Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 16 September 2011

Mg Biasa XXV

Mg Biasa XXV: Yes 55:6-9; Flp 1:20c-24.27a; Mat 20:1-16a
"Orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu
akan menjadi yang terakhir."

Setiap tahun para uskup di Indonesia berkumpul di Kantor KWI-Jakarta
untuk menyelenggara-kan sidang para uskup. Di balik penyelenggaraan
sidang uskup tersebut, yang mungkin kurang diketahui oleh mayoritas
umat Allah adalah masalah beaya, entah beaya selama berada di Jakarta
maupun perjalanan ke Jakarta pp. Seluruh beaya sidang, akomdasi  dan
perjalanan ditanggung bersama pukul rata, jauh dekat membayar beaya
yang sama, sebaliknya beaya perjalanan juga dikembalikan, maka mereka
yang jauh menerima pengembalian beaya perjalanan lebih besar,
sedangkan yang dekat tidak menerima kembali beaya perjalanan.
Jauh-dekat menanggung beban beaya yang sama, itulah yang terjadi. Cara
ini rasanya senada dengan isi perumpamaan sebagaimana dikisahkan dalam
Warta Gembira hari ini, yaitu mereka yang bekerja sejak pagi sampai
sore dan yang bekerja siang sampai sore menerima imbal jasa yang sama.
Mereka yang bekerja sejak pagi bersungut-sungut karena menerima imbal
jasa sama dengan yang bekerja kemudian, padahal mereka mendambakan
imbal jasa lebih besar daripada yang kemudian. Menanggapi
sungut-sungut tersebut pemberi kerja menjawab: "Tidakkah aku bebas
mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah
engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan
menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir."
(Mat 20:15-16). Baiklah kita renungkan apa maksud jawaban tersebut!
"Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang
terdahulu akan menjadi yang terakhir." (Mat 20:16)
Yang dimaksudkan dengan 'yang terdahulu' di sini adalah tokoh-tokoh
Yahudi yang sombong dan merasa diri sebagai orang-orang penting dalam
masyarakat, sebaliknya 'yang terakhir' adalah rakyat kecil atau
orang-orang miskin dan merasa  diri sebagai yang tak berguna alias
berdosa. Kesombongan dan kerendahan hati itulah dua sikap mental yang
berlawanan, dan kita semua kiranya sebagai orang beriman dipanggil
untuk bersikap mental rendah hati.
Beriman antara lain memang berarti menyadari dan menghayati diri
sebagai pendosa yang dipanggil dan dikasihi oleh Tuhan serta diutus
untuk menjadi saksi iman sesuai dengan kesempatan dan kemungkinan yang
ada. Maka marilah, entah pekerjaan atau tugas apapun yang harus kita
lakukan, kita menjadi saksi iman selama bekerja atau bertugas. Salah
satu sikap mental yang menjiwai dalam bersaksi iman adalah
keterbukaan, senantiasa membuka hati, jiwa, akal budi dan tubuh bagi
aneka kemungkinan dan kesempatan. Orang yang bersikap mental demikian
itu pasti akan semakin diperkaya dengan aneka nilai atau keutamaan
hidup yang membahagiakan dan menyelamatkan, terutama kebahagiaan dan
keselamatan jiwa.
Kita juga diingatkan dan diajak untuk bermurah hati serta tidak iri
hati terhadap orang yang menerima kemurahan hati dari orang lain.
Murah hati berarti hatinya dijual murah kepada siapapun, artinya
memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu. Kami berharap
kepada para pemimpin, atasan dan petinggi alias mereka yang
berpengaruh dalam kehidupan bersama dapat menjadi teladan dalam
bermurah hati terhadap sesamanya. Tentu saja pertama-tama dan terutama
hendaknya bermurah hati kepada para anggota, bawahan atau yang
dipimpin, yang hidup atau bekerja sama sehari-hari. Hendaknya tidak
hanya memperhatikan mereka yang nampak penting atau terkmuka saja,
melainkan semuanya, terutama  mereka yang sering kurang menerima
perhatian.
Kami berharap kepada kita semua untuk memperhatikan mereka yang
miskin, kecil dan tersingkir, seperti para buruh dan pekerja harian
yang sering kurang menentu masa depannnya. Marilah kita hayati salah
satu motto hidup beriman yaitu "preferential option for/with the poor"
