… Maka tidak mengherankan ketika kami mendengar info bahwa ada ibu-ibu/keluarga muda dengan mudah menitipkan anak/bayinya kepada neneknya/baby-sitter-nya, entah karena demi karier atau karena malas, tak mau repot-repot. Dengan mudah bayi sampai usia balita perawatannya diserahkan kepada baby-sitter atau nenek. Memang bayi sampai usia balita masih dengan mudah ikut siapa saja, asal merasa dikasihi. Para ibu/orangtua yang dengan mudah meninggalkan bayinya sampai usia balita hemat saya akan menghadapi tantangan atau kesulitan besar ketika anak-anak mulai tumbuh sebagai remaja dalam mendidik atau mendampingi anak-anak. Maka dengan ini kami berharap kepada para ibu/orangtua muda untuk membiasakan setia merawat anak-anaknya sendiri sampai usia balita. Kesetiaan anda merawat anak-anak sampai usia balita akan menjadi dasar dan modal untuk mendampingi mereka atau sesama yang menghadapi masalah dan tantangan berat dalam kehidupan. 2) Tugas/pekerjaan kecil/sederhana. Tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana pada umumnya dilakukan oleh para pembantu rumah tangga/perkantoran, sedangkan di dalam keluarga-keluarga pada umumnya dilakukan oleh para ibu rumah tangga. Tugas atau pekerjaan itu misalnya: menyapu, mengepel, membuka dan menutup pintu, mengatur tempat tidur, mencuci pakaian, dst.. Kami berharap tidak hanya para pembantu atau ibu rumah tangga saja yang melakukan tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana tersebut, melainkan kita semua, tanpa pandang bulu, hendaknya terbiasa juga melakukan tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana. Anak-anak di dalam keluarga hendaknya sedini mungkin dilatih dan dibiasakan melakukan tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana tersebut, antara lain dengan teladan konkret dari para orangtua/bapak-ibu. Jika kita setia dan sukses mengurus atau mengelola tugas atau pekerjaan kecil dan sederhana, yang kelihatan tersebut, kiranya kita akan memperoleh kemudahan untuk mengurus dan memperhatikan yang spiritual, seperti nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang menyelamatkan dan membahagiakan. 3) Sesama yang kecil, miskin dan berkekurangan. Memperhatikan saudara-saudari kita yang kecil, miskin dan berkekurangan sungguh membutuhkan kasih dan pengorbanan. Secara material mungkin kita akan membantu mereka, entah dengan harta benda atau uang, namun secara spiritual sebenarnya kita dapat belajar dari mereka yang kecil, miskin dan berkekurangan. Pengalaman dari putera-puteri dari beberapa sekolah katolik di Jakarta, yang mengadakan 'live in' di daerah miskin di wilayah Yogyakarta maupun Jawa Tengah memperlihatkan dan membenarkan hal tersebut. Dari keluarga kecil, miskin dan berkekurangan maupun anak-anak/remaja miskin dan berkekurangan mereka dapat belajar nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan yang tidak mereka temukan di Jakarta, baik di dalam keluarga mereka maupun masyarakat. Nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan itu misalnya: keuletan, kerja keras, ketahanan, syukur dan terima kasih, dst.. Sebenarnya di kota besar pun kita dapat melakukan hal itu, misalnya: silahkan berjalan kaki minimal dalam radius satu atau dua kilometer dari rumah atau kantor/tempat tugas anda, dan selama dalam perjalanan lihat apa yang ada di pinggir jalan dst.., secara khusus mereka yang miskin dan berkekurangan.
"Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan. Untuk kesaksian itulah aku telah ditetapkan sebagai pemberita dan rasul -- yang kukatakan ini benar, aku tidak berdusta -- dan sebagai pengajar orang-orang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran. Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan" (1Tim 2:5-8)
Pesan Paulus kepada Timoteus, sebagaimana saya kutipkan di atas ini, rasanya lebih terarah kepada rekan laki-laki, yang diajak untuk 'berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan'. Maklum pada umumnya kaum laki-laki malas berdoa, antara lain nampak dalam kegiatan doa bersama di lingkungan-lingkungan, yang mayoritas dihadiri oleh rekan perempuan. Berdoa berarti berwawancara atau berkomunikasi dengan Tuhan, dan karena Tuhan maha segalanya, maka mau tak mau berada di hadirat Tuhan kita akan bersembah-sujud dengan rendah hati seraya membuka diri terhadap sapaan dan sentuhanNya. Cukup menarik dan mengesan peringatan Paulus bahwa selama berdoa hendaknya tidak dalam keadaan marah atau berselisih. Maka jika anda masih dalam keadaan marah atau berselisih ketika akan berdoa kami harapkan untuk berdamai lebih dahulu dengan mereka yang menimbulkan kemarahan atau perselisihan. Pesan ini juga mengingatkan bahwa buah doa adalah persahabatan dan perdamaian, bukan kemarahan dan perselisihan. Berdamai dan bersahabat dengan Tuhan berarti berdamai dan bersahabat dengan sesama atau saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi kami ajak dan ingatkan rekan-rekan laki-laki: "Marilah kita berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan" setiap hari dalam kesibukan dan pelayanan kita. Kita awali dan akhiri kesibukan dan pelayanan kita dengan berdoa.
"Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya. Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya" (Mzm 115:4-8)
Jakarta, 19 September 2010 |
Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id
Jumat, 17 September 2010
19 Sept - Mg Biasa XXV : Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 21.59 0 komentar
Kamis, 16 September 2010
18 Sept - 1Kor 15:35-37.42-49; Luk 8:4-15
"Berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan" (1Kor 15:35-37.42-49; Luk 8:4-15)
"Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan: "Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat." Setelah berkata demikian Yesus berseru: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!" Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti" (Luk 8:4-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. .
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut: · Sebagai seorang guru hemat saya Yesus adalah Guru yang baik. Ia mengajar dengan sederhana, antara lain dengan perumpamaan-perumpamaan yang sebenarnya terjadi di dalam hidup sehari-hari. Dalam pengajaran hari ini Ia mengumpamakan Kerajaan Allah atau Allah yang meraja dengan penabur benih. Sang Penabur menaburkan benih yang baik, ajaran, nasehat, tuntunan yang baik, namun perwujudan atau pelaksanaan ajaran tersebut tergantung dari para pendengarNya. Mereka yang dapat mendengarkan dengan baik, bukan mendengar, (to listen bukan to hear) , karena mendengarkan dengan baik berarti dengan rendah hati membuka diri, yang dijiwai pengorbanan dan kesiap-sediaan untuk berubah maupun dirubah. Entah sudah berapa kali masing-masing dari kita telah mendengar atau mendengarkan ajaran dari Tuhan melalui aneka macam cara seperti kotbah, pembacaan kitab suci, katekese, dst.., kiranya tidak ada seorangpun di antara kita yang sempat mencatat. Pertanyaan refleksi bagi kita semua: sejauh mana saya dipengaruhi, dibina, dididik dan dirubah oleh apa yang kita dengarkan. Kita semua dipanggil untuk menjadi pendengar-pendengar sabda Tuhan yang baik, entah kita dengarkan melalui pembacaan kitab suci, kotbah dst.. Marilah kita hayati tanggapan kita setelah pembacaan Injil, yang berbunyi "Tanamkanlah sabdaMu ya Tuhan dalam hati kami". Jika sabda Tuhan sungguh tertanam di dalam hati, kami percaya pasti akan mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak kita, dan dengan demikian cara hidup dan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah yang baik, yang menyelamatkan dan membahagiakan jiwa. · "Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga. Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi" (1Kor 15:47-49). Apa yang dikatakan oleh Paulus ini kiranya dipengaruhi oleh dualisme, jasmani/alamiah dan sorgawi. Dualisme macam ini kiranya untuk masa kini telah ditinggalkan. Yang benar adalah apa yang sorgawi, rohani atau spiritual menjiwai apa yang alamiah atau jasmani, sehingga kita sebagai manusia hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atau Allah hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh serta hina dina ini. Kita mengusahakan kesucian hidup dengan membumi, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi, hal-ihwal duniawi, semakin membumi diharapkan semakin suci, itulah kebenaran ilahi. Segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini merupakan bantuan dari Tuhan sebagai sarana untuk semakin hidup dan bertindak dalam kasih dan karunia Tuhan. Dengan kata lain semakin kaya, semakin tambah usia, semakin pandai/cerdas, semakin banyak sahabat dan kenalan, semakin berkedudukan, dst… hendaknya semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Kita adalah tanah atau lahan yang subur, maka ditaburi jenis benih apapun akan tumbuh berkembang dan menghasilkan buah yang diharapkan atau didambakan. Marilah kita jaga atau rawat kesuburan tanah kita, antara lain dengan berdoa dan senantiasa berusaha berbuat baik kepada sesama. Semakin kita berbuat baik dan berdoa berarti kita semakin terbuka dan siap sedia untuk terus tumbuh berkembang sesuai dengan kehendak Tuhan.
"Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku. Kepada Allah, firman-Nya kupuji, kepada TUHAN, firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku? Nazarku kepada-Mu, ya Allah, akan kulaksanakan, dan korban syukur akan kubayar kepada-Mu. Sebab Engkau telah meluputkan aku dari pada maut, bahkan menjaga kakiku, sehingga tidak tersandung; maka aku boleh berjalan di hadapan Allah dalam cahaya kehidupan" (Mzm 56:10-14) Jakarta, 18 September 2010 |
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 21.50 0 komentar
17 sept - 1Kor 15:12-20; Luk 8:1-3
"Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka"
(1Kor 15:12-20; Luk 8:1-3)
"Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." (Luk 8:1-3), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Dalam budaya patrialistis seperti mayoritas suku bangsa di dunia, termasuk Indonesia, pada umumnya kaum laki-laki lebih tampil di permukaan daripada kaum perempuan, namun ketika ada acara bersama seperti pesta atau pertemuan akbar kaum perempuan sungguh berpengaruh, sebagaimana diwartakan dalam kisah hari ini, yaitu "melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka". Tanpa pelayanan ini kiranya acara bersama dapat kacau balau atau berlangsung tidak lancar sebagaimana didambakan. Menjadi 'orang kedua' itulah yang terjadi. Ada orang yang merasa minder atau dilecehkan ketika menjadi 'orang ke dua' dan tidak menjadi 'orang pertama atau utama', padahal menurut pengamatan dan pengalaman kami menjadi 'orang kedua' sungguh membahagiakan dan memuaskan. Menjadi 'orang kedua' antara lain memiliki kesempatan untuk melihat dan mencermati segala sesuatu dengan tajam dan cermat, bagaikan menjadi 'intel', pergi ke sana kemari kurang diperhatikan. Pada umumnya masukan dari 'orang ke dua' kepada 'orang pertama/utama' akan didengarkan dan mempengaruhi kebijakan dan cara bertindak orang pertama beserta para pembantu lainnya maupun rombongannya. Sebagai contoh konkret: perhatikan saja beberapa kepala Negara seperti di Indonesia, dimana sang isteri begitu mempengaruhi kebijakan suaminya yang menjadi kepala Negara, dan tentu saja sebaliknya ketika yang menjadi kepala Negara adalah sang isteri. Menjadi 'orang kedua' pada umumnya dapat 'bermain' dengan bebas, tanpa beban. Maka dengan ini kami mengingatkan anda semua yang menjadi 'orang kedua, ketiga dan selanjutnya kami harapkan tidak minder atau kecil hati, melainkan berbahagialah dan berbangga karena boleh melayani, meneladan Yesus yang datang ke dunia untuk melayani bukan dilayani. Kami berteima kasih banyak kepada rekan-rekan perempuan yang sungguh berjasa dalam berbagai kegiatan bersama.
