Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 02 April 2010

4 Apr - Hari Raya Paska 2010

"Masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya"

 HR PASKAH KEBANGKITAN TUHAN: Kis 10:34a.37-43; Kol 3:1-4; Yoh 20:1-9


Ketika saya tinggal di Wisma Uskup, Keuskupan Agung Semarang, dan bertugas sebagai Ekonom Keuskupan Agung Semarang, saya sering harus bepergian ke luar kota dan pulang larut malam. Biasanya saya membawa kendaraan sendiri atau 'nyopir sendiri'. Ada yang sungguh menarik dan mengesan bagi saya, yaitu: ketika saya pulang tengah malam dan kendaraan sudah mendekati pintu gerbang, yang pertama kali terbangun serta menyambut kedatangan saya adalah  anjing piaraan kami, bukan penjaga malam (yang mungkin tertidur). Nampaknya anjing tersebut sudah hafal dan peka akan suara mesin mobil yang saya pakai, maka begitu mendengar suara mesin mobil ybs.. ia langsung berlari cepat ke pintu gerbang, menggonggong untuk menyambut kedatangan kami. Memang kami begitu mengasihi anjing tersebut, yang memang sungguh berfungsi di malam hari sebagai penjaga malam, maka sebagai yang dikasihi ia cepat tanggap dan berlari cepat menyambut kami. Itulah yang sering terjadi dalam kehidupan bersama kita, siapapun yang merasa dikasihi pada umumnya tanggap dan cepat berreaksi ketika yang mengasihi menghadapi masalah atau di dalam kesulitan. Yohanes, adalah murid terkasih Yesus, ketika ia dan Petrus diberi tahu oleh para perempuan bahwa Yesus yang telah dimakamkan tidak ada lagi alias 'hilang', mereka berdua berlari menuju makam, tetapi Yohanes 'yang lebih dahulu sampai ke kubur itu dan ia melihatnya dan percaya'.

 

"Masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya" (Yoh 20:28)

 

Yang terkasih datang lebih cepat, melihatnya dan menjadi percaya, itulah yang terjadi. Kata 'melihat' dan 'percaya' di dalam Injil Yohanes sering dipakai dan dengan demikian kata-kata tersebut sungguh bermakna atau berarti. Yang dapat melihat dan kemudian menjadi percaya, hemat saya tidak hanya melihat dengan mata insani/phisik melulu tetapi juga dengan mata hati dan jiwa. Apa yang dilihatnya menyingkapkan aneka pengalaman atau mengingatkan apa yang telah terjadi dan dialami. Pengalaman murid yang terkasih ini kiranya dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi kita semua.

 

Siapa yang terkasih di antara kita, atau dari siapa saya merasa paling dikasihi? Jawaban yang mudah atas pertanyaan ini tentu akan datang dari para suami dan isteri, kemudian dari anak-anak. Yang terkasih dan yang paling mengasihi  bagi suami adalah sang isteri dan sebaliknya, sedangkan yang paling mengasihi anak-anak tentu saja orangtuanya, itulah kebenaran sejati. Maka dengan ini juga kami berharap kepada para suami, isteri, orangtua/ayah ibu dan anak-anak untuk saling melihat dan percaya; hendaknya tidak saling mencurigai ketika untuk sementara harus berpisah, entah satu hari, satu minggu atau beberapa hari. Maklum pada masa kini karena adanya HP (Hand Phone) dengan mudah orang untuk saling berkomunikasi, tetapi dengan mudah juga curiga terhadap yang terkasih dan dengan demikian setiap saat mencoba menghubungi dengan HP-nya. Sadar atau tidak kehadiran HP mau tidak mau telah menggerogoti kepercayaan satu sama lain atau juga menggerogoti sopan santun, etika atau tata-krama.

 

Jika kita tidak mampu mempercayai mereka yang dekat dengan kita setiap hari, entah di dalam keluarga, tempat kerja maupun masyarakat, maka rasanya akan menjadi sulit untuk percaya kepada orang lain yang belum begitu dikenal, apalagi percaya kepada Tuhan, Yang Ilahi. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua: marilah kita perdalam, teguhkan dan perkuat saling percaya kita kepada yang terkasih, yang setiap hari hidup atau bekerja bersama kita. Untuk membantu hal ini baiklah kita lebih mengutamakan untuk melihat apa yang baik, indah, benar, luhur dan mulia dalam diri saudara-saudari kita, yang kiranya lebih banyak daripada apa yang amburadul, jorok, salah, dst…  Beriman kepada Yesus yang telah dibangkitkan dari mati berarti percaya kepada RohNya yang terus menerus bekerja, dan dengan demikian juga dipanggil untuk melihat buah-buah Roh dalam diri saudara-saudari kita maupun dalam seluruh ciptaan Allah di bumi ini. Buah-buah Roh itu antara lain "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri."(Gal 5:22-23) , marilah kita lihat buah-buah ini dalam diri saudara-saudari kita agar kita semakin saling percaya satu sama lain. Marilah kita renungkan juga sapaan Paulus kepada umat di Kolose di bawah ini.

 

"Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."(Kol 3:1-2)    

 

Kita diingatkan oleh Paulus untuk 'mencari dan memikirkan perkara yang di atas', yang berarti senantiasa mengusahakan diri berbudi pekerti luhur dalam hidup sehari-hari. Maka baiklah saya kutipkan sekali lagi nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan sebagai perwujudan berbudi pekerti luhur, yaitu : "bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet "(Prof.Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka, Jakarta 1997)

 

Keutamaan atau nilai mana yang menurut anda mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebar-luaskan dalam hidup sehari-hari dalam lingkungan hidup anda, silahkan dicermati dan dipilih sendiri.  Hemat saya ketika kita unggul dalam penghayatan keutamaan atau nilai tertentu, secara implisit keutamaan atau nilai lain terhayati juga. Baiklah di sini saya mengangkat keutamaan 'disiplin' yang menurut pengamatan saya perlu dihayati dan disebarluaskan. "Berdisiplin adalah kesadaran akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri sesuai dengan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). Kami berharap berdisiplin ini sedini mungkin ditanamkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dan sekolah-sekolah, dan tentu saja dengan teladan dari para orangtua dan para guru. Kami berharap juga kepada kita semua untuk berdisiplin di jalanan, taatilah aneka macam rambu-rambu dan petunjuk jalan yang terpampang dengan jelas. Apa yang terjadi di jalanan hemat saya dapat menjadi cermin kwalitas hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

"Tangan kanan TUHAN berkuasa meninggikan, tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan!" Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita."

(Mzm 118:16-17.22-23)

'SELAMAT PASKAH, ALLELUIA"    

Jakarta, 4 April 2010



4 Apr - Hari Raya Paska 2010

"Masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya"

 HR PASKAH KEBANGKITAN TUHAN: Kis 10:34a.37-43; Kol 3:1-4; Yoh 20:1-9


Ketika saya tinggal di Wisma Uskup, Keuskupan Agung Semarang, dan bertugas sebagai Ekonom Keuskupan Agung Semarang, saya sering harus bepergian ke luar kota dan pulang larut malam. Biasanya saya membawa kendaraan sendiri atau 'nyopir sendiri'. Ada yang sungguh menarik dan mengesan bagi saya, yaitu: ketika saya pulang tengah malam dan kendaraan sudah mendekati pintu gerbang, yang pertama kali terbangun serta menyambut kedatangan saya adalah  anjing piaraan kami, bukan penjaga malam (yang mungkin tertidur). Nampaknya anjing tersebut sudah hafal dan peka akan suara mesin mobil yang saya pakai, maka begitu mendengar suara mesin mobil ybs.. ia langsung berlari cepat ke pintu gerbang, menggonggong untuk menyambut kedatangan kami. Memang kami begitu mengasihi anjing tersebut, yang memang sungguh berfungsi di malam hari sebagai penjaga malam, maka sebagai yang dikasihi ia cepat tanggap dan berlari cepat menyambut kami. Itulah yang sering terjadi dalam kehidupan bersama kita, siapapun yang merasa dikasihi pada umumnya tanggap dan cepat berreaksi ketika yang mengasihi menghadapi masalah atau di dalam kesulitan. Yohanes, adalah murid terkasih Yesus, ketika ia dan Petrus diberi tahu oleh para perempuan bahwa Yesus yang telah dimakamkan tidak ada lagi alias 'hilang', mereka berdua berlari menuju makam, tetapi Yohanes 'yang lebih dahulu sampai ke kubur itu dan ia melihatnya dan percaya'.

 

"Masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya" (Yoh 20:28)

 

Yang terkasih datang lebih cepat, melihatnya dan menjadi percaya, itulah yang terjadi. Kata 'melihat' dan 'percaya' di dalam Injil Yohanes sering dipakai dan dengan demikian kata-kata tersebut sungguh bermakna atau berarti. Yang dapat melihat dan kemudian menjadi percaya, hemat saya tidak hanya melihat dengan mata insani/phisik melulu tetapi juga dengan mata hati dan jiwa. Apa yang dilihatnya menyingkapkan aneka pengalaman atau mengingatkan apa yang telah terjadi dan dialami. Pengalaman murid yang terkasih ini kiranya dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi kita semua.

 

Siapa yang terkasih di antara kita, atau dari siapa saya merasa paling dikasihi? Jawaban yang mudah atas pertanyaan ini tentu akan datang dari para suami dan isteri, kemudian dari anak-anak. Yang terkasih dan yang paling mengasihi  bagi suami adalah sang isteri dan sebaliknya, sedangkan yang paling mengasihi anak-anak tentu saja orangtuanya, itulah kebenaran sejati. Maka dengan ini juga kami berharap kepada para suami, isteri, orangtua/ayah ibu dan anak-anak untuk saling melihat dan percaya; hendaknya tidak saling mencurigai ketika untuk sementara harus berpisah, entah satu hari, satu minggu atau beberapa hari. Maklum pada masa kini karena adanya HP (Hand Phone) dengan mudah orang untuk saling berkomunikasi, tetapi dengan mudah juga curiga terhadap yang terkasih dan dengan demikian setiap saat mencoba menghubungi dengan HP-nya. Sadar atau tidak kehadiran HP mau tidak mau telah menggerogoti kepercayaan satu sama lain atau juga menggerogoti sopan santun, etika atau tata-krama.

 

Jika kita tidak mampu mempercayai mereka yang dekat dengan kita setiap hari, entah di dalam keluarga, tempat kerja maupun masyarakat, maka rasanya akan menjadi sulit untuk percaya kepada orang lain yang belum begitu dikenal, apalagi percaya kepada Tuhan, Yang Ilahi. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua: marilah kita perdalam, teguhkan dan perkuat saling percaya kita kepada yang terkasih, yang setiap hari hidup atau bekerja bersama kita. Untuk membantu hal ini baiklah kita lebih mengutamakan untuk melihat apa yang baik, indah, benar, luhur dan mulia dalam diri saudara-saudari kita, yang kiranya lebih banyak daripada apa yang amburadul, jorok, salah, dst…  Beriman kepada Yesus yang telah dibangkitkan dari mati berarti percaya kepada RohNya yang terus menerus bekerja, dan dengan demikian juga dipanggil untuk melihat buah-buah Roh dalam diri saudara-saudari kita maupun dalam seluruh ciptaan Allah di bumi ini. Buah-buah Roh itu antara lain "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,  kelemahlembutan, penguasaan diri."(Gal 5:22-23) , marilah kita lihat buah-buah ini dalam diri saudara-saudari kita agar kita semakin saling percaya satu sama lain. Marilah kita renungkan juga sapaan Paulus kepada umat di Kolose di bawah ini.

 

"Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."(Kol 3:1-2)    

 

Kita diingatkan oleh Paulus untuk 'mencari dan memikirkan perkara yang di atas', yang berarti senantiasa mengusahakan diri berbudi pekerti luhur dalam hidup sehari-hari. Maka baiklah saya kutipkan sekali lagi nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan sebagai perwujudan berbudi pekerti luhur, yaitu : "bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tetap janji, terbuka dan ulet "(Prof.Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penananam Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka, Jakarta 1997)

 

Keutamaan atau nilai mana yang menurut anda mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebar-luaskan dalam hidup sehari-hari dalam lingkungan hidup anda, silahkan dicermati dan dipilih sendiri.  Hemat saya ketika kita unggul dalam penghayatan keutamaan atau nilai tertentu, secara implisit keutamaan atau nilai lain terhayati juga. Baiklah di sini saya mengangkat keutamaan 'disiplin' yang menurut pengamatan saya perlu dihayati dan disebarluaskan. "Berdisiplin adalah kesadaran akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri sesuai dengan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). Kami berharap berdisiplin ini sedini mungkin ditanamkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dan sekolah-sekolah, dan tentu saja dengan teladan dari para orangtua dan para guru. Kami berharap juga kepada kita semua untuk berdisiplin di jalanan, taatilah aneka macam rambu-rambu dan petunjuk jalan yang terpampang dengan jelas. Apa yang terjadi di jalanan hemat saya dapat menjadi cermin kwalitas hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

"Tangan kanan TUHAN berkuasa meninggikan, tangan kanan TUHAN melakukan keperkasaan!" Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita."

