Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Jumat, 15 Maret 2013

Minggu Prapaskah V

Mg Prapaskah V : Yes 43:16-21; Flp 3:8-14; Yoh 8:1-11

"Setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua"

Sebut saja namanya Bapak Artomoro, yang boleh diartikan bapak yang senantiasa mendambakan uang atau harta benda mengalir deras mendatangi, dengan kata lain orang yang bersikap mental materialistis. Pada suatu hari dengan geram ia memarahi anak-anaknya, karena anak-anak kurang taat kepada bapak-ibunya dan melakukan apapun sesuai dengan selera atau keinginannya sendiri. "Kamu ini anak-anaknya siapa, sungguh memalukan dan memprihatinkan cara hidup dan cara bertindakmu", demikian kata sang bapak dalam kemarahannya. "Lho, kami ini khan anak-anak bapak-ibu", jawab anak-anak dengan sedikit takut. Kemarahan orangtua terhadap anak-anaknya, pemimpin terhadap anggota-anggotanya, atasan terhadap bawahan-bawahannya sering terjadi dalam kehidupan bersama kita, dan sering hal itu untuk menunjukkan kewibawaan orangtua, atasan atau pemimpin. Begitulah yang sering terjadi bahwa semakin tua dan semakin tinggi fungsi atau jabatannya orang merasa diri lebih baik daripada yang lain alias sombong. Bukanlah semakin tambah usia dan pengalaman berarti juga bertambah dosanya, sebagaimana terjadi dalam kisah dalam Warta Gembira hari ini ketika Yesus bersabda bahwa yang tidak berdosa silahkan melempar batu pertama kali kepada pelacur yang tertangkap basah dan akhirnya yang paling tua lebih dahulu mengundurkan diri. Maka marilah kita renungkan apa isi Warta Gembira hari ini.

"Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya." (Yoh 8:7-9)

"Siapakah Yesuit itu? Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu, Ignatius minta kepada Santa Perawan, 'agar menempatkan dia disamping Puteranya', dan kemudian Ignatius melihat Bapa sendiri minta kepada Yesus yang memanggul salib, agar menerima si musafir ini dalam kalangan sahabatnya" (Konjen SJ ke 32, dekrit 2.1). Dalam Konggregasi Jendral ini adalah tokoh-tokoh atau pemuka-pemuka penting Serikat Yesus. Memang pernyataan iman tersebut sedikit banyak terpengaruh oleh sapaan Paus Yohanes Paulus II kepada para peserta Konggregasi Jendral yang mengadap Yang Mulia :"Dari mana asalmu? Dimana saat ini anda berada? Kemana anda mau pergi?".

Sapaan Paus kepada para Yesuit tersebut di atas kiranya dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi kita juga. Kita semua berasal dari Allah dan kiranya di awal hidup kita di dunia ini dalam keadaan suci, bersih dan tak berdosa sedikitpun, namun karena kelemahan dan kerapuhan kita sebagai manusia yang berasal dari 'tanah' dengan mudah kita mencemari kesucian kita dalam perjalanan waktu. Semakin tambah pengalaman dan tambah usia semakin banyak dosa yang kita lakukan, itulah kebenaran iman sejati. Pada saat ini di dunia, dalam hidup bersama kita menghadapi aneka rayuan dan godaan untuk berbuat dosa, dan dengan mudah kita tergerak mengikuti rayuan dan godaan tersebut, karena egois dan semangat materialistis kita. Maka selayaknya jika kita menyadari dan menghayati diri sebagai orang berdosa, dan jika kita dapat melakukan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan sungguh merupakan karya atau penyelenggaraan Ilahi dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Dengan kata lain kita juga telah menerima kasih pengampunan dari Allah secara melimpah ruah melalui saudara-saudari kita, maka apa yang hendaknya kita lakukan selanjutnya atau "kemana kita mau pergi melangkah?"

Kita semua diharapkan untuk pergi melangkah menuju ke 'tinggal bersama Yesus' alias menjadi sahabat-sahabat Yesus. Menjadi sahabat-sahabat Yesus antara lain senantiasa siap sedia meneladanNya dalam 'memanggul atau memikul salib'. APP tahun ini mengajak kita untuk mendalami dan menghayati tema "Bekerja Keras dan berpartisipasi Menghayati  Salib Yesus". Maka marilah kita mawas diri sejauh mana kita telah bekerja keras dalam hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita, yang memang tak akan terlepas dari aneka penderitaan dan pengorbanan maupun perjuangan. "Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10).

"Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya"(Fil 3:8).

Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita dipanggil untuk semakin mengenalNya serta menjadi sahabat-sahabatNya yang handal, tangguh dan berkompeten, sehingga cara hidup dan cara bertindak kita meneladan cara hidup dan cara bertindakNya maupun senantiasa melaksanakan sabda-sabdaNya dimana pun dan kapan pun. Maka hendaknya segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai pada saat ini sungguh difungsikan untuk semakin mengenal dan menjadi sahabatNya, dengan kata lain memfungsikan segala sesuatu sebagai jalan atau wahana agar kita semakin memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan, entah dalam atau melalui ibadat maupun kerja atau pelayanan kita setiap hari.

