Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 22 April 2011

Malam Paskah - Kej 1:1-2:2; Kel 14:15-15:1; Yes 55:1-11; Rm 6:3-11; Mat 28:1-10

"Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."

MALAM PASKAH: Kej 1:1-2:2; Kel 14:15-15:1; Yes 55:1-11; Rm 6:3-11; Mat 28:1-10



Pertama-tama kami haturkan "SELAMAT PASKA", Selamat merayakan Hari Kemenangan atas dosa dan Menempuh Hidup Baru dengan semangat misteri kebangkitan Yesus. Pada malam ini kiranya tempat-tempat ibadat, gereja atau kapel, penuh meluber sampai di luar gedung umat Allah bersama-sama mengenangkan puncak iman kita, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Umat yang biasanya jarang hadir dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu, kiranya pada malam ini terpanggil, bangkit kembali,  untuk hadir dalam Perayaan Ekaristi Malam Paskah, dan semoga kebangkitan kembali ini tidak berhenti pada malam ini saja, melainkan berjalan terus sampai mati, dipanggil Tuhan. Maka marilah kita renungkan sabda-sabda yang akan kita dengarkan dan dibacakan dalam Perayaan Ekaristi Malam Paskah ini.

 

"Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku." (Mat 28:10)

 

Setelah peristiwa penyaliban Yesus di kayu salib, kiranya para murid berada di dalam ketakutan sambil berdoa; mereka takut jangan-jangan nanti akan diperlakukan seperti Yesus. Dalam suasana yang menakutkan ini pada umumnya mereka yang dipandang kuat dalam percaturan hidup bersama tidak berani tampil di permukaan, sementara itu mereka yang dipandang lemah tidak ada ketakutan sedikitpun. Itulah kiranya yang terjadi di malam Paskah, yang menjadi saksi kebangkitan pertama kali adalah wanita, yang sering dipandang lemah, bukan laki-laki, yang sering dipandang kuat. "Tiada rotan akar pun berguna", begitulah kata sebuah pepatah. Memang di dalam keadaan genting dan menakutkan pada umumnya yang maju, menjadi ujung tombak adalah mereka yang dipandang lemah dan tidak kuat secara social-organisatoris

 

"Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.", demikian sabda Yesus yang telah bangkit dari mati kepada Maria Magdalena dan Maria yang lain. Pesan "Jangan takut"  juga disampaikan kepada Bunda Maria, teladan umat beriman serta para nabi, yang merasa kecil dan hina. Maria Magdalema bersama teman-temannya dipesan jangan takut dan diutus untuk mengatakan kepada para murid/rasul (catatan: para lelaki yang ketakutan) agar mereka menemui Yesus yang bangkit di Galilea. Galilea adalah tempat tinggal sehari-hari para murid sebelum mengikuti Yesus. Bagi kita semua 'Galilea' berarti tempat tinggal atau tempat kerja kita sehari-hari, dimana setiap hari kita memboroskan waktu dan tenaga kita. Maka kita semua yang beriman kepada Yesus yang bangkit dipanggil untuk menemuiNya di dalam tempat tinggal atau keluarga kita masing-masing maupun tempat kerja atau kesibukan kita setiap hari.

 

Menemui Yesus yang bangkit berarti melihat dan mengakui aneka keutamaan sebagai buah Roh Kudus yang kita hayati sendiri maupun dihayati oleh saudara-saudari kita. Keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh Kudus tersebut antara lain "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23), maka marilah kita lihat, akui dan imani keutamaan-keutamaan tersebut dalam diri saudara-saudari kita. Dengan kata lain kita dipanggil untuk tidak takut senantiasa berpikiran positif terhadap saudara-saudari kita, dalam keadaan atau situasi apapun. Maka marilah lebih-lebih atau terutama kita lihat dan perhatikan saudara-saudari kita terutama yang berada dalam ketakutan; kita kuatkan dan besarkan hati mereka agar tidak takut menghayati dan menyebarluaskan keutamaan-keutamaan sebagai buah Roh Kudus tersebut. Marilah selanjutnya kita renungkan sapaan Paulus kepada umat di Roma di bawah ini.

"Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus."(Rm 6:10-11)

'Mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus', inilah yang hendaknya kita renungkan dan hayati dalam rangka menghayati misteri Paskah, kebangkitan Kristus Yesus, dalam hidup sehari-hari. Kita dipanggil untuk melakukan dosa sekecil apapun, sebaliknya senantiasa hidup bagi Allah dalam Yesus Kristus, yang berarti senantiasa menghayati sabda-sabda Yesus serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya setiap hari dimanapun dan kapanpun. Kita dipanggil untuk menghayati apa yang difirmankan Allah melalui nabi Yesaya ini: "Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya" (Yes 55:10-11)

 

Apa yang dikehendaki oleh Allah dalam diri kita masing-masing harus berhasil alias menghasilkan buah sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Kehendak Allah antara lain keadaan atau kondisi semua ciptaanNya ini baik adanya sebagaimana ketika baru saja diciptakan (lihat Kej 1:1-2:2). Semua ciptaan Allah dibumi ini ketika diciptakan baik adanya, maka ketika tidak ada yang baik berarti dirusak oleh manusia berdosa, karena manusia sebagai ciptaan terluhur di bumi ini dan berkuasa atas ciptaan-ciptaan lainnya. Segala macam penyakit, musibah dan bencana alam hemat saya terjadi karena dosa manusia, yang terwujud dalam aneka bentuk keserakahan dalam mengkomsumsi atau memanfaatkan ciptaan-ciptaan lainnya. Maka karena dalam kenyataan cukup banyak ciptaan yang tidak baik lagi alias tidak sebagaimana adanya ketika diciptakan berarti kita dipanggil untuk memberantas aneka bentuk keserakahan manusia.

 

Marilah masing-masing dari kita berusaha untuk menjaga dan mengelola hidup kita sendiri masing-masing senantiasa dalam keadaan dan kondisi yang baik, dan kemudian bersama-sama di dalam keluarga kita masing-masing kita bergotong-royong untuk membuat keluarga senantiasa dalam keadaan baik. Jika semua keluarga baik adanya, maka berarti hidup bersama kapanpun dan dimanapun akan baik adanya pula. Dengan kata lain masing-masing dari kita diharapkan mengerjakan sebaik mungkin aneka pekerjaan atau tugas yang ada di hadapan kita masing-masing atau diserahkan kepada kita. Hendaknya jangan membuang waktu dan tenaga untuk melihat dan memikirkan kesuksesan orang lain, melainkan jadikan kesuksesan orang lain sebagai motivasi atau dorongan agar kita mengerjakan sebaik mungkin apa yang menjadi tugas dan pekerjaan kita.

 

'SELAMAT PASKAH, SEMANGAT MERAYAKAN KEMENANGAN ATAS DOSA-DOSA"

 

"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu"

 (Mzm 51:12-15)

              

Jakarta, 23 April 2011


22 April - Jumat Agung: Yes 52:13- 53:12; Ibr 4:14-16; 5:7-9; Yoh 18:1-19:42

"Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku."

 Jumat Agung: Yes 52:13- 53:12; Ibr 4:14-16; 5:7-9; Yoh 18:1-19:42


Pada hari Jumat Agung ini kita diajak untuk merenungkan kisah sengsara Yesus, menelusuri 'jalan salib' sampai wafatNya di kayu salib. Hari ini juga hari berpuasa dan berpantang alias hari untuk mawas diri perihal keutamaan matiraga, yang juga menjadi salah satu cirikhas hidup beriman atau beragama. Setiap kali akan berdoa kita senantiasa membuat tanda salib, maka baiklah di hari Jumat Agung ini saya mengajak anda sekalian untuk merenungkan sabda-sabda terakhir Yesus selama tergantung di kayu salib di bawah ini:  

