"Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak"
(2Kor 5:14-21; Mat 5:33-37)
" Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita:
Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik
demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi,
karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena
Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi
kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan
sehelai rambut pun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak,
hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal
dari si jahat" (Mat 5:33-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut;
· Proses pengadilan terjadi dimana-mana, di setiap ibu kota
kabupaten, provinsi, dan lebih-lebih di ibu kota Negara seperti
Jakarta, setiap hari terjadi proses pengadilan, mengingat semakin
maraknya tidak kejahatan dan korupsi. Kiranya semakin banyak orang
juga terlibat dalam pengadilan, entah sebagai tersangka atau saksi.
Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua agar sebagai
tersangka maupun saksi berkata jujur, benar, apa adanya. "Jujur adalah
sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang,
berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela
berkorban demi kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17).
Hidup dan bertindak jujur pada masa kini memang berat, sarat dengan
tantangan, mengingat dan mempertimbangkan kebohongan dan kepalsuan
telah mulai tertanam dalam diri anak-anak sejak mereka belajar di
Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, yaitu berupa pembiaran
tindakan menyontek dalam ulangan maupun ujian, serta 'mark-up' nilai
yang dilakukan oleh para guru atau pelaksana pendidikan. Maka kiranya
perlu dua gerakan serentak untuk masa kini: memberantas kebohongan dan
ketidak-jujuran di kalangan pegawai dan pejabat serta memberlakukan
dengan ketat ketentuan "dilarang menyontek dalam ulangan dan ujian" di
sekolah-sekolah, gerakan kuratif dan preventif. Kami berharap kepada
mereka yang bekerja atau berkarya di lingkungan Departemen Pendidikan
serta Departemen Agama dapat menjadi teladan hidup dan bertindak
jujur, jangan sampai terjadi pembinaan korupsi melalui dua departemen
ini.
· "Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak
memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita
pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan
Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami;
dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan
dengan Allah.Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi
dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2Kor
5:19-21). Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk senantiasa
berdamai dengan Allah, yang kita imani. Berdamai dengan Allah berarti
tidak pernah melawan atau melanggar perintah dan kehendakNya sekecil
apapun dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Meskipun
sendirian, entah di dalam kamar atau perjalanan, hendaknya kita tetap
setia berdamai dengan Allah; apapun yang kita lakukan senantiasa
diketahui oleh Allah, tidak ada yang tersembunyi bagi Allah. Di
Indonesia ini kita setiap hari dapat mendengar, dan semoga juga dapat
mendengarkan, seruan melalui surau atau masjid: ajakan untuk mengimani
Allah yang Maha Besar, Maha Segalanya. Tentu saja hanya orang yang
memiliki keterbukaan hati, jiwa dan akal budi merasa terbantu dengan
seruan tersebut agar tetap setia berdamai dengan Allah. Maka secara
pribadi saya berterima kasih kepada rekan-rekan Muslim yang mengangkat
seruan tersebut. Di jalanan kita sering juga melihat iklan ajakan
untuk hidup dalam damai, persaudaraan atau persahabatan sejati. Memang
berdamai dengan Allah harus menjadi nyata atau terwujud dalam berdamai
dengan sesama manusia maupun ciptaan-ciptaan Allah lainnya yang ada di
permukaan bumi ini. Jika kita dengan mudah juga dapat berdamai dengan
situasi dan kondisi dimana kita berada, juga terkait dan iklim atau
cuaca, kiranya kita dengan mudah berdamai dengan saudara-saudari kita,
dengan siapapun tanpa pandang bulu. Tentu saja diri kita sendiri
diharapkan senantiasa berada dalam damai dan tenteram, karena dengan
demikian kita juga akan memiliki kemampuan untuk berdamai dengan Allah
maupun ciptaan-ciptaanNya.
"Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah
perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi -Nya,
bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!
Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati
orang-orang yang mencari TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya,
carilah wajah-Nya selalu!" (Mzm 105:1-4)
Ign 15 Juni 2013
(2Kor 5:14-21; Mat 5:33-37)
" Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita:
Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik
demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi,
karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena
Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi
kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan
sehelai rambut pun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak,
hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal
dari si jahat" (Mat 5:33-37), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut;
· Proses pengadilan terjadi dimana-mana, di setiap ibu kota
kabupaten, provinsi, dan lebih-lebih di ibu kota Negara seperti
Jakarta, setiap hari terjadi proses pengadilan, mengingat semakin
maraknya tidak kejahatan dan korupsi. Kiranya semakin banyak orang
juga terlibat dalam pengadilan, entah sebagai tersangka atau saksi.
Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua agar sebagai
tersangka maupun saksi berkata jujur, benar, apa adanya. "Jujur adalah
sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang,
berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela
berkorban demi kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 17).
Hidup dan bertindak jujur pada masa kini memang berat, sarat dengan
tantangan, mengingat dan mempertimbangkan kebohongan dan kepalsuan
telah mulai tertanam dalam diri anak-anak sejak mereka belajar di
Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, yaitu berupa pembiaran
tindakan menyontek dalam ulangan maupun ujian, serta 'mark-up' nilai
yang dilakukan oleh para guru atau pelaksana pendidikan. Maka kiranya
perlu dua gerakan serentak untuk masa kini: memberantas kebohongan dan
ketidak-jujuran di kalangan pegawai dan pejabat serta memberlakukan
dengan ketat ketentuan "dilarang menyontek dalam ulangan dan ujian" di
sekolah-sekolah, gerakan kuratif dan preventif. Kami berharap kepada
mereka yang bekerja atau berkarya di lingkungan Departemen Pendidikan
serta Departemen Agama dapat menjadi teladan hidup dan bertindak
jujur, jangan sampai terjadi pembinaan korupsi melalui dua departemen
ini.
· "Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak
memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita
pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan
Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami;
dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan
dengan Allah.Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi
dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2Kor
5:19-21). Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk senantiasa
berdamai dengan Allah, yang kita imani. Berdamai dengan Allah berarti
tidak pernah melawan atau melanggar perintah dan kehendakNya sekecil
apapun dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari. Meskipun
sendirian, entah di dalam kamar atau perjalanan, hendaknya kita tetap
setia berdamai dengan Allah; apapun yang kita lakukan senantiasa
diketahui oleh Allah, tidak ada yang tersembunyi bagi Allah. Di
Indonesia ini kita setiap hari dapat mendengar, dan semoga juga dapat
mendengarkan, seruan melalui surau atau masjid: ajakan untuk mengimani
Allah yang Maha Besar, Maha Segalanya. Tentu saja hanya orang yang
memiliki keterbukaan hati, jiwa dan akal budi merasa terbantu dengan
seruan tersebut agar tetap setia berdamai dengan Allah. Maka secara
pribadi saya berterima kasih kepada rekan-rekan Muslim yang mengangkat
seruan tersebut. Di jalanan kita sering juga melihat iklan ajakan
untuk hidup dalam damai, persaudaraan atau persahabatan sejati. Memang
berdamai dengan Allah harus menjadi nyata atau terwujud dalam berdamai
dengan sesama manusia maupun ciptaan-ciptaan Allah lainnya yang ada di
permukaan bumi ini. Jika kita dengan mudah juga dapat berdamai dengan
situasi dan kondisi dimana kita berada, juga terkait dan iklim atau
cuaca, kiranya kita dengan mudah berdamai dengan saudara-saudari kita,
dengan siapapun tanpa pandang bulu. Tentu saja diri kita sendiri
diharapkan senantiasa berada dalam damai dan tenteram, karena dengan
demikian kita juga akan memiliki kemampuan untuk berdamai dengan Allah
maupun ciptaan-ciptaanNya.
"Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah
perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi -Nya,
bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!
Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati
orang-orang yang mencari TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya,
carilah wajah-Nya selalu!" (Mzm 105:1-4)
Ign 15 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar