Fans Page Facebook http://imankatolik.or.id

imankatolik.or.id on Facebook

Kamis, 28 Februari 2013

26Feb


"Barangsiapa meninggikan diri ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

(Yes 1:10.16-20; Mat 23:1-12)

"Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Mat 23:1-12), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Jika selama masa Prapaskah ini kita mawas diri dengan baik dan benar kiranya kita akan mengakui dan menghayati bahwa selama hidup sampai saat ini telah menerima anugerah Allah secara melimpah ruah melalui saudara-saudari kita, maka dari pihak diri kita selayaknya hidup dengan penuh syukur dan terima kasih dengan rendah hati. Sabda hari ini "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" sungguh kita renungkan dan hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Pertama-tama dan terutama para pemimpin atau atasan diharapkan hidup dan bertindak dengan rendah hati, serta menjadi teladan atau inspirasi bagi saudara-saudarinya dalam hal kerendahan hati. Kami harapkan para pemimpin atau atasan hidup dan bertindak dengan melayani saudara-saudarinya dengan rendah hati, dan jangan melecehkan seorang pun, karena dengan demikian melanggar hak-hak azasi manusia atau menginjak-injak harkat martabat manusia, yang diciptakan sebagai citra atau gambar Allah. Di dalam hidup bersama kita semua dipanggil untuk saling melayani, menghormati, mengabdi dan membaktikan diri, sehingga kehidupan bersama sungguh nikmat dan menggairahkan. Maka ketika ada saudara-saudari kita yang hidup dan bertindak sombong hendaknya dengan rendah hati segera ditegor untuk rendah hati. Membiarkan saudara-saudarinya hidup dan bertindak sombong berarti dirinya sendiri sombong juga.

·   "Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat,belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda! Marilah, baiklah kita beperkara! -- firman TUHAN -- Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba" (Yes 1:16-18). Kita semua dipanggil untuk meninggalkan perilaku jahat serta membela hak anak-anak yatim maupun memperjuangkan perkara janda-janda. Anak-anak yatim memang sering dilecehkan, demikian juga para janda, yang sering juga dituduhkan melacurkan diri. Janda-janda sering menjadi bahan gunjingan atau ngrumpi, dan sebaliknya janda-janda ketika berkumpul bersama juga ada kecenderungan untuk ngrumpi guna membicarakan hak dan nasib mereka. Salah satu bentuk kejahatan yang masih marak sampai saat ini adalah berkorupsi, dan sungguh memprihatinkan bahwa mereka yang harus menjadi penegak keadilan dan kejujuran sering berkorupsi, misalnya para ahli hukum dan polisi. Demikian juga mereka yang duduk dalam jajaran badan publik atau badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif tak terbebaskan dari perilaku korupsi. Mereka yang disebut yatim atau janda pada umumnya kurang menerima perhatian atau kasih yang benar dan memadai, maka marilah kita kasihi mereka dengan benar, agar mereka akhirnya tidak merasa kecil dan rendah diri sebagai yatim atau janda. Perhatian dan kasih yang benar senantiasa membebaskan, bukan menguasai atau memiliki, sebagimana cirikkhas kasih adalah bebas.

"Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku? Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu" (Mzm 50:8-9)

Ign 26 Februari 2013


25feb

"Hendaklah kamu murah hati"

(Dan 9:4b-10; Luk 6:36-38)

"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Luk 6:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

·   Murah hati secara harafiah kiranya boleh diartikan sebagai hatinya dijual murah alias senantiasa memberi perhatian kepada siapapun tanpa pandang bulu. Sebagai orang beriman jika kita mawas diri secara benar dan jujur kiranya akan mengakui dan menghayati diri sebagai orang yang telah menerima perhatian secara melimpah ruah melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan dan mengasihi kita melalui aneka cara dan bentuk, tentu saja pertama-tama dan terutama telah kita terima melalui orangtua kita masing-masing, khususnya ibu kita yang telah mengandung, melahirkan, menyusui dst.. alias mengasihi kita tanpa batas, sebagaimana tertulis dalam lagu "Kasih itu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia". Maka marilah kita saling bermurah hati satu sama lain, dan tentu saja kami berharap kepada anda sekalian untuk lebih memperhatikan mereka yang kurang menerima perhatian alias yang tersingkir dan terpinggirkan. Kami percaya di lingkungan hidup dan kerja kita masing-masing pasti ada orang-orang atau pribadi-pribadi yang kurang menerima perhatian, maka perhatikan mereka. Kita juga diingatkan agar tidak mudah mengadili atau menghukum orang lain, dengan kata lain hendaknya jangan terlalu melihat dan membesar-besarkan kelemahan dan kekurangan orang lain, melainkan hendaknya lebih memperhatikan kelebihan dan kebaikannya, sebagaimana seorang ibu senantiasa lebih melihat dan membesarkan kelebihan dan kebaikan anak-anaknya. Kami berharap kepada para pemimpin atau atasan untuk senantiasa bermurah hati kepada anggota atau bawahannya.