Kemuliaan, kesejahteraan dan kebahagiaan sejati ada dalam kesatuan dan kebersaman dengan Tuhan, dan memang untuk mengusahakan atau mencapainya kita perlu 'menghayati salib Yesus Kristus' alias membaktikan hidup sepenuhnya kepada panggilan, tugas pengutusan maupun kewajiban. Dengan kata lain kami ajak anda sekalian untuk meninggalkan aneka bentuk kemalasan dan hidup seenaknya hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Dalam hidup dan kerja dimana pun dan kapan pun pasti ada tata tertib atau aturan yang harus kita lakukan atau hayati, maka pertama-tama dalam mengusahakan kemuliaan, kesejahteraan dan kebahagiaan hendaknya setia menghayati atau melaksanakan tata tertib atau aturan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

Kami mengajak anda sekalian untuk menyikapi dan menghayati aneka tata tertib dan aturan bukan sebagai beban atau perintah, melainkan sebagai kebutuhan atau sarana dan jalan mengusahakan kemuliaan, kesejahteraan dan kebahagiaan sejati. Hendaknya anak-anak sedini mungkin dididik dan dibina untuk setia melaksanakan tata tertib dan aturan, misalnya tata tertib dan aturan di dalam keluarga, yang kemudian diperdalam dan diperkembangkan di tempat pendidikan formal, mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar dst… Ketika anak-anak di dalam keluarga biasa hidup tertib dan teratur, maka percayalah di kemudian hari mereka akan hidup tertib dan teratur dimana pun dan kapan pun. Sekali lagi kami berharap kepada para orangtua untuk dapat menjadi teladan dalam penghayatan atau pelaksanaan tata tertib dan aturan, dan tentu saja anda berdua setia saling mengasihi sebagai suami-isteri sampai mati.

"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya." (Mzm 126)

Ign 17 Maret 2013

        


16Maret

"Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!"

(Yer 11:18-20; Yoh 7:40-53)

"Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata: "Dia ini benar-benar nabi yang akan datang." Yang lain berkata: "Ia ini Mesias." Tetapi yang lain lagi berkata: "Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Maka timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia. Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorang pun yang berani menyentuh-Nya. Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak membawa-Nya?" Jawab penjaga-penjaga itu: "Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!" Jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka: "Adakah kamu juga disesatkan? Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!" Nikodemus, seorang dari mereka, yang dahulu telah datang kepada-Nya, berkata kepada mereka: "Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?" Jawab mereka: "Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea." Lalu mereka pulang, masing-masing ke rumahnya" (Yoh 7:40-53), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Semakin Yesus membuka DiriNya semakin menimbulkan pertentangan, dan ternyata di antara orang-orang Farisi dan ahli Taurat juga muncul perselisihan, dimana muncul "Nikodemus, seorang dari mereka, yang dahulu telah datang kepadaNya". Para penjaga, utusan orang-orang Farisi dan ahli Taurat, yang diberi tugas untuk mengamat-amati dan menangkap Yesus pun akhirnya terkesan kepadaNya dengan berkata :"Belum pernah seorang manusia berkata seperti itu". Nikodemus sendiri mengingatkanb bahwa untuk mengadili dan menghukum orang menurut Taurat orang yang bersangkutan harus didengarkan lebih dahulu, dengan kata lain perlu penelitian atau 'diagnose' yang memadai. Sikap orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang tergesa-gesa mengadili dan menghukum orang tanpa penelitian yang memadai ini kiranya sering terjadi juga di antara para dokter dalam mengambil keputusan untuk mengoperasi pasien atau menentukan penyakit seseorang, demikian juga secara sandiwara terjadi di proses pengadilan kita. Dengan kata lain sabda hari ini mengingatkan kita semua pentingnya penelitian atau diagnose yang memadai sebelum menentukan kebijakan atau langkah strategis. Memang bangsa kita kurang menghargai pentingnya penelitian atau diagnose, sehingga senantiasa boleh dikatakan ketinggalan zaman, sebagaimana terjadi dalam pendidikan. Sejak dahulu ganti Menteri Pendidikan senantiasa ganti kebijakan atau kurikulum, yang konon merupakan pembaharuan yang dibutuhkan, padahal kebijakan yang dimaksud hanya berdasarkan kasus tertentu saja. Hal itu kiranya merupakan buah pendidikan kita yang kurang memperhatikan eksplorasi dalam proses pembelajaran, dan lebih cenderung menghafal. Sebagai orang beriman marilah kita setia dan rajin mengadakan refleksi atau pemeriksaan batin setiap hari, menjelang istirahat malam.

·   "TUHAN semesta alam, yang menghakimi dengan adil, yang menguji batin dan hati, biarlah aku melihat pembalasan-Mu terhadap mereka, sebab kepada-Mulah kuserahkan perkaraku" (Yer 11:20). Kutipan ini mengingatkan dan mengajak kita semua bahwa ketika kita menghadapi masalah, perkara atau persoalan atau tantangan dan hambatan, hendaknya dengan rendah hati mohon pencerahan atau penerangan dari Allah, agar dalam terang Allah kita mengambil langkah dan kebijakan, sebagaimana juga dihayati dalam Konkraf oleh para Kardinal yang berdoa mohon pencerahan dan penerangan guna memilih Paus, Gembala Gereja Katolik, Penerus Tahta St.Petrus dan karya penyelamatan Yesus Kristus. "Kepada-Mulah kuserahkan perkaraku", demikian doa yang kiranya menjadi pegangan atau pedoman kita dalam berdoa maupun bertindak. Jika kita maju, tumbuh berkembang dalam hal penghayatan hidup beriman kiranya akan menghadapi banyak perkara, maka persembahkan perkara-perkara yang ada kepada Allah, dan jangan ditangani atau dipecahkan sendiri. Dan kiranya  kita juga perlu minta bantuan atau sumbangan orang lain dalam rangka menangani atau memecahkan perkara. Dalam kebersamaan dan Allah dan saudara-saudari kita, maka kita akan sukses menangani aneka perkara yang kita hadapi. Dengan kata lain hendaknya kita saling membantu dalam menghadapi aneka perkara kehidupan, bergotong-royong dalam mengemban tugas pengutusan dan beban.

