Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 17 Juni 2011

18 Juni - 2Kor 12:1-10; Mat 6:24-34

"Janganlah kamu kuatir akan hari besok"

(2Kor 12:1-10; Mat 6:24-34)

"Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." . "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?  Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?  Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?  Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,  namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?  Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?  Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat 6:24-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pemanasan global, berbagai bencana alam serta aneka macam bentuk perkembangan membuat banyak orang kuatir akan masa depan. Untuk menutupi atau mengatasai kekuatiran tersebut ada orang yang bertindak di luar kemampuannya alias kemudian melakukan yang aneh-aneh. Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita semua untuk tidak kuatir akan masa depan asal kita pada saat ini melakukan apa yang baik sesuai dengan panggilan, tugas pengutusan atau pekerjaan kita masing-masing.  "Janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari", demikian sabda Yesus. Hari besok atau masa depan tergantung dari hari ini, itulah kebenaran yang selayaknya kita imani atau amini. Maka baiklah apapun yang menjadi tugas, tanggungjawab atau kewajiban kita pada saat ini, marilah kita kerjakan sebaik dan seoptimal mungkin sesuai dengan kekuatan, kemungkinan dan kesempatan yang kita miliki. Kekuatiran akan hari besok memang dapat mendua: di satu sisi ada kemungkinan orang menjadi frustrasi sehingga tidak berkonsentrasi melakukan tugas, pekerjaan atau kewajiban saat ini, sedangkan di sisi lain ada kemungkinan orang dengan sungguh-sungguh melakukan tugas, pekerjaan atau kewajiban hari ini. Yang kemudian itulah yang hendaknya kita hayati. Dalam melaksanakan tugas, pekerjaan atau kewajiban kita juga dipanggil untuk ' mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya", artinya menemukan Allah dan kehendakNya dalam tugas, pekerjaan atau kewajiban tersebut. Maka lihat dan hayati apa yang baik, luhur, mulia dan indah dalam tugas, pekerjaan atau kewajiban tersebut, agar kita dengan bergairah, dinamis dan penuh semangat melaksanakannya dan dengan demikian kita dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan kehendak Allah.

·   "Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna" (2Kor 12:9), demikian kesaksian iman Paulus, yang selayaknya juga menjadi kesaksian iman kita semua. Kita semua berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah, dengan kata lain jati diri kita masing-masing adalah orang-orang yang lemah dan rapuh. Bahwa kita dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya pada masa kini sungguh merupakan karya Allah.  Kita sering disebut sebagai orang beriman, yaitu orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, percaya kepada Penyelenggaraan Ilahi, maka baiklah hal itu tidak hanya manis di bibir/mulut saja, tetapi menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak kita. Marilah kita imani dan hayati bahwa segala bentuk kekuatan, keterampilan, bakat, kemampuan dan harta benda yang kita miliki merupakan karya dan anugerah Allah serta harus kita fungsikan sesuai dengan kehendak Allah, yaitu demi kebahagiaan umum dan keselamatan jiwa manusia. Kami berharap kita semua sungguh menjadi citra dan gambar Allah karena Allah sungguh hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini, sehingga siapapun yang melihat atau hidup bersama dengan kita akan tergerak untuk semakin beriman, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dalam atau melalui cara hidup dan cara bertindak setiap hari dimanapun dan kapanpun.  Marilah kita bermegah dalam  kelemahan dan kerapuhan kita karena Allah sungguh hidup dan berkarya dalam diri kita, dengan kata lain ketika berada dalam kelemahan atau kerapuhan hendaknya tidak menjadi kuatir atau frustrasi.

