Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Rabu, 13 Februari 2013

15feb


"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa tetapi muridMu tidak?"

(Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15)

" Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa" (Mat 9:14-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Kita semua kiranya sedikit banyak masih bersikap mental orang FARISI, yaitu melaksanakan pekerjaan atau menghayati panggilan ketika dilihat orang serta memperoleh pujian meriah dari orang lain dan ketika sendirian hidup dan bertindak seenaknya sendiri, hanya mengikuti keinginan atau selera pribadi. Maka kiranya kita masih perlu berpuasa atau matiraga sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Farisi maupun para pengikutnya. Tujuan atau sasaran matiraga atau lakutapa tidak lain adalah agar kita senantiasa lebih dekat hidup bersatu dan bersama denganTuhan alias semakin beriman, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ketika kita sungguh hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan kiranya kita tidak perlu berpuasa atau bermatiraga lagi, karena dalam cara hidup dan cara bertindak senantiasa sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan berarti memiliki cara melihat, cara berpikir, cara merasakan, cara menyikapi dan cara melakukan segala sesuatu dalam Tuhan, bukan dengan cara sendiri atau seenaknya sendiri. Cukup banyak generasi muda masa kini terlalu bersikap dan bertindak mengikuti selera pribadi atau keinginan sendiri alias senantiasa bersikap subyektif dan egois. Hal ini hemat saya karena orangtua atau generasi pendahulu/tua tidak atau kurang mendidik dan membina generasi muda dengan benar. Cukup banyak generasi muda yang bersikap negatif terhadap aneka tata tertib dan aturan dengan alasan demi kebebasan atau hak azasi. Jika orang merasakan bahwa tata tertib atau aturan menjadi beban, maka orang yang bersangkutan perlu dilatih untuk bermatiraga.

·   "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri" (Yes 58:6-7). Kita diharapkan dalam berpuasa atau bermatiraga tidak hanya bersifat pribadi atau formalitas belaka, melainkan hendaknya menjadi nyata dalam perbuatan atau tindakan yang baik bagi orang lain, misalnya "memerdekakan orang yang teraniaya, memecah-mecahkan roti bagi orang yang lapar, memberi tumpangan bagi yang tidak punya rumah, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, dst..". Penindasan orang dengan cara memperlakukan orang seperti barang atau mesin kiranya  masih marak dalam kehidupan bersama kita, dimana para buruh atau pekerja diberi imbalan yang tak wajar. Maka dengan ini kami berseru kepada para pemberi kerja untuk memberi imbal jasa atau gaji yang memadai bagi para buruh atau pekerjanya, sehingga mereka dapat hidup layak sebagai manusia. Kita semua diharapkan suka berbagi lebih-lebih terhadap mereka yang kelaparan atau kehausan, maka dari pihak diri kita sendiri hendaknya menjauhi hidup berfoya-foya, dan selanjutnya membagikan sebagian makanan dan minuman kepada mereka yang lapar dan haus. Dalam hal memberi tumpangan, mungkin pada masa kini yang cukup mendesak adalah bagi mereka yang belum memiliki rumah atau tempat tinggal, padahal mereka sudah bekerja keras. Maka kami berharap kepada pemberi kerja untuk dengan suka hati memberi pinjaman dengan suku bunga lunak atau rendah bagi para pekerjanya yang ingin membeli atau memiliki rumah. Selama masa Prapasakah kita semua diharapkan untuk memperdalam dan memperkembangkan kepekaan sosial kita serta memberantas aneka bentuk egois . Hendaknya anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina dalam hal kepekaan kepada orang lain.

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku" (Mzm 51:3-5)

Ign 15 Februari 2013

 


14Feb


"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri"

(Ul 30:15-20; Luk 9:22-25)

"Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri" (Luk 9:22-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Sikap mental materialistis melanda atau menjiwai hampir semua orang, termasuk kaum berjubah (imam, bruder maupun suster). Maka juga tidak mengherankan bahwa mereka yang telah kaya akan harta benda atau uang semakin kaya, dan mereka yang miskin semakin miskin. Ada orang yang berpedoman pada motto: mengumpulkan dan menabung harta benda atau uang untuk tujuh turunan. "Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiap kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri",demikian sabda Yesus yang hendaknya menjadi refleksi atau permenungan kita. Nyawa adalah semangat atau gairah hidup, dan kita diharapkan memiliki semangat atau gairah hidup untuk menyelamatkan jiwa kita sendiri maupun jiwa orang lain. Segala macam atau bentuk harta benda maupun uang hendaknya difungsikan demi keselamatan jiwa kita sendiri maupun orang lain yang kita layani atau hidup bersama dengan kita. Secara khusus kami berharap kepada siapapun yang berpengaruh dalam hidup bersama untuk dapat menjadi teladan atau inspirator bagi orang lain dalam hidup sederhana serta hidup yang senantiasa mengusahakan keselamatan jiwa manusia. Kami berharap juga kepada rekan-rekan pastor/imam dapat menjadi teladan dalam hidup sederhana, meneladan Yesus, Guru dan Tuhan kita. Selain itu kami berharap kepada kita semua untuk memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan, dan kita rela memberi dari kekurangan dan kelemahan kita.