"Hakimilah aku, TUHAN, apakah aku benar, dan apakah aku tulus ikhlas. Biarlah berakhir kejahatan orang fasik, tetapi teguhkanlah orang yang benar, Engkau, yang menguji hati dan batin orang, ya Allah yang adil. Perisai bagiku adalah Allah, yang menyelamatkan orang-orang yang tulus hati; Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat" (Mzm 7:9b-12)

Ign 16 Maret 2013


Kamis, 14 Maret 2013

15Maret

"Tidak ada seorang pun yang menyentuh Dia sebab saatNya belum tiba"

(Keb 2:1a.12-22; Yoh 7:1-2.10.25-30)

" Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Ia pun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam. Beberapa orang Yerusalem berkata: "Bukankah Dia ini yang mereka mau bunuh? Dan lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepada-Nya. Mungkinkah pemimpin kita benar-benar sudah tahu, bahwa Ia adalah Kristus? Tetapi tentang orang ini kita tahu dari mana asal-Nya, tetapi bilamana Kristus datang, tidak ada seorang pun yang tahu dari mana asal-Nya." Waktu Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berseru: "Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku." Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba" (Yoh 7:1-2.10.25-30)

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Semakin Yesus membuka Diri semakin orang-orang Farisi dan ahli Taurat tidak memahamiNya, dan semakin tergerak untuk menangkapNya alias membungkamNya, sehingga Yesus tidak dapat berbicara seenaknya. Pengalaman yang demikian ini ada kemungkinan juga terjadi dalam kebersamaan kita dimana ketika kita saling membuka diri semakin kelihatan banyak perbedaan dan banyak hal kurang kita fahami atau kurang kita terima, sehingga mendorong kita untuk menyingkirkannya. Dalam hal relasi pasangan suami-isteri yang belum lama menikah kiranya hal ini juga dapat terjadi, mengingat dan memperhatikan pada umumnya pada masa pacaran maupun tunangan orang masih bermain sandiwara, demikian juga dapat terjadi dalam diri para imam, bruder, suster muda, dimana pada masa pendidikan pada umumnya juga masih terjadi sandiwara kehidupan. Semakin kenal, semakin dekat dan semakin lama bergaul dan bekerja bersama akan semakin banyak hal baru yang tidak kita ketahui atau fahami dengan baik. Semoga kita tidak tergerak untuk menyingkirkan atau membungkam mereka yang tak terfahami atau ketahui dengan baik, melainkan bersabarlah pada waktunya kita pasti akan mengetahui dan memahaminya. Untuk itu kita semua hendaknya dengan penuh kesabaran dan rendah hati berusaha saling memahami dan mengetahui dan tentu saja semakin menghayati keterbasan dirinya. Kepada pasangan suami-isteri muda kami harapkan tidak mudah bercerai atau bertengkar karena munculnya perbedaan-perbedaan yang ada. Kepada para pendidik atau guru hendaknya juga memahami dan mengerti perbedaan yang ada dengan para murid atau peserta didik, dan semoga anda tidak memproyeksikan diri pada para murid atau peserta didik.

·   "Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan." Demikianlah mereka berangan-angan, tapi mereka sesat, karena telah dibutakan oleh kejahatan mereka.Maka mereka tidak tahu akan rahasia-rahasia Allah, tidak yakin akan ganjaran kesucian, dan tidak menghargakan kemuliaan bagi jiwa yang murni" (Keb 2:19-22).  Aniaya dan siksa pasti akan dihadapi oleh orang-orang yang bertindak benar, jujur dan disipin, setia dan teratur dalam cara hidup dan cara bertindak. Aniaya dan siksa itu dapat dapat berasal dari dirinya sendiri atau dari luar. Untuk berusaha hidup suci dan murni memang tak akan terlepas dari aneka tantangan, hambatan dan masalah, namun demikian hadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan bersama dan bersatu dengan Allah, karena Allah pasti menolong atau membantu kita yang lemah dan rapuh ini. Jadikan aniaya dan siksaan sebagai wahana penyucian atau pemurnian diri, bagaikan emas dibakar untuk mencari kemurniannya. Dalam menghadapi aniaya dan siksaan hendaknya kita tetap lemah lembut dan sabar, karena dengan demikian kita juga akan semakin lemah lembut dan sabar, dan orang yang lemah lembut serta sabar menjadi kesayangan Allah. Semua orang sehat kiranya mendambakan disayangi oleh Allah kapan pun dan dimana pun, maka baiklah jika senantiasa lemah lembut dan sabar dalam menghadapi gelora kehidupan yang sering menghempas dan mengombang-ambingkan kita. Hendaknya tetap berpegang teguh pada kehendak Allah dalam menghadapi gelora kehidupan yang mengombang-ambingkan kehidupan kita.

"Wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu" (Mzm 34:17-20)

Ign 15 Maret 2013


Selasa, 12 Maret 2013

14Maret

"Aku tidak memerlukan hormat dari manusia."

(Kel 32:7-14; Yoh 5:31-47)

"Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan yang bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat, dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu. Aku tidak memerlukan hormat dari manusia." (Yoh 5:37-41), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Ketegangan antara Yesus dengan 'musuh-musuhNya', orang-orang Farisi dan ahli Taurat, mulai muncul ketika Yesus menyatakan "Jati DiriNya" sebagai utusan Allah Bapa. Apa yang dilakukan oleh Yesus merupakan kesaksian sebagai 'utusan Allah Bapa', dan siapapun yang percaya kepada ajaran dan pewartaanNya maupun cara hidup dan cara berindakNya akan menerima hidup kekal, bahagia selamanya di sorga setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia. Orang-orang Farisi maupun para ahli Taurat meskipun mereka mempelajari Kitab Suci, yang tidak lain berbicara perihal Yesus, sebagai 'utusan Allah Bapa', tidak percaya kepadaNya serta utusan-utusan Allah Bapa lainnya seperti Yohanes Pembaptis maupun para nabi yang hadir sebelumnya. Sabda hari ini mengingatkan kita semua agar kita percaya kepada 'utusan-utusanNya' maupun tidak gila hormat dari manusia, karena kita telah berbuat baik atau melakukan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan. Seorang utusan memang tidak akan dihormati oleh manusia, karena yang bersangkutan hanya meneruskan pesan orang lain yang harus disampaikan kepada orang lain juga, dengan kata lain dari dirinya hanya menyumbangkan tenaga dan waktunya. Sebagai orang beriman yang dipanggil untuk menjadi saksi iman dalam hidup sehari-hari, hendaknya kita juga tidak gila hormat dari saudara-saudari kita, bahkan siapapun yang setia menjadi saksi iman pada masa kini akan disingkirkan atau dilecehkan. Orang jujur dan disiplin dalam pelayanan dan kerja di masyarakat, bangsa atau Negara kita ini pasti akan menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, atau bahkan diancam untuk disingkirkan oleh mereka yang gila harta benda, gila hormat dan gila kedudukan atau jabatan.

