Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 06 Maret 2010

7 Mar - Kel 3:1-8a.13-15; 1Kor 10:1-6,10-12; Luk 13:1-9

"Biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,"

Mg Prapaskah III : Kel 3:1-8a.13-15; 1Kor 10:1-6,10-12; Luk 13:1-9.

 

Lembaga Pemasyarakatan (LP) atau Penjara adalah tempat menampung para penjahat atau pendosa atau narapidana (napi). Disebut lembaga pemasyarakatan kiranya ada maksud baik yaitu dengan penuh kesabaran para napi didampingi, dibina dan dimotivasi agar bertobat dan dapat hidup bermasyarakat lagi dengan baik. Sayang, dari aneka informasi yang tersiarkan melalui aneka sarana media massa, entah cetak atau elektronik, pendampingan atau pembinaan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Para napi masih ada yang bermain judi maupun berbisnis narkoba, bahkan juga terjadi pelacuran terselubung yang dilindungi oleh oknum-oknum pegawai  LP. Apa yang terjadi di LP ini rasanya dapat menjadi gambar atau cermin apa yang terjadi di dalam masyarakat: kesempatan untuk bertobat atau memperbaharui diri tidak dimanfaatkan dengan baik. Warta Gembira hari ini mengajak kita semua untuk dengan tekun dan sabar mengusahakan pertobatan atau pembaharuan hidup.

 

"Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8-9)

 

Kutipan di atas ini kiranya mengajak kita semua untuk berrefleksi perihal pertobatan atau pembaharuan diri. Kita mungkin sering mendengar gerutu atau keluhan orang dengan berkata: "Sayang sekali orang baik-baik itu cepat dipanggil Tuhan (meninggal dunia), sementara itu orang-orang jahat berumur panjang". Mungkin di antara kita yang masih hidup ini termasuk yang dianugerahi umur panjang, entah karena kita sungguh merawat diri sedemikian rupa sehingga tetap sehat dan segar bugar atau lingkungan hidup yang mendukung kita sehingga berumur panjang. Pada umumnya tambah umur juga bertambah kekurangan dan dosanya maupun kelebihan dan kebaikanya, namun yang sering disadari dan dihayati adalah pertambahan kelebihan dan kebaikan karena lebih cenderung berpedoman pada 'positive thinking' daripada 'negative thinking', yang juga dapat mendorong orang untuk menjadi sombong. Marilah kita sadari dan hayati bahwa jika kita dianugerahi umur panjang atau sampai kini masih hidup, sehat dan segar bugar berarti kita dianugerahi juga kesempatan untuk bertobat atau memperbaharui diri.

 

"Sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem?  Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."(Luk 13:4-5), demikian sabda Yesus kepada beberapa orang yang datang kepadaNya. Anggota-anggota tubuh atau sel-sel tubuh  kita setiap hari diperbaharui, maka selayaknya cara hidup dan cara bertindak kita juga diperbaharui terus menerus sehingga lebih baik. Bertobat  di satu sisi berarti meninggalkan cara hidup dan cara bertindak yang tidak baik atau dosa-dosa, sedangkan di sisi lain berarti bersemangat 'magis' artinya melebihi diri terus menerus dalam hal apa yang baik, benar, luhur dan mulia. Pada umumnya orang bertambah baik cara hidup dan cara bertindaknya sekaligus juga menyadari dan menghayati diri sebagai yang lemah dan rapuh atau berdosa, karena apa yang baik, benar, luhur dan mulia adalah anugerah Allah.

 

Pertobatan atau pembaharuan hidup memiliki dimensi sosial, artinya berdampak pada lingkungan hidup atau sesama manusia, maka sebagai tanda pertobatan kita diharapkan melakukan perbuatan sosial, antara lain 'melawan kemiskinan' yang menjadi tema Aksi Puasa Pembangunan tahun ini. Buah pertobatan adalah perbuatan sosial, semakin memiliki banyak saudara, sahabat dan teman  Maka jika masing-masing dari kita sungguh bertobat atau memperbaharui diri, terjadilah kehidupan bersama yang enak, menarik, mempesona dan memikat karena terjadi kegotong-royongan atau kebersamaan hidup dan bertindak, sebagaimana terjadi dalam umat perdana, "tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa. dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya"(Kis 4:34-35)          