 

"Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?"(Mat: 27:46)

 

Tergantung di kayu salib, kaki dan tangan dipaku serta kepala bermahkota duri, sebagai manusia kiranya Yesus sungguh sangat menderita atau berada dalam puncak penderitaan. Penderitaan lebih terasa lebih berat lagi karena Ia sendirian, ditinggalkan oleh sahabat-sahabatNya. Namun demikian Allah yang mengutusNya tak pernah meninggalkanNya, maka Ia berseru dan mengeluh kepada Yang mengutus: "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?".  Baiklah saya mengajak anda sekalian yang beriman kepada Yesus untuk menyatukan diri dengan penderitaanNya.

 

Ada kemungkinan kita juga sedang merasa kesepian atau ditinggalkan atau kurang diperhatikan orang lain atau saudara-saudari kita, tentu saja bukan karena kita jahat atau tak bermoral, melainkan karena kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita, sedangkan saudara-saudari kita hidup seenaknya, sibuk sendiri sesuai dengan hobby atau nafsu pribadinya. Ingatlah dan hayati meskipun saudara-sauadari kita tidak memperhatikan kita atau meninggalkan kita, tetapi Allah tak pernah meninggalkan kita. Maka baiklah jika anda dalam keadaan atau kondisi demikian itu, hendaknya dihayati sebagai 'kesempatan emas' untuk berdoa secara pribadi, mempersembahkan atau menghaturkan apa yang kita rasakan dan alami kepada Allah, yang telah menciptakan dan mengutus kita.      

 

"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."

 (Luk 23:34)

 

"Tibo kebrukan ondho" (= Jatuh tertimpa tangga), demikian kata pepatah Jawa, yang hemat saya kena pada apa yang sedang dialami Yesus. Di dalam puncak penderitaan Ia diejek dan dihina oleh musuh-musuhNya, yang menyalibkan Dia atau membuat Dia menderita. Jika kita mengalami yang demikian itu  pada umumnya kita akan marah besar, namun tidaklah demikian yang terjadi dalam diri Yesus. Yesus berdoa mohon kasih pengampunan bagi mereka yang mengejek dan melecehkanNya. Hati yang sungguh mulia dan doa sejati yang tidak ada bandingnya, doa 'pahlawan keselamatan'.  Yesus tahu bahwa mereka tidak bersalah, melainkan mereka tidak tahu atas apa yang mereka perbuat.

 

Dalam hidup sehari-hari ada kemungkinan kita mengalami sebagaimana dialami Yesus, 'jatuh tertimpa tangga', atau mudah marah terhadap mereka yang mengganggu diri kita atau harta kekayaan kita. Sebagai contoh konkret: anak kecil yang lincah berlari-lari kesana-kemari pada suatu saat menabrak meja dan gelas-gelas yang berada di atas meja jatuh, pecah, berantakan. Pada umumnya para ibu segera memarahi anak-anak tersebut, yang berarti yang jatuh tertimpa tangga adalah anak-anak. Tentu saja anak-anak dimarahi ibunya tak akan membalas kemarahannya. Baiklah kami mengingatkan para ibu jika menghadapi kasus macam itu hendaknya bersikap seperti Yesus dan berdoa "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat".  Kami juga mengajak dan mengingatkan kita semua yang beriman kepada Yesus juga meneladan sikapNya.          

 

"Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya"

(Yoh 19:26-27)

 

Ternyata masih ada dua pribadi yang menemani Yesus dalam perjalanan penderitaan dan yang tergantung di kayu salib, yaitu murid yang terkasih, Yohanes, dan Bunda Maria, ibuNya. Mereka menemani Yesus  dalam menit-menit atau detik-detik terakhir hidupNya. Menemani mereka yang akan dipanggil Tuhan itulah yang terjadi, dan pada umumnya mereka yang menemani adalah yang sungguh ada ikatan kasih sejati. Di puncak kayu salib menjelang wafatNya Yesus menyerahkan murid terkasih kepada ibuNya dan sebaliknya. Sebagai murid-murid, orang yang beriman kepada Yesus, kita semua juga menerima penyerahan yang sama, yaitu menjadi Bunda Maria, teladan umat beriman, Bunda kita.