·   "Ingatlah, aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya. Tetapi jika hatimu berpaling dan engkau tidak mau mendengar, bahkan engkau mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan beribadah kepadanya, maka aku memberitahukan kepadamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu akan binasa; tidak akan lanjut umurmu di tanah, ke mana engkau pergi, menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya." (Ul 30:15-18). Kiranya kita semua mendambakan kehidupan dan keberuntungan, buka kematian dan kecelakaan, maka marilah kita bersama-sama mengusahakan kehidupan dan keberuntung-an. Yang dimaksudkan keberuntungan pertama-tama dan terutama adalah keselamatan jiwa, bukan harta benda atau uang, sebagaimana didambakan banyak orang. Orang yang hanya mencari untung dalam hal harta benda atau uang kelak kemudian akan menderita dan celaka. Pengalaman menunjukkan, misalnya ketika Jakarta dilanda banjir bandang, sehingga semua harta kekayaan dan uang hanyut, maka cukup banyak orang masuk rumah sakit jiwa alias menjadi gila, karena mereka memang gila akan harta benda atau uang, sehingga ketika tiada harta atau uang tinggal gila-nya. Orang yang bersikap mental materialistis atau gila akan harta maupun uang pada umumnya juga senantiasa merasa terancam terus-menerus: bagi yang tak memiliki harta atau uang yang memadai merasa terancam masa depan, sedangkan bagi yang kaya akan harta atau uang merasa terancam akan kehilangan harta atau uangnya. Kita semua juga diharapkan untuk lebih mengasihi Allah daripada ciptaan-ciptaanNya maupun harta benda atau uang.

"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin."

 (Mzm 1:1-4)

Ign 14 Februari 2013

  


Selasa, 12 Februari 2013

Rabu Abu - Pantang & Puasa


Rabu Abu: Yl 2:2-18; 2Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6.16-18

"Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."

Mulai hari ini kita memasuki Masa Prapaskah, Masa Puasa atau Masa Retret Agung Umat dalam rangka mempersiapkan diri puncak iman kristiani, yaitu Hari Raya Trihari Suci, Wafat dan Kebangkitan Yesus, Penyelamat Dunia. Selama masa ini kita diajak untuk menerungkan tema "Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbelarasa". Dengan kata lain sebagai umat beriman kita diajak dan dipanggil untuk hidup dalam persaudaraan sejati dan secara khusus memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan dalam lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing. Selama masa Puasa kita juga diajak mawas diri perihal keutamaan "matiraga", yang secara harafiah berarti mematikan kebutuhan raga atau anggota tubuh, yang dapat diartikan mengendalikan derap langkah atau gerak raga atau anggota tubuh kita sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kehendak Allah. Kegiatan mawas diri ini kiranya dapat dilakukan secara pribadi atau bersama-sama (dalam keluarga, tempat kerja atau lingkungan umat). Hemat saya di masing-masing keuskupan pada umumnya juga menerbitkan panduan pendalaman iman selama Masa Puasa atau Masa Prapaskah, maka baiklah panduan kita gunakan dan kita berpartisipasi dalam pendalaman iman bersama.

"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."(Mat 6:1-4)

Kutipan sabda di atas ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar dalam berbuat kepada orang lain tidak perlu berkoar-koar agar diketahui banyak orang dan dengan demikian menerima pujian dan sanjungan yang melimpah ruah, melainkan secara diam-diam saja. "Bapamu (Allah) yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu", demikian sabda Yesus. Demikian juga dalam rangka melakukan matiraga, lakutapa atau berpuasa hendaknya juga diam-diam saja.