·   "Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu. Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya." (Kel 32:12-13), demikian doa permohonan Musa kepada Allah. Allah memang Mahakasih dan Maha-pengampun, dan siapapun yang dengan rendah hati mohon kasih pengampunanNya pasti akan dikabulkan. Memang kita sering menerima ancaman sebagaimana dialami oleh bangsa terpilih dalam perjalanan menuju Tanah Terjanji, yaitu ancaman dimusnahkan ketika kita tidak setia dalam perjalanan, yaitu setia pada kehendak dan perintah Allah. Kiranya selama mawas diri dalam aneka kegiatan Prapaskah kita juga menerima kelemahan dan dosa-dosa kita, maka hendaknya tidak takut untuk menghadap Allah mohon kasih pengampunan, dan tentu saja mohon kasih pengampunan kepada mereka yang telah kita sakiti atau lukai dengan perilaku, cara hidup dan cara bertindak kita yang tak bermoral. Percayalah bahwa jika kita dengan rendah hati mohon kasih pengampunan kepada saudara-saudari kita pasti akan diampuni. Tentu saja kita sebagai orang beriman juga dipanggil untuk dengan murah hati mengampuni saudara-saudari kita yang mohon pengampunan kepada kita. Dengan kata lain marilah kita hidup saling mengampuni sehingga kehidupan bersama kita dimana pun dan kapan pun enak, dalam dalam sejahtera baik lahir maupun batin, fisik maupun spiritual.

"Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah kepada patung tuangan; mereka menukar Kemuliaan mereka dengan bangunan sapi jantan yang makan rumput. Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir: perbuatan-perbuatan ajaib di tanah Ham, perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau" (Mzm 106:19-22)

Ign 14 Maret 2013


13Maret



"Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku,"

(Yes 49:8-15; Yoh 5:17-30)

"Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga." Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah. Maka Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi dari pada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya. Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup." (Yoh 5:17-24), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yesus menyatakan Diri bahwa DiriNya adalah utusan Allah Bapa alias sebagai Anak Allah, dan karena itu Ia harus melaksanakan tugas pengutusan Allah Bapa. Karena Ia menyebut Allah sebagai Bapa, maka orang-orang Yahudi semakin ingin membunuhNya. Pengakuan Yesus ini bagi kita masa kini berarti pengakuan iman kita pada Allah Tritunggal, yang memang hanya dapat diimani dan tak mungkin  dimengerti secara jelas dan memuaskan sesuai akal sehat alias mengerti sepenuhnya Allah, yang maha segalanya. Gambaran atau pemahaman kita perihal Allah kita terima melalui para pendahulu kita, yang kita imani sebagai utusan Allah: bagi umat Kristen berarti dari Yesus, bagi umat Islam berarti Nabi Muhamad saw, bagi umat Budha berarti Sidharta Gautama dst…  Dengan kata lain pemahaman kita perihal Allah memang tidak pernah sempurna, namun kita beriman atau percaya kepada Allah, maka marilah di Tahun Iman ini kita perdalam iman kita kepada Allah. Hendaknya dalam dan dengan semangat iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, jika kita mendambakan hidup berbahagia dan damai sejahtera lahir dan batin, spiritual dan fisik. Allah hadir dimana-mana, dalam semua ciptaanNya, terutama dalam diri manusia,  yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah, maka baiklah kita saling percaya dan berbakti satu sama lain, terutama percaya bahwa perbuatan baik yang dilakukan oleh siapapun karena rahmat dan anugerah Allah alias Allah hidup dan berkarya dalam diri orang yang berlaku baik.

·   " Aku akan membuat segala gunung-Ku menjadi jalan dan segala jalan raya-Ku akan Kuratakan. Lihat, ada orang yang datang dari jauh, ada dari utara dan dari barat, dan ada dari tanah Sinim." (Yes 49:11-12). Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita sebagai umat beriman. Allah menghendaki adanya kejujuran atau ketulusan hati dalam diri kita, umat beriman, dan memang untuk menjadi orang yang jujur dan tulus hati pada masa kini tak akan pernah lepas dari aneka tantangan, hambatan dan masalah. Tumbuh-berkembang menjadi orang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur harus disertai dengan pengorbanan dan perjuangan. "Jer basuki mowo beyo" = Untuk memperoleh hidup bahagia dan damai sejahtera orang harus berjuang dan berkorban. Maka dengan ini kami berharap kepada kita semua: hendaknya segala tantangan, masalah dan hambatan yang lahir dari kesetiaan hidup beriman dijadikan sarana atau wahana untuk tumbuh berkembang sebagaimana dikehendaki oleh Allah, dengan kata lain jangan dihindari, melainkan hadapi dengan rendah hati dan rahmat Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah kita akan mampu mengatasi aneka tantangan, hambatan dan masalah. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, marilah kita meneladanNya, yaitu meskipun harus menghadapi ancaman untuk dibunuh atau disingkirkan, hendaknya tetap setia pada iman kepercayaan kita kepada Allah, yang telah menciptakan dan mengutus kita untuk dalam kelemahan dan kerapuhan berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya.

"TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya" (Mzm 145:8-9)

Ign 13 Maret 2013


Minggu, 10 Maret 2013

12 Maret

"Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi,"

(Yeh  47:1-9.12; Yoh 5:1-3a. 5-16)

" Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit.. Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: "Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu." Akan tetapi ia menjawab mereka: "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah." Mereka bertanya kepadanya: "Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?" Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat." (Yoh 5:1-3a.5-16), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan dunia seisinya, antara lain menyembuhkan orang-orang sakit. Dan memang orang jatuh sakit pada umumnya juga kurang setia pada iman, kurang taat pada kehendak Allah dan lebih cenderung mengikuti selera atau keinginan pribadi dalam cara hidup dan cara bertindaknya. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan bahwa Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat, yang menurut tradisi orang-orang Yahudi tidak boleh dilakukan. Kepada orang yang telah disembuhkan Ia berpesan agar jangan melakukan dosa lagi, sehingga tidak akan terjadi sesuatu yang lebih membuatnya menderita dan sengsara, sementara itu orang-orang Yahudi 'berusaha untuk menganiayaNya, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat'. Hari Sabat adalah hari khusus bagi Allah, dan menurut tradisi pada hari Sabat orang-orang Yahudi: tidak boleh berjalan lebih dari 1000 meter, membaca Kitab Suci dan bagi suami-isteri merupakan waktu untuk berhubungan seks dengan pasangannya sendiri, dengan kata lain 'melanjutkan karya penciptaan Allah' alias senantiasa melaksanakan kehendak atau perintah Allah dengan berbuat baik, melakukan apa-apa yang menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa manusia. Menyembuhkan orang sakit senada dengan mengampuni dosa, maka apa yang dilakukan oleh Yesus tidak bertentangan dengan tujuan hari Sabat. Demi keselamatan dan kebahagiaan jiwa manusia orang dapat melakukan apapun asal tidak melecehkan atau merendahkan harkat martabat manusia.

·    "Sungai ini mengalir menuju wilayah timur, dan menurun ke Araba-Yordan, dan bermuara di Laut Asin, air yang mengandung banyak garam dan air itu menjadi tawar, sehingga ke mana saja sungai itu mengalir, segala makhluk hidup yang berkeriapan di sana akan hidup. Ikan-ikan akan menjadi sangat banyak, sebab ke mana saja air itu sampai, air laut di situ menjadi tawar dan ke mana saja sungai itu mengalir, semuanya di sana hidup" (Yeh 47:8-9). Air memang menjadi sumber kehidupan, tubuh kita kurang lebih 70% terdiri dari air, maka ketika orang kekurangan air akan mengalami lemah fisik dan ada kemungkinan jatuh sakit. Maka dengan ini kami mengharapkan anda sekalian untuk menjaga kelestarian atau keberadaan air bersih demi kesehatan umat manusia. Menjaga, merawat atau meng-usahakan lingkungan hidup yang penuh dengan aneka tanaman dan tumbuh-tumbuhan merupakan cara yang mendesak dan up to date untuk kita laksanakan bersama, maka usahakan lingkungan rumah atau tempat tinggal dan tempat kerja anda 'penghijauan' yang memadai. Semoga para pengusaha kayu tidak serakah membabati hutan, demikian juga para pengusaha tambang hendaknya tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Perubahan iklim dan ekosistem yang terjadi akibat keserakahan manusia mengancam kehidupan manusia. Demikian juga kami berharap kepada para pengusaha air kemasan tidak serakah menyedot air tanah dan mencegat air yang mengalir dari sumber-sumber air untuk dikemas dalam botol-botol, dengan kata lain semoga komersialisasi air dikurangi dan syukur dihentikan.

"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; Kota Allah, kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah sungai. Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah akan menolongnya menjelang pagi"

(Mzm 46:2-3.5-6)

Ign 12 Maret 2013. "Selamat Menyepi, dan semoga hati, jiwa, pikiran dan tubuh kita semakin suci"


11Maret


"Tuhan datanglah sebelum anakku mati."

(Yes 65:17-21; Yoh 4:43-54)

"Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. Maka setelah Ia tiba di Galilea, orang-orang Galilea pun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiri pun turut ke pesta itu. Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang."Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu ia pun percaya, ia dan seluruh keluarganya. Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea." (Yoh 4:43-54), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Pegawai istana pada umumnya orang-orang yang sungguh tahu sopan santun serta berbudi pekerti luhur, maka boleh dikatakan sungguh beriman. Maka kiranya dapat difahami bahwa ia tergerak dengan rendah hati mohon kepada Yesus untuk kerumahnya guna menyembuhkan anaknya yang sedang menderita sakit keras. Hal ini kiranya dapat menjadi bahan mawas diri bagi kita semua, yaitu bahwa sehat dan sakit erat kaitannya dengan beriman dan tidak/kurang beriman. Sementara itu bagi mereka yang menderita sakit kami harapkan dengan rendah hati membuka diri untuk disembuhkan melalui bantuan atau pertolongan orang-orang yang dapat menyembuhkan. Mungkin kebanyakan dari kita sedang menderita sakit hati atau sakit jiwa, dan memang belum parah. Maka baiklah sebelum penyakit kita parah kita segera berobat. Jika kita masih sakit hati terhadap seseorang hendaknya segera minta maaf, demikian juga jika masih sakit jiwa alias kita belum memiliki spirit atau semangat yang seharusnya kita miliki dan hayati, misalnya spiritualitas atau visi tarekat atau organisasi, dan sebagai orang yang telah dibaptis kurang menghayati janji baptis dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari. Dalam hal spiritualitas atau janji baptis ini kiranya dengan rendah hati kita dapat saling belajar bersama dengan rekan-rekan seiman atau sepanggilan dalam pendalaman iman bersama selama masa Prapaskah ini. Dengan kata lain baiklah jika selama masa Prapaskah ini kita sempatkan untuk membaca dan merenungkan aneka jenis tatanan atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, seperti konstitusi, anggaran dasar, pedoman hidup dst…