 

Sebagai putra-putri Bunda Maria kita semua dipanggil untuk meneladannya, antara lain menemani mereka yang berada di puncak penderitaan atau saat-saat terakhir, menjelang dipanggil Tuhan. Ada kemungkinan jarang terjadi mereka yang sungguh menderita seperti Yesus atau yang segera dipanggil Tuhan, maka baiklah saya mengajak anda semua untuk menemani mereka yang berada dalam ketakutan atau kecemasan, misalnya dalam menghadapi operasi, ujian, mau bepergian sendirian, berangkat kerja atau ke sekolah dst.. Hendaknya berani mengorbankan waktu dan tenaga sejenak untuk menemani mereka pada saat-saat 'menjelang' tersebut: menjelang pergi disalami, menjelang ujian didukung dan dimotivasi, dst..   

 

"Aku haus!"(Yoh 19:28)

 

Sepanjang hari sejak pagi sampai sore bekerja keras, tanpa makan dan minum, tentu akhirnya akan merasa kelaparan atau kehausan. Begitulah yang dialami Yesus secara manusia Ia merasa haus dan butuh minuman. Baiklah sabda Yesus ini kita fahami dan hayati tidak hanya sampai secara manusia belaka, tetapi lebih-lebih dan terutama secara spiritual atau rohani. Maka marilah kita tanggapi sabda Yesus dengan 'memberi minum' atau 'memberi kelegaan' kepada saudara-saudari kita, entah yang harus secara phisik, social maupun spiritual. Marilah kita hayati keutamaan 'murah hati'. Kepada mereka yang haus secara phisik kita beri minuman sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan mereka yang haus secara social atau spiritual kita persembahkan waktu dan tenaga kita untuk melegakan atau menghiburnya, alias memberi perhatian sedemikian rupa sehingga mereka sungguh merasa diperhatikan atau dikasihi.      

 

"Sudah selesai." (Yoh 19:29)

 

Yesus merasa sudah paripurna melaksanakan tugas pengutusanNya. Dia yang datang atau lahir di dunia ini dalam kegelapan atau penderitaan dan akhirnya akan mengakhiri perjalanan pelaksanaan pengutusan-Nya dalam penderitaan juga. Kita semua dipanggil untuk meneladanNya. Maka baiklah kita dalam menghayati panggilan atau tugas pengutusan hendaknya dengan penuh kesetiaan dan penyerahan diri seutuhnya sampai selesai, sampai mati, sampai lulus dengan baik dan memuaskan. Hari-hari ini kiranya para mahasiswa, pelajar atau murid tingkat atau klas terahhir sedang dan akan menempuh ujian akhir, maka kami berharap kepada mereka: semoga sukses dalam menghadapi ujian. Untuk itu kami berharap ketika akan menghadapi ujian atau tugas berat hendaknya tetap dalam keceriaan dan kerja keras, dalam keceriaan dan kerja kerasa anda pasti akan sukses dalam ujian atau tugas berat.

