Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 12 Juni 2010

13 Juni - Yeh 34:11-16; Rm 5:5b-11; Luk 15:3-7


"Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan."

HR HATI YESUS YANG MAHAKUDUS:  Yeh 34:11-16; Rm 5:5b-11; Luk 15:3-7


Suatu pengalaman dan kenyataan yang sungguh konkret kita hayati atau alami setiap hari: ketika ada saudara atau saudari kita sedang sakit serta dirawat di rumah sakit pada umumnya kita sungguh memberi perhatian, apalagi ketika ada sahabat, kenalan atau saudara kita mati alias dipanggil Tuhan. Sebaliknya ketika mereka dalam keadaan baik alias biasa-biasa saja pada umumnya kita kurang memberi perhatian. Hal yang senada terjadi dalam diri kita, tubuh kita sendiri: ketika anggota tubuh kita sehat semuanya pada umumnya kita hidup seenaknya, sebaliknya ketika ada anggota tubuh kita atau bagian tubuh kita yang sakit kita akan memberi perhatian luar biasa; mau mandi diperhatikan, mau tidur diperhatikan, dst… Beaya perawatan yang sedang sakit untuk menjadi sembuh pada umumnya mahal, lebih mahal dari hidup biasa jika dihitung per hari, namun demikian dengan segala upaya dan daya, termasuk cari pinjaman jika perlu, kita akan menyediakan beaya perawatan tersebut. Kegembiraan luar biasa terjadi ketika yang sakit menjadi sembuh. Pengalaman manusiawi tersebut di atas kiranya baik sebagai jembatan untuk merenungkan Hati Yesus Yang Mahakudus, yang kita rayakan hari ini.

 

"Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Luk 15:6-7).

 

Hati Yesus yang tergantung di kayu salib ditusuk tombak, dan dari HatiNya/lambungNya mengalirlah air dan darah segar, lambang sakramen-sakramen Gereja yang menyelamatkan. Hati yang terluka dan terbuka juga melambangkan penyerahan Diri Yesus secara total kepada kehendak Allah demi keselamatan seluruh dunia/umat manusia. Hati yang terbuka mengundang dan memanggil semua orang berdosa untuk masuk ke dalam HatiNya guna mohon kasih pengampunan, 'minum air dan darah segar', yang menghidupkan dan menyegarkan.

 

Jika kita jujur mawas diri, kami percaya kita semua adalah orang-orang berdosa yang membutuhkan kasih pengampunan atau pertobatan, maka marilah kita bersembah-sujud kepada Hati Yesus yang tergantung di kayu salib. Percayalah dengan sepenuh hati bahwa jika kita bersembah-sujud kepadaNya pasti akan menerima kasih pengampunan, dan dengan demikian kita sungguh hidup, segar bugar baik secara jasmani maupun rohani. Kita dikuasai atau dirajai oleh HatiNya Yang Mahakudus dan dengan demikian kita juga dipanggil untuk meneladan HatiNya, yang mengalirkan air dan darah segar. Meneladan Hati Yesus Yang Mahakudus berarti sepak terjang, perilaku, cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun menggairahkan dan menyegarkan orang lain; cara hidup dan cara bertindak kita mengundang dan memberdayakan orang lain untuk bertobat atau memperbaharui diri, semakin beriman, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan.

 

"Akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan". Sabda Yesus ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita semua, entah sebagai orang berdosa atau merasa diri sebagai orang baik. Yang merasa berdosa kami harapkan dengan rendah hati mohon kasih pengampunan Tuhan, sedangkan yang merasa diri baik hendaknya hidup penuh dengan syukur dan terima kasih seraya menghayati bahwa semua kebaikan yang ada adalah anugerah Tuhan. Berdevosi kepada Hati Yesus yang Mahakudus memanggil kita untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati, penuh syukur dan terima kasih, karena perhatian Tuhan yang luar biasa kepada kita orang-orang yang lemah, rapuh dan berdosa ini.

"Waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati" (Rm 5:6-7)

 

Yesus yang baik 'berani mati' bagi kita semua orang berdoa, demi keselamatan dan kebahagiaan kita semua, orang-orang durhaka dan berdosa. Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan dunia dengan mempersembahkan diri seutuhnya, wafat di kayu salib; Ia menjadi pemenuhan ramalan para nabi, sebagaimana juga dikatakan oleh nabi Yeheskiel ini :"Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya" (Yeh 34:16). Kita semua yang berbakti atau berdevosi kepada Hati Yesus Yang Mahakudus dipanggil untuk meneladan Dia, memenuhi ramalan atau apa yang dikatakan oleh nabi Yeheskiel tersebut, maka marilah apa yang dikatakan nabi Yeheskiel tersebut juga menjadi kata-kata kita serta kita wujudkan ke dalam tindakan konkret.