·   "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati. Tetapi bergiranglah dan bersorak-sorak untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan, sebab sesungguhnya, Aku menciptakan Yerusalem penuh sorak-sorak dan penduduknya penuh kegirangan. Aku akan bersorak-sorak karena Yerusalem, dan bergirang karena umat-Ku; di dalamnya tidak akan kedengaran lagi bunyi tangisan dan bunyi erang pun tidak. Di situ tidak akan ada lagi bayi yang hanya hidup beberapa hari atau orang tua yang tidak mencapai umur suntuk, sebab siapa yang mati pada umur seratus tahun masih akan dianggap muda, dan siapa yang tidak mencapai umur seratus tahun akan dianggap kena kutuk" (Yes 65:17-20).  Kutipan ini menggambarkan sebuah situasi dan kondisi ideal yang harus kita usahakan bersama-sama, bersama dengan saudara-saudari kita serta bersama dengan Allah, yang telah menciptakan langit dan bumi seisinya. Kita semua dipanggil untuk memperbaharui diri alias bertobat, kembali ke jalan yang benar dalam menuju Allah. Dengan kata lain marilah kita membuka diri terhadap bisikan atau dorongan Roh Kudus, yang antara lain menggejala dalam kehendak dan perbuatan baik saudara-saudari kita. Kami percaya bahwa kita semua berkehendak baik dan senantiasa melakukan apa yang baik, namun karena kelemahan dan kerapuhan kita perwujudannya berbeda satu sama lain, dan untuk itu perlulah kita saling mensinerjikan kehendak dan perbuatan baik kita dalam kerendahan hati. Marilah kita saling berbagi keutamaan-keutamaan yang kita imani dan miliki, sehingga kita semakin diperkaya dengan aneka keutamaan-keutamaan. Semoga kita senantiasa bekerjasama melakukan apa yang baik, menyelamatkan dan membahagiakan, terutama keselamatan atau kebahagiaan jiwa.

"Aku akan memuji Engkau, ya TUHAN, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku. TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur. Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus" (Mzm 30:2.4-5)

Ign 11 Maret 2013


Minggu Prapaskah IV


Mg Prapaskah IV: Yos 5:9a.10-12; 2Kor 5:17-21; Luk 15:1-3.11-32

" Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."


Ketika saya bertugas sebagai Direktur Perkumpulan Strada di Jakarta menyelenggarakan 'pertemuan kepala sekolah', ada seorang kepala sekolah, yang telah kurang lebih 25 tahun berkarya di lingkungan Perkumpulan Strada, menyampaikan keluhan atau 'unek-unek' sebagai berikut: "Romo, kami ini sudah melayani/bekerja selama kurang lebih 25 tahun di Perkumpulan Strada, namun sampai saat ini belum menerima sumbangan/restitusi kesehatan sedikitpun. Sementara itu salah satu guru kami yang bekerja belum genap 10 tahun telah menerima restitusi kesehatan jutaan rupiah". Kepala sekolah yang bersangkutan memang dikenal sebagai pribadi yang kritis, dan boleh dikatakan cerdas juga. Saya teringat akan hal tersebut setelah merenungkan bacaan Injil hari ini, yang mengkisahkan perihal 'anak hilang'. Hemat saya perumpamaan 'anak hilang' ini pertama-tama untuk menanggapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang bersungut-sungut menyaksikan Yesus menerima orang-orang berdosa. Dalam perumpamaan ditampilkan 'tiga tokoh', yang kiranya dapat menjadi bahan refleksi atau mawas diri bagi kita semua, yaitu : bapa yang baik dan penuh belas kasih, anak sulung dan anak bungsu/hilang. Maka marilah kita mawas diri: bagaimana keadaan kita saat ini, apakah seperti bapa yang baik dan penuh belas kasih, anak sulung atau anak bungsu?


"Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa" (Luk 15:18-19)

Anak bungsu dalam 'keluarga dua anak cukup', sebagaimana terjadi pada masa kini, pada umumnya akan lebih dimanjakan oleh orangtuanya daripada anak sulung. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan bahwa anak bungsu minta hak waris dari bapanya dan dikabulkan dengan diberi separoh dari kekayaannya. Si anak bungsu pun akhirnya bersenang-senang, berfoya-foya dengan sepuas-puasnya, termasuk pergi ke pelacuran. Seberapa besar jumlah uang atau harta benda ketika digunakan untuk berfoya-foya akhirnya habis juga, dan itulah yang terjadi dalam diri anak bungsu, sehingga ia sungguh sangat menderita. Dalam puncak penderitaannya ia baru ingat akan bapanya, sebagaimana juga dialami oleh kebanyakan dari kita, yaitu ketika bersenang-senang lupa daratan, melupakan segala-galanya dan baru setelah menderita ingat akan kebenaran yang harus dipeluk dan dihayatinya.

Anak bungsu akhirnya menyadari dan menghayati kedosaan dan kerapuhannya serta kemudian tergerak untuk mohon kasih pengampunan dan kemurahan hati kepada bapanya. Hal ini kiranya juga dapat menjadi bahan permenungan atau refleksi kita. Dalam mawas diri selama masa Prapaskah ini kiranya kita juga menyadari segala kelemahan dan dosa-dosa kita, maka marilah dengan rendah hati kita mohon kasih pengampunan dan kemurahan hati Allah, antara lain dengan mengaku dosa, dan tentu saja juga perlu disertai dengan mohon kasih pengampunan kepada mereka yang telah kita sakiti atau kecewakan karena dosa-dosa dan kelalaian atau kesambalewaan kita. Salah satu kebenaran sejati adalah bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang dikasihi oleh Allah dan dipanggilnya untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya, maka marilah kita tak perlu takut menghadap Allah maupun saudara-saudari kita untuk mohon belas kasih, kemurahan dan kasih pengampunannya, karena Allah sungguh maha kasih dan maha pengampun, demikian pula kebanyakan dari saudara-saudari kita.  


"Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia" (Luk 15:20).


Ayah atau bapa dalam kisah hari ini menggambarkan Allah yang sungguh berbelas kasih kepada umatNya yang tergerak menghadapNya guna mohon kasih pengampunan. Sebelum kita secara konkret mohon kasih pengampunan melalui imam dalam kamar pengakuan, Allah telah mengetahui apa yang kita rindukan atau dambakan. Ia sungguh akan 'merangkul dan menciumi kita'. Maka Paulus berani memberi kesaksian iman sebagai berikut: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami." (2Kor 5:17-19)


Sebagai orang yang beriman kepada Allah kita semua dipanggil juga untuk memiliki hati yang tergerak orang belas kasihan terhadap orang-orang berdosa, yang menyadari dosa-dosanya serta mendatangi kita untuk mohon belas kasih dan pengampunan. Kami percaya bahwa diri kita masing-masing telah menerima belas kasih, kemurahan hati dan kasih pengampunan secara melimpah ruah melalui orang-orang yang telah mengasihi dan memperhatikan kita, maka marilah apa yang kita miliki tersebut kita salurkan atau bagikan kepada saudara-saudari kita. Kerajaan Allah adalah kerajaan hati, maka beriman kepada Allah memang diharapkan sungguh memiliki hati yang bebelas kasih. Ketika ada orang salah minta maaf kepada kita marilah yang bersangkutan kita rangkul dan ciumi dengan belas kasih, demikian pula hendaknya memperlakukan anak-anak nakal dengan belas kasih, bukan dengan kekerasan. Percayalah bahwa belas kasih akan memotivasi dan mendorong orang untuk bertobat dan memperbaharui diri.     


"Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia" (Luk 29-30).


Kutipan di atas ini kiranya terarah bagi siapapun yang bersikap mental Farisi atau orang-orang sombong, yang merasa dirinya paling baik dan melecehkan orang lain. Memang secara yuridis mereka begitu setia dan taat pada aneka tatanan atau aturan, tetapi mereka hanya lebih mengandalkan diri pada otak atau pikiran, bukan pada hati dan belas kasih. Pembinaan dan pendidikan di Indonesia ini, entah pendidikan informal dalam keluarga maupun formal di sekolah-sekolah pada umumnya juga lebih mengedepankan otak atau pikiran alias kecerdasan intelektual daripada hati atau kecerdasan spiritual, sehingga tidak mengherankan orang berlomba untuk mencapai nilai ulangan maupun ujian setinggi mungkin, meskipun untuk itu harus menyontek, dan dalam kenyataan banyak sekolah membiarkan para peserta didiknya menyontek dalam ulangan maupun ujian. Buah dari semua itu cukup jelas: sikap mental yuridis atau orientasi pada hukum untuk menjatuhkan orang lain dan mengutamakan kepentingan pribadi.


Hati mereka sungguh keras, sebagaimana digambarkan dalam warta gembira sebagai anak sulung, yang didekati ayahnya dengan penuh belas kasih, tak terusik atau tak tergerak sedikitpun hatinya untuk membuka diri atas sentuhan belas kasih tersebut. Anak sulung tak menanggapi undangan ayahnya untuk berpesta bersama dengan anak bungsu yang bertobat, dan hal ini hemat saya juga menggambarkan orang-orang yang tidak ada kepedulian sedikitpun dalam kebersamaan, menghindar dari ajakan untuk bertemu dengan saudara-saudarinya alias senantiasa menyendiri, mengasingkan diri. Hemat saya orang yang demikian ini tidak hanya secara fisik saja memisahkan diri dari sesamanya, melainkan juga secara spiritual. Kepada mereka yang tertutup hatinya, dengan rendah hati kami ajak untuk membuka diri. yang  sombong untuk bertobat menjadi rendah hati.


"Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku.Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku" (Mzm 34:2-5)

Ign 10 Maret 2013


9Maret


"Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini."

(Hos 6:1-6; Luk 18:9-14)

" Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 18:9-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Orang-orang Farisi memang dikenal sebagai orang-orang sombong, sehingga ketika sedang berdoa pun menyombongkan diri serta melecehkan orang lain, padahal berdoa berarti berada di 'hadirat Allah', dan segala sesuatu yang dimiliki maupun dikuasai dan dinikmati sampai saat ini merupakan anugerah Allah. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak segenap umat beriman atau beragama untuk tidak hidup dan bertindak sombong, melainkan rendah hati, menghayati doa pemungut cukai yang berdoa "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini". Kiranya kita semua semakin tambah usia dan pengalaman berarti juga bertambah dosa-dosanya, mengingat dan memperhatikan kerapuhan dan kelemahan kita. Kita sadari dan hayati bahwa hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini merupakan anugerah Allah yang kita terima melalui sekian banyak orang yang telah mengasihi dan memperhatikan kita, dan tanpa perhatian dan kasih orang lain terhadap diri kita maka kita tak mungkin berada sebagaimana adanya saat ini. Kebenaran sejati adalah bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang diampuni dan dikasihi Allah serta dipanggilNya untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatanNya, yaitu menjadi saksi rendah hati dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak dimana pun dan kapan pun. Memang pertama-tama kami harapkan ketika berdoa sungguh menyadari dan menghayati kedosaan dan kerapuhan diri, yang selanjutnya dihayati juga dalam pergaulan dengan siapapun. Dengan kata lain marilah kita saling rendah hati satu sama lain, dan kita berantas aneka bentuk kesombongan yang mengganggu dan merusak hidup bersama. Jauhkan sikap mental orang Farisi dalam cara hidup dan cara bertindak kita.

