Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Sabtu, 10 September 2011

Mg Biasa XXIV


Mg Biasa  XXIV: Sir 27:30-28:9;  Rm 14:7-9; Mat 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia
berbuat dosa terhadap aku"

Kita semua kiranya mendambakan hidup damai sejahtera lahir dan batin
setiap hari dimanapun dan kapanpun. Namun di dalam kenyataan sering
kita lihat masih marak aneka bentuk permusuhan dan balas dendam yang
muncul dari kebencian maupun egoism. Memasuki Millenium Ketiga Paus
Yohanes Paulus II dalam hari Perdamaian Sedunia menyampaikan tema
berjudul "There is no peace without justice ,there is no justice
without forgiveness" (=Tiada  perdamaian tanpa keadilan, tiada
keadilan tanpa kasih pengampunan). Dengan kata lain jika kita
mendambakan perdamaian sejati di bumi dan di akhirat nanti, marilah
kita hidup saling mengampuni, sebagaimana disabdakan oleh Yesus "Aku
berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh
puluh kali tujuh kali" (Mat 18:22). Maka marilah kita renungkan dan
hayati sabda Yesus ini.
"Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh
puluh kali tujuh kali" (Mat 18:22)
"Tujuh puluh kali tujuh kali"  sana dengan empat ratus sembilan puluh.
Saya kira tak ada seorangpun di antara kita pernah mengampuni
saudaranya dengan menghitung, dan kalau dihitung mungkin tidak akan
sampai dengan empat ratus sembilan puluh kali dalam mengampuni.  Apa
yang dimaksudkan oleh Yesus tidak lain adalah hendaknya saling
mengampuni terus menerus tanpa batas.  Hemat saya masing-masing dari
kita telah menerima kasih pengampunan dari Tuhan secara melimpah ruah
karena kemurahan HatiNya melalui sekian banyak orang yang telah
bergaul dengan kita, lebih-lebih atau terutama melalui ibu kita
masing-masing. Bukankah ketika kita masih bayi atau kanak-kanak selalu
merepotkan dan mengganggu ibu kita, namun demikian ibu tidak marah,
melainkan dengan penuh kasih pengampunan telah mengampuni dan
mengasihi kita? Maka sebenarnya ajakan untuk hidup saling mengampuni
tidak sulit asal kita tidak egois, karena tinggal menyalurkan kasih
pengampunan yang telah kita miliki secara melimpah ruah.
"Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu,
apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap
hatimu." (Mat 18:35), demikian sabda Yesus kepada kita semua yang
beriman kepadaNya. Hati memang merupakan pusat hidup kita, ingat akan
kata-kata "jantung hati, patah hati, sakit hati dst..", yang tidak
lain adalah seluruh pribadi manusia. Tanda cinta sering disimbolkan
dengan hati yang tertusuk oleh panah yang tajam, yang secara harafiah
berarti hatinya disakiti. Meskipun hati disakiti (tertusuk panah
tajam) namun orang tidak marah, melainkan gembira dan bergairah. Maaf
kalau sedikit porno: bukankah ketika penis suami/laki-laki menembus
selaput dara isteri/perempuan juga terasa sakit, namun demikian tidak
marah melainkan gembira dan bergairah. Dengan kata lain saya merasa
bahwa rekan-rekan peremuan lebih memliki kemampuan untuk mengampuni,
apalagi juga memiliki rahim. Kata rahim dapat menjadi kerahiman yang
berarti belas kasih atau kasih pengampunan, maka kami berharap kepada
rekan-rekan perempuan untuk menjadi teladan dalam hidup saling
mengampuni dengan sepenuh hati.
Kasih pengampunan memang merupakan salah satu bentuk cinta dan ketika
orang sungguh mencintai dan siap sedia untuk dicintai, maka lahirlah
kekuatan luar biasa dari dalam, sehingga memiliki tenaga atau kekuatan
dalam menghadapi aneka rangsangan atau perlakuan yang tidak enak atau
tidak sesuai dengan selera pribadi. Tenaga atau kekuatan luar biasa
yang lahir dari cinta merupakan senjata handal untuk mengampuni,
dengan mengampuni maka tenaga dan kekuatan untuk mencinta akan semakin
kuat dan tangguh. Hadapi dan sikapi aneka perlakuan yang tidak enak
atau tidak sesuai dengan selera anda dengan dan dalam kasih, maka anda
akan menikmati kebahagiaan luar biasa, yang sulit untuk dijelaskan
dengan akal sehat saja. Kebahagiaan yang lahir dari cinta mengatasi
akal sehat atau pikiran kita, yang serba terbatas.  Selanjutnya
marilah kita renungkan kesaksian iman Paulus kepada umat di Roma di
bawah ini.
"Tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya
sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri.
Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati,
kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik
Tuhan" (Rm 14:7-8)
"Hidup kita adalah milik Tuhan"  kiranya dengan mudah dikatakan dan
dijelaskan namun pada umumnya sulit untuk dihayati atau dilsksanakan.
Tidak ada seorang pun di bumi ini yang dari dirinya sendiri
berkehendak untuk hidup, yang benar adalah masing-masing dari kita
diciptakan oleh Tuhan dengan minta partisipasi bapak-ibu kita yang
saling mengasihi dan kasih bapak-ibu pun juga dihayati sebagai
anugerah Tuhan. Hidup kita adalah anugerah Tuhan, dank arena hidup
adalah anugerah Tuhan maka segala sesuatu yang kita miliki, nikmati
dan kuasai saat ini serta menyertai hidup kita juga merupakan anugerah
Tuhan. "Everything is given" = Segala sesuatu adalah anugerah. Maka
orang yang sungguh beriman kepada Tuhan pasti akan rendah hati, tidak
sombong.  Semakin tambah usia dan aneka kekayaan berarti akan semakin
rendah hati, Ingat akan pepatah 'Bulir padi semakin berisi semakin
menunduk', yang berarti semakin pandai, berpengalaman, kaya akan harta
benda, tua dst.. semakin 'menunduk' alias rendah hati. Kami berharap
orangtua menjadi teladan rendah hati bagi anak-anaknya, pemimpin bagi
anggotanya, atasan bagi bawahanya, dst..
"Mati juga milik Tuhan",  dan tak ada seorangpn yang sungguh beriman
ingin segera mati dan tahu kapan akan mati atau dipanggil Tuhan. Kalau
tidak atau kurang beriman mungkin tahu kapan akan mati, misalnya
mereka yang bunuh diri atau kena hukuman mati karena kejahatannya.
Kematian datangnya bagaikan pencuri di tengah malam yang mencuri harta
benda kita sementara kita tertidur pulas dan lelap. Ingat dan
perhatikan ada orang yang mati mendadak, entah sendirian atau
bersama-sama/rombongan, misalnya yang kena serangan jantung atau
karena kecelakaan lalu lintas, gempa bumi, tsunami, kapal tenggelam,
pesawat jatuh, dst..  Maka dengan ini kami berharap anda senantiasa
dalam keadaan siap sedia dipanggil Tuhan atau mati,  dan sebagai tanda
kesiap sediaan kita marilah kita hayati ajakan atau kesaksian Paulus.
"Tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya
sendiri," (Rn 14:7a).  Jati diri kita masing-masing adalah makluk
sosial, yang berarti kita tak mungkin dapat hidup sendirian saja.
Sejak semua Tuhan telah menganugerahkan 'penolong yang lain', yang
sepadan dengan manusia: Hawa diciptakan untuk menjadi penolong Adam
yang sepadan . Memang yang mendorong atau memotivasi kita untuk
sosial, alias hidup untuk orang lain adalah perbedaan jenis kelamin:
laki-laki terhadap perempuan dan sebaliknya. Dengan kata lain yang
berbeda satu sama lain tetapi tergerak dan termotivasi untuk mendekat,
bersahabat dan bersatu saling mengasihi dengan segenap hati, segenap
jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh. Itulah
pengalaman hidup antar suami-isteri yang saling mengasihi. Maka kami
berharap para bapak-ibu dapat menjadi teladan dalam hidup sosial, 'to
be man or woman with/for others'  bagi anak-anaknya, dan tentu saja
juga mendidik dan membiasakan anak-anak untuk 'to be man or woman
with/for others'.
"Ingatlah akan akhir hidup dan hentikanlah permusuhan, ingatlah akan
kebusukan serta maut dan hendaklah setia kepada segala perintah.
Ingatlah akan perintah-perintah dan jangan mendendami sesama manusia,
hendaklah ingat akan perjanjian dari Yang Mahatinggi, lalu ampunilah
kesalahannya"(Sir 28:6-7). Kutipan di atas ini hendaknya kita
renungkan dan hayati untuk memperteguh iman kita bahwa hidup atau mati
kita adalah milik Tuhan.  Akhir hidup kita adalah detik-detik atau
menit-menit terakhir hidup kita maupun saat pemakaman kita. Semoga
pada akhir hidup kita berdoa sebagaimana didoakan oleh salah satu
penjahat yang dsalibkan bersama dengan Yesus, yaitu "Yesus, ingatlah
akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Luk 24:42)
"Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap
batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala
kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang
menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang
kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat," (Mzm
103:1-4)