· "Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal" (1Kor 15:19-20), demikian kesaksian iman Paulus. Kesaksian Paulus ini kiranya mengajak dan mengingatkan kita bahwa ketika kita dalam keadaan lesu, frustrasi, tak bergairah dst.., hendaknya tetap percaya kepada Tuhan, Penyelenggaraan Ilahi alias masih memiliki harapan terhadap Tuhan. Ada kemungkinan bahwa harapan terhadap sesama manusia atau saudara-saudari kita tidak ada lagi atau tipis sekali. Harapan akan sungguh menjadi harapan ketika terjadi dalam ketidak-pastian, keraguan, kelesuan, frustrasi dst.. Ingat dan hayati bahwa ketika kita merasa kurang diperhatikan oleh orang lain yang berarti tiada harapan lagi dari mereka, kita masih hidup, meskipun kurang bergariah. Bukankah bahwa kita masih hidup ini merupakan Penyelenggaraan Ilahi, yang harus kita syukuri dan terimakasihi. Dia yang telah wafat di kayu salib telah menjadi pengharapan bagi banyak orang, maka percaya kepadaNya antara lain berarti ketika kita berada dalam penderitaan, sakit, lesu dan tak berdaya, hendaknya tetap percaya dan berharap kepada Tuhan, sehingga keberadaan kita dapat membangkitkan pengharapan bagi orang lain. Dengan kata lain usahakan tetap tampil dengan ceria dan cerah ketika kurang memperoleh perhatian dari orang lain, ketika sedang menderita, ketika dilecehkan atau direndahkan, dst.. Ajakan dan peringatan kami tujukan juga kepada mereka yang merasa bodoh: milikilah keteguhan hati bahwa anda dapat berubah alias bangkit dari kebodohan menuju ke kecerdasan. Maka hadapi dan fungsikan berbagai kemungkinan dan kesempatan untuk berubah dan berkembang di dalam hidup sehari-hari, agar cara hidup dan cara bertindak anda selanjutnya dapat membangkitkan mereka yang kurang bergairah karena kebodohannya.
"Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku.Tunjukkanlah kasih setia-Mu yang ajaib, ya Engkau, yang menyelamatkan orang-orang yang berlindung pada tangan kanan-Mu terhadap pemberontak., .. sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu" (Mzm 17:6-7.8b)
Jakarta, 17 September 2010
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 01.26 0 komentar
Rabu, 15 September 2010
16 sept - 1Kor 15:1-11; Luk 7:36-50
"Ia membasahi kakiNya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya"
(1Kor 15:1-11; Luk 7:36-50)
"Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan. Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu. Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: "Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa." (Luk 7:36-39), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Kornelius, Paus dan St.Siprianus, Uskup, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Beriman berarti senantiasa berdialog dan berrelasi dengan Tuhan, Yang Ilahi, dan karena Tuhan adalah maha segalanya, maka berdialog atau berrelasi denganNya mau tak mau kita akan seperti perempuan berdosa yang menangis sambil menciumi kaki Yesus, artinya bersembah-sujud seutuhnya kepada Tuhan. Beriman kepada Tuhan mau tak mau kita akan dikuasai atau dirajai olehNya, dan dengan demikian akan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendakNya, seraya menyadari dan menghayati diri sebagai orang berdosa yang dipanggil untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya. Hari ini kita mengenangkan seorang paus dan uskup bersama-sama, yang senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina di hadirat Tuhan/Yang Ilahi. Dua pribadi ini selain masing-masing berdialog erat dan mesra dengan Tuhan juga berdialog satu sama lain, sehingga mereka bekerja bersama-sama, saling membantu dan memperhatikan. Kita semua mengakui diri sebagai orang beriman, maka marilah dengan rendah hati kita menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa yang dipanggil Tuhan untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya. Karena kita sama-sama beriman selayaknya kita sering berdialog, bercakap-cakap atau ber-curhat perihal pengalaman iman kita masing-masing, guna saling memperkaya dan meneguhkan, sehingga masing-masing dari kita setelah berdialog atau bercakap-cakap dapat mendengarkan suara Tuhan ini: "Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!" (Luk 7:50).