(Mzm 118:16-17.22-23)

'SELAMAT PASKAH, ALLELUIA"    

Jakarta, 4 April 2010


3 Apr - Yeh 36:16-17a.18-28; Rm 6:3-11; Luk 24:1-12

"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati?"

Malam Paskah: Yeh 36:16-17a.18-28; Rm 6:3-11; Luk 24:1-12


Bagi banyak orang kuburan atau makam pada umumnya menakutkan, apalagi ketika baru saja orang mati yang dimakamkan atau dikubur. Rekan-rekan perempuan pada umumnya juga lebih takut daripada rekan-rekan laki-laki. Berjalan sendirian di malam hari menelusuri jalan di pinggir makam atau kuburan merasa takut sekali, itulah yang sering terjadi. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan bahwa pagi-pagi benar beberapa perempuan mendatangi makam Yesus, tanpa takut dan gentar sedikitpun. Memang setelah Yesus wafat di kayu salib para murid dalam ketakutan, jangan-jangan mereka juga akan mati dengan cara disalibkan juga; dengan kata lain ketakutan menguasai para murid, lebih-lebih para murid laki-laki. Suasana sungguh genting dan menakutkan, tetapi para murid perempuan tanpa takut dan gentar mendatangi tempat Yesus dimakamkan. Yang pertama kali menanggapi secara positif kedatangan Penyelamat Dunia adalah seorang perempuan, Bunda Maria, demikian pula yang pertama kali menjadi saksi kebangkitan Penyelamat Dunia juga perempuan, yaitu "Maria dari Magdala, dan Yohana, dan Maria ibu Yakobus." . Ketika mereka sampai di makam dan batu penutup makam telah terbuka serta tidak melihat jenasah Yesus, maka mereka termangu-mangu dan bertanya-tanya dalam hatinya. Tiba-tiba datanglah malaikat yang berkata: "Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga." (Luk 24:5-7). Marilah kita renungkan sapaan malaikat kepada para perempuan tersebut.

 

"Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga." (Luk 24:5-7)

 

Yesus, yang telah dibangkitkan dari mati, hidup dan berkarya tanpa kenal batas waktu dan tempat melalui Rohnya yang hidup dan berkarya dalam diri manusia yang percaya kepadaNya alias beriman. Mereka yang hidup dari dan oleh Roh antara lain menghasilkan buah-buah Roh seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23). Maka marilah kita 'mencari Dia yang hidup, telah dibangkitkan dari mati'  dalam diri saudara-saudari kita yang hidup dari dan oleh Roh, yang menghayati keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut diatas . 

 

Malaikat, utusan Tuhan, mengingatkan para perempuan dan kita semua untuk "mengingat-ingat atau mengenangkan apa yang telah dikatakanNya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea', yang bagi kita antara lain berarti mengenangkan berbagai nasihat, saran, ajaran, dst.. dari orangtua kita masing-masing ketika kita masih tinggal di dalam keluarga, lebih-lebih ketika masih kanak-kanak. Kami percaya para orangtua kita masing-masing pasti juga menasihati, mengajarkan kepada kita keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh tersebut di atas, maka baiklah sebagai orang yang beriman kepada Yesus kita menghayati keutamaan-keutamaan tersebut di dalam hidup kita sehari-hari, dimanapun dan kapanpun juga. Dari keutamaan-keutamaan tersebut di atas hemat saya yang utama dan pertama-tama harus kita hayati adalah kasih, sebagaimana juga diajarkan oleh Yesus.

 

Para perempuan yang di pagi-pagi buta mendatangi makam Yesus, hemat saya juga merasa telah menerima kasih Tuhan melimpah ruah. Hidup dan bertindak dalam dan oleh kasih memang tiada ketakutan sedikitpun, maka kami secara khusus berharap kepada rekan-rekan perempuan untuk menjadi saksi dan teladan dalam hal kasih dan kerahiman, dimana anda yang telah menjadi ibu telah mengandung dan melahirkan serta membesarkan yang terkasih dengan penuh kasih dan kerahiman. Sapa dan dekati serta sikapi rekan-rekan laki-laki dalam dan dengan kasih, sebagaimana dilakukan oleh para perempuan, saksi kebangkitan yang pertama, kepada Petrus, sehingga "Petrus bangun, lalu cepat-cepat pergi ke kubur itu. Ketika ia menjenguk ke dalam, ia melihat hanya kain kapan saja. Lalu ia pergi, dan ia bertanya dalam hatinya apa yang kiranya telah terjadi" (Luk 24:12). Sentuhan dan sapaan kasih pasti membuat orang bertanya-tanya dalam hati, dan membuat orang semakin bergairah dan berani menghadapi aneka tantangan, hambatan maupun masalah.

 

"Kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus" (Rm 6:10-11)

 

Paulus mengingatkan kita semua bahwa "kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus", maka marilah peringatan ini kita perhatikan dan hayati. Sebelum Trihari Suci kiranya kita telah mengaku dosa serta menyesali dosa-dosa yang telah kita lakukan dan berkehendak untuk bertobat alias memperbaharui diri. Pada malam ini juga dalam Perayaan Ekaristi untuk mengenangkan Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, kita juga memperbaharui janji baptis bersama-sama, antara lain berjanji untuk menolak semua godaan setan dan hanya mau mengabdi kepada Tuhan Allah saja. Rahmat Sakramen Baptis merupakan pintu masuk menjadi anggota Gereja, Umat Allah, dan menjadi dasar atau landasan iman kita, maka marilah kita perbaharui penghayatan janji baptis tersebut dalam hidup kita sehari-hari, sebagai penghayatan iman kita akan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.