Ign 11 September 2011

10Spt


"Setiap orang yang datang kepadaKu dan mendengarkan perkataanKu serta
melakukannya"
(1Tim 1:15-17; Luk 6:43-49)

 "Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak
baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah
yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak
duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik
buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari
perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan
barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang
diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya." "Mengapa kamu berseru
kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku
katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan
perkataan-Ku serta melakukannya -- Aku akan menyatakan kepadamu dengan
siapa ia dapat disamakan --, ia sama dengan seorang yang mendirikan
rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas
batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu
tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi
barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama
dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika
banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya."
(Luk 6:43-49), demikian kutipan  Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:
•       Isi Warta Gembira ini yang intinya saya jadikan judul permenungan
hari ini sama dengan Warta Gembira versi Mateus dimana salah satu ayat
saya pilih untuk diabadikan dalam pahatan marmer di bawah patung
St.Petrus Kanisius di halaman Seminari Menengah Mertoyudan-Magelang,
yaitu: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya,
ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas
batu." (Mat 7:24). Inti dari Warta Gembira hari ini hemat saya adalah
pentingnya kedalaman hidup beriman dan kerja keras dalam hidup
sehari-hari, dalam melaksanakan aneka tugas dan kewajiban. "Bekerja
keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal positif dan
tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh
dalam melakukan sesuatu" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka- Jakarta 1997, hal 10).
Orang-orang sukses dalam panggilan, tugas maupun kerier dan pekerjaan
pada umumnya bekerja keras alias suka bekerja, dapat menikmati
kegembiraan dalam bekerja. Beriman mendalam dan bekerja keras hemat
saya bagaikan mata uang bermuka dua, alias tak dapat dipisahkan.
Mereka yang sungguh beriman pasti bekerja keras, sedangkan mereka yang
bekerja keras juga sungguh beriman. Kami berharap agar anak-anak
sedini mungkin dibina dan dididik untuk bekerja keras di dalam
keluarga dan tentu saja dengan teladan konkret dari para orangtua.
Maka hendaknya anak-anak dibina dan dididik untuk suka bekerja, dapat
menikmati kegembiraan dalam bekerja dan akhirnya mencintai kerja.,
Orang yang mencintai kerja akan dengan segenap hati, budi, jiwa dan
tenaga dalam bekerja. Yang penting dan terutama adalah bekerja bukan
uang; jadilah dan usahakan menjadi pekerja keras, maka uang akan
datang kemudian secara melimpah.
•       "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,"
dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena
itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling
berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan
demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya
kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal" (1Tim 1:15-16). Sebagai
orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita dapat meneladan Paulus
yang menghayati diri sebagai pendosa yang dikasihani Tuhan serta
kemudian menghayati kesabaran Tuhan. Sebagai orang beriman yang telah
menerima kasih pengampunan Tuhan melimpah ruah, marilah kita hayati
dan sebarluaskan keutamaan kesabaran. "Sabar adalah sikap dan perilaku
yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri  dan tetap
bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan
dan masalah" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi
Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Kesabaran
merupakan buah dan dukungan hidup beriman mendalam. Orang beriman
mendalam tidak akan mudah tergoda oleh aneka rangsangan untuk berbuat
jahat, dan dalam menghadapi aneka macam masalah sungguh tenang,
sehingga dapat melihat dengan jelas inti masalah serta kemudian
menyelesaikannya. Kami berharap mereka yang berpengaruh dalam
kehidupan bersama berani berkata dengan jujur seperti Paulus, yaitu
"Aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan
mendapat hidup yang kekal", contoh kedalamam hidup beriman, bekerja
keras dan kesabaran. Ingat akan motto bahwa orang sabar akan dikasihi
Tuhan.
"Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN! Kiranya
nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya. Dari
terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN.
TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit."
(Mzm 113:1-4)

Ign 10 September 2011

9spt

"Keluarkanlah dahulu balok dari matamu"