(=keberpihakan pada/bersama yang miskin dan berkekurangan). Kepada
para pemilik maupun pemimpin perusahaan kami harapkan menyadari dan
menghayati bahwa keberhasilan usaha anda antara lain karena kerja
keras dan keringat para buruh atau pekerja, maka hendaknya memberikan
imbal jasa kepada mereka yang memadai, yang dapat mensejahterakan
hidupnya maupun keluarganya. Ingat dan sadari bahwa jika anda tidak
bermurah hati kepada para pekerja atau buruh dengan memberikan imbal
jasa yang memadai, maka ada bahaya mereka akan bekerja seenaknya serta
berbuat jahat atau korupsi, dan dengan demikian usaha anda akan mundur
dan hancur berantakan. Selanjutnya marilah kita renungkan kesaksian
iman Paulus kepada umat di Filipi di bawah ini.
"Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika
aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah"
(Flp 1:21-22)
 Hidup atau mati adalah milik Allah, maka hidup kita adalah anugerah
Allah, dan sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil
untuk hidup dan bertindak sesuai dengan sabda Yesus atau meneladan
cara hidup dan cara bertindakNya agar apapun yang kita lakukan atau
kerjakan menghasilkan buah yang menyelamatkan dan membahagiakan,
terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa, entah jiwa kita sendiri
maupun jiwa saudara-saudari kita. "Jika aku harus hidup di dunia ini,
itu berarti bagiku bekerja memberi buah", demikian kesaksian Paulus,
yang hendaknya juga menjadi kesaksian kita semua.
Buah kerja selain imbal jasa atau gaji guna memenuhi kebutuhan hidup
pribadi maupun keluarga adalah kebahagiaan dan kenikmatan dalam
bekerja karena telah melaksanakan perintah Allah, yaitu
"Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kej 1:28). Hendaknya
bekerja apapun kita tidak malu atau merasa berat  atau sebagai beban,
" Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah
jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN" (Yes 55:8). Karena hidup adalah
anugerah Tuhan, maka pekerjaan apapun juga merupakan anugerah Tuhan.
Agar buah kerja atau belajar kita sesuai dengan kehendak Tuhan,
marilah baik bekerja atau belajar kita hayati sebagai ibadah kepada
Tuhan, sehingga suasana bekerja atau belajar bagaikan suasana ibadah,
rekan bekerja dan belajar bagaikan rekan beribadah, perlakuan dan
perawatan sarana kerja atau belajar bagaikan memperkukan dan merawat
sarana ibadah dst… Dengan kata lain marilah kita hayati ajakan nabi
Yesaya " Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah
kepada-Nya selama Ia dekat" (Yes 55:6). Marilah kita jumpai Tuhan
dalam segala sesuatu atau hayati kehadiran dan karya Tuhan dalam
segala sesuatu. Tuhan hidup dan berkarya dimana saja dan kapan saja,
dalam diri manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan.
Buah karya Tuhan dalam diri manusia yang saling mengasihi antara
laki-laki dan perempuan antara lain adalah seorang  anak, yang
tumbuh-berkembang dalam rahim perempuan serta kemudian dilahirkan
dalam dan oleh kasih. Setiap dari kita adalah buah kasih atau yang
terkasih, maka bertemu dengan orang lain berarti kasih bertemu dengan
kasih. Barangsiapa hidup dan bertindak saling mengasihi berarti Tuhan
hidup dan berkarya di dalamnya. Maka marilah kita cari dan imani Tuhan
yang hidup dan berkarya dalam orang-orang yang saling mengasihi.
Rancangan Tuhan bagi kita semua adalah agar kita hidup dan bertindak
saling mengasihi satu sama lain, maka hendaknya tidak hidup dan
bertindak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi, melainkan
hendaknya senantiasa sesuai dengan kehendak Tuhan.
"Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu
untuk seterusnya dan selamanya. Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan
kebesaran-Nya tidak terduga. TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang
sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang,
dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya."
(Mzm 145:2-3.8-9)