· "Karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku" (1Kor 15:10), demikian kesaksian iman Paulus. Kita semua telah menerima kasih karunia Allah secara melimpah ruah, yang kita terima melalui siapa saja yang telah mengasihi dan berbuat baik kepada kita, sehingga kita dapat hidup dan berada seperti saat ini. Semua yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah kasih karunia Allah, misalnya kepandaian, kecerdasan, ketampanan/kecantikan, harta benda/uang, keterampilan, dst.. Kita semua dipanggil untuk tidak mensia-siakan kasih karunia Allah tersebut, melainkan memfungsikan seoptimal mungkin demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun saudara-saudari atau sesama kita. Maka marilah bekerja keras untuk memfungsikan aneka macam kasih karunia Allah dalam hidup dan tugas pengutusan kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Kita persembahkan semua yang kita miliki dan kuasai pada saat ini kepada Allah melalaui saudara-saudari kita, tanpa pandang bulu atau SARA. Jauhkan aneka macam bentuk kemalasan, yang berarti meremehkan kasih karunia atau anugerah Allah maupun saudara-saudari kita yang telah menjadi penyalur kasih karunia atau anugerah tersebut. Allah bekerja terus-menerus, siang malam tiada henti, tak kenal waktu dan tempat, maka selayaknya sebagai orang yang beriman kita berbuat demikian juga, artinya dalam apapun yang sedang lakukan senantiasa kita lakukan bersama dan bersatu dengan Allah, sehingga apapun yang kita lakukan mempesona, memikat dan menarik banyak orang untuk semakin beriman atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah. Senantiasa bersama dan bersatu dengan Allah berarti senantiasa berbuat baik dalam kondisi dan situasi apapun, dan dengan demikian senantiasa dalam keadaan bergairah, dinamis, ceria dan gembira.
"Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Biarlah Israel berkata: "Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!" (Mzm 118:1-2)
Jakarta, 16 September 2010
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 08.56 0 komentar
Selasa, 14 September 2010
15 Sept - 1Kor 12:31-13:15; Luk 2:33-35
"Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri"
(1Kor 12:31-13:15; Luk 2:33-35)
"Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan -- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri --, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang."(Luk 2:33-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta "SP Maria Berdukacita" hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· SP Maria adalah teladan umat beriman, yang mengandung, melahirkan dan mendampingi Penyelamat Dunia, yang datang untuk mempersembahkan Diri bagi keselamatan seluruh dunia dengan menderita dan wafat di kayu salib. Kemarin kita kenangkan 'Salib Suci', dan hari ini kita kenangkan SP Maria Berdukacita, kenangan akan partisipasi SP Maria dalam penderitaan dan wafat Penyelamat Dunia, PuteraNya. SP Maria Berdukacita ini dikenangkan antara lain dengan patung karya Michael Angelo "SP Maria yang sedang memangku Yesus yang telah wafat di kayu salib". Karena SP Maria adalah teladan umat beriman, maka kita semua umat beriman dipanggil untuk berpartisipasi dalam penderitaan dan wafat Yesus di kayu salib demi keselamatan seluruh dunia. Secara konkret kita dipanggil untuk siap sedia menderita dan berkorban demi keselamatan jiwa diri kita sendiri maupun orang lain atau sesama kita. Kita semua mendambakan hidup mulia, damai sejahtera dan selamat selama di dunia ini dan kelak setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. "Jer basuki mowo beyo" = Untuk hidup mulia dan damai sejahtera, orang harus berjuang dan berkorban, demikian kata pepatah Jawa. Marilah jiwa perjuangan dan pengorbanan ini sedini mungkin kita dididikkan atau biasakan pada anak-anak dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua atau bapak-ibu. Dengan kata lain hendaknya dijauhkan aneka macam bentuk pemanjaan pada anak-anak. Sedini mungkin, sesuai dengan kemampuan dan perkembangannya, libatkan dan fungsikan anak-anak dalam pemenuhan hidup bersama yang damai dan sejahtera., antara lain dengan memfungsikan anak-anak untuk mengerjakan hal-hal sederhana, dan makin lama makin sulit, misalnya menyapu, mematikan lampu/kran air, mengatur tempat tidur, dst…Jauhkan sikap mental atau budaya 'instant', seperti cepat-cepat pandai, kaya, dst.., dan ikutilah 'proses' yang baik dalam mengerjakan segala sesuatu.
