Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 26 Desember 2009

27 Des - 1Sam 1:20-22.24-28; 1Yoh 3: 1-2.21-24; Luk 2:41-52

"Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia"

Pesta Keluarga Kudus: 1Sam 1:20-22.24-28; 1Yoh 3: 1-2.21-24; Luk 2:41-52

"Saya berjanji untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati', demikian kurang lebih janji calon suami-isteri ketika saling menerimakan Sakramen Perkawinan, mengawali hidup baru, hidup berkeluarga sebagai suami isteri' Mereka juga berjanji untuk mendidik anak-anak yang akan dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka secara katolik/kristiani. Pada saat yang berbahagia macam itu pada umumnya masing-masing, baik mempelai laki-laki maupun perempuan, saling menghayati pasangan hidupnya sebagai anugerah Tuhan, kado dari Tuhan. Jika mereka, suami-isteri baru, ini setia menghayati janji tersebut maka keluarga mereka pasti akan berbahagia, damai sejahtera dan anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka akan meneladan Yesus, "makin bertambah besar dan bertambah hikmatnya dan besarnya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia". Maka pada pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yusuf, hari ini saya mengajak para bapak-ibu atau suami-isteri untuk mawas diri: sejauh mana setia pada janji perkawinan sampai kini? Salah satu tanda bahwa suami-isteri atau bapak-ibu setia pada janji perkawinan adalah 'buah'nya, yaitu anak-anak yang dianugerahkan Tuhan tumbuh berkembang menjadi pribadi dewasa yang cerdas beriman atau cerdas spiritual.

 

"Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Luk 2: 52)   

 

Keluarga merupakan dasar hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maupun beriman/ menggereja; keluarga bahagia maka masyarakat juga bahagia dst.. Pengalaman dan pencermatan kami: para tokoh masyarakat maupun beragama yang sungguh hidup dan bertindak melayani demi kepentingan atau kesejahteraan umum pada umumnya berasal dari keluarga-keluarga yang baik, bahagia, dikasihi oleh Allah maupun sesamanya. Hidup berkeluarga sangat ditentukan oleh cara hidup suami-isteri: apakah baik suami maupun isteri makin dikasihi oleh Allah dan sesamanya? Orang dikasihi oleh Allah dan sesamanya karena ia juga senantiasa mengasihi Allah dan sesamanya.

 

Hidup dan segala sesuatu yang menyertainya berarti yang kita miliki, nikmati dan kuasai sampai kini adalah anugerah Allah atau kasih Allah, yang kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita. Masing-masing dari kita telah menerima kasih begitu melimpah ruah sehingga dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya saat ini, maka tanggapan kita tidak lain adalah berterimakasih dan bersyukur. Terima kasih dan syukur ini hendaknya tidak berhenti di bibir atau dalam wacana saja, tetapi pertama-tama dan terutama harus menjadi nyata dalam tindakan atau perilaku, yaitu hidup saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan/tubuh. Di dalam kasih juga tersirat secara inklusif keutamaan-keutamaan seperti "sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu" (lih 1Kor 3:4-7)        

 

"Makin dikasihi oleh manusia" hendaknya menjadi pedoman atau acuan hidup berkeluarga, jangan hanya dikagumi atau dipuji saja. "Dikasihi"  berarti siap sedia dan rela untuk didatangi, dinasihati, ditegor, dipuji, diberi, di…dst..; dengan kata lain orang yang siap sedia dan rela untuk dikasihi senantiasa rendah hati. "Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan diri" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Ingat dan renungkan bahwa kita baru saja mengenangkan Pesta Natal, kenangan akan kelahiran Penyelamat Dunia, "Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib" (Fil 2:5-8)  Kerendahan hati dibutuhkan bagi siapapun yang mendambakan agar dirinya semakin berhikmat dan dengan demikian semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia. Marilah kita renungkan sapaan Yohanes dalam suratnya di bawah ini.   

 

"Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya. Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita" (1Yoh 3:21-23)

 

"Saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita"  inilah yang hendaknya kita renungkan dan hayati. Perintah Kristus dalam hal kasih antara lain "mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh", sehingga menjadi sehati, sejiwa, seakal budi dan setubuh (bersetubuh). Perintah kasih ini rasanya dengan mudah dapat diindrai atau dilihat dalam diri suami-isteri yang saling mengasihi, yang antara lain secara konkret ada langkah bersetubuh atau hubungan seks (persetubuhan). Hubungan seks atau persetubuhan merupakan perwujudan saling mengasihi dan ada kemungkinan menghasilkan buah, yaitu 'janin'/anak, sebagai buah kasih atau yang terkasih. Dalam relasi antara suami-isteri yang saling mengasihi kiranya ada keberanian percaya untuk saling mendekati yang terkasih/pasangannya, karena pasangannya merupakan anugerah Allah.

 

Perintah untuk saling mengasihi terarah kepada kita semua sebagai orang beriman. Kasih mungkin mudah dikatakan namun sering sulit dilaksanakan, mengingat dan memperhatikan masih maraknya aneka pertentangan, permusuhan, tawuran, saling membenci, dst.. Yang sering menjadi penyebab adalah aneka perbedaan yang ada, entah beda selera, agama, pendapat, pengalaman, suku, dst.. Pesta Keluarga Kudus hari ini mengingatkan saya untuk mengajak anda sekalian perihal perbedaan yang sering menimbulkan masalah tersebut. Ingat bahwa laki-laki dan perempuan berbeda satu sama lain tetapi saling tertarik, memikat, mendekat dan tergerak untuk bersahabat dan bersatu. Dengan kata lain apa yang berbeda menjadi daya tarik, daya pikat dan daya pesona untuk lebih mengenal, mendekat dan bersahabat, itulah misteri ilahi, karya agung Allah. Maka dengan ini kami mengajak kita semua: marilah kita sikapi dan hayati apa yang berbeda di antara kita sebagai daya tarik, daya pikat dan daya pesona untuk saling mengenal dan bersahabat. Hendaknya perbedaan yang ada tidak menjadi motivasi atau dorongan untuk saling menuduh, merendahkan atau melecehkan. Perihal perbedaan kiranya baik saya angkat kembali di sini: dalam ilmu phisika/listrik unsur minus (-) dan plus (+) bertemu menjadi sinar terang yang fungsional dan membahagiakan, sebaliknya plus bertemu plus atau minus bertemu minus terjadilah musibah atau kebakaran yang mencelakakan. Kebenaran ilmiah ini hendaknya menjadi inspirasi juga dalam hal saling mengasihi antar kita yang berbeda satu sama lain ini. 

 

"Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau.  Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!" (Mzm 84:2-3.5-6)

 

Jakarta, 27 Desember 2009     


Jumat, 25 Desember 2009

26 Des - Kis 6:8-10; 7:54-59; Mat 10:17-22

"Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat".

(Kis 6:8-10; 7:54-59; Mat 10:17-22)

 

"Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu. Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." (Mat 10:17-22), demikian kutipan  Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Stefanus, martir pertama, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Hari pertama setelah pesta Natal kita kenangkan pesta St.Stefanus, martir pertama di dalam Gereja, orang yang begitu menyatu dengan Sang Penyelamat Dunia, rela mengorbankan diri demi keselamatan jiwanya sendiri maupun jiwa sesama manusia. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk menghayati jiwa kemartiran dalam hidup kita sehari-hari alias setia pada iman kita masing-masing, dengan semangat iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu bentuk penghayatan kemartiran masa kini yang cukup mendesak hemat saya adalah 'hidup dan bertindak jujur' dimanapun dan kapanpun, mengingat dan memperhatikan aneka kebohongan dan manipulasi maupun  'sandiwara kehidupan' masih marak di sana-sini. Sebagai contoh pada hari-hari ini kiranya kita masih mendengarkan atau membaca perihal kasus Bank Century yang sarat dengan manipulasi dan misteri itu. Jumlah uang begitu besar jumlahnya tidak jelas alirannya, demikian berita yang tersebar; tidak jelas atau disembunyikan? Jika kasus Bank Century ini tak dapat diselesaikan dengan baik, maka kebohongan, manipulasi dan 'sandiwara kehidupan' pasti akan semakin marak dalam kehidupan bersama kita. "Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat", demikian sabda Yesus.  Bertahan dalam iman dan kejujuran, itulah panggilan dan tugas pengutusan umat beriman, maka dengan ini kami mengajak para pejuang kebenaran, keadilan dan kejujuran untuk terus berjuang; ingat bahwa hidup jujur mungkin untuk sementara akan hancur, tetapi seterusnya atau selamanya akan mujur.