Ign 18 September 2011

17 spt

"Berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan"
(1Tim 6:13-16; Luk 8:4-15)

" Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang
yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia
dalam suatu perumpamaan: "Adalah seorang penabur keluar untuk
menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh
di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara
memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu,
dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air.
Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh
bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di
tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat."
Setelah berkata demikian Yesus berseru: "Siapa mempunyai telinga untuk
mendengar, hendaklah ia mendengar!" Murid-murid-Nya bertanya
kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: "Kepadamu
diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada
orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya
sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar,
mereka tidak mengerti. Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah
firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah
mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari
dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang
jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah
mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu
tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan
mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah
mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka
terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga
mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang
baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya
dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan." (Luk
8:4-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Robertus
Bellarmino, Imam Yesuit dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan
catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•       Salah satu tujuan atau tugas pengutusan Serikat Yesus sebagaimana
tertulis dalam Surat Kegembalaan Paus Julius III 'Exposcit debitum'
atau Formula Institute SJ, tertanggal 21 Juli 1550 adalah "mengajar
agama kristiani kepada anak-anak dan orang-orang sederhana". Hemat
saya untuk mengajar agama macam itu harus dengan
perumpamaan-perumpamaan atau contoh-contoh hidup sehari-hari
sebagaimana dialami oleh para pendengar, anak-anak dan orang-orang
sederhana. Orang bijak dan pandai sejati memang orang yang dapat
menyederhanakan apa yang sulit dan berbelit-belit, sehingga dapat
dimengerti difahami oleh semua orang. Begitulah juga yang dilakukan
oleh Yesus dalam mewartakan Kabar Gembira; dalam kisah hari ini Ia
menggunakan perumpamaan penabur yang sedang menaburkan benih. St
Robertus Bellarmino yang kita kenangkan hari ini juga dikenal sebagai
'penulis karya teologi, ketekismus kecil dan besar, yang kemudian
diterjemahkan kedalam berbagai bahasa", suatu usaha untuk mewartakan
Kabar Baik agar mudah dimengerti dan diterima oleh banyak orang. Maka
dengan ini kami mengajak dan mengingatkan rekan-rekan guru/dosen atau
pengajar maupun para pengkotbah untuk meneladan Yesus atau St.Roberto
Bellarmino: mengajar atau berkobah hendaknya memperhatikan para
pendengar serta kemudian menyesuaikan cara pengajaran atau kotbah
sesuai dengan situasi dan kondisi para pendengar, agar apa yang
diajarkan atau dikotbahkan dapat diterima dan diresapkan dengan baik
oleh para pendengar.
•       "Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela,
hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya, yaitu
saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang
penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala
tuan"(1Tim 6:14-15), demikian pesan Paulus kepada kita semua umat
beriman melalui Timotius. Kita diajak dan diingatkan untuk senantiasa
mentaati dan melaksanakan perintah Allah sampai kematian kita atau
kita dipanggil Tuhan. Semua perintah Allah kiranya dapat dipadatkan ke
dalam perintah untuk saling mengasihi satu sama lain, sebagaimana
Allah telah mengasihi kita. Maka marilah kapanpun dan dimanapun serta
dengan siapapun kita senantiasa saling mengasihi. Ingatlah, sadarilah
dan hayatilah bahwa masing-masing dari kita dapat tumbuh berkembang
sebagaimana adanya saat ini hanya karena dan oleh kasih, dan
masing-masing dari kita telah menerima kasih Allah melimpah ruah
melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan atau hidup dan
bekerja bersama dengan kita. Kita tanggapi kasih tersebut dengan
senantiasa hidup dan bertindak penuh syukur dan terima kasih. Kami
berharap anak-anak sedini mungkin dibina dan dididik hidup dan
bertindak penuh syukur dan terima kasih di dalam keluarga melalui
teladan dan aneka nasihat orangtua/bapak-ibu.
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya
dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang
menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba
gembalaan-Nya. Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian
syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah
kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya
untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun" (Mzm
100:2-5)

Ign 17 September 2011

Kamis, 15 September 2011

16 spt

"Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia"
(1Tim 6:2c-12; Luk 8:1-3)

"Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota
dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas
murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan
yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit,
yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh
roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak
perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan
kekayaan mereka." (Luk 8:1-3), demikian kutipan Warta Gembira hari
ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Kornelius,
Paus, dan St.Siprianus, Uskup, hari inin saya sampaikan
catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•        Terpanggil sebagai rasul berarti berpartisipasi dalam 'memberitakan
Injil Kerajaan Allah' , kabar gembira atau apa-apa yang menggembirakan
dan menyelamatkan, terutama jiwa manusia. Hari ini kita kenangkan
St.Kornelius dan St.Siprianus, Paus dan Uskup, yang tidak lain adalah
penerus tugas para rasul. Mereka berbeda jabatan atau fungsi dan juga
berjauhan tempat tinggal dan tugas, namun kita kenangkan bersama-sama,
yang mengingatkan kita semua yang memiliki tugas merasul atau
missioner agar melaksanakan tugas bersama-sama, bergotong-royong,
saling membantu satu sama lain. Kebersamaan para rasul juga didukung
oleh para perempuan yang 'melayani rombongan itu dengan kekayaan
mereka'. Maka dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri:
sejauh mana kita, tanpa pandang bulu, berpartisipasi dalam kerasulan
serta bekerjasama satu sama lain? Kami berharap kepada semuanya untuk
berpartisipasi dalam tugas merasul, mewartakan kabar baik, sesuai
dengan kemampuan dan kesempatan serta kemungkinan yang dimilikinya.
Bukan besar atau hebatnya perbuatan atau tindakan yang utama,
melainkan yang utama dan pokok adalah dalam kasih melakukan apapun
bagi orang lain. Perbuatan atau tindakan sederhana dalam dan dengan
kasih yang besar itulah yang hendaknya menjadi opsi atau perhatian
kita semua dalam melaksanakan tugas merasul atau karya missioner.
Secara khusus kami berharap kepada segenap gembala umat, entah pastor
atau uskup, untuk bekeerjasama dalam melaksanakan tugas dan
panggilannya, tidak sendiri-sendiri. Tentu saja secara konkret kami
berharap kepada rekan-rekan pastor, entah yang berkarya dalam pastoral
paroki, social maupun pendidikan untuk menjadi teladan kerjasama dalam
merasul bagi segenap umat Allah.
•       "Engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan,
ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah
dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal.
Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar
yang benar di depan banyak saksi" (1Tim 6:11-12), demikian ajakan
Paulus melalui Timotius kepada kita semua segenap Umat Allah atau Umat
Beriman. Kita diajak untuk berpartisipasi dalam pertandingan iman yang
benar dan perebutan hidup kekal, antara lain dengan mengejar atau
mengusahakan 'keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan
kelembutan'. Silahkan anda pilih sendiri keutamaan mana dari enam
keutamaan di atas ini yang sesuai dengan situasi anda sendiri maupun
lingkungan hidup anda, yang mendesak atau up to date untuk dihayati
dan disebarluaskan. Pertama-tama tentu saja ibadah kita kepada Tuhan
harus kita tingkatkan dan perdalam, tidak hanya secara liturgis saja,
tetapi juga menjadi nyata dalam cara hidup dan bertindak, artinya
menghayati tugas belajar atau bekerja bagaikan sedang beribadah.
Selanjutnya mungkin saya angkat kesabaran dan kesetiaan. "Sabar adalah
sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan  dalam mengendalikan
gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam
menghadapi berbagai rangsangan atau masalah", sedangkan "setia adalah
sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan da atas kepedulian
atas perjanjian yang telah dibuat" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit:
Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997,
hal 24). Kita semua juga diingatkan untuk memberantas dan menjauhkan
diri dari aneka bentuk percekcokan atau permusuhan serta kebencian.
Maka kepada mereka yang masih saling cekcok, bermusuhan maupun
membenci untuk segera berdamai dan bersahabat kembali. Untuk itu
hendaknya dihayati apa yang sama antar kita secara mendalam dan
handal, sehingga apa yang berbeda antar kita akan fungsional untuk
memperdalam dan meneguhkan kebersamaan atau persaudaraan. Hendaknya
jangan membesar-besarkan apa yang berbeda antar kita.
"Mengapa aku takut pada hari-hari celaka pada waktu aku dikepung oleh
kejahatan pengejar-pengejarku, mereka yang percaya akan harta
bendanya, dan memegahkan diri dengan banyaknya kekayaan mereka? Tidak
seorang pun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan kepada
Allah ganti nyawanya, karena terlalu mahal harga pembebasan nyawanya,
dan tidak memadai untuk selama-lamanya -- supaya ia tetap hidup untuk
seterusnya, dan tidak melihat lobang kubur"
(Mzm 49:6-10)

Ign 16 September 2011

Rabu, 14 September 2011

15 spt


"Hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya"
(1Kor 12:31-13:13; Luk 7:31-35)