     

 

"Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku"(Luk 23:46)

 

Menjelang wafatNya Yesus menyerahkan nyawaNya kepada Bapa yang mengutusNya. Nyawa adalah yang memberi hidup, yang menggairahkan. Bagi kita semua yang menggairahkan antara lain adalah cita-cita, harapan atau dambaan. Maka marilah kita persembahkan cita-cita, dambaan atau harapan kita kepada Tuhan, sehingga mengusahakan tercapainya cita-cita, dambaan dan harapan dalam dan bersama dengan Tuhan alias melaksanakan aneka tatanan atau tata tertib yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

 

"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa"(Ibr. 4:14-15). Imam adalah orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesamanya; ia adalah penyalur doa dan berkat, bagaikan 'leher' dalam tubuh kita: siap menderita bagi sesama, tidak pernah menyakiti yang lain, tidak pernah mengeluh atau menggerutu. Kita semua dipanggil untuk menghayati imamat umum kaum beriman, maka semoga melalui penghayatan panggilan atau pelaksanaan tugas pengutusan kita masing-masing, kita juga dapat menjadi penyalur doa dan berkat.   

 

 

"Di hadapan semua lawanku aku tercela, menakutkan bagi tetangga-tetanggaku, dan menjadi kekejutan bagi kenalan-kenalanku; mereka yang melihat aku di jalan lari dari padaku. Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah. Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!" Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku! Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu "

(Mzm 31;12-13.15-17)

 

Jakarta, 22 April 2011


Rabu, 20 April 2011

21 April - Kamis Putih: Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15

"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu"

 Kamis Putih: Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15




Pertama-tama kami ucapkan "Proficiat" kepada rekan-rekan imam yang pada hari ini memperbaharui janji imamat bersama Bapak Uskup, imam sejati. Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa imamat kita, para imam, adalah partisipasi atau ambil bagian dalam imamat Bapak Uskup. Para Bapak Uskup kita senantiasa berusaha dengan rendah hati menghayati imamat sebagai hamba yang hina dina, yang antara lain senantiasa diikrarkan kembali dalam Doa Syukur Agung setiap kali mempersembahkan Perayaan Ekaristi. Terpanggil menjadi imam memang harus meneladan Yesus, yang datang dengan rendah hati untuk melayani bukan dilayani. Semangat pelayanan Yesus kita kenangkan hari ini dengan membasuh kaki para murid/rasul dalam perjamuan pesta bersama, meskipun Ia juga menjadi tuan rumah atau pemimpin pesta. Hemat saya yang terpanggil untuk meneladan Yesus tidak hanya para imam saja, melainkan kita semua yang beriman atau percaya kepadaNya, maka marilah kita renungkan secara mendalam sabdaNya hari ini.

 

"Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yoh 13:14-15)

 

Kita yang beriman kepada Yesus percaya bahwa Ia adalah "Tuhan dan Guru" kita yang sejati dan utama, dengan demikian kita semua adalah umat dan muridNya, yang mau tak mau sebagai umat dan murid yang baik senantiasa mentaati aneka perintahNya serta meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. "Kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu", demikian sabda Yesus yang harus kita taati dan laksanakan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.

 

"Kaki" adalah anggota tubuh paling bawah, yang harus menanggung beban seluruh tubuh agar tubuh dapat berdiri dengan tegar dan tak tergoyahkan. Kaki adalah anggota tubuh yang menapak atau menyentuh tanah, dan dengan demikian ketika tanpa alas kaki berarti kaki siap untuk menjadi anggota tubuh yang paling kotor. Maka juga ada kebiasaan beberapa orang untuk membasuh kaki sebelum naik ke tempat tidur untuk beristirahat, menikmati hidup. Tugas atau panggilan untuk 'saling membasuh kaki' antara lain berarti saling memperhatikan saudara-saudari kita yang berada di bagian bawah atau yang dipandang/dinilai kotor dalam percaturan sosial bersama, seperti para gelandangan, preman, pengemis, anak jalanan, pelacur, serta mereka yang miskin dan berkekurangan yang sering tinggal dan hidup di area terlarang seperti di kolong jembatan, pinggir rel kereta api, kolong jalan layang dst.. Kami berharap kepada para wakil rakyat atau mereka yang berpengaruh dalam kehidupan dan kerja bersama  dapat menjadi teladan dalam memperhatikan mereka yang berada di bawah dan kotor tersebut. Memang sungguh memprihatinkan apa yang sedang menyita waktu dan tenaga para wakil rakyat akhir-akhir ini, yaitu tidak memperhatikan rakyat yang diwakilinya melainkan sibuk dengan usaha untuk memanjakan diri sendiri, antara lain dengan rencana gedung DPR yang megah dan mahal. Semoga para wakil rakyat menyadari dan menghayati dirinya sebagai wakil rakyat yang berada di bawah dan kotor tersebut, dan kemudian berjuang dan berkorban bagi mereka.