 

Marilah kita cari yang hilang, kita bawa pulang yang tersesat, kita balut yang luka, kita kuatkan atau sembuhkan yang sakit, kita lindungi yang gemuk dan kuat, dst..dengan kata lain kita gembalakan mereka semua, lebih-lebih mereka yang setiap hari hidup atau bekerja bersama dengan kita. Meneladan Hati Yesus yang Mahakudus antara berarti bersikap mental sorang gembala yang baik  Gembala baik pada umumnya berani mati bagi yang digembalakan, karena sangat mengasihi mereka yang harus digembalakan. Gembala baik mengasihi yang digembalakan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh.

 

Para orangtua, guru/pendidik atau pemimpin kami harapkan bersikap mental gembala baik dalam rangka menghayati panggilan atau melaksanakan tugas kewajiban. Orangtua menjadi gembala bagi anak-anaknya, guru/pendidik menjadi gembala bagi para peserta didik, dan seorang pemimpin menjadi gembala bagi para anggotanya.  Sebagai gembala pertama-tama memang harus baik, dikasihi oleh Tuhan maupun sesamanya; kemanapun pergi dan dimanapun berada senantiasa mempesona, menarik dan memikat bagi yang lain untuk mendekat dan mengasihinya. Gembala yang baik mengenal yang digembalakan, menuntun keluar ke padang hijau domba-dombanya, dst.. Para orangtua hendaknya sungguh mengenal anak-anaknya dan kemudian mendidik dan mendampinginya menuju ke kedewasaan sejati, menjadi pribai yang cerdas spiritual. Para guru/pendidik hendaknya sungguh mengenal para peserta didik sehingga dapat mendampingi dengan baik, menolong mereka untuk menemukan jalan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Sang pemimpin hendaknya mengenal semua anak buahnya dan kemudian mengusahakan kebersamaan hidup dan kerja sedemikian rupa sehingga semua orang merasa kerasan, bahagia dan nikmat tinggal dan bekerja di dalamnya.  Baik orangtua, guru/pendidik maupun pemimpin hendaknya juga bersikap mental untuk 'mencari yang hilang', alias memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan, yang sakit dan menderita, yang lemah dan tak berdaya, dst…

 

"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mzm 23)

         

Jakarta, 11 Juni 2010


Rabu, 09 Juni 2010

10 Juni - 1Raj 18:41-46; Mat 5:20-26

"Orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum"

(1Raj 18:41-46; Mat 5:20-26)


"Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas." (Mat 5:20-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 


Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hampir semua (kalau tak boleh dikatakan semua) orang di dunia ini pernah marah. Marah berarti melecehkan atau merendahkan yang lain. Bentuk marah mulai dari yang paling halus s/d kasar adalah mengeluh -> menggerutu -> marah dengan kata-kata/ngrumpi -> menyakiti secara phisik -> membunuh. Dengan kata lain marah juga berarti menghendaki yang lain tidak ada. Orang marah memang puas dan nikmat sesaat, tetapi kemudian akan menderita cukup lama, maka bernarlah apa yang disabdakan oleh Yesus "Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir, harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil, harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala". Sebenarnya orang marah tidak perlu dihukum sudah terhukum dengan sendirinya, antara yang bersangkutan dijauhi teman-temannya, makan, minum atau tidur tidak akan nikmat, kehilangan enerji tiada guna, dst..  Maka dengan ini kami mengajak kita semua: marilah kita jauhkan aneka bentuk kemarahan, dan sekiranya anda tergerak ingin marah, marilah kita awali dengan tindakan sebagaimana dinasehatkan orang Jawa ini "Yen arep nesu ngombeo banyu nanging ojo diulu" (=kalau marah marah, silahkan minum air dahulu tetapi jangan ditelan). Apa yang terjadi ketika di mulut anda penuh dengan air, silahkan bercermin sendiri. Nasehat tersebut kiranya senada dengan nasehat ini "Jika anda ingin marah, silahkan membuat tanda salib dahulu".  Hemat saya lebih baik dan murah meriah hidup berdamai dengan siapapun dan apapun daripada 'marah'.