·   "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." (Kis 7:56), demikian kata Stefanus, yang penuh Roh Kudus serta menatap ke langit, ketika berada di Mahkamah Agama serta sedang diadili karena kesetiaan imannya. Tekanan dan intimidasi dari para penguasa atau tokoh bangsa dan agama ditanggapi dengan tenang bersama dengan Tuhan, itulah yang terjadi dalam diri Stefanus. Kecenderungan para penguasa serakah, sombong dan korup memang dengan berbagai cara dan usaha mengintimidasi dan menekan mereka yang akan membongkar keserakahan, kesombongan dan korupsinya. Dengan kekuasaannya ia mencoba melindungi diri melalui para pembantunya yang diangkat dalam jabatan atau fungsi strategis dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Meneladan St.Stefanus, kami mengajak dan mengingatkan kita semua yang merasa beriman untuk senantiasa dengan jernih, jujur dan cermat memperhatikan dan melihat aneka kasus yang populer, seperti Bank Century maupun RS Omni Internasional dan Prita. Semakin ruwet dan semrawut atau kabut sebuah kasus, yang memang dibuat demikian oleh para penguasa, hendaknya semakin mendorong kita untuk menengadah ke atas alias berdoa. Menghayati semangat kemartiran yang berarti penuh dengan Roh Kudus memang perlu disuburkan dengan hidup doa. Berdoa berarti mengarahkan hati sepenuhnya kepada Tuhan, Yang Ilahi, dengan dambaan hati kita dikuasai oleh Yang Ilahi. Ketika hati dikuasai atau dirajai oleh Yang Ilahi atau Tuhan, kami yakin kita akan dapat bertahan dalam iman meskipun harus menghadapi aneka masalah, tantangan, hambatan, tekanan dan intimidasi yang menakutkan itu. Bertahan dalam iman ada kemungkinan kita hanya dalam pertahanan terus menerus, artinya kita tidak ikut arus kebohongan dan manipulasi maupun korupsi.

 

"Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku."

(Mzm 31:3cd-4)

Jakarta, 26 Desember 2009  

   


Rabu, 23 Desember 2009

25 Des - Yes 9:1-6;Tit 2:11-14; Luk 2:1-14

Malam Natal: Yes 9:1-6;Tit 2:11-14; Luk 2:1-14

"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa"

 Malam Natal: Yes 9:1-6;Tit 2:11-14; Luk 2:1-14

Dalam rangka merayakan Natal dan Tahun Baru pada umumnya orang saling memberikan salam, antara lain dengan mengirimkan kartu Natal, namun pada masa kini pada umumnya tidak dengan kartu Natal lagi melainkan dengan pesan pendek (SMS) atau via email. Ketika saya masih bertugas sebagai Ekonom Keuskupan Agung Semarang sering menerima kartu Natal yang sama dari seseorang bagi kami berempat (Bapak Uskup, Vikjen, Sekretaris dan Ekonom Keuskupan). Ada satu kartu Natal yang menarik dan mengesan yaitu kami berempat menerima kartu Natal dalam bentuk 'fotocopy". Harga satu lembar fotocopy saat itu Rp.25,-/lembar dan satu lembar kertas kwarto berarti bisa jadi 2 eks fotocopy kartu Natal. Sementara itu harga kartu Natal termurah di toko-toko adalah Rp.200,-. Yang mengesan bagi saya: pengirim adalah orang miskin dan tanpa membedakan jenis kartu Natal yang dikirimkan, semuanya sama dalam bentuk fotocopy. Semuanya menerima apa yang sama dan apa yang diterima murah meriah harganya. Seandainya yang bersangkutan mengirimkan kartu Natal asli kiranya tidak dapat mengirimkan sebanyak fotocopy. Bentuk kartu Natal berbeda tetapi hemat saya nilai spiritual atau maknanya sama.