"Malaikat Tuhan berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka. Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung padaNya. Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang  kudusNya, sebab tak berkekurangan orang yang takut akan Dia. Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang yang mencari Tuhan , tidak akan kekurangan sesuatupun yang baik " (Mzm 34:8-11)

Ign 18 Juni 2011


17 Juni - 2Kis 11:18.21b-30; Mat 6:19-23

"Dimana hartamu berada di situ juga hatimu berada"

(2Kis 11:18.21b-30; Mat 6:19-23)

 "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.  Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.  Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;  jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (Mat 6:19-23), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   "Moto duiten" (=Mata bercirikhas/berwana uang), demikian peribahasa bahasa Jawa untuk menggambarkan orang yang bersikap mental materialistis atau duniawi. Orang 'moto duiten' pada umumnya dinilai jelek di muka umum atau di masyarakat. Orang 'moto duiten' akan  bergerak atau bertindak untuk melakukan sesuatu jika menguntungkan secara financial atau material alias dibayar dengan uang dan tanpa uang ia akan diam seribu bahasa. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mengumpulkan harta sorgawi alias nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan kehidupan yang menyelamatkan jiwa, bukan harta duniawi atau uang. Maka dengan ini kami berharap kepada para orangtua maupun pendidik atau guru untuk sungguh membekali anak-anak atau peserta didik nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan kehidupan; wariskan kepada anak-anak nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan kehidupan, bukan harta benda atau uang. Nilai-nilai atau keutamaan kehidupan tak akan mudah hilang atau hancur seperti harta benda atau uang yang dapat hancur atau hilang dalam waktu sesaat. Dengan kata lain anak-anak kelak ketika telah menjadi dewasa harus lebih baik, lebih berbudi pekerti luhur atau lebih bermoral daripada orangtuanya; para peserta didik kelak kemudian hari harus lebih cerdas dan terampil dari para gurunya. Jika generasi mendatang/muda tidak bermoral dan tidak berbudi pekerti luhur berarti generasi terdahulu/tua tidak bermoral dan tidak berbudi luhur, dengan kata lain generasi terdahulu/tua gagal dalam mendidik atau membina generasi muda.  Jika orangtua berhasil mendidik atau membina anak-anak, maka anak-anak di kemudian hari akan 'mikul dhuwur, mendhem jero' (=mengangkat tinggi-tinggi, mengubur dalam-dalam) orangtua, artinya sampai kapanpun dan dimanapun orangtua akan dikenang dan dihormati oleh anak-anak, cucu-cucu, cicit-cicit dst.. , seperti para santo dan santa.

·   "Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat, kerap kali aku tidak tidur, lapar dan dahaga, kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat" (2Kor 11:27-28), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua orang beriman. Apa yang telah dilakukan atau dihayati oleh Paulus kiranya dapat menjadi teladan bagi para orangtua, pendidik/guru, pendampin, pemimpin, atasan, pejabat dst.., lebih-lebih dalam hal 'memelihara atau mengurus'  anak-anak, peserta didik, bawahan, anggota, warga dst..  Kata bahasa Latin 'administrare'  dapat berarti memelihara, mengurus, mengelola, memperhatikan sedemikian rupa, dst.. Semangat atau jiwa melayani hendaknya menjadi cara hidup dan cara bertindak para pemelihara, pengurus atau pengelola. Baiklah kalau saya pertama-tama dan terutama mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk mawas diri dalam hal 'memelihara atau mengurus anak-anak': sebagaimana anak-anak diadakan bersama antar suami-isteri sebagai partisipasi karya penciptaan Allah dengan penyerahan diri total sebagai wujud dari saling mengasihi dalam kebebanan sejati serta dalam kerjasama atau gotong-royong, demikian pula hendaknya dalam mendidik dan mendampingi anak-anak. Anak-anak hendaknya dididik dan didampinig dalam kebebasan dan cintakasih serta kerjasama dan secara total alias kerja keras. Demikian pula kami berharap kepada para guru/pendidik dalam mendidik atau mendampingi para peserta didik, para pemimpin terhadap para anggota, para atasan/ketau terhadap para bawahannya. Semangat melayani yang tidak lain bekerja keras untuk membahagiakan dan menyelamatkan hendaknya menjadi cara hidup dan cara bertindak dalam mendidik, membina, mengurus atau mengelola; demikian pula hendaknya dengan berjiwa besar dan hati rela berkorban bagi yang dididik, dibina, diurus atau dikelola.

"Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku.  Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.  Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!  Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu."(Mzm 34:2-6)

Ign 17 Juni 2011


Rabu, 15 Juni 2011

16 Juni - 2Kor 11:1-11; Mat 6:7-15

"Dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele"

(2Kor 11:1-11; Mat 6:7-15)

" Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.  Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. . Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,  datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.  Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya  dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.) Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Mat 6:7-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Berdoa berarti berrelasi atau berkomunikasi dengan Tuhan, doa yang baik dan sejaati hemat saya adalah hati yang dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan, bukan panjangnya kata-kata atau gerak-gerik tubuh. Dalam Warta Gembira hari ini Yesus mengajarkan doa Bapa Kami, doa yang begitu sederhana dan sesuai dengan kebutuhan hidup kita sehari-hari serta kita semua kiranya sudah hafal maupun mendoakannya berkali-kali. Pertanyaannya reflektif: apakah dalam mendoakan Bapa Kami kita hanya manis di mulut saja atau isi doa sungguh kita hayati, menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun. Isi doa Bapa Kami yang kiranya baik kita refleksikan pada masa kini adalah "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya; dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami". Dengan kata lain marilah kita mawas diri perihal 'hidup sederhana' dan 'kasih pengampunan'. Di kota-kota besar orang-orang kaya pada umumnya hidup berfoya-foya, jauh dari kesederhanaan, maka kami berharap mereka yang suka berfoya-foya untuk bertobat, hidup sederhana seraya mengingat dan memperhatikan saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan. Jika kita semua hidup sederhana kiranya tidak ada lagi saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan. Kasih pengampunan telah kami angkat berkali-kali untuk direfleksikan, maka apakah kita dalam hidup sehari-hari telah hidup saling mengampuni. Dengan rendah hati saya mengingatkan dan mengajak anda sekalian untuk tidak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan agar kita semua hidup sederhana dan saling mengampuni, dan tentu saja saya juga berharap tidak henti-hentinya kita berusaha dan memperdalam hidup sederhana dan saling mengampuni.

·   "Ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apa yang kurang padaku dicukupkan oleh orang-orang yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian" (2Kor 11:9), demikian kesaksian iman Paulus kepada umat di Korintus. Marilah kita meneladan Paulus, yaitu jangan sampai kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun menjadi beban bagi saudara-saudari kita, sebaliknya semoga kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa menjadi 'fasilitator' bagi orang lain untuk semakin beriman, semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya, semakin tumbuh berkembang sebagai pribadi cerdas beriman. Jika berada di dalam kekurangan marilah dengan rendah hati kita mempercayakan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi, percaya dan imanilah pasti ada orang baik hati yang datang untuk membantu kekurangan kita. Di dunia ini mereka yang baik lebih banyak daripada mereka yang jahat, dan kami berharap kita sebagai orang beriman senantiasa baik adanya, sehingga kehadiran dan sepak terjang kita jangan menjadi beban bagi orang lain serta menjadi batu sandungan untuk berbuat jahat atau berdosa. Kami berharap kehadiran dan sepak terjang para pimpinan atas atasan dimanapun dan kapanpun tidak menjadi beban, sebagaimana sering terjadi pada masa kini. Ketika pemimpin atau atasan berkunjung maka yang dikunjungi terbebani dan bersandiwara dalam kehidupan, itulah yang sering terjadi. Untuk menghindari hal itu hendaknya pemimpin atau atasan dalam berkunjung kepada bawahan atau anggotanya dengan 'sidak' saja serta dalam kesederhanaan. Sidak berarti mendadak, sehingga juga dapat melihat realitas yang ada.

"Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaat. Besar perbuatan-perbuatan Tuhan, layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya" (Mzm 111:1-2)

Ign 16 Juni 2011         


Selasa, 14 Juni 2011

15 Juni - 2Kor 9:6-11; Mat 6:1-6.16-18

 "Janganlah kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka"

(2Kor 9:6-11; Mat 6:1-6.16-18)

 "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.  Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.  Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."  "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu,  supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Mat 6:1-6.16-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut;

·   Sikap mental liturgis atau formalistis rasanya masih menjiwai banyak orang masa kini, yaitu melakukan sesuatu agar dilihat dan dipuji orang, tentu saja sesuatu tersebut baik adanya. Hal yang senada adalah mereka yang senantiasa menyombongkan diri dengan ijasah atau gelar yang dimilikinya. Berbuat baik agar dilihat dan dipuji orang antara lain terjadi ketika berpartisipasi dalam gerakan social untuk membantu korban bencana alam seperti banjir, gempa bumi dst.., maka orang begitu mengedepankan seragam atau bendera organisasi sementara itu pelayanan dalam gerakan social tersebut layak dipertanyakan. Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita semua agar "Jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu di sorga". Marilah peringatan ini kita renungkan dan tanggapi secara positif dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Ketika hendak berbuat baik kepada orang lain atau melaksanakan tugas-kewajiban, buatlah atau laksanakanlah tanpa memperhitungkan apakah akan dilihat dan dipuji orang atau tidak, dengan demikian kita akan sungguh menjadi diri pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab, alias tidak kekanak-kanakan. Berbuat baik atau melakukan tugas kewajiban hemat kami merupakan 'value of being', artinya bernilai pada dirinya sendiri serta memantapkan jati diri kita masing-masing; berbuat baik dan melakukan tugas-kewajiban merupakan cara hidup dan cara bertindak kita sebagai orang beriman, maka entah dilihat atau  tidak dilihat orang lain hendaknya kita tetap setia untuk berbuat baik dan melakukan tugas-kewajiban seoptimal dan sebaik mungkin.

·   "Camkanlah ini. Orang yang menabur sedikit akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2Kor 9:6-7), demikian peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman. Begitu selesai menabur kita tak mungkin langsung melihat hasil atau buahnya, hasil atau buahnya akan nampak kemudian; kalau yang kita menabur benih tanaman, maka buahnya akan kita lihat kapan tergantung jenis tanamannya, sedangkan kalau menabur benih hidup baik dan berbudi pekerti luhur alias aneka ajaran dan nasihat yang baik kepada anak-anak, peserta didik atau saudara-saudari kita maka buahnya akan kita lihat ketika kelak mereka menjadi dewasa. Dengan kata lain penabur memang harus sabar dalam menikmati buah dari benih yang telah ditaburkannya. Marilah kita menabur dengan sukahati dan rela hati bukan dengan paksaan atau tekanan. Kami percaya bahwa dari kedalaman lubuk hati kita  masing-masing ada kerinduan untuk 'menabur' alias memberi nasihat, petuah, ajaran dst… atau ada pengharapan yang begitu indah dan mulia. Hendaknya pengharapan tersebut segera diusahakan perwujudan atau pemenuhannya dengan bekerja keras dan bersama dengan rahmat Allah. Pengharapan hemat saya menjiwai penabur, dan penabur yang baik tentu tidak langsung tidur atau istirahat setelah menabur, melainkan dengan penuh  pengharapan terus-menerus memonitor dan mendampingi apa yang telah ditaburkannya agar menghasilkan buah yang membahagiakan dan menyelamatkan. Ingat para suami-isteri bahwa benih atau sperma yang ditaburkan dalam telor kiranya dengan penuh pengharapan dan sukacita mendampingi dan merawatnya!

"Berbahagialah orang yang takut akan Tuhan, yang sangat suka kepada perintah-perintahNya. Anak cucunya akan perkasa di bumi, angkatan orang benar akan diberkati" (Mzm 112:1-2)

Ign 15 Juni 2011


14 Juni - 2Kor 8:1-9; Mat 5:43-48)

"Haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna"

(2Kor 8:1-9; Mat 5:43-48)

"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.  Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.  Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?  Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?  Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Mat 5:43-48), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·    Ketika baru saja dilahirkan kita semua kiranya dalam keadaan suci atau sempurna adanya, namun dalam perjalanan waktu karena kelemahan dan kerapuhan kita semakin tambah usia dan pengalaman berarti juga semakin tambah dosanya alias semakin jauh dari kesucian atau kesempurnaan. Ada kemungkinan juga bahwa semakin tambah usia, pengalaman dan kenalan juga semakin tambah musuh-musuhnya alias apa-apa atau siapa-siapa yang tidak kita senangi karena tidak sesuai dengan selera pribadi kita. Dengan kata lain secara jujur kita semua harus mengakui bahwa kita memiliki musuh-musuh atau apa-apa dan siapa-siapa yang tak kita senangi. Baiklah jika kita memiliki musuh, marilah kita cintai sebagaimana disabdakan oleh Yesus "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu". Jika yang menjadi musuh kita adalah orang atau sesama kita dan kita tidak berani secara langsung bertatap muka untuk mengasihi, baiklah kita doakan, dengan kata lain berdamai dalam doa. Kami percaya jika kita sering mendoakan maka pada waktunya kita pasti akan berani berdamai dengan tatap muka. Jika yang menjadi musuh adalah makanan atau minuman alias yang tidak sesuai dengan selera pribadi kita asal sehat langsung santap dan telan saja tanpa dikunyah. Nikmat dan tidak nikmat dalam makanan atau minuman terjadi dilidah dan hanya sesaat saja; perycalah Tuhan sudah menganugerahi 'alat penggiling atau pengolah' makanan dan minuman dalam tubuh kita. Demikian juga ketika yang menjadi musuh adalah cuaca atau lingkungan hidup nikmati saja

·   "Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam berbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya akan kemurahan" (2Kor 8:1-2), demikian pemberitahuan Paulus kepada jemaat di Korintus untuk meneguhkan iman mereka dalam menghadapi aneka tantangan, masalah  dan hambatan. Baiklah apa yang dikatakan oleh Paulus ini kita renungkan dengan sungguh-sungguh agar kita boleh meneladan jemaat-jemaat Makedonia. Sukacita dalam pencobaan dan penderitaan berat, itulah yang pertama baik kita renungkan. Aneka pencobaan dan penderitaan dihadapi dengan sukacita dan ccria akan menjadi ringan adanya, sehingga kita mampu menghadapi atau mengatasinya. Ketika kita sedang bersukacita atau gembira penuh senyuman kiranya banyak orang senang mendekati kita dan mempertanyakan apa yang membuat gembira penuh senyuman. Jawab saja pertanyaan mereka bahwa kita sedang mengahadapi pencobaan dan penderitaan berat, maka mereka pasti tergerak untuk membantu kita. Itulah maknanya dengan gembira dan sukacita menghadapi pencobaan dan penderitaan berat. Orang miskin yang kaya akan kemurahan, berarti orang yang membuka diri, siap sedia untuk berjuang dan rela berkorban demi sesuatu yang menyelamatkan atau membahagiakan. Dengan kata lain dari mereka yang miskin akan harta benda atau uang kita dapat belajar aneka keutamaan yang tak dimiliki oleh orang-orang kaya, yaitu jiwa terbuka, siap sedia serta rela berkorban dan berjuang. Maka hendaknya jangan melecehkan mereka yang miskin akan harta benda atau uang, karena mereka kaya akan keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan.

"Berbahagialah orang yang mempunyai  Allah Yakob sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan Allahnya. Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dengan segala isinya, yang tetap setia untuk selama-lamanya, yang menegakkan keadilan bagi orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang lapar" (Mzm 146:5-6)

Ign 14 Juni 2011


12 juni - HR PENTAKOSTA: Kis 2:1-11; 1Kor 12:3b-7,12-13; Yoh 20:19-23


"Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada."