Matiraga atau lakutapa masa kini sungguh mengalami kemerosotan atau erosi, mengingat semangat hedonis dan materialistis begitu menjiwai banyak orang, demikian juga budaya instant, terutama di kalangan generasi muda atau remaja. Bagi generasi muda atau remaja rasanya hal itu bukan karena kesalahan mereka, namun karena orangtua mereka yang tidak tahu bagaimana mendidik dan mendampingi anak-anaknya dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman. Sebagai contoh HP (hand phone), yang menurut data statistik di Indonesia pada tahun 2010 ada sekitar 180 juta pemakai HP. Menurut pengamatan saya HP tanpa sadar membentuk pribadi pemakainya memiliki semangat instant atau apa yang diinginkan harus segera dilayani, dengan kata lain hilang keutamaan kesabaran berproses maupun  pengalaman 'kegagalan atau keterbatasan'.

Sabda hari ini  mengingatkan dan mengajak kita semua, umat beriman, untuk memberi sedekah, dan tentu saja perlu dijiwai pengorbanan diri atau matiraga atau lakutapa.  Selama masa Prapaskah kiranya juga diselenggarakan kegiatan Aksi Puasa Pembangunan, entah itu berupa kegiakan fisik dengan bergotong-royong guna memperbaiki sarana-prasarana masyarakat yang rusak, menyisihkan sebagai harta benda atau uang untuk kemudian disalurkan bagi mereka yang miskin dan berkekurangan, pendalaman iman dst.. Kami harapkan anda semua berpartisipasi dalam aneka kegiatan tersebut, dan tentu saja jangan melupakan anak-anak dan generasi muda untuk berpartisipasi di dalamnya, karena kegiatan ini juga mengandung pendidikan atau pembinaan matiraga atau lakutapa. Didiklah dan binalah anak-anak dan generasi muda dalam hal matiraga atau lakutapa, "to be man/woman with/for others". Kepekaan sosial, saling membantu sama lain hendaknya dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak dan generasi muda, terutama membantu mereka yang miskin dan berkekurangan.

"Tetapi sekarang juga," demikianlah firman TUHAN, "berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh." Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya. Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu" (Yl 2:12-14)

Selama masa Prapaskah kita diharapkan mawas diri, terutama atau lebih-lebih apa yang ada di dalam hati kita. Kiranya yang mengetahui isi hati saya adalah saya sendiri, sedangkan orang lain hanya menduga-duga saja. "Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan", demikian peringatan bagi kita semua. Memang apa yang ada dalam hati kita, yang kemudian muncul dalam pikiran, yang menentukan cara hidup dan cara bertindak kita, maka bukalah, koyakkan hati anda, agar anda sendiri juga mengetahui dengan benar dan tepat apa yang ada di dalam hati anda.

Di dalam doa malam, doa harian, ada 'pemeriksaan batin/hati', yang berarti kita diharapkan setiap hari memeriksa hati atau batin kita masing-masing. Dalam hati kita pasti ada yang baik dan buruk, namun pada umumnya lebih banyak apa yang baik daripada apa yang buruk. Maka pertama-tama hendaknya dicari dan ditemukan apa-apa yang baik yang ada di dalam hati kita, agar dengan demikian kita memiliki kekuatan dan keberanian untuk melihat dan mengakui apa yang buruk yang ada di dalam hati kita. Hendaknya kita tidak takut dan tidak malu mengakui apa yang buruk yang ada di dalam hati kita, toh kiranya kita semua tidak ada satu pun yang sungguh memiliki hati bersih dan jernih, karena kita adalah orang-orang yang lemah dan rapuh.

Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang lemah, rapuh dan berdosa rasanya identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang sungguh beriman, mengingat dan memperhatikan bahwa iman merupakan anugerah Allah, dan kita kita sungguh beriman berarti menerima anugerah Allah melimpah ruah. "Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2Kor 5:20-21), demikian kesaksian iman Paulus. Kesaksian iman Paulus ini kiranya dapat menjadi teladan dan cermin bagi kita semua.

"Dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah", inilah kiranya yang baik kita renungkan atau refleksikan. Jika ada yang benar dan baik dalam diri kita tidak lain adalah terutama karena Allah, buah  jerih payah atau usaha kita, dan kita hanya pekerjasama yang lemah dan rapuh. Kami berharap dalam aneka kegiatan selama masa Prapaskah kita semakin memahami dan menghayati kebenaran tersebut, dan akhirnya kita juga dapat berkata seperti Paulus "Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami". Jika kita mampu menasihati saudara-saudari kita tidak lain karena Allah dan kita hanyalah perantara atau penyalur kehendak dan sabda Allah, maka semakin bijak seseorang pada umumnya yang bersangkutan juga semakin rendah hati, lemah lembut.

"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa" (Mzm 51:3-6a)

Ign 13 Februari 2013