· "Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi" (!Kor 12:31), demikian nasihat Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Karunia yang paling utama tidak lain adalah.kasih, dan "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1Kor 13:4-7). Marilah ajaran perihal kasih dari Paulus ini kita hayati dan sebarluaskan di dalam hidup kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun. Perkenankan saya mengangkat perihal 'tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain', mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang mudah marah karena alasan-alasan atau hal-hal kecil dan sederhana saja. Marah berarti melecehkan dan merendahkan yang lain, dan dengan demikian melanggar hak-hak asasi manusia. Yang sering menjadi sebab, alasan atau dorongan untuk marah antara lain adalah 'perbedaan', entah beda selera, pendapat, pikiran, SARA, dst.. , dimana kita tidak dapat menghormati dan menghargai perbedaan-perbedaan. Ingatlah dan hayatilah bahwa di dunia ini tidak ada manusia yang sama persis, semuanya berbeda satu sama lain, laki-laki dan perempuan berbeda satu sama lain tetapi saling tertarik, terpikat dan ingin mendekati, bersahabat dan mengasihi satu sama lain. Dengan kata lain apa yang berbeda menjadi daya tarik, daya pikat, daya pesona dan kekuatan untuk saling bersahabat dan mengasihi. Maka kami harapkan kepada anda semua: marilah kita hayati dan sikapi aneka perbedaan yang ada di antara kita sebagai daya tarik, daya pikat, daya pesona untuk saling mendekat dan bersahabat, itulah salah satu perwujudan kasih, karunia yang paling utama.
"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN" (Mzm 33:2-5).
Jakarta, 15 September 2010
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 07.21 0 komentar
Minggu, 12 September 2010
14 Sept - Flp 2:6-11; Yoh 3:13-17
"Setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal".
(Flp 2:6-11; Yoh 3:13-17)
"Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yoh 3:13-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan Pesta Salib Suci hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Entah sudah berapa kali kita membuat tanda salib atau memandang salib kiranya tidak ada yang sempat menghitung atau tak mungkin dihitung. Rekan-rekan perempuan dengan bangga mengenakan salib di dadanya, salib yang tergantung di untaian kalungnya. Ketika membuat tanda salib kita juga menepuk dahi, dada dan bahu, dan tanda salib pada umumnya dibuat untuk mengawali apa yang akan kita kerjakan. Maka membuat tanda salib untuk mengawali apa yang akan kita kerjakan berarti kita akan hidup dan bekerja atau bertindak meneladan Yang Tersalib, cara berpikir seperti Yang Tersalib, berjiwa dan berhati Yang Tersalib dan bertenaga Yang Tersalib. Mengawali segala sesuatu yang akan kita kerjakan dengan membuat tanda salib berarti apapun yang akan kita kerjakan atau lakukan senantiasa semakin menyucikan jiwa, hati, akal budi dan tubuh kita alias semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia dalam hidup sehari-hari. Yang Tersalib hidup dan berkarya dalam diri kita, maka dengan demikian kita akan saling bersembah sujud dan menghormati, sebagaimana kita senantiasa bersembah sujud dan menghormati Yang Tersalib. Secara khusus kami mengingatkan dan mengajak siapapun yang mengenakan salib setiap hari, entah sebagai asesori atau tanda tertentu, kami harapkan hidup dan bertindak meneladan Yang Tersalib, antara lain rela berkorban dengan jiwa besar bagi keselamatan dan kebahagiaan orang lain tanpa pandang bulu atau SARA. Percaya kepada Yang Tersalib berarti berpartisipasi dalam seluk beluk duniawi, hidup mendunia, mengusahakan kesucian hidup dengan mendunia, mengurus atau mengelola dunia seisinya demi keselamatan jiwa manusia.
· "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib" (Fil 2:5-8). Hidup bersama kita yang paling riel atau konkret antara lain hidup di dalam keluarga/komunitas maupun di tempat tugas atau kerja, dimana setiap hari kita memboroskan waktu dan tenaga kita. Dalam kebersamaan hidup yang paling dasar atau komunitas basis ini kita diharapkan 'menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus', yaitu rendah hati dan rela berkorban demi keselamatan umat manusia. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24). Kerendahan hati dan kerelaan berkorban demi orang lain ini hendaknya sedini mungkin ditanamkan, dididikkan dan dibiasakan dalam diri anak-anak di dalam keluarga dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua. Pengalaman hidup dengan rendah hati dan rela berkorban di dalam keluarga akan menjadi modal dan kekuatan luar biasa untuk hiudup dengan rendah hati dan rela berkorban dalam komunitas atau kelompok hidup dan bekerja bersama yang lebih luas. Saling bekerjasama dengan rendah hati dan rela berkorban, itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita adalah buah atau korban kerjasama, kerjasama dari orangtua kita masing-masing; kita diadakan dalam kerjasama, dididik dan dikembangkan dalam kerjasama, maka tidak kerjasama berarti mengingkari jati diri kita.