 

"Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat" (1Kor 10:3-6)

 

Kutipan surat Paulus kepada umat di Korintus di atas ini kiranya mengajak kita untuk mengenangkan nenek moyang atau para pendahulu kita. Ada yang baik dan ada yang jahat yang telah dilakukan oleh nenek moyang atau para pendahulu kita, dan kita "jangan menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat". Maka baiklah apa-apa yang baik yang telah dilakukan oleh nenek moyang atau para pendahulu kita perdalam dan teguhkan dalam cara hidup dan cara bertindak kita, sedangkan apa yang tidak baik atau jahat tidak kita lakukan. Dengan kata lain kita dipanggil untuk menjadi lebih baik daripada para pendahulu atau nenek-moyang kita.

 

"TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun."(Kel 3:15), demikian sabda/firman Allah kepada Musa, yang dipanggil untuk menuntun atau memimpin bangsanya kembali ke tanah terjanji.  Baiklah saya mengajak dan mengingatkan anda sekalian untuk 'menempatkan diri' sebagai Musa yang diutus untuk mengingatkan saudara-saudari kita agar tidak berbuat jahat dan senantiasa mendengarkan dan melaksanakan kehendak dan perintah Allah melalui aneka macam saran, peringatan, nasihat, kritik, tegoran dari sesamanya, lebih-lebih mereka yang memiliki fungsi untuk mendampingi, memimpin dan menuntun kita.

 

Marilah kita sadari dan hayati bahwa sebagai umat beriman kita semua adalah 'putera dan puteri' atau keturunan bapa Abraham, bapa dan teladan umat beriman.  Kita telah menerima makanan dan minuman rohani dari sumber yang sama, dan mungkin salurannya sedikit berbeda, namun bersumber dari Allah yang sama, yang tidak lain adalah Sang Cintakasih Sejati. Maka hemat saya sebagai putera-puteri Abraham, entah agamanya apapun, kita dipanggil untuk hidup saling mengasihi, sehingga di antara kita yang berbeda satu sama terjadilah persaudaraan sejati, tiada sedikitpun di antara kita untuk berbuat jahat atau mencelakakan yang lain. Kepada siapapun yang masih berkeinginan untuk berbuat jahat terhadap sesamanya, kami harapkan untuk bertobat. Ingat dan sadari ketika kita senang berbuat jahat kepada orang lain, maka anak-anak atau penerus atau keturunan kita pasti akan berbuat lebih jahat dari apa yang telah kita lakukan.

 

" Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,"

 (Mzm 103:1-4)

 

Jakarta, 7 Maret 2010


Jumat, 05 Maret 2010

5 Mar - Kej 37:3-4.12-13a. 17b-28; Mat 21:33-43.45- 46

"Batu yang dibuang oleh tukang bangunan telah menjadi batu penjuru"
(Kej 37:3-4.12-13a. 17b-28; Mat 21:33-43.45- 46)


"Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita.Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?"Kata mereka kepada-Nya: "Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya."Kata Yesus kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu."(Mat 21: 33-43), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• "Diwenehi ati ngrogoh rempelo" (=diberi hati mencari rempelo), itulah pepatah Jawa yang mengungkapkan keserakahan, sehingga yang pokok dan utama tidak dikerjakan tetapi lebih mengutamakan dan mengerjakan apa yang disebut sampingan atau tambahan. Pepatah tersebut mungkin juga berlaku bagi pria hidung belang, misalnya "sudah memiliki isteri cantik masih cari/punya simpanan (cewek lain)". Maka bercermin pada Warta Gembira hari ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua untuk setia pada tugas atau panggilan utama, apa adanya dihayati atau dikerjakan sebaik mungkin. Memang godaan dan rayuan untuk memperoleh yang lebih, meskipun hal itu tidak wajar atau tidak baik, senantiasa mengincar diri kita. Kurang atau tidak puas atas apa yang diterimanya secara wajar dan seharusnya, itulah yang menjadi awal keserakahan dan kealpaan. Kisah di atas menggambarkan apa yang akan dialami oleh Penyelamat Dunia, Yesus Kristus, yang wafat di kayu salib demi keselamatan dan kebahagiaan kita semua, `yang dibuang' oleh bangsaNya. Dalam hidup sehari-hari mereka yang `terbuang' atau kurang diperhatikan pada umumnya orang-orang kecil, seperti pembantu, satpam, dst. , namun ketika ada keadaan atau situasi penting pada umumnya `yang terbuang' atau kurang diperhatikan ini sungguh menjadi andalan atau `batu penjuru". Kita berpartisipasi dalam karya penyelamatan artinya berfungsi untuk menyelamatkan apa yang tidak selamat.
• "Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya? Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita."(Kej 37:26-27), demikian kata Yehuda kepada saudara-saudaranya yang berkeinginan untuk membunuh Yusuf karena irihati. Yusuf yang dibuang oleh saudara-saudaranya kelak kemudian menjadi penyelamat dan batu penjuru bagi mereka. Apa yang dikatakan oleh Yehuda merupakan `benih' penyelamatan, dan juga mengingatkan bahwa mereka adalah saudara, yaitu keturunan Iskak maupun Ismael. Maka berrefleksi dari kata-kata Yehuda di atas kami mengingatkan dan mengajak kita semua: marilah kita bangun dan perdalam persaudaraan antar kita sebagai umat beragama, antara lain dengan dialog (dialog kehidupan, dialog karya, dialog iman, dialog agama). Marilah bercakap-cakap bersama sebagaimana dilakukan oleh Yehuda bersama saudara-saudaranya; percayalah bahwa dalam percakapan atau omong-omong bersama pasti muncul sesuatu yang baru dan menyelamatkan. Marilah kita saling berkomunikasi secara terbuka dan percaya satu sama lain. Untuk itu rasanya masing-masing dari kita pertama-tama dan terutama berusaha dengan sepenuh hati menghayati apa yang sama di antara kita secara mendalam, sehingga apa yang berbeda dapat menjadi pendukung dan peneguh persaudaraan atau persahabatan. Kita sama-sama ciptaan Allah, sama-sama beriman, keturunan bapa beriman, Abraham.

"Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan menghancurkan seluruh persediaan makanan, diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya."
(Mzm 105:16-19)
Jakarta, 5 Maret 2010

 

Rabu, 03 Maret 2010

4 Mar - Yer 17:5-10; Luk 16:19-31

"Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita".

(Yer 17:5-10; Luk 16:19-31)

 

"Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang."(Luk 16:19-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Gus Dur (alm) memang kaya akan humor yang berbobot alias berisi. Antara lain ketika bertemu dengan Bapak Kardinal, Gus Dur berkata "Bapak Kardinal itu enak kalau nanti naik ke sorga, lebih enak daripada saya". "Gimana itu Gus', pertanyaan Kardinal untuk minta penjelasan lebih lanjut. "Di sorga itu yang ada ialah yang tidak ada di dunia ini. Bapak Kardinal tidak nikah alias tidak boleh menikmati perempuan cantik, maka di sorga nanti disediakan perempuan-perempuan cantik dan dengan bebas memilih dan menikmati semaunya, sedangkan saya di dunia ini tidak boleh makan sate babi, maka di sorga nanti paling hanya disediakan sate babi", demikian penjelasan Gus Dur lebih lanjut. Apa yang dijelaskan oleh Gus Dur ini hemat saya senada dengan kutipan Warta Gembira hari ini "Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita". Saya merasa hal ini merupakan pengajaran atau katekese sederhana, maka marilah kita mawas diri: apa yang telah dan belum kita lakukan selama hidup di dunia ini. Jika di dunia ini kita berfoya-foya, maka di sorga nanti kita harus matiraga, sebaliknya jika di dunia ini kita matiraga, maka di sorga nanti kita dapat berfoya-foya seenaknya; jika kita jarang atau tak pernah berdoa, maka nanti harus berdoa terus menerus, dst…

