"Tuhan mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang?"
(Yes 49:1-6; Yoh 13:21-33.36-38)
"Simon Petrus berkata kepada Yesus: "Tuhan, ke manakah Engkau pergi?" Jawab Yesus: "Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku." Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!" Jawab Yesus: "Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."(Yoh 13:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Pada hari ini ditampilkan dua rasul: Yudas Iskariot dan Petrus yang akan mengkhianati Yesus. Meskipun mereka telah kurang lebih tiga tahun dibina oleh Yesus, hidup bersama dengan Yesus, ternyata dapat jatuh juga alias mengingkari Yesus. Mungkinkah kita juga berkhianat seperti mereka? Mungkin kita tidak seperti Yudas Iskariot, tetapi seperti Petrus, maka marilah kita mawas diri. Hendaknya kita tidak sombong seperti Petrus, yang berkata "Aku akan memberikan nyawaku bagiMu". Memberikan nyawa bagi Yesus berarti siap sedia untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam situasi dan kondisi apapun, kapanpun dan dimanapun. Marilah kita renungkan sabda Yesus kepada Petrus :"Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali". Sebelum ayam berkokok berarti pagi-pagi buta, dimana kebanyakan orang masih tidur nyenyak. Di daerah kita, di Indonesia, pagi-pagi buta, sebelum ayam berkokok, kita dengar suara 'adzan' dari masjid, surau atau langgar, ajakan untuk berdoa dan memuliakan Tuhan. Di antara kita kiranya ada yang merasa terganggu dan terbangun dari tidur serta kemudian mengeluh, menggerutu atau marah-marah. Jika kita berbuat demikian, hemat saya kita sama seperti Petrus. Maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk menyadari dan menghayati kelemahan dan kerapuhan masing-masing. Secara khusus kami mengingatkan dan mengajak kita semua, jika di pagi hari mendengar suara 'adzan', marilah dengan rendah hati kita menyatukan diri dengan saudara-saudari kita, umat Islam, berdoa pagi bersama-sama. Lebih baik pagi hari itu bersyukur dan berdoa daripada mengeluh, marah-marah atau menggerutu.
· "Dengarkanlah aku, hai pulau-pulau, perhatikanlah, hai bangsa-bangsa yang jauh! TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku. Ia telah membuat mulutku sebagai pedang yang tajam dan membuat aku berlindung dalam naungan tangan-Nya. Ia telah membuat aku menjadi anak panah yang runcing dan menyembunyikan aku dalam tabung panah-Nya."(Yes 49:1-2). Seruan Yesaya ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita bersama. Sejak dalam kandungan ibu kita masing-masing kita diharapkan menjadi pribadi manusia yang baik dan berbudi pekerti luhur, sehingga "mulutku sebagai pedang yang tajam serta diri kita menjadi anak panah yang runcing". Mulut bagaikan pedang yang tajam tidak berarti setiap berkata senantiasa menyakiti atau melukai yang mendengarkan, melainkan membuka atau menyingkapkan kebenaran-kebenaran atau kebaikan-kebaikan. Hal ini mengandaikan hati kita suci, bersih dan jernih. Sedangkan diri kita bagaikan anak panah yang runcing berarti kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun senantiasa efisien, efektif dan afektif, artinya tidak sia-sia atau tanpa arti sedikitpun. Maka marilah kita mawas diri: sejauh maka kata-kata atau omongan kita senantiasa menyingkapkan kebenaran dan kebaikan, dan kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa membuat hidup bersama sejuk, nyaman dan enak. Seruan Yesaya ini kiranya juga mengingatkan kita semua bahwa anak-anak lebih suci dan bersih daripada orangtua, yang muda lebih suci dan berbudi pekerti luhur daripada yang tua, maka baiklah kita tidak melecehkan atau merendahkan anak-anak atau mereka yang lebih muda daripada kita. Seruan Yesaya ini juga mengingatkan kita semua untuk saling menyebut nama kita masing-masing, nama yang akrab dan mesra yang senantiasa digunakan dalam pergaulan biasa. Dengan menyebut nama berarti kenal dan mengasihi. Hendaknya masing-masing dari kita juga mawas diri perihal nama yang dianugerahkan kepada kita oleh orangtua kita masing-masing maupun nama baptis yang dikenakan pada diri kita.
"Pada-Mu, ya TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Lepaskanlah aku dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku! Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku; sebab Engkaulah bukit batuku dan pertahananku. Ya Allahku, luputkanlah aku dari tangan orang fasik, dari cengkeraman orang-orang lalim dan kejam." (Mzm 71:1-4)
Jakarta, 30 Maret 2010
0 komentar:
Posting Komentar