HR PENTAKOSTA: Kis 2:1-11; 1Kor 12:3b-7,12-13; Yoh 20:19-23

Hari  ini kita memahkotai sembilan hari Novena Roh Kudus dengan perayaan Pentakosta, hari penganugerahan Roh Kudus kepada kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus. Roh Kudus yang dianugerahkan kepada kita memberi kuasa untuk 'mengampuni dosa orang atau menyatakan dosa orang tetap ada', dan kiranya yang selayaknya kita hayati dan sebarluaskan adalah mengampuni dosa orang, sebagaimana sering kita doakan dalam doa Bapa Kami 'ampunilah kami seperti kamipun mengampuni mereka yang bersalah kepada kami'. Hari Raya Pentakosta sering disebut juga sebagai hari pendirian atau pemakluman Gereja Kristus, yang ditandai dengan peristiwa sebagaimana diwartakan dalam Kisah Para Rasul hari ini, maka pertama-tama saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri dengan cermin peristiwa Pentakosta, penganugerahan Roh Kudus kepada segenap umat Allah.

"Kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah." (Kis 2:11)

Dalam peristiwa Pentakosta ini diberitakan bahwa di Yerusalem berkumpul aneka suku dan bangsa yang ada pada waktu itu. Para rasul, orang-orang Galilea, berbicara dengan bahasa mereka sendiri dan orang-orang lain dapat mendengarkan pembicaraan para rasul dalam bahasa mereka sendiri, padahal tidak ada penterjemah, sebagaimana sering dilakukan dalam masa kini dalam aneka pertemuan aneka bangsa di dunia ini. Sungguh merupakan muzijat besar pada peristiwa Pentakosta ini, dimana aneka suku dan bangsa yang berlainan satu sama lain dapat saling memahami dan mengerti dengan baik melalui bahasa. Bahasa memang menjadi sarana komunikasi, dan hemat saya bahasa komunikasi yang paling canggih dan mudah dimengerti adalah 'bahasa tubuh', maka marilah kita mawas diri perihal 'bahasa tubuh' yang mempersatukan kita semua.

 Bahasa tubuh memang sungguh mempersatkan dan membahagiakan; untuk itu kiranya para suami-isteri atau bapak ibu dapat sharing pengalamannya perihal bahasa tubuh ini, yaitu (maaf kalau sedikit porno) pengalaman ketika sedang memadu kasih alias berhubungan seksual, dimana terjadi kesatuan tubuh dan mungkin tak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulut, melainkan perasaan hati dan jiwa bahagia yang sulit dibahasakan dalam kata-kata. Bahasa tubuh tidak lain adalah gerakan anggota tubuh sebagaimana juga dilakukan oleh saudara-saudari kita yang bisu tuli, misalnya dengan geleng kepala, mengangguk, kerlingan/lirikan mata, sentuhan dst.. Dalam berbahasa tubuh kiranya orang sungguh berkomunikasi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh. Dalam bahasa tubuh ini hemat saya rekan-rekan perempuan, khususnya para ibu juga memiliki pengalaman mendalam dalam berkomunikasi dengan anak kandungnya yang masih bayi.

Bahasa tubuh hemat saya sungguh merupakan komunikasi kasih, dengan kata lain berkomunikasi dijiwai oleh cintakasih. Cintakasih sebagai anugerah Allah itulah kiranya yang juga menjiwai mereka yang berkumpul pada hari raya Pentakosta di Yerusalem pada waktu itu, sehingga mereka saling memahami dan mengerti dan sungguh menjadi saudara-saudari sejati. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua yang beriman kepada Yesus Kristus untuk membangun dan memperdalam hidup persaudaraan atau persahabatan sejati, meskipun kita berbeda satu sama lain, beda usia, beda pengalaman, beda SARA, dst.. Marilah kita hayati apa yang sama di antara kita secara mendalam dan handal sehingga apa yang berbeda antar kita berfungsional memperteguh dan memperkuat persaudaraan atau persahabatan kita. Apa yang sama di antara kita antara lain sama-sama manusia ciptaan Allah, gambar atau  citra Allah, sama-sama beriman, sama-sama mendambakan hidup damai sejahtera, selamat dan berbahagia lahir maupun batin, jasmani maupun rohani, phisik maupun spiritual. Hidup dalam persaudaraan atau persahabatan sejati pada masa kini hemat saya sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat ancaman untuk perpecahan dan permusuhan marak disana-sini. Selanjutnya marilah kita renungkan sabda Yesus di bawah ini.

"Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yoh 20:21)

Dengan anugerah Roh Kudus yang telah kita terima, kita diutus untuk mewartakan damai sejahtera dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun. Untuk itu dari diri kita sendiri hendaknya senantiasa dalam keadaan damai sejahtera dalam situasi atau kondisi apapun, karena Roh Kudus hidup dan berkarya dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. "There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" = "Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan", demikian pesan perdamaian Paus Yohanes Paulus II memasuki Millenium Ketiga ini. Kasih pengampunan merupakan modal atau kekuatan untuk berbuat adil, yang pada gilirannya membuahkan perdamaian. Masing-masing dari kita telah menerima kasih pengampunan Allah secara  melimpah ruah, maka marilah anugerah ini kita hayati dan sebarluaskan, agar terjadilah perdamaian sejati antar kita dalam kehidupan maupun kerja bersama.

Perihal hidup dalam perdamaian atau persaudaraan Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus mengingatkan kita semua, yaitu "Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik budak maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan diberi minum dari satu Roh" (1Kor 12:12-13).  Kebersamaan kita sebagai paguyuban orang beriman kepada Yesus Kristus ini sering disebut sebagai 'Tubuh Kristus'; Gereja adalah Tubuh Kristus. Dengan sederhana dan indah sekali Paulus mengingatkan kita semua dengan contoh tubuh kita yang memiliki banyak anggota tetapi satu tubuh untuk mengajak kita semua agar kita hidup dalam kesatuan dan persaudaraan sejati.  

Ada sekian banyak anggota tubuh, dan mungkin anggota tubuh yang kelihatan dengan mudah dapat dihitung, namun yang tidak kelihatan kiranya sulit untuk menghitung bagi kita semua yang awam dalam hal biologis atau ilmu kedokteran. Masing-masing anggota tubuh telah ditempatkan oleh Allah sedemikian rupa sehingga tubuh sungguh menawan, memikat dan menarik; masing-masing tubuh bangga dalam posisi masing-masing dan tiada irihati sedikitpun antar anggota tubuh; masing-masing berfungsi secara optimal sesuai dengan fungsinya sehingga tubuh segar-bugar dan sehat-wal'afiat. Dalam suratnya kepada umat di Korintus  Paulus juga mengingatkan bahwa anggota tubuh yang nampak kurang terhormat dan lemah diberi penghormatan khusus. Menurut saya anggota tubuh yang sering kurang terhormat dan lemah tetapi diberi penghormatan khusus atau istimewa tidak lain adalah alat kelamin dan bagi rekan perempuan berarti vagina. Ingat ketika seorang perempuan atau gadis diperkosa oleh seorang lelaki sering dikatakan 'direnggut kehormatannya', yang berarti alat kelamin sungguh terhormat.  Maka marilah kita beri penghormatan saudara-saudari kita yang kurang terhormat dan lemah.

Anggota tubuh yang kelihatan dan tak pernah menyakiti hemat saya adalah  leher, dan leher berfungsi sebagai jalan makanan, minuman maupun udara segar dari mulut ke perut. Yang menarik adalah leher tidak pernah mengkorupsi apa yang lewat, apa yang diterima langsung atau segera diteruskan kepada yang berhak; ia sungguh jujur, disiplin, rendah hati dan tidak pernah mengeluh maupun menyakiti. Maka marilah kita juga meneladan leher sebagai umat Allah, sehingga kebersamaan hidup kita sungguh dalam damai sejahtera dan aman sentosa.

"Apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati binasa dan kembali menjadi debu. Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.  Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah TUHAN bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!" (Mzm 104:29b-31)

Ign 12 Juni 2011      


Minggu, 12 Juni 2011

13 Juni - 2Kor 6:1-10; Mat 5:38-4

"Semua orang yang hadir sangat takjub"

(2Kor 6:1-10; Mat 5:38-42)

"Mereka tiba di rumah kepala rumah ibadat, dan di sana dilihat-Nya orang-orang ribut, menangis dan meratap dengan suara nyaring.  Sesudah Ia masuk Ia berkata kepada orang-orang itu: "Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!"  Tetapi mereka menertawakan Dia. Maka diusir-Nya semua orang itu, lalu dibawa-Nya ayah dan ibu anak itu dan mereka yang bersama-sama dengan Dia masuk ke kamar anak itu.  Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: "Talita kum," yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!"  Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub" (Mat 5:38-42), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Mulai hari ini kita memasuki kembali Pekan Biasa dalam Tahun Liturgi. Dalam kehidupan biasa setiap hari kita mengalami suka-duka kehidupan yang tiada henti; di kala suka mungkin kita tersenyum gembira, sedangkan di kala duka mungkin kita muram dan menangis. Dalam warta gembira hari ini dikisahkan bahwa di rumah kepala rumah ibadat terjadi orang-orang rebut, menangis dan meratap dengan suara nyaring karena kematian seorang anak. Kematian memang menimbulkan perkabungan dan duka. Yesus datang dan membuar muzijat dengan membangkitkan anak yang telah mati tersebut dan 'semua orang yang hadir sangat takjub'. Pengalaman ini kiranya menyentuh hati kita sebagai orang yang beriman kepada Yesus, dan dari kita diharapkan dalam hidup sehari-hari yang biasa-biasa saja itu mampu 'membuat muzijat', tentu saja tidak seperti Yesus yang membangkitkan orang mati, melainkan menggairahkan mereka yang lesu dan frustrasi atau memberdayakan mereka yang lemah dan tak berdaya. Maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk melihat dan mencermati saudara-saudari kita yang lesu, frustrasi dan lemah karena mengahadapi aneka tantangan, hambatan serta masalah; kita datangi, hibur, perteguh dan berdayakan mereka dengan rendah hati serta dalam kasih dan rahmat Tuhan. Ingat dan hayati bahwa kita baru saja mengenangkan anugerah Roh Kudus di hari raya Pentekosta kemarin, maka hendaknya tidak menyia-nyiakan kenangan tersebut, artinya kita hidup dan bertindak dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga dalam keributan kita tetap tabah dan tenang, dalam ratap tangis dan kesedihan kita tetap tegar, dan dengan demikian dapat menjadi penghibur dan pewarta kabar gembira. Biarlah orang-orang takjub melihat cara hidup dan cara bertindak kita dan kemudian tergerak untuk semakin beriman.

·   "Dalam hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela. Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah"(2Kor 6:3-5a), demikian kesaksian iman Paulus, rasul agung. Marilah kita meneladan penghayatan iman Paulus. Pertama-tama hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk berdosa atau melakukan kejahatan; semoga cara hidup dan cara bertindak kita tidak tercela dan mendapat pujian sejati dari orang lain. Sebagai orang beriman kita juga disebut sebagai 'pelayan Allah', yang antara lain  dalam segala hal kita sungguh menunjukkan kesabaran kita. "Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Hidup dan bertindak sabar 'dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah' pada masa kini sungguh merupakan kesaksian iman yang menakjubkan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak sabar dalam kehidupan. Orang sabar disayang Tuhan, demikian kata sebuah rumor, yang kiranya baik kita renungkan dan hayati sebagai orang beriman. Rekan-rekan muda-mudi sering tidak sabar dalam menikmati kegembiraan hubungan seksual, sehingga mengadakan hubungan seks bebas, para pengendara tidak sabar sehingga menimbulkan kecelakan dan korban dst..

"Tuhan telah memperkenalkan keselamatan yang dari padaNya, telah menyatakan keadilanNya di mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaanNya…segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita" (Mzm 98:2-3)

Ign 13 Juni 2011