·   "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN" (Yer 17:5-7). Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk menjadi "orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan", maka marilah kita mawas diri perihal harapan, dambaan, cita-cita atau impian-impian kita, yang menggerakkan dan menggairahkan hidup kita. Harapan, dambaan, cita-cita dan impian kita hendaknya sesuai dengan janji-janji yang pernah kita ikrarkan atau diientegrasikan ke dalam janji tersebut. Dengan kata lain hendaknya harapan kita sesuai dengan aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup dan panggilan kita masing-masing alias hidup dan bertindak secara konstitusional, menghayati visi atau spiritualitas hidup bersama dalam kesibukan dan pelayanan sehari-hari. Maka baiklah pada masa Prapaskah ini kita buka kembali buku atau catatan perihal konstitusi, pedoman hidup, anggaran dasar, dst.., kita bacakan dan renungkan serta fahami kembali. Kami percaya bahwa dalam setiap organisasi atau paguyuban hidup bersama pasti ada aturan atau cara bertindak yang harus diikuti atau dilaksanakan oleh seluruh anggotanya, maka alangkah indahnya jika semua anggota memahami semua aturan yang terkait dan kemudian melaksanakannya. Mungkin tidak sempat membaca dan merenungkan seluruh buku, maka baiklah kita renungkan apa yang menjadi motto hidup bersama, yang pada umumnya singkat dan padat. Dengan ini juga kami mengingatkan siapa saja yang hanya mengandalkan kekuatannya sendiri untuk bertobat; marilah saling membantu dan bergotong-royong dalam menghayati panggilan maupun melaksanakan tugas pengutusan.

 

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin."(Mzm 1:1-4)

 

Jakarta, 4 Maret 2010


Selasa, 02 Maret 2010

3 Mar - Yer 18:18-20; Mat 20:17-28

"Sekarang kita pergi ke Yerusalem"

(Yer 18:18-20; Mat 20:17-28)

"Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan." Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" Kata mereka kepada-Nya: "Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya." Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mat 20:17-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yerusalem adalah kota suci atau kota idaman bagi orang Yahudi, Kristen dan Islam. Di Yerusalem ada kenisah atau bait suci orang Yahudi, yang saat ini menjadi masjid bagi umat Islam, di Yerusalem Yesus disalibkan dan naik ke sorga, di atau melalui kota Yerusalem  Nabi Muhamad s.a.w, naik ke sorga. Yesus mengajak para rasul ke Yerusalem berarti harus menghadapi 'musuh-musuh', orang-orang yang ingin membunuh atau menyingkirkanNya. Para rasul tahu akan hal itu, maka ada permintaan dari beberapa rasul: sebelum Yesus wafat hendaknya memberi kepastian bahwa mereka kelak boleh bersamaNya di sorga. Yerusalem kita masing-masing adalah tempat dimana kita setiap hari memboroskan waktu dan tenaga kita, tempat idaman, antara lain keluarga dan tempat kerja/tugas. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk sungguh mempersembahkan diri seutuhnya dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan, entah di dalam keluarga maupun tempat tugas. Memang untuk itu kita tidak akan terlepas dari aneka tantangan dan hambatan, yang lahir dari kesombongan dan keserakahan, maka untuk menghadapinya kita diharapkan hidup dan bertindak dengan semangat melayani. Hadapi dan sikapi aneka macam tantangan, masalah dan hambatan dengan semangat melayani, sebagaimana dihayati oleh para pelayan yang baik di dalam rumah tangga atau tempat kerja.      

·   "Marilah kita mengadakan persepakatan terhadap Yeremia, sebab imam tidak akan kehabisan pengajaran, orang bijaksana tidak akan kehabisan nasihat dan nabi tidak akan kehabisan firman. Marilah kita memukul dia dengan bahasanya sendiri dan jangan memperhatikan setiap perkataannya!" (Yer 18:18), demikian ancaman terhadap nabi Yeremia. Nabi adalah utusan Allah, pewarta dan pembawa kebenaran-kebenaran. Sebagai orang beriman kita memiliki dimensi kenabian, dipanggil untuk membawa dan mewartakan kebenaran-kebenaran.  Memang dalam mewartakan kebenaran kita pasti akan menghadapi ancaman-ancaman pembunuhan, sebagaimana pernah terjadi dalam diri Munir, yang kasusnya sampai sekarang masih misterius. "Mati satu tumbuh seribu", itulah keyakinan iman sang pembawa dan pewarta kebenaran, artinya sebagai pembawa dan pewarta kebenaran siap sedia untuk mati menjadi korban kekerasan, keserakahan dan kesombongan, karena jika ia sungguh mati menjadi korban, maka akan menjadi korban persembahan kepada Tuhan yang menyuburkan dan mengembangkan benih-benih kenabian dalam banyak orang. Dengan ini kami berharap kepada para pejuang kebenaran dimanapun dan kapanpun untuk tidak takut dan gentar terhadap aneka ancaman, terror, intimidasi dst..; percayalah kebenaran pasti akan menang dan berjaya atas kebohongan-kebohongan dan manipulasi. Memperjuangkan kepentingan dan hak orang miskin dan tersingkir juga tak akan terlepas dari aneka tantangan, hambatan dan masalah, entah berasal dari yang miskin dan tersingkir sendiri atau dari mereka yang berkuasa.

