"Lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan"
(2Raj 19: 5b-11.14-21.31-35a.36; Mat 7:6.12-14)
"Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu." "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."(Mat 7:6.12-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Salah satu bentuk 'jalan yang menuju kepada kebinasaan' adalah hidup dan bertindak mengkuti keinginan sendiri, seenaknya sendiri, sesuai selera pribadi (Jawa:'sak penake dhewe'). Orang bertindak seenaknya tanpa aturan untuk memenuhi gairah nafsunya. Maka Yesus bersabda "Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya". "Masuk melalui pintu yang sesak" berarti hidup dan melangkah atau bertindak sesuai dengan janji-janji yang pernah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji pelajar, mahasiswa, pekerja, dst.., yang disertai dengan aneka aturan dan tatanan untuk ditaati dan dilaksanakan. Perkenankan di sini saya mengangkat 'janji perkawinan' dan mengajak para suami-isteri untuk mawas diri dalam penghayatan hidup berkeluarga sebagai suami-isteri. Hendaknya saling setia pada pasangan masing-masing, tidak selingkuh atau menyeleweng, maka suami memiliki 'WIL' dan isteri memiliki 'PIL'. Hidup setia sebagai suami-isteri, saling mengasihi baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit sampai mati pada masa kini memang sarat dengan tantangan, masalah dan hambatan. Kami percaya bahwa kesetiaan suami-isteri dapat menjadi 'wahana' menuju kehidupan sejati bagi mereka sendiri maupun anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka serta kerabat dan kenalannya. Hidup berkeluarga yang baik merupakan dasar hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
· " Maka sekarang, ya TUHAN, Allah kami, selamatkanlah kiranya kami dari tangannya, supaya segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya Engkau sendirilah Allah, ya TUHAN." (2Raj 19:19), demikian doa Hizkia, yang mengalami atau menghadapi kesesakan hidup. Apa yang dilakukan oleh Hizkia ini kiranya.dapat menjadi teladan bagi kita semua, yaitu ketika menghadapi kesesakan, tantangan, masalah atau hambatan hendaknya tidak mengandalkan kemampuan diri sendiri saja, tetapi ingat akan Tuhan antara dengan berdoa mohon rahmat dan kekuatan dari Tuhan. Doa merupakan salah satu cirikhas hidup orang beragama atau beriman, maka kami berharap kita tidak pernah melupakan doa dalam hidup, kesibukan dan pelayanan kita setiap hari, tidak hanya ketika sedang menghadapi kesesakan saja. Percayalah, imanilah bahwa kesesakan, tantangan dan masalah yang harus kita hadapi merupakan jalan menuju kebahagiaan atau hidup sejati, maka jangan dihindari tetapi hadapi bersama dengan Tuhan. Tuhan adalah mahasegalanya, maka bersama dan bersatu dengan Tuhan kita akan mampu mengatasi segala kesesakan, tantangan dan masalah. Bersama dan bersatu dengan Tuhan juga berarti bersama dan bersatu dengan sesama atau saudara-saudari kita, maka dalam menghadapi kesesakan, masalah dan tantangan berarti kita tidak boleh sendirian, melainkan bekerjasama dengan saudara-saudari kita. Bekerja sendirian bagaikan 'lidi' yang lepas dari ikatan sapu, dan dengan demikian menjadi sampah dan mengganggu, sebaliknya bekerja bersama bagaikan banyak lidi diikat menjadi sapu lidi dan akan fungsional untuk keselamatan, kebersihan dan keindahan. Memang bekerjasama dengan orang lain pada masa kini sungguh menantang, mengingat dan memperhatikan kecenderungan kita masing-masing untuk bekerja sendiri-sendiri, seenaknya sendiri, semau gue. Ingatlah dan hayatilah bahwa masing-masing dari kita adalah hasil atau buah kerjasama (kerjasama bapak dan ibu kita), maka hanya dalam kerjasama kita dapat tumbuh berkembang dengan baik.
"Besarlah TUHAN dan sangat terpuji di kota Allah kita! Gunung-Nya yang kudus, yang menjulang permai, adalah kegirangan bagi seluruh bumi; gunung Sion itu, jauh di sebelah utara, kota Raja Besar. Dalam puri-purinya Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai benteng" (Mzm 48:2-4)
Jakarta, 22 Juni 2010
0 komentar:
Posting Komentar