·   "Ya Tuhan, Engkaulah yang benar, tetapi patutlah kami malu seperti pada hari ini, kami orang-orang Yehuda, penduduk kota Yerusalem dan segenap orang Israel, mereka yang dekat dan mereka yang jauh, di segala negeri kemana Engkau telah membuang mereka oleh karena mereka berlaku murtad terhadap Engkau.Ya TUHAN, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya" (Dan 9:7-10). Kutipan ini kiranya dapat menjadi acuan bagi kita semua untuk mengakui dan menghayati diri sebagai orang berdosa, dan mungkin kita kurang memperhatikan mereka yang harus diperhatikan. Secara khusus kami mengingatkan para orangtua untuk sungguh memperhatikan anak-anaknya alias dengan rela dan hati berkorban memboroskan waktu dan tenaga kepada anak-anaknya khususnya pada usia balita. Usia balita adalah masa yang rawan dan rentan, entah itu balita anak-anak, balita suami-isteri, balita imam, pastor, bruder atau suster maupun pekerja. Masa-masa ini banyak godaan dan rayuan yang merongrong kesetiaan kita sebagai orang yang terpanggil, maka kepada para senior kami ajak untuk memperhatikan mereka yang masih 'balita'. Kita semua juga diingatkan untuk senantiasa mentaati dan melaksanakan aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing. Kami harap ketika ada tegoran atau peringatan dari saudara-saudari kita atas pelanggaran yang kita lakukan, dengan rendah hati menerimanya serta berusaha memperbaiki diri. Berterima kasih dan bersyukur kepada mereka yang menegor dan mengingatkan anda, jangan melawan atau memberontak. Marilah kita saling mendengarkan satu sama lain, sehingga terjadilah kebersamaan hidup yang menyenangkan, mempesona dan memikat bagi orang lain.

"Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang kami; kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemah kami. Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu! Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan; sesuai dengan kebesaran lengan-Mu, biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh" (Mzm 79:8-9.11)

Ign 25 Februari 2013


Sabtu, 23 Februari 2013

Minggu Prapaskah II

Mg Prapaskah II: Kej 15:5-12.17-18; Flp 3:17-4:1; Luk 9:20b-36

"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia"

Di dalam perjalanan hidup dan tugas pengutusan kita sehari-hari kiranya kita sering mengalami sungguh bergairah atau lesu, gembira atau sedih, bersemangat atau frustrasi dst.. alias pengalaman hiburan rohani atau kesepian rohani, yang dalam psikologi agama disebut sebagai pengalaman "fascinosum" dan "tremendum" (=mempesona dan menghentak). Selama masa Prapaskah sekiranya kita sungguh menanggapi ajakan gembala kita/uskup kita sebagaimana tertulis di dalam 'Surat Gembala Prapaskah, yang secara nasional bertema "Makin Beriman, Makin Bersaudara, Makin Berbela Rasa", dan untuk KAS dengan tema "Semakin Beriman Dengan Bekerja Keras dan Menghayati Salib Tuhan", kita pasti akan mengalami hal-hal tersebut diatas, dan ada kemungkinan lebih banyak hiburan rohani daripada kesepian rohani, pengalaman bergairah daripada lesu, bersemangat daripada frustrasi. Dalam pengalaman terhibur, bergairah dan bersemangat biasanya orang memiliki cita-cita, harapan atau kehendak yang luar biasa dan indah, sebagaimana dialami para rasul di atas gunung sedang menemani Yesus untuk berdoa.

"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu. Sementara ia berkata demikian, datanglah awan menaungi mereka. Dan ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka. Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia."(Luk 9:33-35)

Ketika mengalami hiburan atau kesepian rohani kita diharapkan dengan rendah hati dan membuka diri untuk mendengarkan suara atau kehendak Allah. Maka baiklah saya kutipkan apa yang tertulis dalam Latihan Rohani St.Ignatius Loyola perihal hiburan dan kesepian rohani. "Yang kumaksud hiburan, ialah keadaan sewaktu dalam jiwa timbul gerak batin, yang membuat jiwa jadi berkobar dalam cinta kepada Pencipta dan Tuhannya…Akhirnya juga kunamakan hiburan rohani setiap tambahnya iman, harapan dan cinta.." (St Ignatius Loyola, LR no 316). "Yang kumaksudkan kesepian rohani, ialah semua yang berbalikan (dari hiburan rohani), misalnya kegelapan jiwa, kekacauan batin, dan gerak hati ke arah yang serba hina dan duniawi, bingung menghadapi berbagai bujuk dan godaan yang menyeret orang ke arah hilangnya kepercayaan, harapan, cinta.." (ibid..no 317)

Kami berharap selama masa Prapaskah, Retret Agung umat, kita lebih banyak mengalami hiburan rohani daripada kesepian rohani, dengan kata lain "dalam jiwa timbul gerak batin, yang membuat jadi berkobar dalam cinta kepada Pencipta dan Tuhan, semakin beriman, semakin berharap dan semakin mencinta", sebagaimana dicanangkan dalam tema APP tahun 2013, dalam Tahun Iman ini. Maka kami berharap di dalam refleksi selama masa Prapaskah ini anda menerima pencerahan yang mendorong anda untuk tergerak melakukan pembaharuan atau peningkatan hidup beriman, berharap dan mencinta, dengan gerakan-gerakan konkret, entah secara pribadi atau bersama  (dalam keluarga, komunitas atau tempat kerja, atau dalam lingkungan/wilayah/paroki).