 

Yang menjadi symbol atau lambang kebangkitan Tuhan adalah 'Lilin Paskah' dan kita yang berpartisipasi dalam Perayaan Paskah malam ini juga menyalakan lilin dengan mengambil api dari Lilin Paskah, sambil memegang lilin yang bernyala kita memperbaharui janji baptis. Kita semua berharap dapat menjadi 'lilin yang bernyala' alias menjadi 'sinar terang' dalam hidup kita bersama dimanapun dan kapanpun, itulah antara lain artinya 'hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus'. Kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun diharapkan menjadi 'sinar terang', sehingga memperjelas aneka masalah, mempermudah orang melangkah, menggairahkan dan menggembirakan orang lain, dst.. Menjadi 'sinar terang' berarti juga menjadi petunjuk atau arah bagi orang lain menuju ke keselamatan atau kebahagiaan sejati dan banyak orang tertarik atau tergerak untuk mendekati kita.

 

Pada malam ini kita juga saling mengucapkan 'Selamat Paskah', saling membangkitkan dan menggairahkan satu sama lain. Warna pakaian liturgy mulai malam ini juga menjadi warna terang, dari warna gelap/ungu, yang juga melambangkan perubahan dari gelap ke terang. Di dalam gelap semuanya dapat nampak sama, entah baik semua atau jelek semua, sebalinya di dalam terang nampaklah aneka macam perbedaan yang ada, perbedaan yang semakin membuat suasana semakin semarak dan ceria, karena yang berbeda hanyalah bagian luar saja, yaitu pakaian, wajah, postur tubuh dst., sedangkan bagian dalam sama, yaitu hati yang telah diperbaharui, sebagaimana dikatakan oleh nabi Yeheskiel, maka marilah kita renungkan apa yang dikatakan oleh nabi Yeheskiel di bawah ini.   

 

"Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya. Dan kamu akan diam di dalam negeri yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu dan kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu" (Yeh 36:26-28).

 

Hati yang baru, yang taat bukan yang keras, roh yang baru di dalam batin, dianugerahkan kepada kita semua, sehingga kita mampu 'hidup menurut segala ketetapan Tuhan dan tetap berpedang pada peraturan-peraturan Tuhan dan melakukannya, kita menjadi umat Allah sejati'.  Kami berharap kepada kita semua untuk tidak memiliki hati yang keras, beku dan membatu, melainkan hati yang  terbuka, siap sedia untuk menerima sapaan dan sentuhan dari Tuhan maupun sesama manusia serta ciptaan-ciptaan Tuhan lainnya di bumi ini. Kita diharapkan meneladan Hati Yesus, yang terluka karena ditusuk tombak, dan dari HatiNya mengalir darah atau air segar, lambang sakramen-sakramen Gereja, yang menghidupkan dan menyegarkan. Kita akan memiliki hati yang demikian itu jika kita setia dan taat melaksanakan aneka ketetapan dan peraturan dari Tuhan, yang antara lain diterjemahkan ke dalam aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

 

Roh yang baru berarti bersemangat baru, maka dengan dianugerahi roh yang baru berarti kita diharapkan bersemangat baru dalam menghayati panggilan serta melaksanakan aneka tugas, kewajiban dan perintah. Dalam dan dengan semangat baru diharapkan kita dinamis, cekatan, gembira dan bergairah dalam menghayati panggilan serta melaksanakan tugas perutusan. Dalam dan dengan semangat baru kita tidak takut dan tidak gentar menjadi saksi-saksi iman dalam hidup sehari-hari: misalnya berlaku jujur, adil, disiplin, terbuka, dst.. serta berani memberantas aneka macam kejahatan, antara korupsi yang masih marak dan merajalela di sana-sini. Dalam dan dengan semangat baru pula marilah kita berantas aneka macam bentuk kemiskinan.

 

Kita adalah sama-sama umat Allah, sama-sama beriman, maka selama masih ada kemiskinan dalam kehidupan bersama kita berarti masih ada orang yang berhati keras dan memiliki roh yang lama alias berdosa.  Maka baiklah sebagai penghayatan iman akan kebangkitan Tuhan, kami mengajak anda sekalian untuk mendatangi mereka yang berhati keras tersebut, sebagaimana para perempuan mendatangi para rasul. Sekeras-kerasnya hati orang kita dapat diperlembut dan dibuka, tentu saja hanya dapat didekati dan disikapi dengan hati yang taat, yang siap sedia terluka seperti Hati Yesus. Dengan dan sikap mereka yang berkeras hati dengan rendah hati, dan percayalah pada suatu saat dari hatinya pasti akan muncullah pertanyaan dan kehendak untuk mencari pencerahan atau pembaharuan.

 

"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu."

 (Mzm 51:12-15)

 

"SELAMAT PASKAH , ALLELUYA"

 

Jakarta, 3 April 2010

     

 

 


Kamis, 01 April 2010

2 Apr - Yes 52:13-53:12; Ibr 4:14-16; 5:7-9; Yoh 18:1-19:42

"Mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam."

JUMAT AGUNG : Yes 52:13-53:12; Ibr 4:14-16; 5:7-9; Yoh 18:1-19:42


Ibadat hari Jumat Agung ini meliputi tiga bagian: (1) Liturgi Sabda dengan 'Kisah Sengsara Tuhan', (2) Penghormatan Salib, (3) Komuni, yang diselenggarakan pk 15.00; dan pada umumnya di pagi hari diselenggarakan Ibadat Jalan Salib. Puncak perhatian kita pada hari ini adalah "Yang Tersalib", maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk merenungkan tiga sabda Yesus di puncak kayu salib sebagaimana akan kita dengarkan dalam Ibadat Sabda 'Kisah Sengsara Tuhan' menurut Injil Yohanes. Marilah memandang Dia yang tergantung di kayu salib sambil mendengarkan dan merenungkan sabda-sabdaNya ini.    

 

"Inilah ibumu!" (Yoh 19:27)

 

Bunda Maria yang telah mengandung dan melahirkan Yesus,  akhirnya juga menemani Yesus yang tergantung di kayu salib. Tanggapan Maria atas sapaan malaikat : "Terjadilah padaku menurut perkataanmu itu"  menjadi nyata juga dalam partisipasi pada penyerahan Diri Yesus dengan wafat di kayu salib. Bunda Maria adalah teladan umat beriman, bunda kita, maka kita dipanggil untuk meneladan Bunda Maria yang menghayati "fiat voluntas tua ->  via dolorosa", maka marilah kita mawas diri perihal panggilan kita masing-masing, sejak kita berjanji setia untuk menelusuri jalan hidup yang telah kita pilih sampai saat ini, misalnya sejak menjadi suami-isteri, sejak kaul akhir hidup membiara, sejak ditahbiskan menjadi imam, dst..