 

"Sebab aku mendengar banyak orang berbisik-bisik, -- ada kegentaran dari segala pihak! -- mereka bersama-sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawaku. Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: "Engkaulah Allahku!"Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku!"(Mzm 31:14-16)

 

Jakarta, 3 Maret 2010


Senin, 01 Maret 2010

2 Mar - Yes 1:10.16-20; Mat 23:1-12

"Barangsiapa terbesar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu"

(Yes 1:10.16-20; Mat 23:1-12)

 

"Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Di dalam masa Orde Baru ada rumor "mengabdi Negara atau mengabdi rakyat", maksudnya dengan mengabdi Negara adalah mengabdi kepala Negara yang hanya satu itu, sedangkan mengabdi rakyat berarti mengabdi jutaan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Para pemimpin di tingkat manapun pada masa itu cenderung untuk mengabdi satu orang saja, yaitu kepala Negara, dan kurang memperhatikan rakyat atau orang kebanyakan. Di Era Reformasi  atau Demokrasi saat ini siapapun yang menjadi pemimpin atau pembesar diharapkan mengabdi rakyat alias sungguh mengutamakan kesejahteraan rakyat., dan untuk itu memang harus dengan semangat pelayanan dalam menghayati kepemimpinan. Sayang akhir-akhir ini semangat pelayanan tersebut rasanya kurang memperoleh perhatian dengan adanya pembelian mobil yang cukup mahal untuk para pemimpin, yaitu para menteri dan mungkin juga para gubernur dan bupati.  Bagaimanapun hal itu memberi kesan lebih mengutamakan kepentingan sendiri daripada kepentingan rakyat/umum. Hal senada juga sering dilakukan oleh para direktur atau pejabat baru: belum bekerja dan belum menghasilkan apa-apa sudah minta fasilitas mewah, entah ruang kerja atau kendaraan, untuk pribadi. Kami berharap siapapun yang merasa menjadi pemimpin di tingkat apapun untuk menghayati kepemimpinannya dengan melayani atau mengabdi. Melayani berarti lebih mengutamakan dan membahagiakan mereka yang harus dilayani. Tanda keberhasilan seorang pemimpin antara lain yang dipimpin atau dilayani hidup sejahtera, damai, sehat lahir dan batin. Kami berseru kepada  dan mengingatkan para pejabat pemerintahan di tingkat apapun untuk sungguh melayani rakyat atau yang dipimpin, karena imbal jasa atau kesejahteraan anda berasal dari rakyat, antara lain melalui pajak. Para orangtua hendaknya sungguh memperhatikan anak-anaknya, antara lain dengan mengalokasikan tenaga dan dana yang memadai bagi pendidikan anak-anaknya. 

·   "Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!"(Yes 1:16-17). Seruan Yesaya ini kiranya baik untuk kita renungkan dan hayati. Seruannya cukup jelas: tidak berbuat jahat dan belajar berbuat baik, mengusahakan keadilan dst…Yang umum alias berlaku bagi kita semua adalah berhenti berbuat jahat dan kemudian belajar berbuat baik terus menerus. Perintah untuk mengusahakan keadilan rasanya lebih terarah kepada para pengusaha atau siapapun yang mempekerjakan orang: hendaknya memberi imbal jasa atau upah yang adil; sedangkan perintah untuk mengendalikan kekejaman kiranya terarah kepada para orangtua, guru, penegak hukum di tingkat manapun: hendaknya tidak kejam terhadap anak-anak, peserta didik, pesakitan, yang bodoh, dst… Di beberapa tempat janda sering menjadi bahan omongan atau gunjingan, yang secara de fakto sebenarnya melecehkan sang janda yang bersangkutan, entah dengan tuduhan atau kecurigaaan menyeleweng atau menjual diri atau yang lain. Para janda pada umumnya merasa kesepian setelah ditinggal suaminya, maka kalau dilecehkan berarti semakin memperberat derita dan kesepiannya. Marilah kita senantiasa berbuat baik keapda dan menghormati sesama manusia dimanapun dan kapanpun, sedangkan yang masih berbuat jahat kami harapkan bertobat.

