"Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah."
(Rm 12:1-2.9-17.21: Mrk 10:23b-30)
"Yesus berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang
masuk ke dalam Kerajaan Allah." Murid-murid-Nya tercengang mendengar
perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak-anak-Ku,
alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor
unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam
Kerajaan Allah." Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang
lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus
memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin,
tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin
bagi Allah." Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah
meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Jawab Yesus: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena
Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya
perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu
sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat:
rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang,
sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan
datang ia akan menerima hidup yang kekal" (Mrk 10:23b-30), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Aloysius Gonzaga, biarawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
· "Kemiskinan, sebagai benteng kuat hidup religious, harus dicintai
dan dipelihara dalam kemurniannya sejauh itu mungkin, dengan dorongan
rahmat Allah" (St Ignatius Loyola, Konstitusi Serikat Yesus, Bag VI,
bab II, no 553). Dalam panggilan hidup religious atau membiara ada
tiga kaul, yaitu keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Hemat saya
ketika orang tidak setia pada kaul kemiskinan pada umumnya dua kaul
yang lain telah keropos juga atau dilanggar. Harta benda atau uang
memang dapat menjadi jalan ke sorga atau ke neraka, hidup baik,
bermoral dan berbudi pekerti luhur atau amoral alias penuh dengan
dosa. Maka Ignatius Loyola memandang dan menyikapi kaul kemiskinan
bagaikan benteng hidup membiara atau sikap mental 'miskin' menjadi
benteng hidup beriman. Mengingat dan memperhatikan sikap mental
materialistis atau duniawi begitu menjiwai cara hidup dan cara
bertindak banyak orang masa kini, kiranya benarlah apa yang disabdakan
oleh Yesus bahwa "Alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya
masuk ke dalam Kerajaan Allah.". Dalam kenyataan orang kaya yang
bersikap mental materialistis pada umumnya 'membetengi diri' melalui
aneka cara dan bentuk, sehingga yang benar semakin mengurung diri atau
mengasingkan diri, kurang bergaul dengan orang lain; yang bersangkutan
lebih dirajai atau dikuasai oleh harta benda atau uangnya dan dengan
demikian kurang atau tidak percaya pada Penyelenggaraan Ilahi, Allah
yang merajai dan menguasai ciptaan-ciptaanNya. Sabda hari ini mengajak
dan mengingatkan kita semua, umat beriman, untuk tidak bersikap mental
materialistis. Semoga mereka yang kaya akan harta benda atau uang
semakin memiliki banyak saudara, sahabat dan teman karena cara hidup
dan cara bertindaknya sungguh social, memfungsikan harta benda atau
kekayaaan sebagai wahana atau sarana untuk semakin beriman, semakin
membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah.
· "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan
lakukanlah yang baik.Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara
dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya
kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan
bertekunlah dalam doa! Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan
usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!" (Rm 12:9-13).
Kutipan di atas ini merupakan peringatan atau ajakan bagi kita semua
untuk tumbuh berkembang sebagai pribadi yang memiliki kepekasaan
social yang tinggi atau mendalam. Masing-masing dari kita diciptakan
dan dibesarkan dalam dan oleh cintakasih, dan tanpa cintakasih kita
tak mungkin tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya saat ini. Tentu
saja selanjutnya kita diharapkan hidup dan bertindak saling
mengasihi, dan cintakasih harus menjadi nyata dalam tindakan atau
perilaku, tidak berhenti dalam omongan atau wacana saja. Wujud konkret
dari cintakasih yang diharapkan antara lain: "saling mendahului dalam
memberi hormat dan selalu memberi tumpangan kepada mereka yang
membutuhkan". Maka marilah kita berlomba dalam mendahului memberi
hormat kepada orang lain dan hendaknya kita senantiasa memiliki
keterbukaan untuk menerima orang-orang yang membutuhkan tumpangan,
sehingga kita semakin dikasihi oleh Allah maupun saudara-saudari kita.
"TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku
tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu
ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan
jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti
anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai
Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!" (Mzm 131)
Ign 21 Juni 2013
(Rm 12:1-2.9-17.21: Mrk 10:23b-30)
"Yesus berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang
masuk ke dalam Kerajaan Allah." Murid-murid-Nya tercengang mendengar
perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak-anak-Ku,
alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor
unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam
Kerajaan Allah." Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang
lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus
memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin,
tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin
bagi Allah." Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah
meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Jawab Yesus: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena
Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya
perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu
sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat:
rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang,
sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan
datang ia akan menerima hidup yang kekal" (Mrk 10:23b-30), demikian
kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta
St.Aloysius Gonzaga, biarawan, hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
· "Kemiskinan, sebagai benteng kuat hidup religious, harus dicintai
dan dipelihara dalam kemurniannya sejauh itu mungkin, dengan dorongan
rahmat Allah" (St Ignatius Loyola, Konstitusi Serikat Yesus, Bag VI,
bab II, no 553). Dalam panggilan hidup religious atau membiara ada
tiga kaul, yaitu keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Hemat saya
ketika orang tidak setia pada kaul kemiskinan pada umumnya dua kaul
yang lain telah keropos juga atau dilanggar. Harta benda atau uang
memang dapat menjadi jalan ke sorga atau ke neraka, hidup baik,
bermoral dan berbudi pekerti luhur atau amoral alias penuh dengan
dosa. Maka Ignatius Loyola memandang dan menyikapi kaul kemiskinan
bagaikan benteng hidup membiara atau sikap mental 'miskin' menjadi
benteng hidup beriman. Mengingat dan memperhatikan sikap mental
materialistis atau duniawi begitu menjiwai cara hidup dan cara
bertindak banyak orang masa kini, kiranya benarlah apa yang disabdakan
oleh Yesus bahwa "Alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya
masuk ke dalam Kerajaan Allah.". Dalam kenyataan orang kaya yang
bersikap mental materialistis pada umumnya 'membetengi diri' melalui
aneka cara dan bentuk, sehingga yang benar semakin mengurung diri atau
mengasingkan diri, kurang bergaul dengan orang lain; yang bersangkutan
lebih dirajai atau dikuasai oleh harta benda atau uangnya dan dengan
demikian kurang atau tidak percaya pada Penyelenggaraan Ilahi, Allah
yang merajai dan menguasai ciptaan-ciptaanNya. Sabda hari ini mengajak
dan mengingatkan kita semua, umat beriman, untuk tidak bersikap mental
materialistis. Semoga mereka yang kaya akan harta benda atau uang
semakin memiliki banyak saudara, sahabat dan teman karena cara hidup
dan cara bertindaknya sungguh social, memfungsikan harta benda atau
kekayaaan sebagai wahana atau sarana untuk semakin beriman, semakin
membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah.
· "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan
lakukanlah yang baik.Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara
dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya
kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan
bertekunlah dalam doa! Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan
usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!" (Rm 12:9-13).
Kutipan di atas ini merupakan peringatan atau ajakan bagi kita semua
untuk tumbuh berkembang sebagai pribadi yang memiliki kepekasaan
social yang tinggi atau mendalam. Masing-masing dari kita diciptakan
dan dibesarkan dalam dan oleh cintakasih, dan tanpa cintakasih kita
tak mungkin tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya saat ini. Tentu
saja selanjutnya kita diharapkan hidup dan bertindak saling
mengasihi, dan cintakasih harus menjadi nyata dalam tindakan atau
perilaku, tidak berhenti dalam omongan atau wacana saja. Wujud konkret
dari cintakasih yang diharapkan antara lain: "saling mendahului dalam
memberi hormat dan selalu memberi tumpangan kepada mereka yang
membutuhkan". Maka marilah kita berlomba dalam mendahului memberi
hormat kepada orang lain dan hendaknya kita senantiasa memiliki
keterbukaan untuk menerima orang-orang yang membutuhkan tumpangan,
sehingga kita semakin dikasihi oleh Allah maupun saudara-saudari kita.
"TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku
tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu
ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan
jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti
anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai
Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!" (Mzm 131)
Ign 21 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar