"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu"
Mg Biasa XXXIII: Dan 12:1-3; Ibr 10: 11-14.18; Mrk 13:24-32
Buku atau tulisan yang paling banyak dipakai alias dibaca dan dinikmati adalah Kitab Suci, yang diimani sebagai sabda Allah serta "bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."(2Tim 3:16). Teks-teks atau ayat-ayat Kitab Suci telah menjiwai banyak orang, entah secara pribadi atau bersama/kelompok, antara lain menjadi motto atau spiritualitas/charisma hidup dan bertindak serta pelayanan. Sebagai contoh adalah Lembaga Hidup Bakti, dimana para pendiri telah dipanggil Tuhan alias meninggal dunia dan kembali menjadi tanah, tetapi spiritualitas atau charisma yang bersumber dari Kitab Suci sampai kini tidak mati, bahkan terus menerus digeluti oleh mereka yang mengimani. Para pakar Kitab Suci juga terus menerus meneliti dan merefleksi apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, kemudian menulis apa yang direfleksikan ke dalam buku atua karangan-karangan yang sangat berguna bagi banyak orang. Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Yesus bahwa "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu" (Mrk 13:31). Marilah kita renungkan apa yang disabdakan oleh Yesus ini.
"Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu"
Apa yang ada diatas permukaan bumi yang kelihatan tidak akan abadi. Berbagai macam musibah bencana alam seperti badai/puting beliung, banjir bandang, kebakaran, gempa bumi, tsunami, dst.. dalam waktu singkat dapat menghancurkan, meluluhlantakkan apa yang ada dipermukaan bumi, entah itu manusia, gadung/bangunan, binatang maupun tanaman. Sebagai contoh ketika pada awal Reformasi terjadi kerusuhan SARA di sana-sini, antara lain gedung gereja dibakar maka gedung yang megah dan indah beserta perabotan lainnya luluh lantak menjadi abu, tak berbekas lagi. Dan sungguh mengesan peristiwa pembakaran gedung gereja yang terjadi di Situbondo waktu itu, antara lain ada seorang tokoh Gereja berkata: "Gedung gereja dibakar, sekolah katolik dibakar, dst.. dan hatikupun juga terbakar untuk mencinta". Cinta sebagai dasar atau inti apa yang tertulis di dalam Kitab Suci tetap abadi, cinta memang bebas dan tak terbatas.
Berbagai tantangan, masalah dan hambatan pada masa kini dapat menghancurkan atau menghentikan jabatan, fungsi atau kedudukan yang sedang kita geluti dan hayati. Sering ada orang menjadi stress atau tertekan ketika harus melepaskan jabatan, fungsi atau kedudukan tersebut; hal ini terjadi hemat saya karena yang bersangkutan lebih mempercayakan atau mengandalkan diri pada jabatan, fungsi atau kedudukan, yang bersifat sementara, daripada cintakasih dan pelayanan pada sesama manusia. Jika motivasi atau jiwa cintakasih dan pelayanan menjadi pegangan atau pedoman cara hidup dan cara kerja , maka jabatan, fungsi atau kedudukan 'hilang' tidak akan frustrasi, stress atau bingung serta putus asa. Maka marilah kita hidup dan bekerja dimanapun dan kapanpun dalam cintakasih dan pelayanan, agar kita tetap bergairah dan bahagia dalam keadaan atau situasi apapun.
Hidup dan kerja dalam kasih serta pelayanan semakin ditantang dan dihambat akan semakin handal dan mantap. Siksaan, derita maupun sengsara tidak akan mampu mengalahkan kasih dan pelayanan, sebagaimana telah dihayati oleh para pelayan atau pembantu rumah tangga yang baik. Karena keluarga, suami-isteri terjadi karena kasih dan diikat atau didasari oleh kasih, maka kami berharap suami-isteri atau orangtua dapat menjadi teladan kasih dan pelayanan bagi anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka; anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dibina dan dididik cara hidup dan cara bertindak yang dijiwai oleh kasih dan pelayanan, dan kemudian dikembangkan dan diperdalam di tempat-tempat pendidikan formal atau sekolah-sekolah. Semangat cintakasih dan pelayanan hendaknya juga menjiwai mereka yang bertugas atau bekerja dalam pelayanan pastoral seperti rumah sakit/karya kesehatan, sekolah/karya pendidikan dan karya sosial, karya-karya pelayanan yang terkait atau berhubungan langsung dengan manusia-manusia, yang diciptakan oleh Allah dengan kerjasama kasih antar laki-laki dan perempuan, suami dan isteri. Mereka yang hidup dan bertindak dalam dan oleh kasih serta pelayanan pasti akan dikenang oleh anak cucu atau para penerus dan keturunannya.
"Setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah"(Ibr 10:11-12)
Para imam memang setiap hari melakukan pelayanan ibadat, entah sendirian atau bersama umat, misalnya perayaan ekaristi. Dengan setiap hari mempersembahkan korban atau perayaan ekaristi, diharapkan yang bersangkutan semakin suci, namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Ibadat atau perayaan ekaristi, yang setiap hari dirayakan atau diikuti, sering hanya menjadi rutinitas acara yang tak berarti, karena yang bersangkutan kurang menghayati. Yang dipersembahkan oleh para imam berupa symbol, sedangkan yang dipersembahkan oleh Yesus adalah Dirinya sendiri: Ia telah mempersembahkan hanya satu korban, yaitu Dirinya sendiri, di kayu salib.
Sebagai umat yang beriman kepada Yesus Kristus, kita dipanggil untuk meneladanNya, mungkin tidak seratus persen dengan mengorbankan diri, melainkan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak atau perintah Tuhan. Sekali lagi perkenankan kami mengajak para suami-isteri maupun imam, bruder atau suster, yang telah berjanji untuk saling mengasihi sampai mati atau mengikrarkan kaul kekal dan menjadi imam sampai mati. Cara hidup ini merupakan panggilan Allah, maka hendaknya dihayati sesuai dengan kehendak Allah, antara lain dengan melaksanakan atau mentaati aneka aturan dan tatanan yang terkait dengan panggilan masing-masing. Maka baiklah di bawah ini saya kutipkan apa yang tertulis di dalam Kitab Hukum Kanonik atau Hukum Gereja untuk menjadi bahan mawas diri atau refleksi:
1) Imam: "Dengan sakramen imamat menurut ketetapan ilahi beberapa orang beriman diangkat menjadi pelayan-pelayan rohani dengan ditandai oleh meterai yang tak terhapuskan, yakni dikuduskan dan ditugaskan untuk selaku pribadi Kristus Sang Kepala, menurut tingkatan masing-masing, menggembalakan umat Allah dengan melaksanakan tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin" (KHK kan 1008)
2) Hidup berkeluarga: "Dengan perjanjian perkawian pria dan wanita membentuk antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen" (KHK kan 1055)
3) Hidup bakti/membiara: "Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk kehidupan tetap di mana orang beriman, dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agar demi kehormatan bagiNya dan demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi" (KHK kan 573)
"Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa"(Mzm 16:9-11)
Jakarta, 15 November 2009
0 komentar:
Posting Komentar