 

Secara khusus kami ingin mengingatkan dan mengajak para orangtua atau pemimpin komunitas: hendaknya menjadi teladan dalam melayani dengan rendah hati, sebagaimana seorang ibu mengasihi bayi atau anaknya yang masih kecil. Memang sayang ada sementara ibu menyerahkan perawatan bayinya kepada para pembantu atau 'baby sitter', sehingga tidak memiliki pengalaman membasuh dan membersihkan anggota tubuh bayinya yang kotor. Kami percaya kepada rekan-rekan perempuan atau para ibu lebih memiliki kepekaan dalam memperhatikan yang berada di bawah dan kotor daripada rekan-rekan laki-laki atau para bapak. Maka kami berharap kepada rekan-rekan perempuan untuk memperdalam dan memperkuat semangat melayani dengan rendah hati tersebut dalam kehidupan dan kerja bersama dimanapun dan kapanpun. Semoga rekan-rekan imam juga memiliki kepedulian dan perhatian yang memadai terhadap mereka yang berada di bawah dan kotor. Marilah kita renungkan juga peringatan Paulus di bawah ini.

 

"Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang"(1Kor 11:26)

 

Kamis Putih juga merupakan hari untuk mengenangkan Perayaan Ekaristi yang dilayani oleh para imam, dimana dalam Perayaan tersebut kita diberi kesempatan untuk menerima komuni Kudus atau Tubuh Kristus dalam rupa roti. Maka hari ini juga merupakan kesempatan bagi kita semua untuk mawas diri perihal 'setiap kali kita menerima komuni kudus atau Tubuh Kristus'. Kita diingatkan oleh Paulus bahwa 'setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang' . Apa arti dan makna peringatan ini?

 

"Memberitakan kematian Tuhan"  berarti menyebarkan luaskan persembahan diri kita secara total kepada Tuhan melalui sesama atau saudara-saudari kita demi kebahagiaan atau keselamatan mereka, terutama jiwanya. Dengan kata lain kita harus meninggalkan segala perbuatan jahat atau dosa, dan tidak melakukan kejahatan atau dosa lagi dimanapun dan kapanpun. Sekali lagi kalau saya mendengar kata 'mempersembahkan diri' senantiasa teringat kepada para suami dan isteri yang saling mempersembah-kan diri tanpa syarat antara lain terjadi dalam saling mengasihi ketika saling berhubungan seksual satu sama lain. Maka kami berharap kepada para orangtua atau bapak-ibu dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam saling mempersembahkan diri, dan tentu saja kepada anak-anak hendaknya dengan rendah hati mengikuti teladan orangtua masing-masing. Jauhkan aneka bentuk pemanjaan diri atau orang lain yang dapat mencelakakan hidup masa depan.

 

"Memang aku tahu, bahwa engkau adalah seorang perempuan yang cantik parasnya.Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau." (Kej 12;11-13), demikian kata Abram kepada Sara, isterinya.  Apa yang dikatakan Abram ini hemat saya merupakan usaha untuk melindungi mereka sebagai suami-isteri, melindungi dirinya sendiri maupun isterinya. Dengan kata lain hemat saya hal itu dapat menjadi teladan bagi para suami. Maka perkenankan secara khusus kami mengingatkan para suami atau bapak, maaf yang pada umumnya lebih mudah selingkuh daripada isterinya, untuk tetap setia pada isterinya dalam keadaan atau situasi apapun. Suami atau bapak pada umumnya juga menjadi kepala keluarga, maka hendaknya sungguh menghayati fungsi kepala keluarga tersebut dengan melindungi seluruh anggota keluarga agar tetap setia pada panggilan dan tugas pengutusannya masing-masing.

 

"Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku? Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN, Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.Ya TUHAN, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka ikatan-ikatanku!Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN" (Mzm 116:12-13.15-17)

Jakarta, 21 April 2011

Note: selamat merayakan Hari Kartini, semoga rekan-rekan perempuan meneladan semangat RA.Kartini.               

 


Senin, 18 April 2011

20 April - Yes 50:4-9a; Mat 26:14-25

"Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan."

(Yes 50:4-9a; Mat  26:14-25)

 

"Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: "Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?" Jawab Yesus: "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku." Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah. Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?" Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan."Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: "Bukan aku, ya Rabi?" Kata Yesus kepadanya: "Engkau telah mengatakannya." (Mat 26:14-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Secara manusiawi kiranya sangat berat bagi Yesus bahwa Ia harus mempersembahkan diri dengan wafat di kayu salib, maka tentang Yudas Ia bersabda "Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan"  dan Ia mengajak makan bersama-sama dengan para rasul sebagai 'perpisahan'. "Ilang-ilangan endhog siji" (=kehilangan satu telor), demikian ungkapan kekecewaan yang sering muncul dari orangtua ketika salah satu anaknya terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster. Marilah kisah dalam Warta Gembira hari ini kita sikapi secara positif dengan merenungkan "Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia". Ia datang dan lahir sebagai manusia untuk melaksanakan tugas pengutusan, karya penyelamatan dunia dan untuk itu Ia harus menderita dan wafat di kayu salib. Kami berharap kita semua setia menghayati panggilan kita masing-masing, entah panggilan hidup berkeluarga atau membujang dengan menjadi imam, bruder atau suster, dan untuk itu meskipun berat harus siap sedia untuk menderita dan berkorban demi keselamatan orang lain. Kiranya juga tidak salah jika sewaktu-waktu kita merasa kesal seperti Yesus secara manusiawi.

·   "Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang" (Yes 50:4-5), demikian kesaksian iman nabi Yesaya. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk meneladan Yesaya. Hendaknya kata-kata yang keluar dari mulut kita senantiasa 'memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu'  dan untuk itu antara lain kita harus 'mempertajam pendengaran-ku untuk mendengar seperti seorang murid Tuhan Allah'. Kita dengarkan, tanam dalam hati dan hayati kehendak dan firman Tuhan Allah, sehingga kita dikuasai atau dirajai oleh Allah, hidup bersama dan bersatu dengan Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah kita tak akan 'berpaling ke belakang'  dalam menghayati panggilan atau melaksanakan aneka tugas pengutusan, maju terus pantang mundur, dan siap sedia untuk menjadi pahlawan penyelamatan jiwa manusia. Marilah kita sadari dan hayati bahwa tubuh kita terus berkembang tiada henti sampai mati, dan semoga demikian pula dengan hati, jiwa dan akal budi kita. Dengan kata lain marilah kita senantiasa siap sedia untuk berubah, tentu saja berubah menjadi lebih baik, mulia, luhur, suci, beriman, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Marilah kita siapkan hati, budi, jiwa dan tubuh kita untuk memasuki Tri Hari Suci dalam rangka mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan Yesus, puncak iman kita. Marilah kita sungguh siap sedia memperbaharui janji-janji kita di hari Kamis Putih (bagi para imam dalam Perayaan Ekaristi Krisma bersama Uskup) dan malam Paskah (bagi  kita semua yang telah dibaptis).