Di dalam refleksi kiranya masing-masing dari kita menerima pencerahan yang berbeda satu sama lain, maka hendaknya kemudian saling berbagai pengalaman, menceriterakan dan mendengar-kan, perihal pencerahan yang telah diterimanya. "Inilah AnakKu yang Kupilih, dengarkanlah Dia", inilah kiranya sabda yang dapat menjadi acuan kita dalam saling berbagi pengalaman pencerahan. Masing-masing dari kita adalah 'yang terpilih'( ingat ada jutaan sperma yang berebut satu telor, yang menang akhirnya hanya satu untuk bersatu dengan telor, dan tidak lain adalah masing-masing dari kita). Kami berharap kita tidak takut atau was-was membagikan pengalaman dengan leluasa, sehingga kebersamaan hidup dan kerja kita semakin diteguhkan dan diperdalam dalam iman, harapan dan kasih.

Setelah menerima pencerahan di bukit atau gunung, para rasul diajak turun oleh Yesus. Hal ini bagi kita merupakan ajakan atau peringatan agar pencerahan yang kita terima kemudian dihayati atau dilakukan, jangan hanya tinggal dalam kenangan manis dalam pikiran atau semangat, melainkan menjadi nyata dalam cara hidup atau cara bertindak. Kita 'daratkan' segala niat dan kehendak baik yang kita terima dalam permenungan menjadi cara bertindak atau berperilaku.

"Kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya" (Fil 3:20-21)

Kutipan di atas ini kiranya mengingatkan kita semua bahwa pada suatu saat kita akan mati atau dipanggil Tuhan, kapan waktunya tidak ada seorang pun dari kita yang mengetahuinya. Dengan kata lain hidup kita ini juga merupakan saat-saat penantian, yaitu menantikan dipanggil Tuhan, dimana Tuhan "mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia". Kita semua kiranya mendambakan hidup berbagia dan mulia selamanya di sorga, setelah dipanggil Tuhan atau meninggal dunia, maka marilah kita hidup dan bertindak sebagai orang yang memiliki dambaan atau kerinduan mulia, luhur dan indah. Dengan kata lain sebagaimana kami angkat di atas hendaknya kita hidup dan bertindak dijiwai oleh iman, harapan dan cintakasih.

Allah adalah kasih sejati, maka menantikan panggilan Allah alias kematian kita yang tidak kita ketahui kapan, sebagaimana orang menantikan yang terkasih, pada umumnya orang sungguh mengadakan pembersihan diri maupun lingkungan hidupnya. Selama mawas diri dalam masa Prapaskah ini kami harapkan masing-masing dari kita mengetahui dengan jelas dalam hal apa saja kita perlu mengadakan pembersihan alias pembaharuan hidup. Adakah anggota-anggota tubuh kita yang membuat diri kita terhina karena melakukan dosa, hal-hal yang tak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah? Mungkin yang sering kita lakukan adalah berpikiran jelek atau jahat terhadap orang lain alias dengan mudah melihat dan mengangkat kekurangan atau kesalahan orang lain, dan ada kemungkinan juga menjadi nyata dalam omongan melalui mulut kita.

Ada empat unsur dalam diri kita, yaitu: jiwa, hati, akal budi dan tubuh, maka mungkin baik jika kita mawas diri keempat unsur tersebut. Dalam hal hati atau jiwa kiranya yang mengetahui dengan jelas dan benar tentang isi hati atau isi jiwa/semangat kita adalah saya sendiri, maka kami harapkan masing-masing dari kita sungguh jujur dalam mawas diri. Secara khusus kami berharap terjadi keterbukaan antar anggota keluarga, antar suami dan isteri, antar kakak-adik, antar orangtua dan anak-anak, karena apa yang terjadi dan dialami di dalam keluarga akan sangat bermanfaat dalam perjalanan ke dalam kebersamaan hidup yang lebih luas, entah di dalam masyarakat, tempat tugas/kerja dst.. Bukankah antar suami-isteri memiliki keterbukaan luar biasa, yaitu ketika sedang memadu kasih alias berhubungan seks dalam rangka saling mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh? Semoga keterbukaan yang sama, dalam arti secara spiritual, juga dihayati dalam pergaulan dengan sesamanya, dan dengan demikian hidup bersama sungguh bersih, menarik dan mempesona.

"Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku"; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN."

(Mzm 27:7-8)

Ign 24 Februari 2013