(1Tim 1:1-2.12-14; Luk 6:39-42)

"Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: "Dapatkah
orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam
lobang? Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi
barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.
Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan
balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah
engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku
mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di
dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah
dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk
mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Luk 6:39-42),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

·   Pada umumnya orang lebih mudah dan senang melihat kelemahan dan
kekurangan orang lain, sementara itu untuk melihat dan mengakui
kelemahan dan kekurangannya sendiri sungguh sulit dan berat atau
bahkan tak mau mengakui kelemahan dan kekurangannya. Sabda hari ini
mengajak dan memanggil kita orang beriman untuk pertama-tama melihat
kelemahan dan kekurangannya serta kemudian memperbaikinya baru
kemudian minta orang lain untuk memperbaiki kelemahan dan
kekurangannya. Yang sering mudah melihat kekurangan dan kelemahan
orang lain pada umumnya usianya juga lebih tua maupun berkedudukan
lebih tinggi, padahal hemat saya semakin tua dan tambah usia berarti
akan semakin tambah dosanya juga alias kelemahan dan kekurangannya.
Maka kami mengajak siapapun yang lebih tua, berkedudukan,
berpengalaman serta berpengaruh di dalam kehidupan bersama untuk
menjadi teladan pengakuan dan penghayatan diri sebagai yang lemah dan
rapuh serta tidak mudah melihat kelemahan dan kekurangan orang lain.
Hendaknya kita semua tidak munafik, dan kepada siapapun yang munafik
kami ajak untuk bertobat alias memperbaharui diri. Munafik berarti
"berpura-pura percaya atau setia dsb. kepada agama dsb..tetapi
sebenarnya di hatinya tidak; suka (selalu mengatakan sesautu yang
tidak sesuai dengan perbuatannya; berpura-pura" (Kamus Besar Bahasa
Indonenesia,Departemen Pendidikan Indonesia 1988, hal 599). Marilah
jujur, berkata apa adanya sesuai dengan apa yang ada di dalam hati
kita. Tidak jujur berarti akan celaka dan sengsara selamanya.

·   "Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus
Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan
pelayanan ini kepadaku -- aku yang tadinya seorang penghujat dan
seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya,
karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar
iman"(1Tim 1:12-13), demikian kesaksian iman Paulus kepada Timoteus.
Mungkin kita semua tidak jauh dari apa yang dialami dan dihayati oleh
Paulus, lebih-lebih bahwa masing-masing dari kita pernah berbuat jahat
atau berdosa dan telah menerima kasih pengampunan Tuhan, sehingga ada
kemungkinan bagi kita untuk setia pada panggilan dan tugas pengutusan
kita. Maka baiklah jika memang saat ini setia pada panggilan dan tugas
pengutusan, marilah hal itu kita hayati sebagai 'penguatan dari
Tuhan/rahmat Tuhan', bukan semata-mata hasil usaha atau jerih payah
kita. Maka hendaknya hidup dan bertindak dengan rendah hati untuk
meneguhkan dan memperkuat kesetiaan kita, percaya bahwa Tuhan
senantiasa menguatkan  dan mendampingi kita melalui aneka macam bentuk
kebaikan dari saudara-saudari kita. Karena kita telah menerima
kebaikan dari saudara-saudari kita, maka selayaknya kita berterima
kasih kepada mereka dengan melayani mereka. Marilah segala kekuatan
dan keterampilan yang pernah kita fungsikan untuk berbuat dosa atau
munafik selanjutnya kita fungsikan untuk melayani saudara-saudari
kita.  Secara khusus marilah kita ingatkan mereka yang masih munafik
untuk bertobat. Kami berharap anak-anak di dalam keluarga sedini
mungkin dibina dan dididik untuk tidak munafik dengan teladan konkret
dari para orangtua atau bapak-ibu; tentu saja kepada bapak-ibu atau
orangtua kami berharap jika bersalah terhadap anak-anak hendaknya
dengan jiwa besar dan hati rela berkorban mengakui dan minta maaf
kepada anak-anak, demikian juga para pemimpin terhadap anggotanya,
para atasan terhadap bawahannya. Saling mengakui kesalahan dan minta
maaf serta saling memaafkan hemat saya merupakan salah satu bentuk
penghayatan kesetiaan kita pada iman dan pelayanan kita.

"Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu
malam hati nuraniku mengajari aku. Aku senantiasa memandang kepada
TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." (Mzm
16:7-8)

Ign 9 September 2011