"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa tetapi muridMu tidak?"
(Yes 58:1-9a; Mat 9:14-15)
" Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa" (Mat 9:14-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kita semua kiranya sedikit banyak masih bersikap mental orang FARISI, yaitu melaksanakan pekerjaan atau menghayati panggilan ketika dilihat orang serta memperoleh pujian meriah dari orang lain dan ketika sendirian hidup dan bertindak seenaknya sendiri, hanya mengikuti keinginan atau selera pribadi. Maka kiranya kita masih perlu berpuasa atau matiraga sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Farisi maupun para pengikutnya. Tujuan atau sasaran matiraga atau lakutapa tidak lain adalah agar kita senantiasa lebih dekat hidup bersatu dan bersama denganTuhan alias semakin beriman, semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ketika kita sungguh hidup bersama dan bersatu dengan Tuhan kiranya kita tidak perlu berpuasa atau bermatiraga lagi, karena dalam cara hidup dan cara bertindak senantiasa sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan. Hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan berarti memiliki cara melihat, cara berpikir, cara merasakan, cara menyikapi dan cara melakukan segala sesuatu dalam Tuhan, bukan dengan cara sendiri atau seenaknya sendiri. Cukup banyak generasi muda masa kini terlalu bersikap dan bertindak mengikuti selera pribadi atau keinginan sendiri alias senantiasa bersikap subyektif dan egois. Hal ini hemat saya karena orangtua atau generasi pendahulu/tua tidak atau kurang mendidik dan membina generasi muda dengan benar. Cukup banyak generasi muda yang bersikap negatif terhadap aneka tata tertib dan aturan dengan alasan demi kebebasan atau hak azasi. Jika orang merasakan bahwa tata tertib atau aturan menjadi beban, maka orang yang bersangkutan perlu dilatih untuk bermatiraga.
· "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri" (Yes 58:6-7). Kita diharapkan dalam berpuasa atau bermatiraga tidak hanya bersifat pribadi atau formalitas belaka, melainkan hendaknya menjadi nyata dalam perbuatan atau tindakan yang baik bagi orang lain, misalnya "memerdekakan orang yang teraniaya, memecah-mecahkan roti bagi orang yang lapar, memberi tumpangan bagi yang tidak punya rumah, memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, dst..". Penindasan orang dengan cara memperlakukan orang seperti barang atau mesin kiranya masih marak dalam kehidupan bersama kita, dimana para buruh atau pekerja diberi imbalan yang tak wajar. Maka dengan ini kami berseru kepada para pemberi kerja untuk memberi imbal jasa atau gaji yang memadai bagi para buruh atau pekerjanya, sehingga mereka dapat hidup layak sebagai manusia. Kita semua diharapkan suka berbagi lebih-lebih terhadap mereka yang kelaparan atau kehausan, maka dari pihak diri kita sendiri hendaknya menjauhi hidup berfoya-foya, dan selanjutnya membagikan sebagian makanan dan minuman kepada mereka yang lapar dan haus. Dalam hal memberi tumpangan, mungkin pada masa kini yang cukup mendesak adalah bagi mereka yang belum memiliki rumah atau tempat tinggal, padahal mereka sudah bekerja keras. Maka kami berharap kepada pemberi kerja untuk dengan suka hati memberi pinjaman dengan suku bunga lunak atau rendah bagi para pekerjanya yang ingin membeli atau memiliki rumah. Selama masa Prapasakah kita semua diharapkan untuk memperdalam dan memperkembangkan kepekaan sosial kita serta memberantas aneka bentuk egois . Hendaknya anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina dalam hal kepekaan kepada orang lain.
"Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku" (Mzm 51:3-5)
Ign 15 Februari 2013
0 komentar:
Posting Komentar