"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit"
(Yes 58:9b-14; Luk 5:27-32)
"Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Luk 5:27-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Ketika orang menderita sakit phisik, maka yang merasa sakit dan butuh obat adalah orang yang bersangkutan, namun ketika ada orang sakit jiwa atau sakit hati, maka yang merasa terganggu dan butuh obat adalah yang merasa sehat atau waras. Kebenarannya adalah bahwa yang sakit yang butuh obat, maka yang butuh obat berarti sakit. Dalam kasus orang sakit jiwa atau sakit hati yang berteriak butuh obat dan merasa ada penyakit adalah yang merasa waras, maka sebenarnya yang perlu diobati adalah yang merasa waras tersebut. Orang menjadi sakit jiwa atau sakit hati pada umumnya disebabkan oleh lingkungan hidup yang tidak sehat, dengan kata lain penyebab sakit jiwa atau sakit hati adalah lingkungan hidup bersama yang tidak sehat. Rasanya jika dicermati ada cukup banyak di antara kita yang sedang menderita sakit jiwa atau sakit hati (memang baru 5%, 10% atau 25% belum sampai 100% sakit jiwa atau sakit hati), maka yang butuh pengobatan sebenarnya ialah kita semua yang merasa sehat dan sering berteriak memintakan pengobatan bagi orang lain. Jika lingkungan hidup bersama baik dan sehat, maka tidak akan ada yang sakit jiwa atau sakit hati. Marilah kita mawas diri perihal lingkungan hidup kita masing-masing; kita sadari dan hayati bersama bahwa kita sedang menderita sakit serta butuh obat atau penyembuhan, entah sakit hati atau sakit jiwa. Kita sadari dan hayati kedosaan dan kekurangan kita, serta kemudian mohon penyembuhan. Keberanian untuk menyadari dan menghayati dosa, kelemahan dan kerapuhan diri sendiri merupaloan modal awal yang kuat untuk penyembuhan. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa dan dipanggil Tuhan identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman. Mairilah dengan rendah hati kita saling membantu untuk penyadaran diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa serta siap sedia untuk dikuatkan dan diampuni.
· "Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan"(Yes 58:9b-11).Kita semua kiranya mendambakan sebagai orang atau pribadi yang kuat serta tidak pernah mengecewakan orang lain. Salah satu cara untuk itu antara lain "tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah" alias menyalahkan dan melecehkan yang lain. Rasanya tidak banyak orang yang dengan sengaja berbuat salah atau melakukan kesalahan, dan yang banyak terjadi adalah ketidak mampuan atau keterbatasan sehingga cara hidup dan cara bertindak yang bersangkutan kurang memuaskan dan mengecewakan. Dengan kata lain mereka tidak bersalah, maka tidak pada tempat disalahkan. Mereka yang tidak mampu dan terbatas hendaknya dibimbing dengan rendah hati untuk mengatasi ketidak-mampuan dan keterbatasannya: yang tidak tahu diberi tahu, yang kurang ajar diberi ajaran/pengajaran, yang terbatas ditambahi, dst.. Marilah kita tidak saling mengecewakan atau menyalahkan, melainkan saling memuaskan dan membenarkan. Sebaliknya marilah kita sadari dan hayati juga keterbatasan dan ketidak-mampuan kita dalam berbagai hal, dan dengan rendah hati siap sedia untuk ditolong atau dibimbing orang lain dalam mengatasi keterbatasan dan ketidak-mampuan kita; dengan kata lain kita saling membantu dan membimbing, saling memuaskan satu sama lain.
"Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku. Peliharalah nyawaku, sebab aku orang yang Kaukasihi, selamatkanlah hamba-Mu yang percaya kepada-Mu. Engkau adalah Allahku, kasihanilah aku, ya Tuhan, sebab kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari. Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya Tuhan, kuangkat jiwaku."(Mzm 86:1-4)
Jakarta, 20 Februari 2010
0 komentar:
Posting Komentar