 

"Sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa"

(Luk 2:10)

Bayi yang lahir dari rahim Bunda Maria, yang kita kenangkan kelahiranNya, adalah Penyelamat Dunia. Ia datang untuk menyelamatkan seluruh dunia, maka malaikat kepada para gembala berkata "Sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa".  Warta gembira melalui ini kiranya menjadi inspirasi tema pesan Natal Bersama  KWI dan PGI tahun 2009 ini, yang  bertema "Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang ...", maka marilah kita refleksikan atau renungkan serta kemudian kita hayati atau laksanakan dalam hidup dan kerja kita setiap hari.

 

Semua orang/manusia di bumi ini mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera, selamat lahir dan batin, jasmani dan rohani, namun dalam kenyataan saat ini masih cukup banyak orang tidak atau kurang bahagia, damai sejahtera dan selamat. Jika kita membuka mata dan telinga kita terhadap lingkungan hidup di sekitar kita, kiranya kita dapat melihat dan mendengar bahwa masih cukup banyak orang yang menderita serta membutuhkan uluran kasih atau bantuan. Marilah kita meneladan Sang Penyelamat Dunia, Allah yang turun ke dunia menjadi manusia sama dengan kita kecuali dalam hal dosa, dengan 'turba' (=turun ke bawah), 'menunduk' bukan menengadah. Ia telah 'melepaskan ke Allah-anNya' atau kebesaranNya, maka kita pun dipanggil untuk dengan rela dan senang hati 'melepaskan' sebagian harta/ uang, tenaga dan perhatian kita bagi saudara-saudari kita yang sedang menderita atau sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh. Secara khusus kami menghimbau dan mengajak mereka yang berwenang dan berkuasa dalam hidup bersama alias para pemimpin atau petinggi untuk sungguh mengusahakan kesejahteraan umum. Tanda  keberhasilan kinerja atau pelayanan pemimpin adalah semua anggota atau warganya hidup sejahtera, selamat dan bahagia lahir maupun batin.

 

Cukup menarik bahwa yang pertama kali menerima kesukaan besar adalah "gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam". Para gembala adalah orang-orang yang kurang diperhitungkan dalam percaturan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan kata lain mereka tidak memiliki pengharapan pada mereka yang menentukan hidup bersama di dunia ini dan pengharapan mereka terarah kepada Allah, Yang Ilahi. Setiap hari para gembala berada dan tidur di alam terbuka, beratapkan langit luas dengan sinar terang dari ribuan bintang. Kenyataan ini kiranya dapat menjadi permenungan atau refleksi kita; kepada siapa pengharapan, cita-cita atau dambaan kita diarahkan? Marilah mengarahkan pengharapan, cita-cita dan dambaan kita kepada Tuhan, Penyelamat Dunia yang telah lahir sebagai manusia di dunia ini, karena "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keingingan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Tit 2:12)      

"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Tit 2:12)

Kita akan segera meninggalkan tahun 2009 dan memasuki Tahun Baru 2010, maka marilah kita tinggalkan juga kefasikan dan keinginan-keinginan dunia dan menghayati hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Setiap hari kita hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk duniawi, maka kita diharapkan tidak bersikap mental materialistis atau duniawi alias 'berbakti kepada berhala modern' seperti harta benda/uang, kedudukan/pangkat atau kehormatan duniawi, melainkan menghayati hal-hal duniawi sebagai sarana untuk mengusahakan kesucian hidup, semakin beriman, semakin berbakti kepada Tuhan. Kita semua dipanggil untuk mengusahakan kesucian dengan berpartisipasi dalam seluk beluk duniawi.

 

Kesucian hidup tersebut antara lain dapat kita wujudkan dengan hidup bijaksana, adil dan beribadah. Bijaksana dan adil rasanya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan; dua keutamaan ini kiranya mendesak untuk kita hayati dan sebarluaskan dalam kehidupan bersama kita masa kini. Berbagai masalah dan kasus hidup bersama yang muncul akhir-akhir ini nampak tidak diselesaikan dengan bijaksana dan adil, misalnya kasus KPK dan POLRI, RS Omni International dan Prita, dll.. Hemat saya cara bertindak bijaksana dan adil ini sedini mungkin perlu dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan diperkembangkan serta diperdalam di sekolah, dengan keteladanan dari orangtua dan guru/pendidik. Jika anak-anak di dalam keluarga memperoleh pengalaman hidup bijaksana dan adil maka kelak kemudian hari mereka akan dengan mudah untuk bertindak bijaksana dan adil juga.