·   "Kuasa TUHAN berlaku atas Elia. Ia mengikat pinggangnya dan berlari mendahului Ahab sampai ke jalan yang menuju Yizreel" (1Raj 18: 46). Kuasa Tuhan memang lebih kuat, cepat dan hebat daripada aneka macam sarana-prasarana apapun. Kita semua mengaku diri sebagai orang beriman, maka marilah mawas diri apakah kuasa Tuhan sungguh berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Marilah kita hayati kuasa Tuhan dalam diri kita untuk mendahului berdamai dan bersahabat terhadap mereka yang tergerak untuk marah atau membenci kita. Kuasa Tuhan antara lain menggejala dalam kasih pengampunan yang telah kita nikmati atau terima secara melimpah ruah, maka hidup dalam kuasa Tuhan berarti senantiasa menyalurkan atau menyampaikan kasih pengampunan kepada orang lain dimanapun dan kapanpun. Ingat dan hayati bahwa kasih pengampunan dapat mengalahkan kebencian dan balas dendam, hidup berdamai dan bersaudara dapat menghancurkan aneka macam permusuhan.  Kita juga dapat meneladan Ahab yang taat kepada perintah nabi Elia di dalam hidup sehari-hari, artinya marilah kita dengarkan aneka macam ajakan dan kehendak baik dari saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Carilah dan lihat kehendak baik yang ada dalam diri saudara-saudari kita lebih dahulu. Jika kita mampu melihat dan mengakui kehendak baik orang lain, maka kita dengan mudah bersaudara dan bersahabat dengan siapapun, termasuk mereka yang membenci atau tidak senang terhadap kita  Kita sadari dan hayati bahwa Tuhan senantiasa hidup dan berkarya dalam ciptaan-ciptaanNya, antara lain menganugerahkan perkembangan dan pertumbuhan, daya hidup dan berkembang. Maka lihatlah daya hidup dan berkembang baik dalam diri kita maupun saudara-saudari kita, dan kemudian saling menghidupkan dan memperkembangkan.

 

"Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya: Engkau mengairi alur bajaknya, Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya. Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak; tanah-tanah padang gurun menitik, bukit-bukit berikatpinggangkan sorak-sorai" (Mzm 65:10-13)

Jakarta, 10 Juni 2010        


Selasa, 08 Juni 2010

9 Juni - 1Raj 18: 20-39; Mat 5:17-19

Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya."

(1Raj 18: 20-39; Mat 5:17-19)

 

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga" (Mat 5:17-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Keunggulan hidup beriman atau beragama adalah dalam pelaksanaan atau penghayatan, bukan dalam teori, aturan atau omongan, sebagaimana disabdakan dan dihayati oleh Yesus bahwa "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya". Maka marilah kita lebih mengutamakan menjadi pelaksana-pelaksana atau penghayat aneka aturan dan tatanan hidup daripada membicarakan atau mendiskusikannya. Kita mulai dulu dengan melaksanakan aturan sebagaimana tertulis di dalam aneka macam bentuk kemasan barang, makanan, minuman, obat, dst..yang menjadi kebutuhan kita setiap hari. Jika dalam hal-hal kecil dan sederhana, yang juga menjadi kebutuhan hidup kita sehari-hari, kita dapat melaksanakan dengan baik, maka kiranya dengan mudah kita melaksanakan aturan atau tatanan hidup yang lebih sulit dan berat. Saya pribadi juga prihatin dengan terjadinya penghayatan atau pelaksanaan aturan liturgy, entah yang terjadi dalam ibadat sabda maupun Perayaan Ekaristi, misalnya dalam pemilihan lagu maupun urutan upacara.; saya juga sangat prihatin dengan masih terjadinya aneka pelanggaran aturan berlalu lintas sehingga menimbulkan banyak korban. Kami juga mendambakan agar memfungsikan aneka aturan, tatanan hidup, undang-undang dst. sebagai sarana untuk semakin beriman atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui saudara-saudari kita, bukan untuk bersilat lidah atau saling menjatuhkan. Kami juga sangat berharap agar di sekolah-sekolah , sedini mungkin anak-anak dibiasakan untuk mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup dan tugasnya, dan tentu saja dengan teladan para guru atau pendidik; demikian juga anak-anak di dalam keluarga dengan teladan para orangtua.

