"Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula
dengan cuma-cuma"
(Kej 44:18-21.23b-29; 45:1-5; Mat 10:7-15)
"Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah
orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta;
usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena
itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. Janganlah kamu membawa emas atau
perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal
dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau
tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Apabila kamu
masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan
tinggallah padanya sampai kamu berangkat. Apabila kamu masuk rumah
orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya,
salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali
kepadamu. Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar
perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan
kebaskanlah debunya dari kakimu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan
tanggungannya dari pada kota itu."(Mat 10:7-15), demikian kutipan
Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Benediktus,
Abas, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· "Memberi bukan lagi sekedar merupakan kewajiban moral, melainkan
keharusan", demikian kutipan renungan seorang biksu dari Mendut dalam
rangka ibadat malam Waisak. Mengapa 'memberi' merupakan keharusan,
karena, jika kita mawas diri dengan jujur dan benar, masing-masing
dari kita telah menerima aneka macam kebutuhan hidup kita secara
melimpah ruah dari Allah melalui sekian banyak orang yang telah
mengasihi atau memperhatikan kita. Maka hendaknya sebagai manusia
dimana pun dan kapan pun kita senantiasa memberikan diri kepada orang
lain, dengan dengan demikian kehidupan bersama sungguh ditandai atau
diwarnai saling memberi dan saling menerima. St.Benediktus yang kita
kenangkan hari ini adalah orang yang membaktikan diri sepenuhnya
kepada Allah, meninggalkan aneka harta benda atau uang dengan segala
konsekwensinya dan kemudian menjadi 'rahib', pendoa. Seluruh waktu dan
tenaga atau dirinya dipersembahkan bagi orang lain melalui 'doa dan
karya'. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua:
hendaknya kita sungguh membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah, dalam
hidup di dunia ini lebih mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi
dari pada harta benda atau uang maupun orang. Allah senantiasa
menyertai dan mendampingi hidup dan perjalanan kita jika kita sungguh
membaktikan diri sepenuhnya kepadaNya. Semoga St.Benediktus, rahib,
yang kita kenangkan hari ini mengingatkan kita semua bahwa harta benda
dan uang dst..merupakan bantuan bagi manusia untuk setia menjadi
'citra atau gambar Allah' dalam cara hidup dan cara bertindak
sehari-hari dimana pun dan kapan pun.
· "Mohon bicara tuanku, izinkanlah kiranya hambamu ini mengucapkan
sepatah kata kepada tuanku dan janganlah kiranya bangkit amarahmu
terhadap hambamu ini, sebab tuanku adalah seperti Firaun sendiri.
Tuanku telah bertanya kepada hamba-hambanya ini: Masih adakah ayah
atau saudara kamu? Dan kami menjawab tuanku: Kami masih mempunyai ayah
yang tua dan masih ada anaknya yang muda, yang lahir pada masa tuanya;
kakaknya telah mati, hanya dia sendirilah yang tinggal dari mereka
yang seibu, sebab itu ayahnya sangat mengasihi dia. Lalu tuanku
berkata kepada hamba-hambamu ini: Bawalah dia ke mari kepadaku, supaya
mataku memandang dia" (Kej 44:18-21), demikian kata-kata
saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf, yang telah mereka buang. Yang
dibuang akhirnya menjadi penyelamat, itulah yang akan terjadi. Iri
hati memang sering menimbulkan kebutaan hati dan jiwa, sebaliknya
penderitaan membuka penyadaran dan penghayatan jati diri yang sejati
atau benar. Mungkin kita pernah atau sedang mengalami sebagai 'yang
terbuang atau yang kurang diperhatikan', jika demikian adanya kami
harapkan tetap setia pada jati diri yang sejati, sebagai 'gambar atau
citra Allah', karena percayalah pada waktunya anda akan menjadi
penyelamat bagi saudara-saudari anda atau sesama manusia. Di dalam
hidup beriman yang akan menjadi penyelamat adalah orang yang sungguh
beriman, demikian juga yang layak dihormati atau dijunjung tingggi
adalah mereka yang sungguh beriman, bukan karena usia atau pengalaman
manusia belaka. Kepada anda yang masih muda kami harapkan tidak takut
dan tidak gentar ketika diminta untuk menjadi 'pimpinan' dalam
kehidupan bersama; hayatilah penugasan tersebut dengan rendah hati dan
lemah lembut.
"Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan
menghancurkan seluruh persediaan makanan, diutus-Nyalah seorang
mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit
kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat
firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya" (Mzm
105:16-19)
Ign 11 Juli 2013
(Kej 44:18-21.23b-29; 45:1-5; Mat 10:7-15)
"Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah
orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta;
usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena
itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. Janganlah kamu membawa emas atau
perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal
dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau
tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Apabila kamu
masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan
tinggallah padanya sampai kamu berangkat. Apabila kamu masuk rumah
orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya,
salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali
kepadamu. Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar
perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan
kebaskanlah debunya dari kakimu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan
tanggungannya dari pada kota itu."(Mat 10:7-15), demikian kutipan
Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Benediktus,
Abas, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· "Memberi bukan lagi sekedar merupakan kewajiban moral, melainkan
keharusan", demikian kutipan renungan seorang biksu dari Mendut dalam
rangka ibadat malam Waisak. Mengapa 'memberi' merupakan keharusan,
karena, jika kita mawas diri dengan jujur dan benar, masing-masing
dari kita telah menerima aneka macam kebutuhan hidup kita secara
melimpah ruah dari Allah melalui sekian banyak orang yang telah
mengasihi atau memperhatikan kita. Maka hendaknya sebagai manusia
dimana pun dan kapan pun kita senantiasa memberikan diri kepada orang
lain, dengan dengan demikian kehidupan bersama sungguh ditandai atau
diwarnai saling memberi dan saling menerima. St.Benediktus yang kita
kenangkan hari ini adalah orang yang membaktikan diri sepenuhnya
kepada Allah, meninggalkan aneka harta benda atau uang dengan segala
konsekwensinya dan kemudian menjadi 'rahib', pendoa. Seluruh waktu dan
tenaga atau dirinya dipersembahkan bagi orang lain melalui 'doa dan
karya'. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua:
hendaknya kita sungguh membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah, dalam
hidup di dunia ini lebih mengandalkan diri pada Penyelenggaraan Ilahi
dari pada harta benda atau uang maupun orang. Allah senantiasa
menyertai dan mendampingi hidup dan perjalanan kita jika kita sungguh
membaktikan diri sepenuhnya kepadaNya. Semoga St.Benediktus, rahib,
yang kita kenangkan hari ini mengingatkan kita semua bahwa harta benda
dan uang dst..merupakan bantuan bagi manusia untuk setia menjadi
'citra atau gambar Allah' dalam cara hidup dan cara bertindak
sehari-hari dimana pun dan kapan pun.
· "Mohon bicara tuanku, izinkanlah kiranya hambamu ini mengucapkan
sepatah kata kepada tuanku dan janganlah kiranya bangkit amarahmu
terhadap hambamu ini, sebab tuanku adalah seperti Firaun sendiri.
Tuanku telah bertanya kepada hamba-hambanya ini: Masih adakah ayah
atau saudara kamu? Dan kami menjawab tuanku: Kami masih mempunyai ayah
yang tua dan masih ada anaknya yang muda, yang lahir pada masa tuanya;
kakaknya telah mati, hanya dia sendirilah yang tinggal dari mereka
yang seibu, sebab itu ayahnya sangat mengasihi dia. Lalu tuanku
berkata kepada hamba-hambamu ini: Bawalah dia ke mari kepadaku, supaya
mataku memandang dia" (Kej 44:18-21), demikian kata-kata
saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf, yang telah mereka buang. Yang
dibuang akhirnya menjadi penyelamat, itulah yang akan terjadi. Iri
hati memang sering menimbulkan kebutaan hati dan jiwa, sebaliknya
penderitaan membuka penyadaran dan penghayatan jati diri yang sejati
atau benar. Mungkin kita pernah atau sedang mengalami sebagai 'yang
terbuang atau yang kurang diperhatikan', jika demikian adanya kami
harapkan tetap setia pada jati diri yang sejati, sebagai 'gambar atau
citra Allah', karena percayalah pada waktunya anda akan menjadi
penyelamat bagi saudara-saudari anda atau sesama manusia. Di dalam
hidup beriman yang akan menjadi penyelamat adalah orang yang sungguh
beriman, demikian juga yang layak dihormati atau dijunjung tingggi
adalah mereka yang sungguh beriman, bukan karena usia atau pengalaman
manusia belaka. Kepada anda yang masih muda kami harapkan tidak takut
dan tidak gentar ketika diminta untuk menjadi 'pimpinan' dalam
kehidupan bersama; hayatilah penugasan tersebut dengan rendah hati dan
lemah lembut.
"Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan
menghancurkan seluruh persediaan makanan, diutus-Nyalah seorang
mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak. Mereka mengimpit
kakinya dengan belenggu, lehernya masuk ke dalam besi, sampai saat
firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya" (Mzm
105:16-19)
Ign 11 Juli 2013
0 komentar:
Posting Komentar