 

Selain bijaksana dan adil kita juga dipanggil untuk beribadah. Dalam merayakan Natal kiranya juga ada kebiasaan misa Natal anak-anak dimana anak-anak bersembah sujud kepada 'Sang Bayi', Penyelamat Dunia, yang ada dan tertidur nyenyak di palungan, sambil mempersembahkan sesuatu sebagai lambing persembahan diri mereka kepada Kanak-Kanak Yesus. Kebiasaan ini hendaknya menjadi peringatan bagi kita semua akan pentingnya ibadah kita kepada Tuhan dalam hidup sehari-hari. Ibadah itu antara lain dihayati dengan mendoakan doa-doa harian, seperti doa pagi, malam maupun mengawali dan mengakhiri kegiatan."Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar" (Yes 9:1). Hidup beribadah atau berdoa kiranya dapat menjadi terang dalam perjalanan tugas dan panggilan kita masing-masing. Marilah kita tidak melupakan hidup doa kita masing-masing.

 

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa" (Mzm 96:1-3).

 

"SELAMAT NATAL 2009 DAN TAHUN BARU 2010"

 

Jakarta, 25 Desember 2009


24 Des 2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79

"Ia melawat umatNya dan membawa kelepasan baginya"

(2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79)

"Dan Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera."(Luk 1:67-79), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Setelah Yohanes lahir, maka sembuhlah Zakharia dari kebisuannya dan begitu dapat berbicara kembali iapun melambungkan pujian kepada Tuhan. Isi pujian tersebut antara lain "Allah melawati umatNya dan membawa kelepasan baginya…Ia melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita". Kegembiraan yang dialami oleh Zakharia ini merupakan tanda-tanda akan segera terpenuhinya janji Allah untuk menyelamatkan dunia dengan kelahiran Yesus, Penyelamat Dunia. Kiranya sebagian besar dari kita juga baru saja mengaku dosa, menerima kasih pengampunan atau kelepasan atas dosa-dosa kita, maka selayaknya kita juga bersyukur seperti Zakharia atas rahmatNya. Baiklah setelah menerima kasih pengampunan atas dosa-dosa kita, kemudian kita hidup baru dan diharapkan juga dapat menjadi 'sinar bagi mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut', menjadi penuntun dan petunjuk jalan bagi orang lain menuju damai sejahera. Nanti malam kita bersama-sama merayakan Sang Pembawa Damai Sejahtera sejati, Yesus, Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Dengan merayakan Natal atau kelahiran Penyelamat Dunia ini dari kita diharapkan tidak saling membenci melainkan senantiasa berdamai dengan siapapun dan apapun dalam hidup kita sehari-hari. Hidup berdamai merupakan wahana bagi siapapun untuk menuju kepada Allah alias bersembah-sujud kepada Allah. Marilah kita ampuni juga mereka yang telah membenci atau menyakiti kita.

· "Aku telah menyertai engkau di segala tempat yang kaujalani dan telah melenyapkan segala musuhmu dari depanmu. Aku membuat besar namamu seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi" (2Sam 7:9), demikian firman Tuhan kepada bangsa terpilih. Kita semua juga yang terpilih, maka marilah kita kenangkan penyertaan atau pendampingan Tuhan dalam perjalanan hidup kita sampai kini, sehingga kita dapat hidup seperti saat ini. Penyertaan atau pendampingan Tuhan secara konkret kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik dan mengsihi kita, antara lain orangtua, kakak-adik, teman, guru/pendidik, pembimbing, dst.., maka baiklah kita bersyukur dan berterima kasih kepada mereka. Syukur dan terima kasih tersebut kiranya dapat kita wujudkan dengan berdamai dengan mereka serta menghaturkan sesuatu sebagai hadiah atau kado Natal. Ingat dan hayatilah bahwa kita dapat menjadi 'besar' seperti saat ini karena penyertaan dan pendampingan mereka, yang telah mengasihi, mendidik dan membimbing kita dengan penuh pengorbanan dan perjuangan tanpa kenal lelah. Kita telah menerima 'kasih' dari mereka secara melimpah ruah, maka selayaknya kita sungguh berterima kasih kepada mereka. Marilah kita saling berterima kasih dan memberi kenangan atau hadiah Natal, atau mungkin saling melawatim, entah secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung berarti kita tatap muka dan bercakap-cakap, sedangkan tidak langsung mungkin dengan sarana komunikasi masa kini seperti SMS via HP atau kirim surat via email. Hari ini baiklah kita memboroskan waktu dan tenaga untuk mengenangkan mereka yang telah berbuat baik dan mengasihi kita.

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku:Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun" (Mzm 89:2-5).

Jakarta, 24 Desember 2009

Selasa, 22 Desember 2009

23 Des - Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66

"Menjadi apakah anak ini nanti?"

(Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66)

 

"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Kata mereka kepadanya: "Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian." Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: "Namanya adalah Yohanes." Dan mereka pun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: "Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia." (Luk 1:57-66), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Menurut tradisi atau adat istiadat anak yang lahir dari Elisabet, laki-laki, harus diberi nama Zakharia, nama ayahnya, tetapi ternyata ia harus dinamai Yohanes, sebagaimana diberitahukan oleh malaikat. Dengan kata lain pemberian nama Yohanes berarti keluar dari  atau  melanggar tradisi atau adat istiadat. Maka muncullah pertanyaan dari saudara-saudari dan sahabat-sahabat mereka :"Menjadi apakah anak ini nanti?". Yohanes akan menjadi 'bentara Penyelamat Dunia', yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Yesus, Penyelamat Dunia. Nama memang mengandung makna dan maksud serta cita-cita, maka baiklah kami mengingatkan dan mengajak para orangtua atau calon orangtua yang akan segera dianugerahi anak untuk dengan cermat dan benar dalam memberi nama anak-anak yang akan dilahirkan. Nama yang anda berikan kepada anak anda merupakan dambaan atau harapan terhadap anak yang bersangkutan pada masa depannya, harapan agar anak tumbuh berkembang sebagaimana orangtua cita-citakan. Dengan kata lain  rasanya pemberian nama satu sama lain dapat berbeda dan sekiranya harus memakai nama marga atau suku hendaknya juga ada ada tambahan nama lain. Sebagai orangtua kiranya kita semua berharap anak-anak yang dianugerahkan Tuhan senantiasa 'tangan Tuhan menyertainya', sehingga mereka tumbuh berkembang sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, dan tentu saja kita semua berharap anak-anak dapat menjadi 'bentara' Penyelamat Dunia, dimana cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa menarik dan memikat banyak orang untuk semakin beriman atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan.

·   "Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu.Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah" (Mal 4:5-6). Yang baik kita renungkan atau refleksikan dari kutipan ini adalah 'hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya', dengan kata lain suatu ajakan untuk para bapak dan anak-anak untuk hidup berdamai, maklum pada umummya relasi bapa dan anak agak renggang, kurang mesra jika dibandingkan dengan relasi ibu dengan anaknya. Para bapak diingatkan untuk juga memperhatikan anak-anaknya dengan baik, dengan senang hati berani memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya. Secara khusus dengan ini kami mengingatkan rekan-rekan lelaki, yang mungkin telah menghamili rekan perempuan, entah itu pacar, tunangan atau kenalan, untuk berani bertanggungjawab, tidak melarikan diri setelah menghamili. Demikian juga kami ingatkan para bapak atau suami yang mudah berselingkuh atau menyeleweng untuk bertobat, tidak melakukan perselingkuhan lagi, ingat akan anak-anak anda. Berbagai  bentuk perselingkuhan atau kebejatan moral laki-laki atau para bapak menghancurkan kehidupan berkeluarga, entah keluarganya sendiri atau keluarga orang lain, dan dengan demikian merusak hidup bersama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semoga para bapak atau rekan-rekan laki-laki tidak mudah tergoda oleh rayuan-rayuan perempuan, dan tentu saja juga tidak menampilkan diri sedemikian rupa sehingga memikat untuk dirayu.

