"Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?"
(Hab 1: 12-2:4; Mat 17:14-20)
"Ketika Yesus dan murid-murid-Nya kembali kepada orang banyak itu, datanglah seorang mendapatkan Yesus dan menyembah, katanya: "Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air. Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya." Maka kata Yesus: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!" Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itu pun sembuh seketika itu juga. Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?" Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu" (Mat 17:14-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Salah satu cirikhas yang menandai atau mewarnai hampir semua orang antara lain 'takut', misalnya takut berada di rumah sendirian pada malam hari, takut berjalan sendirian melintasi area makam/kuburan, takut bertemu dengan orang yang nampak seram dank eras, takut dioperasi untuk menyembuhkan penyakitnya, dst… Kepada mereka ini saya sering menyampaikan pertanyaan sebagai berikut: "Anda ini bersama dengan Tuhan atau setan? Jika bersama dengan Tuhan, maka ketika berhadapan dengan setan anda pasti menang, sebaliknya jika bersama dengan setan, maka berhadapan dengan setan berarti bertemu teman atau sahabatnya. Dengan kata tak perlu takut, namun karena kita tidak jelas apakah bersama Tuhan atau bersama setan, alias tidak putih dan tidak hitam melainkan 'abu-abu', maka selayaknya menjadi takut". Bersama dan bersatu dengan Tuhan tiada ketakutan sedikitpun, bersama dan bersatu dengan Tuhan berarti beriman, dan dengan iman yang kuat serta tangguh kita dapat menghadapi aneka tantangan, hambatan atau masalah, dengan kata lain mampu mengusir setan. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, - maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu", demikian sabda Yesus. Marilah kita sikapi dan hadapi segala sesuatu dalam dan dengan iman tanpa takut dan gentar sedikitpun. Dengan dan dalam iman berarti mengerahkan seluruh pribadi kita dalam mengerjakan sesuatu dan mengandalkan diri sepernuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi atau rahmat Tuhan. Dalam dan dengan iman 'takkan ada yang mustahil bagimu'.
· "Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (Hab 2:4), demikian firman Tuhan melalui nabi Habakuk. Membusungkan dada berarti sombong dan senantiasa mengandalkan kekuatan diri sendiri dalam mengerjakan segala sesuatu, maka juga tidak lurus hati alias tidak jujur. Mereka pura-pura mengerti dan mampu, namun sebenarnya tidak tahu dan tidak mampu. Sebaliknya orang benar senantiasa akan hidup dan berperilaku dengan rendah hati, mengerahkan diri seutuhnya sekaligus mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi. Sombong merupakan akar dosa atau kejahatan, sedangkan rendah hati adalah akar aneka keutamaan atau nilai kehidupan. Sebagai orang beriman diharapkan senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati dimanapun dan kapanpun. Kepercayaan pada Penyelenggaraan Ilahi atau rahmat Tuhan dihayati dengan percaya dengan rendah hati kepada sesamanya atau saudara-saudarinya. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua untuk membangun, memperdalam dan memperkuat kepercayaan antar kita, antar anggota keluarga, antar rekan kerja, antar atasan dan bawahan, pemimpin dan anggota, dst.. Sekali lagi saya angkat disini bahwa HP maupun CCTV sedikit banyak mengurangi saling percaya antar kita. Suami atau isterinya jelas bepergian di suatu tempat untuk acara penting, namun entah isteri atau suaminya setiap kali mengontrol melalui HP-nya; bos toko atau restoran mengawasi pegawainya melalui CCTV, dst.. Secara jujur harus diakui bahwa cara bertindak demikian itu didasari oleh kecurigaan atau ketidak-percayaan antar manusia, dan orang lebih percaya para harta benda daripada manusia. Jika orang sulit menjadi percaya satu sama lain dengan mereka yang setiap hari hidup bersama dengannya, maka yang bersangkutan pasti kurang beriman alias cenderung untuk 'membusungkan dada'.
"TUHAN bersemayam untuk selama-lamanya, takhta-Nya didirikan-Nya untuk menjalankan penghakiman. Dialah yang menghakimi dunia dengan keadilan dan mengadili bangsa-bangsa dengan kebenaran. Demikianlah TUHAN adalah tempat perlindungan bagi orang yang terinjak, tempat perlindungan pada waktu kesesakan. Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN." (Mzm 9:8-11)
Jakarta, 7 Agustus 2010
0 komentar:
Posting Komentar