 

Dalam rangka menelusuri jalan hidup atau menghayati panggilan kiranya kita harus menghadapi aneka tantangan, hambatan, masalah, godaan, dst.. , sebagai konsekwensi ketaatan dan kesetiaan kita terhadap panggilan. Mungkin saat ini juga kita sedang menghadapi masalah, tantangan, hambatan atau godaan berat; jika memang demikian marilah kita memandang Dia yang tergantung di kayu salib, yang tidak mengeluh, menggerutu atau balas dendam terhadap mereka yang membuatNya menderita. Ingatlah dan sadari serta  hayati bahwa penderitaan yang kita alami karena masalah, tantangan, hambatan dan godaan tersebut rasanya tidak sebanding dengan penderitaan Yesus. Kami percaya jika kita sungguh memandang Yang Tersalib dengan sepenuh hati, jiwa, akal budi dan tubuh, kita pasti akan dikuatkan dalam menderita dan kemudian mampu menghadapi aneka tantangan, hambatan, masalah atau godaan tersebut dengan sukses. 

 

 "Aku haus!"(Yoh 19:28)

 

Orang yang mengeluh 'haus' berarti minta diberi minuman; dengan memberi minuman berarti mengurangi penderitaan yang bersangkutan. Kita dipanggil untuk 'memberi minum kepada Yesus yang kehausan di kayu salib', artinya meringankan beban penderitaanNya dengan berpartisipasi dalam penderitaanNya. Berpartisipasi dalam penderitaanNya antara dapat kita hayati dengan mempersembah-kan diri seutuhnya kepada saudara-saudari kita, lebih-lebih yang setiap hari bersama dengan kita, serta tugas pekerjaan kita masing-masing.

 

Pertama-tama saya mengingatkan dan mengajak para suami-isteri, yang kiranya telah memiliki pengalaman untuk saling mempersembahkan atau memberikan diri seutuhnya, antara lain dalam hubungan seksual, yang ada kemungkinan berbuahkan seorang anak, sebagai buah kasih, yang menggembirakan. Bukankah ketika sedang saling mempersembahkan diri tersebut juga mengalami kebahagiaan dan kenikmatan yang luar biasa? Saling mempersembahkan diri dengan penuh kegembiraan dan kegairahan itulah yang terjadi, saling memuaskan, dst.. Maka kami  berharap pengalaman tersebut hendaknya menjiwai cara hidup dan cara bertindak sehari-hari, entah di dalam keluarga, tempat kerja maupun masyarakat, yaitu dengan mempersembahkan diri pada anak-anak, tugas pekerjaan, kewajiban dst.. dengan gembira dan bergairah. Keteladanan anda akan mempengaruhi lingkungan hidup anda. Kita semua dipanggil untuk saling melegakan dan menghibur dalam hidup kita sehari-hari dimanapun dan kapanpun, maka baiklah secara khusus kita perhatikan mereka yang sungguh membutuhkan kelegaan dan penghiburan, entah yang sedang sakit, menderita, kesepian, dst..

 

Minuman yang paling baik dan segar adalah 'air putih', yang sungguh menyegarkan. Disebut air putih kiranya air juga berfungsi untuk memutihkan alias membersihkan. 'Memberi minum kepada Yesus yang kehausan' berarti kita saling menyegarkan dan membersihkan. Kehadiran atau sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun diharapkan menyegarkan dan membersihkan lingkungan hidup, sehingga enak, nyaman, nikmat untuk didiami atau ditinggali.        

 

"Sudah selesai." (Yoh 19:30)

 

"Sudah selesai"  merupakan sabda Yesus yang terakhir, dan setelah bersabda demikian Ia menundukkan kepala dan menyerahkan nyawaNya, wafat. Kematian menyelesaikan segala-galanya itulah yang terjadi. Kita semua juga akan mati, entah kapan kita tidak tahu, karena kematian merupakan anugerah Tuhan, tergantung dari Tuhan. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk bertanya pada diri sendiri: "Siap-sediakah saya sewaktu-waktu dipanggil Tuhan alias meninggal dunia?". Mati adalah dipanggil Tuhan, maka bagi siapapun yang setiap hari senantiasa bergaul dan bersama dengan Tuhan alias hidup baik dan berbudi pekerti luhur, pasti tidak takut sewaktu-waktu dipanggil Tuhan, bahkan pada detik-detik terakhir hidupnya ia sungguh 'menundukkan kepada dan menyerahkan nyawanya' alias tidak memberontak atau melawan ketika akan dipanggil Tuhan. Sebaliknya mereka yang jarang atau tidak pernah bergaul dan bersama dengan Tuhan dalam hidup sehari-hari, maka ketika akan dipanggil Tuhan pasti memberontak, sangat gelisah (dalam bahasa Jawa disebut 'mecati').

 

Orang yang baik dan berbudi pekerti luhur alias suci, setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia kiranya akan dikenangkan oleh banyak orang, sebagaimana penulis surat Ibrani mengenangkan Yesus:  " Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya," (Ibr 5:7-9). Kita juga telah berpartisipasi dalam rangka mengenangkan orang baik dan suci, yaitu dengan mengenakan nama baptis pada nama kita masing-masing, maka baiklah kita meneladan santo-santa yang menjadi pelindung kita agar kita senantiasa siap-sedia dipanggil Tuhan sewaktu-waktu dan ketika dipanggil Tuhan tidak takut melainkan bergairah serta terenyum gembira. Biarlah kelak kemudian hari setelah kita meninggal dunia dapat menjadi pokok harapan, keselamatan bagi mereka yang mengenal kita atau pernah hidup bersama dengan kita.

 

"Di hadapan semua lawanku aku tercela, menakutkan bagi tetangga-tetanggaku, dan menjadi kekejutan bagi kenalan-kenalanku; mereka yang melihat aku di jalan lari dari padaku. Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah. Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!" Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku! Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu!"

(Mzm 31:12-13.15-17)

Jakarta, 2 April 2010 

   

 

 


Selasa, 30 Maret 2010

1Apr - Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26 ; Yoh 13:1-15

"Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu"

 Kamis Putih : Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26 ; Yoh 13:1-15

Di dalam perjamuan-perjamuan pada umumnya tuan rumah atau yang mengundang berpakaian rapi dan menarik sambil menerima dan menyapa para undangan dengan senyuman. Selama perjamuan tuan rumah pada umumnya juga tidak bekerja keras atau melayani makanan dan minuman secara langsung kepada para tamu undangan. Yang sibuk melayani makanan dan minuman adalah para pelayan, entah sosial atau pekerja dari usaha 'catering' tertentu. Dengan kata lain aneka urusan kebutuhan selama pesta pada umumnya tidak ditangani langsung oleh si pemilik pesta/pengundang, tetapi oleh para pekerja khusus. Hari ini kita kenangkan perjamuan malam yang diselenggarakan oleh Yesus bagi para rasul atau murid-muridNya; Yesus sebagai pemimpin pesta atau pengundang. Ia sendiri yang melayani secara langsung dalam hal makanan dan minuman, bahkan Ia membasuh kaki para rasul satu persatu dengan penuh pelayanan dan kerendahan hati. Setelah selesai melayani para rasul Ia berpesan: "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu" (Yoh 13:14-15) . Pesan ini kiranya juga terarah bagi kita semua yang beriman kepadaNya, maka marilah kita renungkan, kenangkan dan hayati dalam hidup bersama kita dimanapun dan kapanpun.

 

"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu" (Yoh 13:14-15)  

 

Kaki adalah anggota tubuh yang paling bawah, jika tanpa alas kaki berarti langsung bersentuhan dengan tanah, maka boleh dikatakan sebagai anggota tubuh yang paling kotor. Kaki juga harus menanggung beban seluruh tubuh serta membuat orang bermalas-malasan alias kaki tak mau bergerak atau dinamis alias kaki senantiasa bergerak dengan cepat dan cekatan. "Membasuh kaki" berarti memperhatikan saudara-saudari kita yang berada paling bawah: pemimpin kepada rakyat, orangtua kepada anak-anak, guru kepada para peserta didik, tuan rumah kepada para pembantu, manajer perusahaan kepada para pekerja dst.. ; memperhatikan dengan penuh pelayanan dan kerendahan hati.

 

Melayani berarti membahagiakan yang dilayani. Seorang pelayan yang baik pada umumnya memiliki cirikhas: rendah hati, ceria, gembira, cekatan, tidak mengeluh/menggerutu ketika sedang melayani, siap-sedia menerima tugas apapun, dst.. Pelayan baik senantiasa berusaha secara optimal jangan sampai mengecewakan atau membuat marah yang dilayani. Kita semua dipanggil untuk saling melayani dan membahagiakan, lebih-lebih atau terutama terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan atau yang kurang memperoleh perhatian. Hemat saya hal ini perlu dihayati atau dilakukan dalam komunitas basis seperti dalam keluarga, komunitas biara, kantor atau tempat kerja, dimana setiap hari kita memboroskan waktu, tenaga dan perhatian kita.  Para pemimpin, orangtua, atasan, manajer, dst..hendaknya memberi teladan seperti Yesus telah memberi teladan kepada para rasul. Di dalam keluarga hemat saya para ibu pada umumnya telah berusaha melayani semua anggota keluarganya, maka baiklah anggota keluarga yang lain melakukan yang sama.

 

"Membasuh kaki" berarti membersihkan, maka dipanggil untuk saling membasuh kaki juga berarti saling membersihkan satu sama lain, meneladan Tuhan yang "menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela" (Ef 5:27). Dengan kata lain kita dipanggil untuk senantiasa saling berpikir positif, saling mengutamakan apa yang baik, luhur, mulia dan benar yang ada dalam diri kita masing-masing. Sebagaimana seorang pelayan senantiasa bersikap baik, penuh hormat dan kasih terhadap yang dilayani, demikian juga kita dipanggil untuk saling berbuat baik, saling menghormati dan mengasihi. Sikap yang demikian ini kiranya juga terjadi dalam suatu perjamuan atau pesta dimana masing-masing orang berusaha menghadirkan diri sedemikian rupa, sehingga menarik, mempesona dan memikat orang lain. Marilah kita saling menghadirkan diri sedemikian rupa, sehingga kita saling mempesona, manarik dan memikat.

 

"Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang " (1Kor 11:26) 

 

Pada hari ini kita kenangkan juga Perayaan Ekaristi, yang pada pertama kali kita imani diselenggarakan oleh Yesus dalam perjamuan terakhir bersama para rasul. Dalam perjamuan tersebut Yesus 'memberikan tubuh dan darahNya sendiri' berupa roti dan anggur kepada para rasul. Setiap menghadiri Perayaan Ekaristi, kita semua yang telah boleh menerimanya, kita juga menerima 'Tubuh dan Darah" Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur alias menerima komuni kudus. Paulus mengingatkan kita semua bahwa "setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang". Apa arti peringatan Paulus ini kepada kita semua?

 

Dengan menerima Tubuh Kristus atau komuni kudus kita dipanggil untuk 'memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang', artinya mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui sesama atau saudara-saudari kita demi kebahagiaan dan keselamatan mereka. Kematian Tuhan adalah pengorbanan Diri Yesus di kayu salib, dimana Ia menjadi pengorban sekaligus korban demi keselamatan dan kebahagiaan seluruh dunia. Maka kita diharapkan tidak mengorbankan orang lain demi keuntungan atau kebahagiaan diri kita sendiri, tetapi siap sedia untuk berkorban bagi keselamatan dan kebahagiaan sesama atau saudara-saudari kita. Marilah kita hayati motto "solidaritas dan keberpihakan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan"  dalam hidup bersama kita dimanapun dan kapanpun. Berpihak pada yang miskin dan berkekurangan hemat saya pasti harus berkorban dengan rendah hati dan semangat melayani.