 

"Aku telah menjadi orang luar bagi saudara-saudaraku, orang asing bagi anak-anak ibuku; sebab cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku, dan kata-kata yang mencela Engkau telah menimpa aku. Aku akan memuji-muji nama Allah dengan nyanyian, mengagungkan Dia dengan nyanyian syukur; Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalah; kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali! Sebab TUHAN mendengarkan orang-orang miskin, dan tidak memandang hina orang-orang-Nya dalam tahanan"

 (Mzm 69:9-10.31.33-34)   

Jakarta, 20 April 2011    .

      

19 April - Yes 49:1-6; Yoh 13:21-33.36-38

"Sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku."

(Yes 49:1-6; Yoh 13:21-33.36-38)

 

"Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Murid-murid itu memandang seorang kepada yang lain, mereka ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya. Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar dekat kepada-Nya, di sebelah kanan-Nya. Kepada murid itu Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: "Tanyalah siapa yang dimaksudkan-Nya!" Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, siapakah itu?" Jawab Yesus: "Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya." Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera." Tetapi tidak ada seorang pun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti, apa maksud Yesus mengatakan itu kepada Yudas. Karena Yudas memegang kas ada yang menyangka, bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin. Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam. Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: "Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera.Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu."(Yoh 13:21-33), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Rencana Allah untuk penyelamatan dunia harus terjadi dan untuk itu Yesus harus meninggalkan para rasul/murid/'pergi' guna mempersembahkan Diri dengan wafat di kayu salib. Kiranya juga sudah menjadi kehendak Allah bahwa salah seorang rasul membantu penyerahan Diri Yesus untuk disalibkan: secara social mungkin hal itu berarti Yudas mengingkari diri sebagai murid Yesus, tetapi secara spiritual begitulah yang harus terjadi. Baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri: apakah kita juga siap sedia untuk mempersembahkan diri demi keselamatan atau kebahagiaan semua orang, dan untuk itu ada kemungkinan kita juga harus siap sedia meninggalkan sanak-saudara kita yang setiap hari hidup dan bekerjasama dengan kita. "Pergi" untuk melakukan apa yang lebih besar dan mulia hemat saya bagus, maka dengan ini kami berharap kepada kita semua: seandainya saya sendiri atau orang lain harus pergi untuk suatu tugas yang lebih besar dan mulia, hendaknya dengan jiwa besar dan hati rela berkorban menyerahkan diri.

·   "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yes 49:8), demikian firman Allah kepada nabi Yesaya. "Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi", itulah yang kiranya baik kita renungkan atau refleksikan. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk menjadi 'terang' bagi orang lain dimanapun dan kapanpun. Menjadi 'terang' berarti sepak terjang, kehadiran dan kesibukan kita dimanapun dan kapanpun senantiasa membahagiakan dan menyelamatkan orang lain, terutama keselamatan jiwa. Kehadiran kita dimanapun dan kapanpun senantiasa membuat orang lain semakin bergairah dan dinamis dalam penghayatan iman dan ajaran-ajaran agamanya. Baiklah dengan ini secara khusus saya mengingatkan dan mengajak siapapun yang berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama untuk sungguh menjadi 'terang' bagi sesamanya. 'Ing madyo ambangun karso", demikian salah satu moto Ki Hajar Dewantoro yang hemat saya dekat dengan semangat untuk menjadi 'terang bagi orang lain'. Memang untuk itu hendaknya kita bersikap rendah hati, agar kehadiran dan sepak terjang kita dapat membangun dan menggerakkan kehendak orang lain, sehingga mereka semakin kreatif dan proaktif menghadapi segala sesuatu, meskipun untuk itu harus berkorban atau berjuang. Allah menghendaki bumi dan seluruh isi bumi atau yang ada di permukaan bumi ini baik adanya sebagaimana ketika diciptakan, semua manusia selamat dan damai sejahtera secara lahir dan batin, phisik dan spiritual.

 

"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu.Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku.Ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik, dari cengkeraman orang-orang lalim dan kejam." (Mzm 71:1-4)

Jakarta, 19 April 2011