"Pasanglah telinga untuk pengajaranku, hai bangsaku, sendengkanlah telingamu kepada ucapan mulutku. Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka-teki dari zaman purbakala….., dituntun-Nya mereka dengan awan pada waktu siang, dan semalam suntuk dengan terang api; dibelah-Nya gunung batu di padang gurun, diberi-Nya mereka minum banyak air seperti dari samudera raya"
(Mzm 78:1-2.14-15)
Jakarta, 14 September 2010
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 20.57 0 komentar
13 Sept - 1Kor 11:17-26; Luk 7:1-10
"Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai"
(1Kor 11:17-26; Luk 7:1-10)
"Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami." Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!" Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali."(Luk 7:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Seorang perwira tentara atau militer pada umumnya mengandalkan diri pada kekuatan phisik dan kurang percaya kepada Tuhan. Dalam kisah yang diwartakan hari ini ada seorang perwira dengan rendah hati minta tolong kepada orang tua-tua Yahudi untuk menghadap Yesus guna mohon penyembuhan hambanya yang sedang menderita sakit. Maka Yesus berkata :"Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel". Sehat atau sakit serta penyembuhan orang sakit erat kaitannya dengan beriman atau tidak beriman. Jika kita sungguh beriman kiranya kita jarang atau tidak pernah menderita sakit apapun, sebaliknya jika sedang menderita sakit hendaknya mawas diri apakah kita sungguh beriman, dan dengan rendah hati mohon penyembuhan dari Tuhan melalui orang-orang di sekitar kita. Beriman berarti hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan dan dengan demikian hidup dan bertindak sesuai dengan aneka macam tata tertib yang dibuat dan diundangkan demi hidup sehat, bahagia dan damai sejahtera, antara lain tata tertib hidup sehat dan berdoa. Makan-minum, istirahat, bekerja dan bertindaklah dalam iman jika anda mendambakan hidup sejahtera, damai bahagia lahir dan batin, jasmani dan rohani. Jauhi cara hidup dan cara bertindak hanya mengikuti keinginan atau selera pribadi alias seenaknya sendiri.
· "Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang."(1Kor 11:26), demikian ajaran atau peringatan Paulus. Apa yang dikatakan oleh Paulus ini erat kaitannya dengan saat ketika kita menerima komuni kudus di dalam Perayaan Ekaristi. Dengan menerima komuni kudus berarti kita mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan Yesus dalam cara hidup dan cara bertindak kita, artinya kita mati dalam hal dosa alias tidak berbuat dosa lagi dan hanya hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita hidup dan bertindak dengan meneladan Yesus, yaitu mempersembahkan hidup kita seutuhnya demi kebahagiaan dan keselamatan diri kita sendiri maupun orang lain yang hidup dan bekerja bersama kita setiap hari atau orang yang kena dampak cara hidup dan cara bertindak kita. Dengan kata lain kita menjadi saksi karya penyelamatan Tuhan di dalam hidup kita sehari-hari sampai mati atau dipanggil Tuhan. Kita juga diingatkan setiap kali akan menerima komuni kudus hendaknya kita dalam keadaan yang layak atau baik alias tidak berdosa, maka sekiranya berdosa dan tidak layak untuk menerima komuni kudus, hendaknya terlebih dahulu mohon kasih pengampunanNya antara lain dengan mengaku dosa. Ingat bahwa menerima komuni kudus berarti kita didatangi oleh Tuhan yang mahasegalanya. Bukankah ketika kita akan menyambut tamu penting dan terhormat pada umumnya untuk mengusahakan lingkungan hidup kita serta diri kita sendiri bersih, tanpa noda? Tuhan melebihi segalanya yang ada di dunia ini, maka selayaknya sebelum menyambut kedatanganNya, antara menerima komuni kudus, kita jaga diri kita senantiasa dalam keadaan bersih dan tanpa noda baik secara spiritual maupun phisik, rohani maupun jasmani. Karena kita semua menerima komuni kudus yang sama, maka selayaknya kita bersaudara dan bersahabat dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun.
"Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, tetapi Engkau telah membuka telingaku; korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau tuntut. Lalu aku berkata: "Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku; aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku" (Mzm 40:7-9).
Jakarta, 13 September 2010 . .
Diposting oleh Renungan Iman Katolik di 03.26 0 komentar