 

Entah berapa kali kita telah menerima Tubuh Kristus atau menerima komuni kudus, mungkin tak ada seorangpun dari kita sempat menghitung. Maka saya mengajak kita semua mawas diri: dampak atau pengaruh apa dalam cara hidup dan cara bertindak kita setelah sekian kali menerima komuni kudus? Karena kita telah 'makan dan minum Tubuh dan Darah Kristus', maka diharapkan cara hidup dan cara bertindak kita meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus, yang datang untuk melayani bukan dilayani dengan menyerahkan Diri seutuhnya bagi keselamatan seluruh dunia/bangsa. Karena yang kita sambut atau terima adalah sama, yaitu Tubuh dan Darah Kristus, maka terjadilah persaudaraan atau persahabatan sejati di antara kita; kita hidup penuh dengan persaudaraan dan persahabatan. Pada malam hari ini pada umumnya juga diselenggarakan 'tuguran', devosi kepada Sakramen Mahakudus, maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk berpartisipasi dalam 'tuguran' ini sambil mengenangkan pemberian Diri Yesus bagi kita semua. Baiklah jika seluruh keluarga dapat bersama-sama berpartisipasi dalam 'tuguran' ini.

 

"Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.Ya TUHAN, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka ikatan-ikatanku! Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN, akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya," (Mzm 116:15-18)

        

Jakarta, 1 April 2010


31 Mar - Yes 50:4-9ac; Mat 26:14-25

"Apa yang hendak kamu berikan kepadaku supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?"

(Yes 50:4-9ac; Mat 26:14-25)

"Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: "Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?" Jawab Yesus: "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku." Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah. Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu.Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?" Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan."Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: "Bukan aku, ya Rabi?" Kata Yesus kepadanya: "Engkau telah mengatakannya." (Mat 26:14-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Secara manusiawi Yudas Iskariot sungguh mengkhianati Yesus dengan 'menyerahkan Yesus kepada para imam', namun secara spiritual atau rencana Ilahi kiranya apa yang akan dilakukan oleh Yudas Iskariot harus terjadi, sebagaimana disabdakan oleh Yesus:"Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan". Hari ini hari terakhir sebelum kita memasuki Trihari Suci; sebelum 'pergi' alias wafat di kayu salib Yesus mengadakan jamuan bersama dengan para murid, jamuan perpisahan. Maka mungkin baik kalau hari ini kita mawas diri perihal kesiap-sediaan kita untuk sewaktu-waktu 'pergi' alias meninggal dunia: baiklah kita senantiasa membangun persaudaraan atau persahabatan dengan mereka yang hidup dan bekerja bersama dengan kita, agar sewaktu-waktu kita merasa akan dipanggil Tuhan memperoleh dukungan dari saudara-saudari kita. Sebaliknya apa yang akan dilakukan oleh Yudas Iskariot kiranya juga dapat menjadi permenungan atau refleksi kita: jangan-jangan cara hidup dan cara bertindak kita tanpa kita sadari mencelakakan orang lain atau membuat orang lain menderita sengsara. Yudas Iskariot boleh dikatakan bersikap mental materialistis, dan hemat saya siapapun yang bersikap mental materialistis dengan mudah mencelakakan orang lain, maka marilah kita jauhi sikap materialistis dalam diri kita masing-masing.

·   "Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi" (Yes 50:5-6), demikian sharing iman nabi Yesaya. Nabi adalah pembawa dan pewarta kebenaran, dan sebagai orang beriman kita semua juga memiliki tugas kenabian alias mewartakan kebenaran melaui cara hidup dan bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Di tengah-tengah kehidupan bersama yang masih diwarnai atau dijiwai aneka bentuk kebohongan, kepalsuan, manipulasi dst.. masa kini kiranya untuk menjadi pembawa atau pewarta kebenaran pasti harus menghadapi aneka tantangan, cemoohan, ejekan, caci maki, pelecehan dst..  Baiklah ketika kita diperlakukan demikian tidak perlu memberontak, melawan atau balas dendam, melainkan pasrah dan menyerah saja. Percayalah dan imanilah jika kita tidak melawan, memberontak atau balas dendam, maka mereka pasti akan berhenti sendiri dan pada suatu saat menyesali diri. Marilah bersikap ksatria, maju terus pantang mundur dalam menghadapi aneka macam tantangan, hambatan dan masalah. Berbagai macam tantangan, hambatan dan masalah hemat saya merupakan wahana untuk semakin memurnikan dan memperteguh iman kita atau mendewasakan iman kita. Sebagaimana untuk mendapatkan logam emas murni harus dibakar dan digembleng, demikian juga agar iman kita semakin bersih dan kuat harus berani menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, yang muncul atau lahir dari kesetiaan dan ketaatan kita kepada kehendak Tuhan.

 

"Aku akan memuji-muji nama Allah dengan nyanyian, mengagungkan Dia dengan nyanyian syukur;Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalah; kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali! Sebab TUHAN mendengarkan orang-orang miskin, dan tidak memandang hina orang-orang-Nya dalam tahanan." (Mzm 69:31.33-34)

Jakarta, 31 Maret 2010


Senin, 29 Maret 2010

30 Mar - Yes 49:1-6; Yoh 13:21-33.36-38

"Tuhan mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang?"

(Yes 49:1-6; Yoh 13:21-33.36-38)

 

"Simon Petrus berkata kepada Yesus: "Tuhan, ke manakah Engkau pergi?" Jawab Yesus: "Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku." Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!" Jawab Yesus: "Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."(Yoh 13:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pada hari ini ditampilkan dua rasul: Yudas Iskariot  dan Petrus yang akan mengkhianati Yesus. Meskipun mereka telah kurang lebih tiga tahun dibina oleh Yesus, hidup bersama dengan Yesus, ternyata dapat jatuh juga alias mengingkari Yesus. Mungkinkah kita juga berkhianat seperti mereka? Mungkin kita tidak seperti Yudas Iskariot, tetapi seperti Petrus, maka marilah kita mawas diri. Hendaknya kita tidak sombong seperti Petrus, yang berkata "Aku akan memberikan nyawaku bagiMu". Memberikan nyawa bagi Yesus berarti siap sedia untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun, kapanpun dan dimanapun. Marilah kita renungkan sabda Yesus kepada  Petrus :"Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali". Sebelum ayam berkokok berarti pagi-pagi buta, dimana kebanyakan orang masih tidur nyenyak. Di daerah kita, di Indonesia, pagi-pagi buta, sebelum ayam berkokok, kita dengar suara 'adzan' dari masjid, surau atau langgar, ajakan untuk berdoa dan memuliakan Tuhan. Di antara kita kiranya ada yang merasa terganggu dan terbangun dari tidur serta kemudian mengeluh, menggerutu atau marah-marah. Jika kita berbuat demikian, hemat saya kita sama seperti Petrus. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk menyadari dan menghayati kelemahan dan kerapuhan masing-masing. Secara khusus kami mengingatkan dan mengajak kita semua, jika di pagi hari mendengar suara 'adzan', marilah dengan rendah hati kita menyatukan diri dengan saudara-saudari kita, umat Islam, berdoa pagi bersama-sama.  Lebih baik pagi hari itu bersyukur dan berdoa daripada mengeluh, marah-marah atau menggerutu.