·   "Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." (1Raj 18:22), demikian kata nabi Elia kepada seluruh rakyat yang sedang berkumpul.. Elia mengingatkan rakyat yang bercabang hati, hatinya tidak dipersembahkan seutuhnya kepada Allah. Apa yang diingatkan Elia tersebut rasanya masih up to date bagi kita semua pada saat ini. Sadar atau tidak sadar kebanyakan dari kita perlahan-lahan terbawa ke perhatian terhadap aneka macam jenis harta benda atau kenikmatan duniawi, sehingga kurang atau tidak memperhatikan Allah lagi. Dengan kata lain ada kecenderungan dalam diri kita untuk bersikap mental materialistis yang sering membawa orang untuk bercabang hati maupun tertekan atau stress. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk senantiasa memperhatikan dan mengikuti kehendak Allah, melaksanakan kehendak Allah di dalam hidup sehari-hari. Dengan kata lain kita dipanggil untuk setia dan taat kepada kehendak Allah. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kepada yang berkeluarga kami harapkan untuk setia pada pasangan masing-masing, tidak berselingkuh atau menyeleweng, kepada yang terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster untuk setia pada panggilannya dan tidak hidup mendua atau 'double life'. Kami juga berharap kepada kita semua: marilah kita nikmati apa yang sedang kita kerjakan, yang menjadi tugas kita masing-masing, dengan kata lain ketika di kantor hendaknya mengerjakan tugas kantor bukan tugas pribadi dan sebaliknya.

 

"Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung. Aku berkata kepada TUHAN: "Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!" (Mzm 16:1-2)

 

Jakarta, 9 Juni 2010


Senin, 07 Juni 2010

8 Juni 1Raj 17:7-16; Mat 5:13-16

"Kamu adalah garam dunia"

(1Raj 17:7-16; Mat 5:13-16)

 

"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Mat 5:13-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Garam kiranya merupakan salah satu kebutuhan vital bagi umat manusia dan harganya sangat murah. Fungsi garam adalah membuat makanan nikmat untuk disantap, dan memang pemakaian garam harus tepat, tidak lebih dan tidak kurang. Yesus mengingatkan dan memanggil kita semua yang beriman kepadaNya untuk menjadi 'garam dan terang dunia', maka marilah dengan rendah hati dan bantuan rahmat Tuhan kita berusaha untuk menjadi 'garam dan terang dunia'. Kehadiran, sepak terjang dan perilaku kita dimanapun dan kapanpun diharapkan membuat lingkungan hidup enak dan nikmat didiami, saudara-saudari kita semakin mesra dan bersahabat dengan kita. Mungkin apa yang kita lakukan adalah hal-hal atau perkara-perkara kecil dan sederhana, sebagaimana garam adanya, namun sungguh merupakan bagian dari kebutuhan pokok sehari-hari. Panggilan untuk menjadi 'garam dan terang dunia' berarti panggilan untuk tidak takut dan gentar menghayati iman maupun menyatakan jati diri sebagai yang beriman kepada Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari dimanapun dan kapanpun, meskipun sendirian. Maka dengan ini kami berharap kepada rekan-rekan, entah yang berkarya di perusahaan, kantor pemerintahan,  lembaga-lembaga Negara, yang pada umumnya merasa sendirian atau kecil, hendaknya tetap tegar dan ceria menjadi 'garam dan terang lingkungan hidup dan kerja atau pelayanan anda'. Garam di dalam makanan juga tak kelihatan namun fungsional membahagiakan, maka baiklah kita juga tidak perlu menjadi orang nomor satu dalam hidup dan kerja bersama dan mungkin menjadi orang kedua, ketiga dst.., tetapi cara hidup dan cara kerja kita sungguh menjiwai kebersamaan hidup maupun kerja rekan-rekan yang lain.

·    "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu" (1 Raj 17: 13), demikian kata nabi Elia kepada seorang perempuan miskin. Sang perempuan hanya memiliki segenggam tepung dan sedikit minyak untuk membuat roti guna makan bersama anaknya, dan setelah itu merasa akan mati karena tiada yang dapat dimakan lagi, namun demikian akhirnya ia melakukan apa yang diminta oleh Elia. Muzijat pun terjadi yaitu tepung tidak pernah habis, sehingga sang perempuan bersama anak-anaknya dapat makan kenyang, hidup sehat. Memberi dari kekurangan akhirnya kembali berlebihan, itulah yang terjadi, orang miskin pada umumnya lebih sosial daripada orang kaya itulah realitas kehidupan bersama kita, sebagaimana dapat dilihat di kota-kota besar serta pedesaan. Bercermin dari pengalaman sang perempuan yang mentaati dan melaksanakan saran dan perintah seorang nabi, kami mengajak anda sekalian untuk mengusahakan diri sendiri agar tumbuh berkembang menjadi 'man or woman with/for others'. Untuk itu kita senantiasa harus membuka diri terhadap ajakan, sentuhan dan sapaan orang lain, terutama dari mereka yang berkehendak baik. Maka hendaknya kita juga saling membuka diri satu sama lain dengan jujur dan rendah hati, saling berbagi pengalaman, kekayaan/harta benda/uang, keterampilan, dst.. Kami berharap kita tidak menjadi orang  yang egois dan pelit, melainkan menjadi orang yang bermurah hati. Ingatlah dan hayati bahwa hidup kita serta segala sesuatu yang menyertai kita, yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah angerah Allah, yang kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita, dimanapun dan kapanpun.