 

"Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya." (Mzm 50:23)

 

Jakarta, 2 Maret 2010

           


Minggu, 28 Februari 2010

1 Mar - Dan 9:4b-10; Luk 6:36-38

"Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati."

(Dan 9:4b-10; Luk 6:36-38)

 

"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Luk 6:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

 

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Murah hati berarti hatinya dijual murah kepada siapapun yang berminat meminta atau membelinya alias memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu. Kita semua telah menerima kemurahan hati alias diperhatikan terus menerus oleh Tuhan melalui mereka yang telah berbuat baik kepada kita, yang mengasihi kita, dst ..antara lain orangtua, kakak-adik, guru/pendidik, sahahat dst… , sehingga diri kita masing-masing dalam keadaan seperti sekarang ini. Maka marilah kita tanggapi sabda atau perintah Yesus: "Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu adalah murah hati". Saling bermurah hati alias memperhatikan ini hendaknya pertama-tama dan terutama dihayati di dalam keluarga, di antara semua anggota keluarga. Apa yang diterima dan dialami di dalam dan melalui keluarga akan menjadi kekuatan dan modal yang handal untuk terus dikembangkan dan diperdalam di dalam kehidupan bersama yang lebih luas, seperti di dalam tempat kerja/ tugas atau di masyarakat. Ingatlah dan hayatilah bahwa 'hati' diberikan kepada orang lain alias memberi perhatian, hati kita tidak akan berkurang melainkan justru semakin bertambah, yaitu kita juga semakin diperhatikan oleh lebih banyak orang daripada kita tidak memperhatikan orang lain. Semakin kita memperhatikan orang lain, kita sendiri juga semakin diperhatikan orang lain. Baiklah motto "to be man or woman with/for others"  kita hayati dan sebarluaskan bersama-sama, sehingga kita semua tumbuh berkembang dalam hal keutamaan sosial atau solidaritas maupun keberpihakan pada yang miskin dan berkekurangan.

·   "Ya TUHAN, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya" (Dan 9:8-10). Doa atau keluh kesah ini kiranya juga baik menjadi doa dan keluh kesah kita, mengingat dan memperhatikan bahwa kita semua telah dan sering berbuat dosa, tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Marilah menyadari kelemahan, dosa dan berbagai pelanggaran yang telah kita lakukan serta kemudian dengan rendah hati mohon kasih pengampunan Tuhan. Mungkin baik pada masa Prapaskah atau Tobat ini kita kenangkan dan ingat siapa-siapa saja yang telah kita sakiti atau lukai, dan kemudian dengan rendah hati mohon kasih pengampunan dari orang yang bersangkutan; sekiranya tidak mungkin langsung mohon pengampunan pada orang yang bersangkutan, baiklah kita mohon kasih pengampunan Tuhan melalui pengakuan dosa pribadi di hadapan imam. Serentak saat kita menyadari dan mengakui dosa dan pelanggaran kita, saat itu juga hendaknya segera memperbaharui diri atau bertobat, antara lain ketika ada orang yang menyakiti atau melukai kita dalam bentuk apapun hendaknya diampuni dan dikasihi.  Hidup saling mengasihi dan mengampuni itulah panggilan dan tugas kita sebagai orang beriman, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. Mariilah kita hayati juga bagian dari doa Bapa Kami, doa harian, yang sering kita doakan "Ampunilah kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami". Kasih pengampunan merupakan dasar dan sumber hidup damai sejahtera sejati, kiranya kita semua mendambakan hidup damai sejahtera sejati, maka marilah saling mengasihi dan mengampuni dimanapun dan kapanpun.

 

"Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang kami; kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemah kami. Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu! Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan; sesuai dengan kebesaran lengan-Mu, biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh!" (Mzm 79:8-9.11)

                      

Jakarta, 1 Maret 2010