·   "Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran" (Hos 6:6). Kutipan ini hendaknya menjadi permenungan atau refleksi kita, dan selanjutnya kita hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Sebagai orang beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk memperdalam 'kasih setia' dan 'pengenalan akan Allah'. Kita juga sedang berada dalam 'Tahun Iman', dimana kita diajak untuk memperdalam dan memperkembangkan iman kita kepada Allah. Kiranya Allah dapat kita indrai dan imani dalam wujud kasih setia yang hidup dalam diri kita maupun saudara-saudari kita. Marilah kita lihat saudara-saudari kita yang hidup dengan kasih setia, yang memang dapat diartikan senantiasa hidup dengan saling mengasihi terus-menerus. Allah adalah kasih maka siapapun yang beriman kepada Allah berarti hidup saling mengasihi, dan sebaliknya kita dapat menemukan Allah dalam diri saudara-saudari kita yang hidup dalam dan oleh kasih. Kutipan di atas juga mengingatkan kita semua bahwa dalam hidup beriman atau beragama hendaknya lebih mengutamakan penghayatan, perilaku atau tindakan, bukan wacana atau omongan . Semoga kita semua unggul dan handal dalam penghayatan iman, harapan dan cintakasih, sehingga kita layak disebut sebagai orang beriman atau anak-anak Allah. Dalam hidup beragama pada masa kini memang ada kecenderungan untuk pamer cara beribadat dan bernyanyi maupun aneka hiasan di tempat ibadat. Kami ingatkan hendaknya dalam berdoa atau beribadat sungguh konsekwen, artinya apa yang kita doakan juga kita hayati menjadi tindakan atau perilaku, dan jika tidak demikian adanya marilah kita mengakui dan menghayati diri sebagai orang berdosa yang dikasihi Allah.

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mzm 51:3-4)

Ign 9 Maret 2013


8Maret


"Hukum manakah yang paling utama?"

(Hos 14:2-10; Luk 12:28-34)

"Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus." (Luk 12:28-34), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Di Indonesia, Negara tercinta ini, begitu banyak aturan dan tata tertib: UUD, UU, PP, Perda, Hukum Pidana maupun Perdata,dst.. Di dalam setiap organisasi atau paguyuban senantiasa juga ada tata tertib atau aturan yang diberlakukan agar kehidupan dan kinerja organisasi atau paguyuban berlangsung sebagaimana diidam-idamkan. Kebersamaan hidup yang paling dasar, yaitu keluarga, dibangun dan diperdalam serta diperkembangkan dengan dan melalui hukum yang paling utama, yaitu cintakasih, dan hemat saya semua tata tertib, aturan, hukum, kebijakan dst.. juga didasari atau dijiwai oleh cintakasih. Namun sungguh memprihatinkan bahwa dalam perjalanan hidup berkeluarga maupun bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama, orang melupakan cintakasih tersebut, padahal masing-masing dari kita ada dan dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini hanya karena  atau oleh cintakasih. Marilah kita senantiasa hidup dalam cintakasih dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi maupun segenap kekuatan. Segenap berarti seutuhnya atau total, dengan kata lain kita dipanggil untuk saling mengasihi tanpa syarat, atau catatan kaki. Cintakasih itu bebas, tanpa batas, sedangkan kebebasan dibatasi oleh cintakasih. Kita dapat hidup dan bertindak dengan bebas asal tidak melecehkan diri kita maupun orang lain, sebagai manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra Allah. Melecehkan diri kita maupun manusia lain berarti melawan kehendak Allah alias tidak beriman kepada Allah. Hidup dalam cintakasih tiada ketakutan sedikitpun untuk dilecehkan atau direndahkan, meskipun untuk itu harus membuka diri seutuhnya, sebagaimana terjadi dalam relasi antar suami-isteri. Kami berharap kepada kita semua untuk menanggapi dan menyikapi aneka sapaan, sentuhan dan perlakuan orang lain terhadap diri kita sebagai wujud cintakasih mereka kepada kita. dekati dan sikapi segala sesuatu dalam dan oleh cintakasih, maka anak enak dan nikmat adanya.

·   "Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semuanya ini; siapa yang paham, biarlah ia mengetahuinya; sebab jalan-jalan TUHAN adalah lurus, dan orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak tergelincir di situ" (Hos 14:10) . Yang dimaksudkan "semuanya ini"  tidak lain adalah aneka aturan dan tata tertib yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing sebagai terjemahan 'jalan-jalan Tuhan yang lurus'. Maka marilah kita senantiasa pertama-tama dan terutama setia mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing, sehingga tata tertib dan aturan tidak lagi menjadi beban, melainkan kebutuhan. Ketika kita menghayati  tata tertib dan aturan sebagai kebutuhan, maka kita akan tumbuh berkembang dengan mudah untuk menjadi orang bijaksana. Kami berharap kepada para pemimpin atau atasan dimana pun dapat menjadi teladan atau inspirasi dalam pelaksanaan atau penghayatan tata tertib dan aturan, yang pada umumnya juga mengesahkan tata tertib atau aturan untuk diberlakukan. Kita semua dipanggil untuk berjalan 'lurus' alias hidup dan bertindak jujur dalam situasi dan kondisi apapun serta dimana pun. Hidup dan bertindak jujur memang akan hancur untuk sementara, dan mulia serta bahagia selamanya, sedangkan pembohong atau penipu berbahagia sesaat dan akan menderita atau sengsara selamanya. Kami berharap kejujuran dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga sedini mungkin, antara lain dengan teladan konkret dari orangtua. Hendaknya kejujuran senantiasa juga menjiwai proses mengajar dan belajar di sekolah-sekolah.

"Aku telah mengangkat beban dari bahunya, tangannya telah bebas dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau; Aku menjawab engkau dalam persembunyian guntur, Aku telah menguji engkau dekat air Meriba" (Mzm 81:7-8)

Ign 8 Maret 2013