·   "Dengarkanlah aku, hai pulau-pulau, perhatikanlah, hai bangsa-bangsa yang jauh! TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku. Ia telah membuat mulutku sebagai pedang yang tajam dan membuat aku berlindung dalam naungan tangan-Nya. Ia telah membuat aku menjadi anak panah yang runcing dan menyembunyikan aku dalam tabung panah-Nya."(Yes 49:1-2). Seruan Yesaya ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita bersama. Sejak dalam kandungan ibu kita masing-masing kita diharapkan menjadi pribadi manusia yang baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga "mulutku sebagai pedang yang tajam serta diri kita menjadi anak panah yang runcing". Mulut bagaikan pedang yang tajam tidak berarti setiap berkata senantiasa menyakiti atau melukai yang mendengarkan, melainkan membuka atau menyingkapkan kebenaran-kebenaran atau kebaikan-kebaikan. Hal ini mengandaikan hati kita suci, bersih dan jernih. Sedangkan diri kita bagaikan anak panah yang runcing berarti kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun senantiasa efisien, efektif dan afektif, artinya tidak sia-sia atau tanpa arti sedikitpun. Maka marilah kita mawas diri: sejauh maka kata-kata atau omongan kita senantiasa menyingkapkan kebenaran dan kebaikan, dan kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa membuat hidup bersama sejuk, nyaman dan enak. Seruan Yesaya ini kiranya juga mengingatkan kita semua bahwa anak-anak lebih suci dan bersih daripada orangtua, yang muda lebih suci dan berbudi pekerti luhur daripada yang tua, maka baiklah kita tidak melecehkan atau merendahkan anak-anak atau mereka yang lebih muda daripada kita. Seruan Yesaya ini juga mengingatkan kita semua untuk saling menyebut nama kita masing-masing, nama yang akrab dan mesra yang senantiasa digunakan dalam pergaulan biasa. Dengan menyebut nama berarti kenal dan mengasihi. Hendaknya masing-masing dari kita juga mawas diri perihal nama yang dianugerahkan kepada kita oleh orangtua kita masing-masing maupun nama baptis yang dikenakan pada diri kita.

 

"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku. Ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik, dari cengkeraman orang-orang lalim dan kejam." (Mzm 71:1-4)

 

Jakarta, 30 Maret 2010


Minggu, 28 Maret 2010

29 Mar - Yes 42:1-7: Yoh 12:1-11

"Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburanKu."

(Yes 42:1-7: Yoh 12:1-11)

"Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?" Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Maka kata Yesus: "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu." Sejumlah besar orang Yahudi mendengar, bahwa Yesus ada di sana dan mereka datang bukan hanya karena Yesus, melainkan juga untuk melihat Lazarus, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati. Lalu imam-imam kepala bermupakat untuk membunuh Lazarus juga, sebab karena dia banyak orang Yahudi meninggalkan mereka dan percaya kepada Yesus." (Yoh 12:1-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika ada orang akan meninggal dunia, atau gejala-gejala hendak dipanggil Tuhan, pada umumnya mereka yang merasa dekat atau dikasihi oleh yang bersangkutan akan melakukan 'pemborosan waktu dan tenaga serta dana' bagi yang akan dipanggil Tuhan tersebut, sebagai wujud terima kasih. Begitulah yang dilakukan oleh Maria yang "mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu". Sementara itu Yudas Eskariot menegornya dan mengatakan bahwa lebih baik uang yang senilai untuk pembelian minyak tersebut diberikan kepada orang-orang miskin. Kasih memang sering tidak masuk akal sehat atau sebenarnya mengatasi akal sehat. Maka marilah kita mawas diri: sejauh mana kita hidup saling mengasihi satu sama lain, saling memboroskan waktu dan tenaga serta harta benda bagi yang terkasih. Setelah mawas diri selama kurang lebih empat puluh hari kiranya kita tergerak untuk semakin berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan serta tergerak untuk membalas kasihNya yang melimpah ruah. Baiklah jika hal itu juga kita wujudkan secara konkret dengan mengasihi mereka yang dekat dengan kita, yang setiap hari saling memboroskan waktu dan tenaga, entah di dalam keluarga/rumah maupun tempat kerja dan masyarakat. Jauhkan semangat mental materialistis atau bisnis terhadap sesama dan saudara-saudari kita.

·   "Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara" (Yes 42 :6-7). Kita semua, orang beriman, dipanggil untuk maksud penyelamatan, antara lain menjadi terang untuk bangsa-bangsa, atau secara konkret "membuka mata orang buta, mengeluarkan orang dari hukuman dan yang duduk dalam gelap dari penjara." Cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun atau sepak terjang kita hendaknya senantiasa dapat menjadi terang, fasilitator atau berita baik bagi siapapun. Marilah kita tidak menyia-nyiakan aneka usaha, pengorbanan dan perjuangan dari orangtua, pendidik/guru,dst..yang telah membentuk atau membina kita sehingga kita menjadi manusia sebagaimana adanya pada saat ini. Hendaknya cara hidup atau cara bertindak kita tidak membuat malu atau kecewa pada mereka itu semua, melainkan kegembiraan dan kebanggaan karena kita telah mampu menjadi 'terang bagi bangsa-bangsa'. Memang untuk menjadi 'terang' di tengah-tengah hidup bersama pada masa kini sungguh berat dan mulia,  harus menghadapi aneka tantangan, hambatan dan godaan. Kita berada dalam Pekan Suci, maka baiklah kita sungguh menyucikan diri artinya mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Kita persembahkan apa yang terbaik, termulai, paling bernilai dst. yang ada pada kita atau kita miliki bagi saudara-saudari kita; hendaknya jangan menjadikan orang lain 'tempat sampah' alias tempat membuang sisa-sisa atau kelebihan.

 

"TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh. Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itu pun aku tetap percaya." (Mzm 27:1-3)

Jakarta, 29 Maret 2010