 

"Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku. Kasihanilah aku dan dengarkanlah doaku! Hai orang-orang, berapa lama lagi kemuliaanku dinodai, berapa lama lagi kamu mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan?  Ketahuilah, bahwa TUHAN telah memilih bagi-Nya seorang yang dikasihi-Nya; TUHAN mendengarkan, apabila aku berseru kepada-Nya. Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam" (Mzm 4:2-5)

 

Jakarta, 8 Juni 2010


Minggu, 06 Juni 2010

7 Juni - 1Raj 17:1-6; Mat 5:1-12

"Berbahagialah orang yang suci hatinya"

(1Raj 17:1-6; Mat 5:1-12)

 

"Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Mat 5:1-12), demikian kutipan Warta Gembira  hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ajaran atau sabda bahagia Yesus sebagaimana kami kutipkan di atas ini merupakan garis besar haluan hidup beriman atau beragama, yang memang tak mungkin kita hayati sendirian dan sesaat saja. Masing-masing dari kita kiranya dapat memilih sabda bahagia mana yang sesuai dengan hidup, panggilan, tugas pengutusan dan lingkungan hidup kita. Perkenankan saya memilih "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah", sebagai permenungan kita bersama, dan mungkin juga sesuai dengan dambaan dan kerinduan kita semua. Suci berarti bersih, tiada cacat cela atau noda apapun, putih bersih bagaikan salju. Orang suci pada umumnya menarik, memikat, mempesona dan menggairahkan bagi orang lain, sehingga banyak orang tergerak untuk mendekat dan bersahabat. Orang suci senantiasa lebih melihat dan menghayati karya Allah dalam seluruh ciptaanNya, lebih-lebih dalam diri sesama manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Anak atau bayi yang baru saja dilahirkan pada umumnya suci, menarik, mempesona dan menggairahkan, dengan kata lain anak-anak lebih suci daripada orangtuanya, generasi muda lebih suci daripada generasi tua, maka kami berharap kepada kita semua untuk bersembah sujud pada anak-anak alias membaktikan hidup sepenuhnya demi kebahagiaan dan kesejahteraan anak-anak. Sikap terhadap anak-anak tidak lain adalah mengasihi: mendekati dan menyapa atau memperlakukan anak-anak tanpa kasih pasti gagal. Marilah kita hidup dan bertindak saling mengasihi satu sama lain, agar kita boleh hidup suci dan saling melihat Allah yang hidup dan berkarya di dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini.

·   "Pergilah dari sini, berjalanlah ke timur dan bersembunyilah di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan. Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana" (1Raj 17:3-4), demikian firman Tuhan kepada Ahab. Ahab pun melaksanakan firman Tuhan tersebut dan apa yang difirmankan oleh Tuhan terlaksana. Orang suci adalah orang yang melaksanakan firman atau sabda Tuhan setiap hari dalam kesibukan atau pelayanan apapun dan dimanapun. Maka orang suci dimanapun dan kapanpun senantiasa dengan rendah hati mendengarkan firman Tuhan, yang disampaikan antara lain melalui sesama beriman atau mereka yang berkehendak baik. Kami percaya babwa di dunia ini atau di masyarakat kita orang yang berkehendak baik lebih banyak daripada yang berkehendak jahat, demikian juga kehendak baik dalam diri seseorang lebih banyak daripada kehendak jahatnya. Sikapi dan perlakukan orang lain dalam kasih yang rendah hati; dengan sentuhan kasih yang rendah hati siapapun pasti akan terkesan dan terharu. Ahab dapat minum dan diharapkan minum air sungai Yordan agar hidup dan selamat. Air Yordan adalah symbol air pembaptisan, maka baiklah firman Tuhan kepada Ahab untuk minum air Yordan kita hayati sebagai firman Tuhan kepada kita untuk mengusahakan kelegaan dari rahmat baptisan atau janji baptis, yaitu 'hanya mau mengabdi Tuhan saja serta menolak semua godaan setan'. Jika kita mendambakan hidup bahagia, selamat, damai sejahtera, hendaknya kita setia pada janji baptis tersebut, senantiasa mengabdi Tuhan yang hidup dan berkarya dalam diri saudara-saudari kita serta menolak aneka rayuan dan godaan setan yang menggejala dalam aneka tawaran kenikmatan duniawi.

 

"Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap" (Mzm 121:1-3).

. Jakarta, 7 Juni 2010