" Kata Yesus: "Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari
angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu seumpama
anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup
seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung
duka, tetapi kamu tidak menangis. Karena Yohanes Pembaptis datang, ia
tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia
kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan
kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat
pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua
orang yang menerimanya." (Luk 7:31-35), demikian kutipan Warta
Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan SP Maria
Berdukacita hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
•       Mendengarkan dan menerima serta kemudian meresapkan ke dalam hati
apa yang diajarkan atau dibicarakan memang butuh pengorbanan dan
perjuangan serta keutamaan rendah hati. Dalam warta gembira di atas
dikisahkan tentang angkatan orang-orang yang menolak aneka macam
ajaran dan ajakan untuk pembaharuan hidup, bahkan mereka malah
melecehkan mereka yang mengajak dan mengajarkannya. SP Maria dikenal
sebagai teladan umat beriman yang 'mendengarkan dan merenungkan ke
dalam hati alias menerimanya dengan sepenuh hati' apa-apa yang
disampaikan kepadanya. Memang pada saat mendengarkan belum faham atau
jelas apa maksudnya, maka perlu direnungkan dan diresapkan kemudian.
Orang yang dapat mendengarkan dan menerima aneka ajakan dan ajaran
untuk pembaharuan hidup pasti akan berhikmat alias bijak, sehingga
selamat dan bahagia serta damai sejahtera perjalanan  hidup dan
panggilannya, serta yang bersangkutan dapat  menjadi teladan dalam
hidup beriman bagi saudara-saudari di lingkungan hidupnya.  Jika anda
mendambakan diri berhikmat dan bijak, marilah kita buka telinga hati,
jiwa dan akal budi serta tubuh kita terhadap suara dan karya Tuhan
yang hidup dan berkarya dalam seluruh ciptaanNya di bumi ini, dalam
diri manusia, binatang maupun tanaman/tumbuh-tumbuhan; dengan kata
lain marilah kita temukan dan jumpai Tuhan yang hidup dan berkarya di
dalam segala sesuatu di dunia ini. Seperti saya katakan diatas untuk
itu memang butuh pengorbanan, perjuangan dan kerendahan hati. Orang
harus siap sedia berdukacita karena kesetiaan dan ketaatan pada
panggilan dan tugas pengutusan, jika mendambakan diri sebagai yang
berhikmat dan bijak.
•       "Berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang paling utama. Dan
aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi" (1Kor 12:31),
demikian saran atau nasihat Paulus. Jalan yang lebih atau paling utama
untuk berhikmat dan bijak adalah 'kasih', dan "Kasih itu sabar; kasih
itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak
sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari
keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan
kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan,
tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala
sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu"
(1Kor 13:4-7). Ajaran kasih dari Paulus di atas ini menurut Danah
Zohar dan Ian Marshall, penulis buku Spiritual Quotient (SQ)
/Kecerdasan Spiritual, merupakan syair kasih yang terbaik dan luar
biasa tiada duanya di dunia ini, maka jika kita mendambakan diri
tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas secara spiritual marilah
kita hayati ajaran kasih Paulus tersebut sebagai jalan atau cara hidup
dan bertindak kita dimanapun dan kapanpun. Yang mungkin baik saya
angkat disini adalah 'tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan
orang lain', mengingat dan memperhatikan masih cukup banyak orang
mudah marah dan menyimpan kesalahan orang lain, yang kemudian
berkembang menjadi permusuhan dan kebencian serta rusaknya hidup
persaudaraan sejati. Marah berarti mendambakan apa yang membuat marah
hilang musnah atau tidak ada lagi, dengan kata lain jika kita memarahi
saudara-saudari kita berarti kita mendambakan mereka segera mati alias
melecehkan dan menindas hak-hak azasi manusia atau harkat martabat
manusia sebagai ciptaan termulia di dunia ini. Memang yang menjadi
akar atau menyuburkan kemarahan adalah kebiasaan menyimpan kesalahan,
kekurangan atau kelemahan orang lain. Maka marilah kita tidak
menyimpan kesalahan, kekurangan dan kelemahan orang lain, apalagi
mengingat dan memperhatikan bahwa diri kita sendiri penuh dengan
kesalahan, kekurangan dan kelemahan. Menghayati kasih sebenarnya
mudah, jika masing-masing diri kita menghayati diri sebagai yang
terkasih, sehingga bertemu dengan siapapun berarti kasih bertemu
dengan kasih dan dengan demikian otomatis saling mengasihi.
"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan
gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah
kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!Sebab firman TUHAN itu benar,
segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.Ia senang kepada
keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN" (Mzm 33:2-5)

Ign 15 September 2011

Selasa, 13 September 2011

14 Spt


"Setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal"
(Fil 2:6-11; Yoh 3:13-17)

"Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia
yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup
yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga
Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi
dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yoh 3:13-17),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrfleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta Salib
Suci hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
•       Tanda salib telah berkali-kali kita buat, dan kiranya tak seorangpun
yang dapat menghitung telah berapa kali membuat tanda salib sambil
berkata "Dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus" seraya menepuk dahi,
dada dan bahu. Dahi menunjuk otak yang berfungsi untuk berpikir, dada
menunjuk pada hati dan jantung sebagai sumber utama kehidupan,
sedangkan bahu menunjuk pada kekuatan atau tenaga. Kita membuat tanda
salib dalam rangka berdoa entah untuk mengawali dan mengakhiri
pertemuan, pekerjaan, makan atau tidur dst.., yang berarti kita akan
mengerjakan semuanya itu dalam Nama Yesus, Yang Tersalib. Maka baiklah
saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri sejauh mana cara hidup
dan cara bertindak kita dijiwai oleh Yang Tersalib, sehingga semakin
lama, semakin tambah usia dan pengalaman kita juga semakin suci. Suci
berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan melalui aneka
macam kesibukan, pelayanan dan pekerjaan, sehingga semakin dikasihi
oleh Tuhan dan sesama manusia. Cara hidup dan cara bertindak orang
suci senantiasa menarik, mempesona dan menawan bagi orang lain;
siapapun yang melihat, bergaul dengan atau bersama dengan orang suci
akan tergerak untuk berbakti kepada Tuhan sepenuhnya demi keselamatan
jiwanya. Saya sendiri sangat terkesan dengan seorang sopir bis malam
ketika mau menghidupkan mesin bus dan memberangkatkan lebih dahulu
membuat tanda salib dan berdoa; kiranya sang sopir mohon keselamatan
dalam perjalanan sehingga semua penumpang selamat sampai tujuan.
Sedikit banyak kita bagaikan sopir yang sedang menjalankan bus ketika
sedang belajar atau bekerja, maka baiklah kita tandai diri kita dengan
tanda salib sebelum belajar atau bekerja agar sukses dan selamat dalam
belajar dan bekerja.
•       'Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa
Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang
harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan
dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Fil 2:5-8), demikian
nasihat atua saran Paulus kepada umat di Filipi, kepada kita semua
yang beriman kepada Yesus Kristus, Yang Tersalib. Percaya kepada Yang
tersalib memang harus hidup dan bertindak dengan rendah hati. "Rendah
hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan
menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain.
Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan
diri untuk tidak menonjolkan dirinya" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit:
Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal
24). Secara pasif (namun secara implisit juga aktif) rendah hati
kiranya dapat diartikan sebagai sikap yang senantiasa siap sedia dan
rela untuk di….(=dinasihati, dibimbing, dituntun, ditegor, dikasihi,
diejek, dst..), namun demikian tak akan pernah mengeluh atau
menggerutu sedikitpun. Dengan kata lain keutamaan rendah hati pada
masa kini kiranya dapat kita hayati dengan tidak pernah mengeluh atau
menggerutu meskipun harus melaksanakan tugas atau kewajiban berat yang
sarat dengan tantangan, masalah maupun hambatan. Orang menyikapi dan
menghadapi tantangan, masalah dan hambatan sebagai wahana pendewasaan
atau penggemblengan diri menuju ke kedewasaan hidup yang cerdas
beriman. Kami berharap kepada siapapun yang beriman kepada Yesus Yang
Tersalib ketika merasa berat dan lelah dalam melaksanakan tugas atau
kewajiban, maka pandanglah sejenak Dia yang tergantung di kayu salib
untuk mohon kekuatan dan pendampingan dalam melaksanakan tugas atau
kewajiban.
"Apabila Ia membunuh mereka, maka mereka mencari Dia, mereka berbalik
dan mengingini Allah; mereka teringat bahwa Allah adalah gunung batu
mereka, dan bahwa Allah Yang Mahatinggi adalah Penebus mereka. Tetapi
mereka memperdaya Dia dengan mulut mereka, dan dengan lidahnya mereka
membohongi Dia. Hati mereka tidak tetap pada Dia, dan mereka tidak
setia pada perjanjian-Nya"

( Mzm 78:34-37) Ign 14 September 2011

13 Spt


"Allah telah melawat umatNya."
(1Tim 3:1-13; Luk 7:11-17)

"Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya
pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya
berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang
mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah
janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika
Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu
Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" Sambil menghampiri usungan
itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata:
"Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!" Maka bangunlah
orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya
kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah,
sambil berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah
kita," dan "Allah telah melawat umat-Nya." Maka tersiarlah kabar
tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya." (Luk
7:11-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yohanes
Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan
catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
•       Melawati berarti mendatangi atau mengujungi. Kedatangan atau
kunjungan orang yang berwibawa atau berpengaruh pada umumnya sangat
mempengaruhi mereka yang didatangi atau dikunjungi. Kedatangan Yesus
di kota Nain telah menggerakkan banyak orang untuk menymbutNya, di
antaranya adalah sekelompok orang yang mengusung seorang anak dari
seorang janda yang sedang menderita sakit untuk mohon disembuhkan.
Kedatangan para pejabat tinggi pada umumnya menggerakkan mereka yang
didatangi untuk membersihkan diri maupun lingkungan hidupnya, sehingga
yang tidak baik dan rusak diperbaiki, yang lesu pun juga tergerak
untuk berpartisipasi dalam gerakan pembersihan. St.Yohanes Krisostomus
yang kita kenangkan hari ini antara lain dikenal sebagai pengkotbah
ulung yang terus terang dan tegas, yang baik dipuji dan yang salah
ditegor dan dibetulkan. Dan memang untuk itu tak akan terlepas dari
aneka macam kesulitan, namun demikian kotbah-kotbahnya sungguh
menggetarkan dan mempertobatkan mereka yang mendengarkannya. Kita yang
beriman kepada Tuhan juga dipanggil untuk sering mendatangi
rekan-rekan seiman atau saudara-saudari kita, maka marilah dengan
semangat iman kita mendatangi mereka. Kami percaya dengan dan dalam
semangat iman kedatangan kita pasti akan mempengaruhi mereka yang kita
datangi. Maka hendaknya kita saling mendatangi dan mengunjungi dalam
dan dengan semangat iman, dan sekiranya ada kesempatan hendaknya
berbagi pengalaman iman, sehingga iman kita semakin diteguhkan. Secara
khusus kami berharap kepada para pemimpin atau atasan atau petinggi
untuk sering mendatangi atau mengujungi yang dipimpian atau
bawahan-bawahannya; dan percayalah kedatangan atau kunjungan anda
pasti disambut gembira dan mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak
yang anda dtaangi atau kunjungi.
•        "Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan
pekerjaan yang indah." Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang
tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana,
sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum,
bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, seorang
kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya.
Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri,
bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?" (1Tim 3:1-5). Kutipan di
atas ini memang secara khusus terarah kepada mereka yang diberi
anugerah sebagai penilik umat atau jemaat, misalnya ketua lingkungan,
stasi atau wilayah, dan tentu saja juga para pendeta atau pastor.
Mungkin tidak ada penilik jemaat yang ideal sebagaimana dikatakan oleh
Paulus di atas, namun demikian kami mengajak segenap penilik umat
untuk bekerja sama mengusahakan agar memiliki keutamaan-keutamaan
sebagaimana dikatakan di atas, yaitu "tak bercacat, bijaksana, sopan,
suka memberi tumpangan, bukan peminum dan pemarah, melainkan peramah,
pendamai, bukan hamba uang dst..".  Yang mungkin perlu diusahakan pada
masa kini adalah 'bukan hamba uang', maklum hal ini saya angkat karena
saya mendengar ada sementara pejabat/pengurus paroki atau lingkungan
bersikap mental materialistis alias menjadi 'hamba uang'.  Memang
untuk melayani dan mendatangi sering butuh sarana-prasarana, maka
sekiranya butuh sarana-prasarana hendaknya dengan jujur dan terbuka
mengatakannya, maka pasti akan dilengkapinya. Hendaknya jangan mencari
uang atau kekayaan dalam aneka jabatan, kepengurusan atau pelayanan
umat Allah/jemaat. Jika kita mengurus dan melayani dengan baik dan
sepenuh hati, percayalah apa yang kita butuhkan dalam pelayanan pasti
akan dicukupi.
"Aku hendak menyanyikan kasih setia dan hukum, aku hendak bermazmur
bagi-Mu, ya TUHAN. Aku hendak memperhatikan hidup yang tidak bercela:
Bilakah Engkau datang kepadaku? Aku hendak hidup dalam ketulusan
hatiku di dalam rumahku" (Mzm 101:1-2)

Ign 13 September 2011

Minggu, 11 September 2011

12 Spt

"Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai"
(1Tim 2:1-8; Luk 7:1-10)

" Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia
ke Kapernaum.Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba,
yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang
tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan
menyembuhkan hambanya. Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat
mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan
rumah ibadat kami." Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka.
Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh
sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah
bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku;
sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang
kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan
sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula
prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!,
maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang,
ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil
berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku
berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun
di antara orang Israel!" Dan setelah orang-orang yang disuruh itu
kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali." (Luk
7:1-10), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Sehat dan sakit serta sembuh dari penyakit memang erat kaitannya
dengan beriman atau tidak beriman. Orang yang sungguh beriman pada
umumnya senantiasa dalam keadaan sehat wal'afiat serta jarang sakit,
dan sekiranya harus menderita sakit maka yang bersangkutan juga dengan
cepat akan segera sembuh dari penyakitnya. Mungkin tidak ada seorang
pun di antara kita yang senantiasa dalam keadaan sehat secara utuh,
artinya secara jasmani dan rohani, phisik dan spiritual, dengan kata
lain kita semua sedang menderita sakit, meskipun tidak parah.  Maka
marilah kita mawas diri apakah kita memiliki iman sebagaimana dimiliki
oleh seorang perwira yang dengan rendah hati menghadap Yesus untuk
mohon penyembuhan bagi hambanya yang sedang menderita sakit.  Beriman
berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan dengan
demikian mau tak mau harus hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak
Tuhan, setia pada aneka macam janji yang telah diikrarkan. Karena
imannya yang begitu besar maka sabda Yesus dapat menyembuhkan hambanya
yang sedang menderita sakit keras. Sabda Yesus memang mahakuasa dan
mahakuat, maka siapapun yang percaya kepada sabda-sabdaNya artinya
kemudian langsung menghayatinya di dalam hidup sehari-hari maka yang
bersangkutan pasti akan sehat wa'afiat lahir dan batin serta sekiranya
sedang menderita sakit akan segera sembuh. Kepada kita yang sedang
menderita sakit marilah kita hayati sabda Tuhan yang menjadi nyata
dalam aneka saran, nasihat atau ajakan dalam rangka penyembuhan
penyakit kita. Konkretnya sekiranya anda sedang menderita sakit dan
berbaring di rumah sakit, hendaknya mentaati dan melaksanakan aneka
saran, nasihat dan ajakan dokter maupun perawat.  Ketaatan pada
perintah, nasihat dan saran dokter maupun perawat di rumah sakit bagi
yang sedang menderita sakit juga merupakan salah satu bentuk
kerasulan. Maka selain mentaati dan melaksanakan perintah, nasihat dan
saran tersebut, hendaknya selama menderita sakit senantiasa berdoa,
sesuai dengan dambaan dan kerrinduannya agar segera sembuh dari
penyakit.
•       "Karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa
dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa
perselisihan." (1Tim 2:8), demikian peringatan Paulus kepada orang
laki-laki melalui Timotius. Mengapa peringatan ini diarahkan secara
khusus kepada orang laki-laki? Pengamatan saya orang laki-laki pada
umumnya malas berdoa, dan lebih rajin rekan-rekan perempuan. Maka
benarlah kata-kata dalam sebuah lagu "Kasih ibu kepada beta tak
terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang
surya menyinari dunia". Kami percaya ibu/simbok kita, entah masih
hidup atau sudah meninggal dunia senantiasa berdoa bagi kita semua
anak-anaknya dengan dengan rendah hati. Hendaknya rekan-rekan
laki-laki atau bapak dengan rendah hati belajar berdoa kepada
rekan-rekan perempuan/ibu. Paulus mengingatkan kita agar berdoa dengan
menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan.
Memang aneh jika orang sedang berdoa sambil marah-marah kepada
saudara-saudarinya. Berdoa berarti dengan rendah hati mengarahkan
diri seutuhnya kepada Tuhan, seraya mendengarkan sabda-sabdaNya atau
bisikan-bisikanNya, yang antara lain menggema dalam hati. Untuk itu
juga butuh ketenangan dan keheningan selama berdoa. Mungkin di dalam
keluarga anda sulit menemukan saat dan tempat hening sendirian, tetapi
hemat saya ada, yaitu toilet/kamar mandi, dimana anda sendirian dan
tak akan diganggu orang lain, maka manfaatkan kesempatan tersebut
sambil buang air besar/kecil serentak mawas diri dan berdoa.
" TUHAN adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku percaya.
Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan nyanyianku aku
bersyukur kepada-Nya. TUHAN adalah kekuatan umat-Nya dan benteng
keselamatan bagi orang yang diurapi-Nya! Selamatkanlah kiranya umat-Mu
dan berkatilah milik-Mu sendiri, gembalakanlah mereka dan dukunglah
mereka untuk selama-lamanya." (Mzm 28:7-9)

Ign. 12 September 2011