 

"TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya " (Mzm 25:8-10)

 

Jakarta, 23 Desember 2009

    

 


Senin, 21 Desember 2009

22 Des - 1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56

"Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku,"

(1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56)

 

"Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya" (Luk 1:46-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketika orang menerima pujian dari sesamanya pada umumnya menjadi 'besar kepala' atau sombong, namun berbeda apa yang terjadi dalam diri Bunda Maria. Ketika Bunda Maria menerima pujian dari Elisabet, maka ia langsung mengidungkan pujian Magnificat, pujian dari orang yang terpilih oleh Allah. Kidung Maginificat ini menjadi bagian dari doa Harian para klerus dan anggota Lembaga Hidup Bakti serta doa dari mereka yang berdevosi kepada Bunda Maria, seperti legioner/para anggota Legio Mariae. Bunda Maria adalah teladan hidup beriman, maka kiranya selayaknya kita yang merasa beriman juga setiap hari mendaraskan Kidung Magnificat tersebut di atas dan tentu saja menghayati isi kidung tersebut dalam hidup sehari-hari. Ada dua pokok isi kidung di atas, yaitu: (1) dengan rendah hati orang menghayati atau mengimani karya agung Allah dalam dirinya yang lemah dan rapuh serta (2) kuasa Allah yang menjungkir-balikkan cara berpikir/paradigma duniawi. Pertama-tama marilah kita imani dan hayati karya agung Allah dalam diri kita masing-masing, bahwa kita dapat hidup, berkembang dan tumbuh seperti saat ini tak pernah lepas dari karya atau rahmat Allah, maka hendaknya kita senantiasa memuliakan Allah serta saling memuliakan antar kita. Selanjutnya kami mengingatkan mereka yang congkak hati, gila kedudukan dan jabatan untuk bertobat dan memperbaharui diri, sedangkan mereka yang 'lapar' baiklah membuka diri terhadap kemurahan hati Allah melalui sesama atau saudara-saudari kita. Kepada kita semua marilah kita senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati.

·   "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN.Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN."( 1Sam 1:26-28), demikian kata seorang ibu/perempuan kepada Eli. Anak adalah anugerah Tuhan dan kemudian dipersembahkan kembali kepada Tuhan, itulah yang terjadi. Dengan ini kami mengingatkan dan mengajak para ibu, yang kiranya lebih banyak lebih memperhatikan dan mengasihi anak karena telah mengandung dan melahirkannya, untuk 'menyerahkan anak kepada Tuhan, seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan'. Dengan kata lain sebagaimana pernah dijanjikan ketika saling menerimakan sakramen perkawinan, yaitu 'mendidik anak-anak yang akan dianugerahkan Tuhan secara kristiani atau katolik' , hendaknya janji tersebut dihayati dengan benar dan baik. Didik, dampingi dan bimbing anak-anak secara kristiani atau katolik, dan ketika suatu saat sang anak tergerak untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, antara lain tergerak menjadi imam, bruder atau suster, hendaknya tidak ditolak, melainkan didukung sepenuhnya. Kebahagiaan sejati orangtua hemat kami adalah ketika anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka tumbuh berkembang menjadi dewasa yang cerdas beriman serta menjadi kader masyarakat alias bahagia dan sejahtera dalam hidup dan panggilannya. Jika orangtua mendidik anak-anak dengan baik kiranya anak-anak akan tumbuh berkembang menjadi 'man or woman with/for others'. Untuk itu tentu saja para orangtua atau bapak itu dapat menjadi teladan sebagai 'man or woman with/for others'.

 

"Busur pada pahlawan telah patah, tetapi orang-orang yang terhuyung-huyung, pinggangnya berikatkan kekuatan Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan, tetapi orang yang lapar dahulu, sekarang boleh beristirahat.

 Bahkan orang yang mandul melahirkan tujuh anak, tetapi orang yang banyak anaknya, menjadi layu.

TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana.

TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga "

(1Sam 2:4-7)

Jakarta, 22 Desember 2009